1
BAB I
PENDAHULUAN
1.5 Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut dengan Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan KabupatenKota. Sebagai
penyelenggara pembangunan
kesehatan, puskesmas
bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan per orangan, dan upaya kesehatan masyarakat, yang ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di Indonesia. Pada saat ini puskesmas telah didirikan hampir di seluruh pelosok tanah air.
Untuk menjangkau wilayah kerjanya puskesmas diperkuat dengan puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan
rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Jumlah puskesmas di Indonesia yang tercatat sampai dengan akhir tahun 2010 sebanyak 9.005 unit dengan
rincian jumlah puskesmas perawatan 2.920 unit dan puskesmas non perawatan sebanyak 6.085 unit Profil Kesehatan Indonesia, 2010.
Di Provinsi Sumatera Utara jumlah puskesmas mengalami peningkatan, selama tahun 2008-2011 dari 484 unit menjadi 569 unit pada tahun 2012. Hal ini
terjadi karena adanya pemekaran kabupatenkota. Jumlah puskesmas perawatan mengalami peningkatan dari 145 unit menjadi 163 unit. Jumlah puskesmas pembantu
mengalami kenaikan dari 1.819 unit tahun 2010 menjadi 2.085 unit tahun 2012. Setiap kecamatan di Provinsi Sumatera Utara telah memiliki paling sedikit satu
Universitas Sumatera Utara
puskesmas. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Sumatera Utara yakni 13.215.401 jiwa, maka satu puskesmas melayani 23.255 jiwa, bila dibandingkan
dengan standar nasional, satu puskesmas melayani 30.000 jiwa, berarti Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mampu menyediakan sarana kesehatan khususnya
puskesmas mencapai standar nasional tersebut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2012.
Meskipun sarana pelayanan kesehatan dasar telah terdapat di semua kecamatan dan ditunjang oleh beberapa puskesmas pembantu namun upaya
peningkatan belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Diperkirakan hanya sekitar 30 penduduk yang memanfaatkan pelayanan puskesmas dan puskesmas
pembantu Depkes RI, 2010. Di Kabupaten Simalungun, kondisi ini tidak jauh berbeda. Pemanfaatan
puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan dasar masyarakat masih minim. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan wewenang
otonomi daerah, Bupati Kabupaten Simalungun menyikapi dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No.188.454206-Diskes2011 tentang pemberlakuan layanan
puskesmas 24 jam dan mulai efektif diberlakukan sejak tanggal 8 September 2011 untuk seluruh pelayanan kesehatan dasar yang berlaku bagi semua penduduk
Kabupaten Simalungun. Bupati Simalungun menginstruksikan pelayanan kesehatan di puskesmas
sebagai ujung tombak penanganan kesehatan kepada masyarakat terbuka 24 jam. Tujuan pelayanan puskesmas buka 24 jam yaitu untuk meningkatkan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan pada masyarakat, mempermudah akses pelayanan kesehatan di luar jam kerja puskesmas.
Kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan karena memperhatikan kondisi bahwa sebagian besar masyarakat golongan ekonomi tidak mampu atau
kewalahan saat diserang penyakit tetapi tidak punya uang untuk berobat ke rumah sakit, apalagi rumah sakit swasta pada tengah malam.
Namun sejak diberlakukannya kebijakan ini, peningkatan kunjungan puskesmas dan pemanfaatan puskesmas oleh penduduk masih sekitar 38,50 tidak
jauh berbeda dengan sebelum diberlakukannya puskesmas 24 jam, target indikator kinerja yaitu 40 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2011.
Beberapa pandangan yang berkembang di masyarakat terkait rendahnya jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas antara lain buruknya citra pelayanan di
puskesmas, di antaranya pegawai yang tidak disiplin, kurang ramah, kurang profesional, pengobatan yang tidak manjur, fasilitas gedung maupun peralatan medis
dan non medis kurang memadai di masyarakat harus dirujuk untuk melanjutkan pengobatan atau pemeriksaan yang sebenarnya masih dapat dilakukan di puskesmas,
atau untuk membeli obat-obatan yang tidak tersedia di puskesmas karena kondisi geografis di beberapa tempat tidak mendukung akibat jauhnya jarak tempuh, tidak
ada transportasi, jam buka puskesmas dan lain-lain. Di samping itu tenaga kesehatan juga melakukan praktik swasta di luar jam kerja puskesmas yang memungkinkan
persaingan yang terselubung dengan puskesmas, yang berpengaruh terhadap angka kunjungan ke puskesmas Muninjaya, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Anderson Notoatmodjo, 2007, komponen yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah : 1 faktor predisposisi predisposing,
seperti demografi, struktur sosial dan keyakinan, 2 faktor pemungkin enabling, seperti sumber daya keluarga, sumber daya komunitasmasyarakat, dan 3
komponen tingkatan kesakitan Illnes level, seperti tingkat rasa sakit. Depkes RI 2009 menyatakan bahwa rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
dapat disebabkan oleh 1 jarak yang jauh, 2 tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas, 3 biaya yang tidak terjangkau, dan 4 tradisi yang menghambat
pemanfaatan fasilitas. Hasil penelitian Heniwati 2008, mengungkapkan bahwa variabel pekerjaan,
jarak tempuh dan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap pemanfaatan puskesmas sedangkan variabel umur, pendidikan dan jumlah petugas tidak memengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Thadeus dan Maine 1990, bahwa faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan meliputi individu, kemudahan pelayanan dan kualitas pelayanan. Nilai pemanfaatan puskesmas sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat dan kegiatan
sumber daya manusia. Menurut Harfiani 2003, dalam penelitiannya mengatakan, ada beberapa
faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan yaitu faktor sosiokultural meliputi teknologi pemanfaatan kesehatan dan normanilai yang ada di masyarakat, faktor
organisasi meliputi ketersediaan sumber daya, akses geografi, sosial dapat diterima mengarah kepada faktor psikologi sosial dan faktor biaya, sedangkan terjangkau
Universitas Sumatera Utara
mengarah kepada faktor ekonomi dan faktor yang berhubungan dengan konumen,interaksi konsumen dengan provider.
Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 31 kecamatan, 345 desanagori dan 22 kelurahan. Kabupaten tersebut memiliki puskesmas sebanyak
34 unit yang terdiri 25 puskesmas rawat jalan buka 24 jam, dan 9 puskesmas perawatan rawat inap. Kecamatan Pamatang Silimahuta adalah salah satu dari 31
kecamatan yang terdapat di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Pamatang Silimahuta memiliki satu puskesmas yaitu Puskesmas Pamatang Silimahuta. Puskesmas ini
memiliki 8 desa sebagai wilayah kerja yang terdiri dari Desa Tigaraja, Mardinding, Nagasaribu, Sinar Naga Mariah, Ujung Saribu, Ujung Mariah, Siboras dan Saribu
Jandi. Jumlah penduduk seluruh wilayah kerja Puskesmas Pamatang Silimahuta adalah 10334 jiwa, jumlah kepala keluarga sebanyak 2851 Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun, 2011. Puskesmas Pamatang Silimahuta merupakan puskesmas yang jumlah
kunjungannya masih menunjukkan relatif rendah sejak diberlakukannya kebijakan puskesmas buka 24 jam, artinya tidak ditemukan peningkatan kunjungan pasien yang
signifikan berobat ke puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1. Daftar Kunjungan Pasien yang Berobat di Puskesmas Pamatang Silimahuta September 2011 sampai dengan Juni 2013
Tahun Bulan Askes
Umum Jamkesmas
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
September 2011 –
Desember 2011 36
20 2
240 140
19 635
315 18
Januari 2012 –
Desember 2012 111
55 25
821 446
56 1477 948
43 Januari 2013
– Juni 2013
49 25
14 306 2169
25 1288 994
32
Total 196
100 41 1367
802 100 3400 2257
93
Sumber : Profil Puskesmas Pamatang Silimahuta, 2011
Hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan di Kecamatan Pamatang Silimahuta ini puskesmas buka 24 jam masih belum dimanfaatkan secara optimal, hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni, faktor geografis, seperti jarak atau lokasi puskesmas kurang strategis dengan pemukiman masyarakat, di mana terdapat
beberapa desa yang letaknya relatif jauh dari lokasi puskesmas sampai mencapai 10km, sehingga masyarakat berpikir lebih baik berobat ke praktek bidan yang
berada di desanya sendiri dari pada berobat ke puskesmas. Mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Pamatang Silimahuta ini mayoritas adalah bertani dan
sebahagian besar status ekonominya masih rendah sehingga masih banyak masyarakat yg berpendidikan rendah yaitu SD dan SLTP.
Dari hasil wawancara terhadap beberapa ibu di desa Tigaraja, mereka mengatakan tidak tahu bahwa puskesmas ternyata sudah buka 24 jam dan sebahagian
lagi mengatakan, di saat butuh pelayanan kesehatan biasanya berobat ke praktek bidan atau beli obat dari warung saja dan juga masih ada yang menggunakan
pengobatan tradisional. Desa Saribu Jandi, desa ini adalah desa yang paling jauh 10
Universitas Sumatera Utara
km ke lokasi puskesmas beberapa ibu mengatakan terlalu jauh berobat ke pukesmas karena transportasi susah dan biaya transportasi untuk mencapai lokasi puskesmas
sekitar Rp.10.000 sampai Rp.15.000 dirasa terlalu memberatkan masyarakat karena lebih besar dari pada biaya berobat ke alternatif lain seperti mantri, bidan, Balai
Pengobatan Swasta. Namun, masih ada sebagian ibu yang berobat ke puskesmas dalam kondisi kesehatan persalinan dan 2 orang ibu mengatakan mereka berobat jika
penyakitnya parah seperti TB paru. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian di Puskesmas Pamatang Silimahuta untuk menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan puskesmas buka 24 jam, dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun.
1.6 Perumusan Masalah