46
BAB V PEMBAHASAN
A. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Perilaku Repeoduksi
Penelitian ini membahas tentang hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku seks bebas. Faktor lingkungan sosial yang diteliti meliputi pendidikan
orang tua responden, status pengasuh responden, sumber informasi yang diperoleh responden tentang kesehatan reproduksi, asal sekolah pacar responden,
dan teman akrab responden. sedangkan perilaku seks bebas yaitu perilaku responden yang tidak sesuai dengan batasan-batasan perilak u pacaran dan
mengarah pada hubungan seks sebelum nikah seperti berciuman, petting, necking, onani, masturbasi
, bahkan sampai hubungan seks. Uraian mengenai hubungan antara faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi khususnya perilaku
seks bebas dapat dilihat pada uraian berikut ini: 1. Pendidikan orang tua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua responden dengan perilaku seks bebas pada remaja p=0,002.
Orang tua responden paling banyak berpendidikan SMA tinggi. Responden yang pendidikan orang tua nya rendah ternyata lebih banyak berperilaku seks
bebas dari pada responden yang pendidikan orang tua nya tinggi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatmi 2008
yang menyimpulkan bahwa, perilaku reproduksi remaja yang mengarah pada
47
perilaku seks bebas dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan peranan keluarga khususnya orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi. Hasil penelitian Ginting 2004, mengungkapkan bahwa pendidikan
orang tua akan mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi khususnya perilaku seks bebas termasuk KTD. Kesulitan yang
timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan
pemahaman tentang masalah- masalah seks pada anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak benar.
Selain itu, penelitian Rachmawati 2003, mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara peran orang tua terhadap perilaku seks
remaja. Tingkat pengetahuan pada saat remaja yang kurang perlu mendapat pembekalan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua, dan biasanya
tingkat pendidikan orang tua akan menunjang pengetahuan dan peran dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja. Hal
tersebut dapat menjadi penunjang remaja dalam berperilaku seks bebas karena kurang mendapat pengetahuan seputar kesehatan reproduksi dari orang tua.
Karena orang tua merupakan lingkungan keluarga yang sangat bertanggung jawab terhadap perkembangan remaja khususnya yang mengarah pada
kesehatan reproduksi.
48
Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja berperilaku seks bebas karena terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala
hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan
serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh
orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung
mengontrol perilaku seksnya tersebut sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks
yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri Resminawaty dan Triratnawati, 2006.
2. Status pengasuh Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas p=0,767. Remaja yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak yang berperilaku
seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Laksmiwati 2001, yang
mengungkapkan bahwa remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung menjadi salah satu faktor remaja berperilaku seks bebas. Karena hal tersebut
merupakan salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai
49
kesempatan untuk berperilaku seks bebas karena merasa tidak diawasi oleh orang tua kandung sendiri, bahkan melakukan hubungan seks di rumah
mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Harahap 2003, faktor lingkungan sosial
seperti status pengasuh remaja dapat mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks bebas. Akan tetapi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas, bahkan remaja yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak
berperilaku seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung.
Meskipun perilaku seks bebas lebih banyak dilakukan oleh siswa yang diasuh oleh orang tua kandung, akan tetapi mereka tidak mendapatkan materi
atau pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua kandung mereka yang seharusnya mereka dapatkan. Karena dalam penelitian ini
diketahui sebanyak 52 siswa 80 mengaku bahwa orang tua mereka tidak memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kepada mereka.
Sedangkan 13 siswa 20 yang mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dari orang tua mereka, diketahui 9 siswa 5,85 berasal dari
siswa yang pendidikan orang tuanya tinggi, sedangkan 4 siswa 2,6 berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya rendah. Hasil tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa remaja yang tidak berperilaku seks bebas lebih banyak berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya tinggi dari pada
50
siswa yang pendidikan orang tuanya rendah, artinya bahwa pendidikan orang tua dapat mempengaruhi perilaku reproduksi khususnyan perilaku seks
remaja. Faktor umur dapat mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks
bebas. Remaja yang umurnya lebih tua maka akan cenderung bersikap lebih dewasa. Selain itu remaja yang umurnya lebih tua biasanya akan lebih
mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang kesehatan reproduksi. Hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa remaja yang
umurnya lebih tua akan dapat mengontrol perilakunya yang mengarah pada perilaku seks bebas Iswarati
dan Prihyugiarto, 2008. Namun hal tersebut dalam penelitian ini tidak diteliti.
3. Sumber informasi Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara
sumber informasi dengan perilaku seks bebas pada remaja p=0,028. Remaja yang mendapat informasi dari sumber informasi secara tidak terseleksi lebih
banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang mendapat informasi dari sumber yang terseleksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Resminawaty dan
Triratnawati 2006, yang mengungkapkan bahwa sumber informasi baik media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat
kabar, radio, buku, dan film tidak terseleksi akan mempengaruhi remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Hal tersebut memberikan
51
gambaran bahwa sumber informasi sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seksual rema ja. Karena remaja yang mendapat informasi dari
sumber-sumber yang tidak terseleksi akan memungkinkan remaja salah dalam mempersepsikan atau memahami informasi yang telah didapat.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Suryuputro, dkk 2006, yang mengungkapkan bahwa sumber informasi
akan mempengaruhi perilaku seks remaja. Sumber informasi yang didapat secara
terseleksi akan diterima oleh remaja sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, karena informasi tersebut disampaikan oleh orang yang tepat
seperti orang tua, guru, dan petugas kesehatan. Sedangkan remaja yang mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang tidak
terseleksi seperti teman, pacar, majalahkoran, buku, televisi, internet, radio dan sebagainya, kurang dapat diseleksi mana informasi yang benar dan salah.
Hasil penelitian Setiawan 2004, juga mengungkapkan bahwa remaja SMA berperilaku seksual baik, karena mendapatkan informasi yang benar dari
sumber informasi yang terseleksi. Di sisi lain akibat arus informasi yang bebas mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku yang menyimpang dari
nilai- nilai yang sudah ada, yang sering kali memberi pengaruh terhadap perilaku seksual pada remaja.
Akses internet yang mudah didapat, paparan film-film porno yang semakin luas, dan bahan bacaan berupa buku porno, yang seringkali orang tua
sendiri tidak mengetahuinya. Dengan adanya pengaruh dari luar yang semakin
52
banyak, terutama informasi yang dapat merugikan kehidupan kesehatan reproduksi, maka remaja akan dihadapkan pada permasalahan reproduksi
yang tidak sehat, seperti hubungan seksual pranikah yang bisa berarti pergantian pasangan, menambah jumlah remaja yang putus sekolah, mening-
katnya jumlah kehamilan remaja, serta meningkatnya perkawinan pada usia muda.
4. Asal sekolah pacar Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas 0,213. Remaja yang mempunyai pacar dari sekolah yang lain lebih banyak yang berperilaku seks
bebas dari pada remaja yang satu sekolah dengan responden. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Faturochman 1992, yang menyimpulkan
bahwa pacar juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks bebas, karena remaja yang memiliki pacar satu sekolah dengan responden akan
memiliki frekuens i bertemu lebih sering dari pada pacar yang beda sekolah dengan reponden. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa semakin sering mereka
bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai melakukan hubungan seksual.
Namun hal tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian ini yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara asal sekolah pacar dengan
perilaku seks bebas remaja. Alasan yang mendasari tidak adanya hubungan
53
antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas adalah adanya kemungkinan bahwa pacar responden juga tidak mempunyai pengetahuan
yang cukup mengenai kesehatan reproduksi sehingga dapat berpengaruh pada pengetahuan responden juga. Selain itu juga tidak diketahuinya dari mana atau
jurusan apa pacar responden bersekolah. Karena remaja yang mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan lebih banyak,
cenderung akan berperilaku seksual dengan baik, misalnya siswa jurusan IPA mempunyai pengetahuan yang lebih tentang kesehatan reproduksi, sedangkan
di sekolah selain SMA jurusan IPA materi tersebut tidak diperoleh remaja Christina, 2007. Namun dalam penelitian ini, hal tersebut tidak diteliti.
5. Teman akrab Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
teman akrab dengan perilaku seks bebas p=0,353. Responden yang teman akrabnya berasal dari teman sekolah ternyata lebih banyak berperilaku seks
bebas dari pada remaja yang teman akrabnya bukan teman sekolah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena teman akrab yang berasal dari sekolah yang
sama dapat lebih sering berkomunikasi termasuk dalam membicarakan masalah seks, yang hal ini dapat berpengaruh pada perilaku mereka.
Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Nurhayati 2009 , yang menyimpulk an bahwa remaja akan bersikap lebih suka ikut- ikutan
dengan teman akrabnya. Remaja yang mempunyai teman pernah melakukan
54
hubungan seksual pranikah cenderung bersikap setuju untuk melakukan hubungan seksual pranikah dari pada remaja yang teman akrabnya belum
pernah melakukan hubungan seksual pra nikah. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak diketahui apakah teman akrab responden pernah melakukan
hubungan seks pranikah atau belum. Berdasarkan hasil di atas dimungkinkan bahwa remaja yang
berpendapat positif tentang melakukan hubungan seksual pra nikah akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh temannya. Hal
tersebut memberikan gambaran bahwa teman akrab responden yang berasal dari teman seko lah atau teman yang bukan teman sekolah tidak dapat
dibandingkan, karena tidak diketahui apakah teman mereka pernah melakukan hubungan seks pranikah atau tidak.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa 48 siswa 73,84 mengaku bahwa mereka biasa saling memberikan informasi tentang kesehatan
reproduksi dengan teman akrab mereka, padahal belum tentu informasi yang mereka dapatkan itu benar. Selain itu, walaupun teman akrab responden
sebagian besar berasal dari teman sekolah, tetapi belum tentu juga bahwa teman yang bersekolah lebih mengetahui tentang kesehatan reproduksi dari
pada teman yang bukan teman sekolah. Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa remaja mempunyai
kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman- temannya tanpa memiliki dasar informasi yang benar dari sumber yang lebih
55
dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tentang perilaku seks pranikah, tidak jarang menimbulkan rasa penasaran dalam diri remaja. Untuk
membuktikan kebenaran informasi yang diterima tersebut, mereka cenderung melakukan perilaku seks pranikah itu sendiri.
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008 terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual
yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter individu itu sendiri. Seorang remaja yang mempunyai karakter kuat
dalam mengendalikan sikap dan perilakunya, akan dapat menjaga perilakunya dari perbuatan-perbuatan yang dianggapnya tidak pantas untuk dilakukan
Nurhayati, 2009.
B. Keterbatasan Penelitian