HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009.

(1)

i SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO

KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh : WAHYU TRI WIDODO

J 410 050 030

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009


(2)

ii ABSTRAK

WAHYU TRI WIDODO. J 410 050 030

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009

xvi + 57 + 6

Perilaku seks bebas cenderung dilakukan oleh remaja. Setiap tahun ada 2,3 juta kasus aborsi, dan 20% nya dilakukan oleh remaja. Selain itu 80% penularan HIV/AIDS dialami oleh usia remaja. Dampak perilaku seks bebas tersebut antara lain Penyakit Menular Seksual (PMS), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), kanker, bahkan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan sosial yang meliputi pendidikan orang tua, status pengasuh, sumber informasi, asal sekolah pacar, dan teman akrab dengan perilaku reproduksi sehat khususnya perilaku seks bebas pada remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional denga n pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan metode pencuplikan sistematis random sampling, dan didapatkan 65 responden. Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 16 dengan menggunakan uji hubungan chi square dengan tingkat kemaknaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua (p=0,002), sumber informasi (p=0,028), dengan perilaku seks bebas pada remaja, dan tidak ada hubungan antara status pengasuh (p=0,767), asal sekolah pacar (p=0,213), dan teman akrab (p=0,353), dengan perilaku seks bebas pada remaja. Kata kunci : Faktor Lingkungan Sosial, Perilaku Reproduksi, Remaja

Kepustakaan : 40, 1997 - 2009

Surakarta, 27 Oktober 2009 Pembimbing I Pembimbing II

Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid) Ambarwati, S.Pd, M.Si NIK.863 NIK.757

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid)


(3)

iii

WAHYU TRI WIDODO. J 410 050 030

The Relationship between Social Environment Factors with Reproduction Behavior Adolescent at State Senior High School 1 Jatisrono Wonogiri Regency at 2009

ABSTRACT

Free sex behavior disposed was done by adolescent. Every year, there were 2,3 million cases of abortion, and 20% was done by adolescent. Beside that 80% HIV/AIDS invection undergone by adolescent. The impact of free sex behavior were: Sexually Transmitted Disease (STD), unwanted pregnancy, cancer, and HIV/AIDS. The aim of this research was to know the relationship between social environment factors include: parents education, caring status, information source, boy (girl) friend school come from, and intimate friend with health reproduction behavior especially free sex behavior in adolescent at State Senior High School 1 Jatisrono, Wonogiri Regency. The research was observasional with cross sectional approaches. The sampel was taken with use simple example method for sistematis random sampling, and got 65 respondens. Data was analyzed with SPSS 16 version by using chi square test with significant level 95%. The result of this research showed that there was relationship between parents education (p=0,002), and information source (p=0,028), with free sex behavior in adolescent. There was not relationship between caring status (p=0,767), boy (girl) friend school come from (p=0,213) and intimate friend (p=0,353) with free sex behavior in adolescent.


(4)

iv

@ 2009


(5)

v

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN

PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO

KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009

Disusun Oleh : Wahyu Tri Widodo

NIM : J 410 050 030

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta, 27 Oktober 2009

Pembimbing I Pembimbing II

Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid) Ambarwati, S.Pd, M.Si NIK. 863 NIK. 757


(6)

vi

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI SEHAT REMAJA SMA N I JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009

Disusun Oleh : Wahyu Tri Widodo

NIM : J 410 050 030

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 31 Oktober 2009 dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim Penguji.

Surakarta, 7 November 2009

Ketua Penguji : Yuli Kusumawati, SKM, M. Kes (Epid) ( )

Anggota Penguji I : Ambarwati, S.Pd, M.Si ( )

Anggota Penguji II : Azizah Gama Trisnawati, SKM, M.Pd ( )

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta


(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya yang sederhana ini saya persembahkan kepada mereka yang merasa memiliki diriku dan yang menjadi bagian dari hidupku, mereka yang menyayangiku dan yang kusayangi, yang tidak henti- hentinya, tiada bosan-bosannya dengan tulus ikhlas memberikan, doa, bimbingan, nasehat, serta kasih

sayang yang tulus dan suci.

Berkat rahmat Allah SWT, dan sebagai wujud rasa syukur, rasa hormat, rasa terima kasih serta kasih sayang yang tiada terkira, skripsi ini ku persembahkan

kepada:

“ Bunda, Bunda, Bunda, dan Ayahanda tercinta “

Yang dalam setiap detak jantungnya dan hela nafasnya selalu mengalir doa restu, kasih sayang, serta pengorbanan yang merindukan keberhasilanku.

“ Kakak-kakakku tersayang”

Yang senantiasa memberikan semangat dalam setiap nasehatnya.

Dari sebuah harapan, dari sebuah penantian dan dari sebuah perjuangan, semoga dari sanalah keberhasilanku tercapai.


(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Wahyu Tri Widodo

Tempat/Tanggal Lahir : Wonogiri, 9 Juni 1987

Jenis Kelamin : Laki- laki

Agama : Islam

Alamat : Pelem, RT 03/02 Pelem, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah

Riwayat Pendidikan : 1. Lulus SDN Pelem I tahun 1993 2. Lulus SLTP N 3 Jatisrono tahun 1999

3. Lulus SMK Pancasila I Wonogiri tahun 2002 4. Menempuh pendidikan di Program Studi

Kesehatan Masyarakat FIK UMS mulai tahun 2005


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.wb

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009 “.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak luput dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiadji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Bapak Arif Widodo, A.Kep. M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3. Ibu Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid), selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan selaku pembimbing I.

4. Ibu Ambarwati, SPd, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaiakn skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(10)

x

6. Bapak Drs. Suprapto, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMA N I Jatisrono Kabupaten Wonogiri beserta staf dan pengajar yang telah memberikan kesempatan dan kerja sama bagi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Bapak dan ibu serta kakak-kakakku tersayang yang telah memberikan

dukungan, doa, motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti untuk penulis. 8. Teman-teman tercinta mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta khususnya mahasiswa angkatan 2005.

9. Sahabat-sahabatku yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat hingga terselesaikannya skripsi ini.

10.Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan penulis mohon maaf bila dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.

Wassalamu’alaikum Wr.wb

Surakarta, 23 Oktober 2009


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

HALAMAN PERSETUJUAN...v

HALAMAN PENGESAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

DAFTAR SINGKATAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan Masalah...4

C. Tujuan...5

D. Manfaat Penelitian...6

E. Ruang Lingkup ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7

A. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja ...7

B. Perilaku...8

1. Pengertian Perilaku ...8

2. Perilaku Reproduksi ...11

3. Dampak Perilaku Seks Bebas ...13

C. Faktor Lingkungan Sosial...14

1. Keluarga ...15

2. Sekolah ...16

3. Pergaulan ...17

4. Sumber Informasi...19

5. Perubahan Tata Nilai...20

D. Remaja ...21

E. Kerangka Teori Penelitian ...23

F. Kerangka Konsep Penelitian ...24

G. Hipotesis ...24

BAB III METODE PENELITIAN ...26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...26

B. Subjek Penelitian...26

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...27

D. Populasi dan Sampel ...27


(12)

xii

F. Definisi Operasional ...30

G. Pengumpulan Data ...32

H. Jalannya Penelitian...35

I. Pengolahan Data ...35

J. Analisis Data ...36

BAB IV HASIL PENELITIAN...37

A.Gambaran Umum ...37

B.Hasil Penelitian ...38

C.Hasil Analisis Data...39

1. Analisis Univariat ...39

2. Analisis Bivariat...41

BAB V PEMBAHASAN ...46

A. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Perilaku Seks Bebas ...46

B. Keterbatasan Penelitian...55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...56

A. Kesimpulan ...56

B. Saran...56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tingkat keeratan hubungan variabel X dan variabel Y...34

2. Distribusi responden per kelas ...37

3. Distribusi frekuensi jenis kelamin dan kelas responden ...38

4. Distribusi frekuensi variabel bebas responden ...40

5. Distribusi perilaku reproduksi responden ...41

6. Hubungan pendidikan orang tua dengan perilaku seks bebas ...42

7. Hubungan status pengasuh dengan perilaku seks bebas ...43

8. Hubungan sumber informa si dengan perilaku seks bebas ...44

9. Hubungan asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas ...44


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Penelitian ...23 2. Kerangka Konsep Penelitian ...24


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden 2. Kuesioner Pengumpulan Data

3. Surat Ijin Penelitian

4. Surat Keterangan Penelitian 5. Hasil Analisis Data


(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

BK : Bimbingan Konseling

HIV/AIDS : Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja

KTD : Kehamilan Tidak Diinginkan

PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia SMA N : Sekolah Menengah Atas Negeri


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Remaja merupakan populasi terbesar, satu di antara enam orang di bumi ini adalah remaja, dan 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Masa remaja diwarnai oleh berbagai masalah seperti masalah pertumbuhan, perubaha n, dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi. Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia. Berdasarkan hasil survei

International Conference on Population and Development (ICPD) atau Konferensi Internasional mengenai kependudukan dan pembangunan tahun 1994, banyak organisasi di berbagai negara telah menciptakan berbagai program agar dapat lebih memenuhi kebutuhan para remaja di bidang kesehatan reproduksi (Permata, 2003).

Peningkatan kasus-kasus kesehatan reproduksi itu antara lain berupa kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi yang tidak aman, serta penyebaran virus HIV/AIDS (Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) di kalangan remaja dan dewasa. Jumlah kasus pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia, setiap tahun mencapai 2,3 juta, dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja (Kisara, 2009). Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun (Kisara, 2009).Jumlah HIV dan AIDS di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5458 kasus, dan di Jawa


(18)

2

Tengah kasus meningkat 121 kasus dari tahun sebelumnya (Yayasan Aids Indonesia, 2008).

Hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2008, menunjukkan bahwa jumlah remaja di Indonesia yang berusia 10-24 tahun mencapai 65 juta orang atau 30? dari total penduduk Indonesia. Sekitar 15-20? di antara remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubunga n seksual di luar nikah. Sekitar 15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya. Hampir 80? dari kasus-kasus baru infeksi HIV yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun, dan setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20? diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja (Kisara, 2008). Kasus aborsi di Semarang mencapai dua juta kasus per tahunnya (Hartono, 2006), dan berdasarkan pencatatan PKBI Semarang pada tahun 2004, hingga bulan Juni tercatat 101 kasus KTD yang dilakukan oleh kelompok umur 10 sampai 24 tahun (Nik, 2004).

Hasil pencatatan PKBI hingga Juli tahun 2005, menunjukkan bahwa keterlibatan mereka dalam hubungan seksual pranikah disebabkan karena coba-coba dan tanpa direncanakan, terbawa suasana dan adanya dorongan seksual yang muncul karena ada pengaruh dari beberapa media pornografi yang pernah mereka akses. Dalam sebuah konseling tatap muka juga sempat terekam ada seorang remaja yang sudah terpengaruh kebiasaan bermasturbasi yang berlebihan, awalnya kebiasaan ini hanya karena coba-coba akibat ajakan dan pengaruh teman-temannya. Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2003),


(19)

3

faktor lingkungan seperti keretakan rumah tangga orang tua atau status pengasuh remaja, juga dapat mempengaruhi remaja untuk berhubungan seks pranikah. Selain itu masih banyak lagi masalah remaja seperti kasus-kasus kekerasan seksual, KTD pada remaja, aborsi remaja, pernikahan usia muda dan sejenisnya (Admin, 2008a).

Kebutuhan reproduksi dan jenis risiko mengenai kesehatan reproduksi remaja me mpunyai ciri yang berbeda antara anak dan orang dewasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi masih relatif rendah. Sekolah merupakan salah satu sumber untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja terutama siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Akan tetapi materi Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) belum terintegrasi dengan baik dalam mata pelajaran (intrakurikuler) maupun kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Christina (2008), mengungkapkan bahwa siswa jurusan IPA lebih banyak mengetahui materi KRR dari pada siswa jurusan IPS dan sekolah merupakan sumber informasi KRR yang paling berperan.

Minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi siswa SMA menjadi salah satu persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil keputusan. Penelitian Prihyugiarto (2008), mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan orang tua, dan jenis kela min dengan perilaku seks bebas pada remaja. Berdasarkan data ya ng tercatat di Bimbingan Konseling (BK) SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri selama satu tahun terakhir yaitu pada tahun ajaran 2007/2008, di


(20)

4

SMA tersebut tercatat lima siswa yang ke luar sekolah karena kasus kehamilan (hamil atau menghamili), dan diduga masih terdapat beberapa kasus yang belum tercatat atau terungkap. Hal ini merupakan dampak dari perilaku yang berisiko terhadap kesehatan reproduksi. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku seks bebas.

B. Perumusan Masalah

1. Masalah

Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan sosial dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri? 2. Sub Masalah

a. Apakah ada hubungan antara pendidikan orang tua (pengasuh) siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?

b. Apakah ada hub ungan antara status pengasuh siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?

c. Apakah ada hubungan antara sumber informasi siswa tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?

d. Apakah ada hubungan antara asal sekolah pacar siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?

e. Apakah ada hubungan antara teman akrab siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?


(21)

5 C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan sosial dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. 2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis hubungan antara pendidikan orang tua (pengasuh) dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

b. Menganalisis hubungan antara status pengasuh dengan perilaku seks bebas siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

c. Menganalisis hubungan antara sumber informasi yang diperoleh siswa mengenai kesehatan reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

d. Menganalisis hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

e. Menganalisis hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi sehat, sehingga siswa dapat berperilaku reproduksi yang bertanggung jawab.


(22)

6

2. Bagi instansi terkait khususnya SMA N I Jatisrono

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran selanjutnya, sebagai dasar kebijakan dalam memasukkan materi kesehatan reproduksi ke dalam kurikulum sekolah.

3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan kesehatan reproduksi.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi khususnya seks bebas pada remaja SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.


(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja

Menurut Admin (2008b), kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat di sini tidak semata- mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Informasi yang benar diharapkan dapat menjadikan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Menurut Admin (2008b), pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik antara lain adalah :

1. Mengenal tentang sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja).

2. Mendewasakan usia kawin bagi remaja serta merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanga nnya.

3. Mengenal penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi.

4. Mengetahui bahaya narkoba dan miras terhadap kesehatan reproduksi. 5. Mengetahui pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual. 6. Mengetahui akibat kekerasan seksual dan cara menghindarinya, serta


(24)

8

7. Menge mbangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan.

B. Perilaku

1. Pengertian perilaku

Perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon, serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi atau disebut rangsangan. Rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha-usaha penyembuhan jika sakit.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan (Health seeking behaviour)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.


(25)

9

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Kemudian dengan pengetahuan tersebut akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003). Perbuatan yang akan dilakukan manusia tergantung pada permasalahan dan berdasarkan pada keyakinan atau kepercayaan masing- masing. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai empat tingkatan, yaitu:


(26)

10

1. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, dan mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing)

Indikasi menghargai adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

Suatu sikap belum tentu secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan (Overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain. Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan mempunyai beberapa tingkatan antara lain :

a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik atau tindakan tingkat pertama.


(27)

11

b. Respons terpimpin (Guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka hal ini sudah menunjukkan praktik tingkat tiga.

d. Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2. Perilaku Reproduksi

Perilaku reproduksi dapat diartikan sebagai aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan untuk mendapatkan keturunan. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu pada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan sosial, antara lain keluarga, informasi, dan teman sebaya (Laksmiwati, 2001). Masuknya kebudayaan asing dapat merubah tata nilai dan perilaku remaja yang disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk


(28)

12

kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam.

Perilaku reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma- norma dan nilai- nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma- norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat, begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja.

Seks bebas atau disebut juga extra-marital intercouse merupakan bentuk pembebasan seks yang dipandang tidak wajar, bukan saja oleh agama dan negara, tetapi juga oleh filsafat. Perilaku tersebut ternyata cenderung disukai oleh anak muda, terutama kalangan remaja yang secara biopsikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan. Pada tahap ini remaja biasanya lemah, yaitu lemah dalam pemahaman nilai- nilai, norma dan kepercayaan, atau superego, maka mereka lebih cenderung suka bertindak ceroboh, coba-coba dan salah. Hanya sekedar memenuhi keinginan yang berlebihan, mereka rela mengorbankan moralitasnya untuk memenuhi kehendak mendapatkan pujian dari kelompok referensinya. Di sinilah pentingnya pendidikan seks yang lebih transparan dan bertanggung


(29)

13

jawab, untuk menghindari munculnya bentuk pembebasan seks liberal di luar kendali superego (Amirculin, 1997).

3. Dampak perilaku seks bebas

Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan yang dapat menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks yaitu sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation). Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan yang kurang tepat untuk perkembangan remaja, hal ini akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Pergaulan bebas akan berdampak pada perilaku yang menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual.

Seks bebas memiliki banyak konsekuensi misalnya, penyakit menular seksual (PMS), infeksi, infertilitas dan kanker. Banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS). Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu ya ng tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30 sampai 50% di antaranya meninggal akibat komplikasi aborsi yang tidak aman dan 90% nya terjadi di negara


(30)

14

berkembang termasuk Indonesia, selain itu setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia yang 30% nya dilakukan oleh remaja (Muzayyanah, 2008).

C. Faktor Lingkungan Sosial

Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial. Secara garis besar faktor- faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor dari luar individu dan faktor dari dalam individu. Faktor dari luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, seperti lingkungan keluarga, kelompok sebaya atau teman akrab, sumber informasi dan lain sebagainya. Sedang faktor dari dalam individu adalah sikap dari individu yang bersangkutan. Sikap ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. (Laksmiwati, 2001).

Hasil penelitian Suryoputro, dkk (2006) juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari responden remaja menyatakan telah melakukan hubungan seks pra nikah. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dukungan faktor lingkungan sosial seperti informasi dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah. Hasil penelitian Muzayyanah (2008), menunjukkan bahwa remaja usia 12-18 tahun mendapatkan informasi seputar seks dari berbagai sumber, 16% nya mendapatkan informasi dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua. Selain itu, dalam penelitian tersebut Menunjukkan bahwa dari pelajar SMP, 10,53% pernah melakukan ciuman bibir, 5,6% melakukan ciuman tubuh, dan 3,86% pernah melakukan hubungan


(31)

15

seksual. Remaja dalam penelitian tersebut, sebagian besar (lebih dari 50% responden) bertempat tinggal terpisah dari orang tua untuk melanjutkan belajar atau bekerja. Temuan ini memperkuat pandangan bahwa kurangnya pengawasan dari orang tua memperbesar kemungkinan terjadinya hubungan seksual pranikah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan dari lingkungan terhadap perilaku seks remaja.

1. Peran keluarga

Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Selain itu bisa juga dari seseorang remaja yang sering ditinggal orang tuanya dan kurang perhatian dari orang tua, atau remaja yang tinggal atau diasuh oleh selain orang tua kandung, misalnya nenek, paman, kakak, dan sebagainya. Kecenderungan seperti ini banyak ditemukan. Keadaan tersebut merupakan salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka sendiri (Laksmiwati, 2001). Faktor- faktor yang menyebabkan perilaku pacaran remaja mengarah pada perilaku seksual yaitu faktor intern dan faktor ekstern, faktor intern meliputi adanya kebutuhan badaniah dan rasa penasaran, sedangkan faktor ekstern seperti adanya tekanan dari teman pergaulan, tekanan dari pacar dan lingkungan keluarga (Suyatmi, 2008).

Penelitian Rachmawati (2003), menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara peran orang tua terhadap perilaku


(32)

16

seks remaja. Peran orang tua terhadap perilaku seks remaja sebesar 37,7%, sedangkan sebesar 62,3% merupakan faktor pengaruh lainnya seperti, faktor biologis, pendidikan, budaya, sosialisasi, dan media ma ssa. Hasil penelitian Ginting (2004), menunjukkan bahwa keluarga sangat berperan terhadap pengetahuan remaja tentang kehamilan, dan tempat tinggal berpengaruh terhadap kejadian KTD. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kejadian KTD pada rema ja lebih dipengaruhi oleh peran keluarga yang rendah, dan pengetahuan yang rendah tentang kehamilan.

2. Sekolah

Sekolah adalah institusi yang ikut berperan dalam membentuk kepribadian dan perilaku anak. Institusi sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan maupun nilai- nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Di sekolah akan terjadi proses pewarisan budaya dan penyebaran budaya secara sistematis dan terprogram (Reomazi, 2008). Oleh karena fungsi keluarga sebagai tempat terjadinya transformasi pengetahuan, teknologi dan nilai, maka keberadaannya menjadi penting di tengah masyarakat. Dengan demikian agar pemahaman anak tentang seksualitas maupun reproduksi yang seha t itu benar, maka peran sekolah penting dan strategis. Karena pengetahuan yang akan diperoleh oleh anak sudah seragam, dan sistematis. Namun muncul masalah tentang bagaimana teknis yang tepat agar pemahaman tentang seksua litas dan reproduksi sehat itu justru tidak memprovokasi sis wa untuk melakukan tindakan coba-coba.


(33)

17

Pendidikan seks dan juga reproduksi sehat perlu dipahami oleh semua siswa. Karena melalui sekolah pemahaman tentang seksualitas dan reproduksi yang sehat akan lebih jelas, sistematis dan terprogram. Karena perlu juga dipahami bahwa pendidikan seks tidak hanya terkait dengan masala h alat kelamin dan hubungan seksual semata, namun juga menya ngkut pola hubungan antar lain jenis, kehamilan, norma, maupun penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan sexual yang tidak benar. Pendidikan seks maupun reproduksi sehat pada dasarnya perlu untuk anak remaja, dan penyampaiannya itu menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan sekolah. Karena kelebihan yang dimiliki oleh sekolah maka sekolah mempunyai peran yang strategis dalam menyampaikan pendidikan seks dan reproduksi sehat kepada anak, namun dalam implementasinya perlu dipersiapkan secara matang tentang kesiapan kurikulum, guru, siswa, masyarakat maupun sarana pendukung yang lainnya.

3. Pergaulan

Salah satu faktor lain yang mempengaruhi remaja SMA melakukan hubungan seks pranikah adalah pengaruh dari pergaulan teman sebaya. Usia remaja merupakan masa pencarian identitas diri dan perasaan ketidaktergantungan dengan orang tua sudah mulai terlihat dan mereka lebih suka mengadakan pergaulan dengan kelompok sebayanya dan ikatan dalam kelompok sebaya biasanya lebih kuat, selain itu cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan (Soetjiningsih, 2007). Berdasarkan


(34)

18

hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008 terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter individu itu sendiri, kelompok, pacar, keluarga, sekolah, media massa dan komunitas mayarakat di mana remaja itu tumbuh dan berkembang. Tetapi salah satu yang memiliki andil besar dalam me mpengaruhi dan menentukan sikap serta perilaku adalah kelompok teman sebaya (Nurhayati, 2009).

Hasil penelitian Faturochman (1992), menyimpulkan bahwa pacar juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks sebelum nikah, karena perilaku pacaran yang tidak terkontrol akan mendorong ke arah perilaku seks. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum nikah akan mudah terjadi. Remaja yang memiliki pacar satu sekolah dengannya akan memiliki frekuensi bertemu lebih sering dari pada pacar yang beda sekolah dengannya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa semakin sering mereka bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai melakukan hubungan seksual. Orang tua harus mengontrol atau memantau pergaulan remaja dengan tidak mencampurinya karena remaja tidak suka apabila urusannya dicampuri oleh orang tuanya. Untuk kebutuhan seksual remaja, dalam usaha memenuhinya harus diawasi oleh orang tua. Orang


(35)

19

tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan memberikan arti dan fungsi seksual dalam kehidupan.

4. Sumber informasi

Sumber informasi remaja tentang kesehatan reproduksi pada umumnya juga sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja, baik sumber informasi dari teman akrab atau media massa (cetak dan elektronik). Tidak jarang informasi yang diperoleh hanya berupa alternatif pemecahan masalah bagi mereka yang pernah mempunyai masalah kesehatan reproduksi, seperti konsultasi seksologi di beberapa majalah atau koran. Pengetahuan yang kurang, dapat menjadi faktor penting yang menyebabkan mereka semakin terdorong untuk melakukan hubungan seks pranikah. Berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa belum semua remaja mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan lengkap (Siswono, 2004). Mereka justru mendapat informasi dari teman-temannya yang tidak paham masalah kesehatan reproduksi atau dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Penelitian Resminawaty dan Triratnawati (2006), mengungkapkan bahwa sumber informasi baik media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku, dan film akan mempengaruhi remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Selain itu Setiawan (2004), mengungkapkan bahwa dari 124 responden remaja SMA, 62,9% berperilaku seksual baik, karena mendapatkan


(36)

20

informasi yang benar. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa sumber informasi sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seksual remaja.

5. Perubahan tata nilai

Perkembangan dan perubahan tata nilai atau yang sering disebut perubahan budaya secara langsung akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek dan hal ini membawa perubahan pada kehidupan masyarakat, misalnya terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, yang mengarah kepada disfungsi struktur sosial masyarakat. Pornografi merebak, baik lewat media cetak maupun media elektronik. Para remaja mudah terjerumus melakukan seks bebas, dengan berbagai dampaknya seperti Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual (PMS). Munculnya perilaku seks bebas, dan sebagainya tidak lepas dari ekses negatif pariwisata. Penelitian-penelitian tentang persepsi, sikap, dan perilaku seksual sudah banyak dilakukan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten. Hasil penelitian Adikusuma, dkk (2006), menunjukkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja di Bali cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena terpengaruh oleh budaya dari luar yang dibawa oleh wisatawan manca yang datang.

Berdasarkan hasil penelitian Butt (2001) dalam Dewanto (2008), terungkap bahwa perspektif budaya dan modernisasi memiliki dampak yang besar dalam mempengaruhi kegiatan seksualitas sehari- hari, nafsu, dan perilaku berpacaran remaja di Papua. Dampak modernisasi lingkungan seksual diantaranya komersialisasi hubungan seksual, konsep dan perilaku


(37)

21

baru, perubahan struktur perkawinan dan tanggung jawab keluarga. Dampak modernisasi menyebabkan seks komersial lebih tersebar luas mela lui mobilitas ke kota.

D. Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa (Uttamo, 2005). Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan hal ini sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini dikarenakan mereka sama-sama masih dalam masa mencari identitas diri. Kesalaha n-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja (Uttamo, 2005).

Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja yang akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Terdapat ciri yang pasti dari perumbuhan somatik


(38)

22

badan, perubahan biokimia, yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan meskipun polanya berbeda (Soetjiningsih, 2007). Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

Masa remaja juga merupakan periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi, perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai- nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri, yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, dan cenderung berperilaku yang kurang baik. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Masa remaja sebagai masa dewasa, remaja mengalami kebingungan atau kesulitan dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum- minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks (Soetjiningsih, 2007).

Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, seperti boleh atau tidaknya melakukan pacaran, melakukan onani,


(39)

23

nonton bersama atau ciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan perilaku seksual yang kurang di kalangan remaja (Soetjiningsih, 2007).

E. Kerangka Teori Penelitian

Bagan kerangka teori penelitian disajikan pada Gambar 1 berikut ini:

Keterangan:

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

Pengetahuan kurang dari : 1. Remaja

2. Orang tua 3. Pendidik

4. Organisasi Pembina.

Perilaku seks bebas Remaja:

1. Pematangan organ-organ reproduksi

2. Pencarian identitas diri

Sumber informasi Pendidikan orang tua/ pengasuh Teman akrab Asal sekolah pacar Perubahan tata nilai Peran Keluarga Peran sekolah Pergaulan Status pengasuh tua


(40)

24 F. Kerangka Konsep Penalitian

Bagan kerangka konsep penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut ini:

Variabel bebas

Variabel terikat

Gambar : 2 Kerangka Konsep Penelitian

G. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pendidikan orang tua atau pengasuh siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. 2. Ada hub ungan antara status pengasuh siswa dengan perilaku seks bebas

pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

3. Ada hubungan antara sumber informasi siswa tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

Perilaku Reproduksi: Perilaku Seks Bebas Pendidikan orang

tua/pengasuh

Status pengasuh

Asal sekolah pacar

Teman akrab Sumber informasi


(41)

25

4. Ada hubungan antara asal sekolah pacar siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

5. Ada hubungan antara teman akrab siswa dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.


(42)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini penelitian observasional, untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi sehat dengan pendekatan cross sectional yaitu pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dilakukan dalam waktu bersamaan (Murti, 1997).

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X, XI, dan XII SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian atau dijadikan responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Remaja yang tercatat sebagai siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009.

b. Siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang tidak sedang menjalani hukuman.

c. Siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang tidak sedang sakit atau tidak berhalangan untuk menjadi responden.

d. Siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang bersedia menjadi responden.


(43)

27

2. Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi merupakan subjek penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

a. Remaja yang tidak tercatat sebagai siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

b. Siswa-siswi yang SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang tidak dapat ditemui pada saat penelitian.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri pada Bulan September 2009.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dengan jumlah 615 siswa.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang diambil dari kelas X, XI, dan XII dengan jumlah sampel ditentukan sebagai berikut:


(44)

28

Keterangan :

N : Populasi

n : Jumlah sampel

p : Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada populasi (5% atau 0,05)

q : 1 - p

Z1-a/2 : Statistik Z (Z=1,96 untuk a=0,05)

d : Delta, presisi absolute atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (+/-5% atau 0,05)

Dengan rumus tersebut maka :

.

Kemudian untuk mendapatkan 65 sampel dilakukan pencuplikan dengan tehnik pencuplikan sistematis random sampling dengan ketentuan:


(45)

29

Keterangan :

k : Interval penjumlah nomor responden N : Populasi

n : Jumlah sampel

Dengan rumus tersebut maka :

Di antara bilangan satu sampai sembilan dipilih secara acak dan didapatkan angka dua sebagai untuk menjadi bilangan penjumlah dengan nomor responden. Nomor responden= 2+k, 2+2k, 2+3k, dan seterusnya sampai didapatkan 65 responden. Dengan cara tersebut maka didapatkan responden dengan nomor 11, 20, 29, dan seterusnya sampai 65 responden (Murti, 2006).

E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi pendidikan orang tua atau pengasuh, status pengasuh, sumber informasi, asal sekolah pacar, dan teman akrab.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini meliputi perilaku seks bebas pada remaja SMA.


(46)

30 F. Definisi Operasional

1. Pendidikan orang tua atau pengasuh

a. Definisi: pendidikan formal terakhir tertinggi yang ditamatkan oleh orang tua (bapak/ibu) atau pengasuh (kakek/nenek, paman/bibi) responden.

b. Alat ukur: kuesioner

c. Skala pengukuran: ordinal diubah menjadi nominal 1) Pendidikan rendah:

a) Tidak sekolah atau tidak tamat SD b) SD

c) SMP

2) Pendidikan tinggi

a) SMA

b) Perguruan Tinggi atau Akademi 2. Status pengasuh

a. Definisi: orang yang memelihara atau mengasuh responden saat ini. b. Alat ukur: kuesioner

c. Skala pengukuran: nominal 1) Orang tua kandung 2) Bukan orang tua kandung 3. Sumber informasi

a. Definisi: asal sumber yang dijadikan responden untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi.


(47)

31

b. Alat ukur: kuesioner c. Skala pengukuran: nominal

1) Terseleksi: a) Orang tua b) Guru

c) Petugas kesehatan 2) Tidak terseleksi

a) Televisi b) Radio c) Internet d) Pacar

e) Majalah atau koran f) Teman akrab 4. Asal sekolah pacar

a. Definisi: tempat di mana pacar responden bersekolah. b. Alat ukur: kuesione r

c. Skala data: nominal 1) Satu sekolah 2) Beda sekolah 5. Teman akrab

a. Definisi: teman yang sering atau terbiasa bergaul dengan responden. b. Alat ukur: kuesioner


(48)

32

1) Teman sekolah

2) Bukan teman sekolah : a). Teman nongkrong

b). Teman yang sudah bekerja c). Teman olah raga atau bermain 6. Perilaku reproduksi remaja

a. Definisi: perilaku reproduksi yang dilakukan oleh responden yang berkaitan dengan perilaku seks bebas yang diukur berdasarkan skor perilaku.

b. Alat ukur: kuesioner c. Skala data: nominal

1) Tidak berperilaku seks bebas (>50%) 2) Berperilaku seks bebas (=50%)

G. Pengumpulan Data

1. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif meliputi pendidikan orang tua atau pengasuh, status pengasuh, sumber informasi, asal sekolah pacar, dan teman akrab. Sedangkan data kuantitatif meliputi, jumlah populasi dan jumlah kasus KTD.

2. Sumber data a. Data primer


(49)

33

b. Data sekunder

Data diperoleh dari sekolah yang berupa jumlah kasus dan karakteristik responden.

3. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari guru Bimbingan Konseling (BK).

4. Instrumen penelitian

a. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur dengan jumlah pertanyaan 28 item yang berupa kuesioner tertutup. Skor kuesioner untuk pertanyaan perilaku dengan jawaban

favorable, yaitu jawaban benar skor 1, dan jawaban sala h skor 0. b. Uji validitas dan reliabilitas

Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari nilai yang diinginkan. Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus alfa cronbath

(Somantri dan Muhidin, 2006).

Rumus korelasi product moment person.

Keterangan :

rxy : Korelasi antara variabel x dan y

X dan Y : Skor masing- masing skala


(50)

34 Tabel 1. Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y

Besar rxy Keterangan

0,00 - < 0,20 Hubungan sangat lemah (diabaikan,

dianggap tidak ada) > 0,20 - < 0,40 Hubungan rendah > 0,40 - < 0,70 Hubungan sedang > 0,70 - < 0,90 Hubungan kuat > 0,90 - < 1,00 Hubungan sangat kuat

Rumus Alfa Cronbath :

Keterangan :

r11 : Reliabilitas instrumen

k : Banyaknya butir soal : Jumlah varians bulir

: Varians total

Standar reliabilitas adalah jika nilai hitung r lebih besar (>) dari nilai tabel r (0,444), maka instrumen dinyatakan reliabel (Somantri dan Muhudin, 2006).


(51)

35 H. Jalannya Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mendatangi tempat penelitian yaitu di SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Sebelum penelitian dilaksanakan, maka peneliti melakukan tahapan sebagai berikut :

1. Studi pendahuluan atau survei awal.

2. Meminta ijin penelitian ke SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. 3. Penentuan responden.

4. Penyebaran kuesioner. 5. Analisis data.

I. Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan langkah- langkah sebagai berikut :

1. Editing

Data yang terkumpul langsung dikoreksi di lapangan sehingga jika ada kekurangan dapat langsung dilengkapi dan disempurnakan. Editing

dilakukan setelah didapatkan kelengkapan pengisian kuesioner, kejelasan jawaban, konsistensi antar jawaban, releva nsi antar jawaban dan keseragaman satuan pengukuran.

2. Skoring

Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan oleh responden.


(52)

36

3. Entry

Memasukkan data yang diperoleh dengan mempergunakan fasilitas komputer dengan program SPSS versi 16.

4. Tabulating

Menata data yang telah dimasukkan ke dalam bentuk tabel-tabel yang sesuai dengan jenis variabel.

F. Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16. Analisis data meliputi :

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan dengan membuat diskripsi tentang masing- masing variabel. Skor perilaku digambarkan dengan nilai- nilai statistik, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji hubungan Chi Square

dengan tingkat kemaknaan 95%. Uji dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikan (nilai p), yaitu :

a. Jika p > 0,05, maka hipotesis penelitian ditolak. b. Jika p = 0,05, maka hipotesis penelitian diterima.


(53)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Sekolah Menengah Atas Negeri I Jatisrono terletak di Desa Pandeyan, Kecamatan Jatisrono dengan jumlah siswa keseluruhan pada tahun ajaran 2009/2010 sebanyak 615 siswa. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin per kelas disajikan pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Distribusi Responden per Kelas

Kelas Jenis

Kelamin

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

X Laki- laki

Perempuan Jumlah 70 129 199 11,38 20,97 32,35

XI Laki- laki

Perempuan Jumlah 87 122 209 14,14 19,38 33,98

XII Laki- laki

Perempuan Jumlah 70 137 207 11,38 22,27 33,65

Jumlah 615 100

SMA N I Jatisrono mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS). Namun jurusan tersebut diberlakukan untuk siswa-siswi kelas XI dan XII, sedangkan untuk kelas X masih dijadikan satu jurusan umum. SMA tersebut belum ada kurikulum mengenai kesehatan reproduksi untuk siswa. Materi kesehatan reproduksi masih dimasukkan pada mata pelajaran biologi, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), dan materi BK, namun materi tersebut


(54)

38 tidak sering disampaikan bahkan yang mendapat mata pelajaran biologi hanya siswa-siswi kelas X, XI IPA, dan XII IPA.

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden dengan jenis kelamin perempuan ternyata lebih banyak yaitu sebesar 35 siswa (53,84%), sedangkan laki- laki sebesar 30 siswa (46,15%). Responden berdasarkan kelas diketahui kelas X sebesar 21 siswa (32,30%), kelas XI sebesar 20 siswa (30,76%), dan kelas XII sebesar 24 siswa (36,92%). Lebih ringkasnya dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berik ut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin dan Kelas Responden Jenis Kelamin Frekuensi (siswa) Persentase (%)

Laki- laki 30 46,15

Perempuan 35 53,84

Jumlah 65 100

Kelas

X 21 32,30

XI 20 30,76

XII 24 36,92


(55)

39

C. Hasil Analisis Data

1. Analisis univariat

Tingkat pendidikan orang tua responden dalam penelitian ini, sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu sebesar 41 siswa (63,07%), sedangkan orang tua responden yang berpendidikan rendah sebanyak 24 siswa (36,92%). Status pengasuh responden diketahui bahwa responden lebih banyak diasuh oleh orang tua kandung yaitu sebesar 53 siswa (81,53%), sedangkan responden yang diasuh oleh bukan orang tua kandung sebesar 12 siswa (18,46%). Sebanyak 36 siswa (55,38%) mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang terseleksi, sedangkan 29 siswa (44,61%) mendapatkan informasi dari sumber yang tidak terseleksi.

Sebagian besar responden yaitu 52 siswa (80%) mempunyai pacar yang berasal dari lain sekolah, sedangkan sebesar 13 siswa (20%) mempunyai pacar yang berasal dari sekolah yang sama dengan responden. Teman akrab responden paling banyak adalah teman sekolah yaitu sebesar 39 siswa (60%), sedangkan kemudian teman yang bukan teman sekolah sebesar 26 siswa (40%). Hasil selengkapnya disajikan dalam tabel 4 sebagai berikut:


(56)

40

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variable Bebas Responden

Variabel Frekuensi

(n)

Persentase (%) Pendidikan orang tua

Rendah : 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD

2. SD 3. SMP Tinggi : 1. SMA

2. Perguruan Tinggi

1 12 11 24 17 2 18 17 37 26 Status pengasuh

Orang tua kandung

Bukan orang tua kandung : 1. Kakek/nenek 2. Paman/bibi 53 9 3 84 14 2 Sumber informasi

Terseleksi : 1. Guru 2. Orang tua

3. Petugas kesehatan Tidak terseleksi : 1. Pacar

2. Internet 3. Majalah/Koran 4. Teman 5. Radio 23 9 3 1 6 12 2 1 37 18 5 1 10 29 3 1

Asal sekolah pacar

Satu sekolah Beda sekolah 13 52 20 80 Teman akrab Teman sekolah Bukan teman sekolah

39 26

60 40

Perilaku seks bebas

Ya Tidak 35 30 53,84 46,15

Jumlah 65 100

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa responden yang pernah melakukan berciuman sebanyak 33 siswa (50,76%), onani/masturbasi


(57)

41 sebanyak 32 siswa (49,23%), dan berhubungan seks sebanyak 3 siswa (4,61%). Ketiga siswa yang pernah melakukan hubungan seks tersebut, mengaku bahwa mereka semua melakukannya lebih dari dua kali atau sering. Dua diantaranya mengaku melakukan hal tersebut karena alasan coba-coba, dan satu siswa mengaku karena takut kehilangan pacarnya. Mereka juga mengaku bahwa mereka melakukan hubungan seks tersebut di rumah pacarnya. Selain itu, mereka semua mengaku bahwa mereka tidak mengetahui bahwa perilaku seks pranikah dapat menularkan HIV/AIDS. Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Distribusi Perilaku Reproduksi Responden

Perilaku Reproduksi Frekuensi (siswa) Persentase (%)

Ciuman 33 50,76

Masturbasi/onani 17 26,15

Petting 32 49,23

Necking 32 49,23

Berhubungan seks 3 4,61

2. Analisis bivariat

a. Hubungan antara pendidikan orang tua dengan perilaku seks bebas Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang pendidikan orang tuanya rendah ternyata lebih banyak yang berperilaku seks bebas dari pada responden yang pendidikan orang tuanya tinggi dan berperilaku seks bebas, yaitu sebanyak 19 siswa (29,23%) sedangkan responden yang pendidikan orang tua tinggi dan


(58)

42 berperilaku seks bebas sebanyak 16 siswa (24,61%). Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Hubungan antara Pendidikan Orang Tua dengan Perilaku Seks Bebas

Pendidikan Orang Tua

Perilaku Seks Bebas

Jumlah

Ya Tidak

Rendah Tinggi

19 (29,23) 16 (24,61)

5 (7,69) 25 (38,46)

24 (36,92) 41 (63,07)

Jumlah 35 (53,38) 30 (46,15) 65 (100)

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 yang berarti bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan perilaku seks bebas.

b. Hubungan antara status pengasuh dengan perilaku seks bebas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang diasuh oleh orang tua kandung dan berperilaku seks bebas ternyata lebih banyak dari pada responden yang diasuh oleh bukan orang tua kandung dan berperilaku seks bebas, yaitu sebanyak 29 siswa (44,61%), sedangkan responden yang diasuh oleh bukan orang tua kandung dan berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 6 siswa (9,23%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut:


(59)

43

Tabel 7. Hubungan antara Status Pengasuh dengan Perilaku Seks Bebas

Status Pengasuh

Perilaku Seks Bebas

Jumlah

Ya Tidak

Bukan orang tua kandung

Orang tua kandung

6 (9,23)

29 (44,61)

6 (9,23)

24 (36,92)

12 (18,46)

53 (81,53)

Jumlah 35 (53,38) 30 (46,15) 65 (100)

Hasil uji chi square dapat diketahui bahwa nilai p = 0,767 yang berarti tidak ada hubungan antara status pengasuh dengan perilaku seks bebas.

c. Hubungan sumber informasi dengan perilaku seks bebas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mendapat sumber informasi secara tidak terseleksi dan berperilaku seks bebas sebesar 20 siswa (30,76%), hal ini lebih banyak dari pada responden yang mendapat sumber informasi secara terseleksi dan berperilaku seks bebas sebesar 15 siswa (23,07%). Responden yang mendapat sumber informasi secara tidak terseleksi lebih banyak yang berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 20 siswa (30,76%) dari pada yang tidak berperilaku seks bebas yaitu 9 siswa (13,84%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:


(60)

44

Tabel 8. Hubungan antara Sumber Informasi dengan Perilaku Seks Bebas

Sumber Informasi

Perilaku Seks Bebas

Jumlah

Ya Tidak

Tidak terseleksi Terseleksi 20 (30,76) 15 (23,07) 9 (13,84) 21 (32,3) 29 (44,61) 36 (55,38)

Jumlah 35 (53,38) 30 (46,15) 65 (100)

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,028 yang berarti ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seks bebas.

d. Hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal sekolah pacar responden yang satu sekolah dengan responden dan berperilaku seks bebas sebanyak 5 siswa (7,69%), sedangkan asal sekolah pacar yang beda sekolah dengan responden ternyata lebih banyak yang berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 30 siswa (46,15%). Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9. Hubungan antara Asal Sekolah Pacar dengan Perilaku Seks Bebas

Asal Sekolah Pacar

Perilaku Seks Bebas

Jumlah

Ya Tidak

Satu sekolah Beda sekolah

5 (7,69) 30 (46,15)

8 (12,3) 22 (33,84)

13 (20) 52 (80)

Jumlah 35 (53,38) 30 (46,15) 65 (100)

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,213 yang berarti tidak ada hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas.


(61)

45 e. Hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teman akrab responden yang berasal dari teman sekolah dan berperilaku seks bebas ternyata lebih banyak, yaitu sebanyak 19 siswa (29,23%), sedangkan responden yang teman akrabnya bukan dari teman sekolah dan berperilaku seks bebas sebanyak 16 siswa (24,61%). Namun, responden yang teman akrabnya berasal dari bukan teman sekolah ternyata lebih banyak yang berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 16 siswa (24,61%) dari pada yang tidak berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 10 siswa (15,38%). Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 10 sebagai berikut:

Tabel 10. Hubungan antara Teman Akrab dengan Perilaku Seks Bebas

Teman Akrab

Perilaku Seks Bebas

Jumlah

Ya Tidak

Bukan teman Sekolah Teman sekolah

16 (24,61) 19 (29,23)

10 (15,38) 20 (30,76)

26 (40) 39 (60)

Jumlah 35 (53,38) 30 (46,15) 65 (100)

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,353 yang berarti tidak ada hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas.


(62)

46

BAB V PEMBAHASAN

A. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Perilaku Repeoduksi

Penelitian ini membahas tentang hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku seks bebas. Faktor lingkungan sosial yang diteliti meliputi pendidikan orang tua responden, status pengasuh responden, sumber informasi yang diperoleh responden tentang kesehatan reproduksi, asal sekolah pacar responden, dan teman akrab responden. sedangkan perilaku seks bebas yaitu perilaku responden yang tidak sesuai dengan batasan-batasan perilak u pacaran dan

mengarah pada hubungan seks sebelum nikah seperti berciuman, petting, necking,

onani, masturbasi, bahkan sampai hubungan seks. Uraian mengenai hubungan

antara faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi khususnya perilaku seks bebas dapat dilihat pada uraian berikut ini:

1. Pendidikan orang tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua responden dengan perilaku seks bebas pada remaja (p=0,002). Orang tua responden paling banyak berpendidikan SMA (tinggi). Responden yang pendidikan orang tua nya rendah ternyata lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada responden yang pendidikan orang tua nya tinggi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatmi (2008) yang menyimpulkan bahwa, perilaku reproduksi remaja yang mengarah pada


(63)

47

perilaku seks bebas dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan peranan keluarga khususnya orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

Hasil penelitian Ginting (2004), mengungkapkan bahwa pendidikan orang tua akan mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi khususnya perilaku seks bebas termasuk KTD. Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah- masalah seks pada anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak benar.

Selain itu, penelitian Rachmawati (2003), mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara peran orang tua terhadap perilaku seks remaja. Tingkat pengetahuan pada saat remaja yang kurang perlu mendapat pembekalan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua, dan biasanya tingkat pendidikan orang tua akan menunjang pengetahuan dan peran dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja. Hal tersebut dapat menjadi penunjang remaja dalam berperilaku seks bebas karena kurang mendapat pengetahuan seputar kesehatan reproduksi dari orang tua. Karena orang tua merupakan lingkungan keluarga yang sangat bertanggung jawab terhadap perkembangan remaja khususnya yang mengarah pada kesehatan reproduksi.


(64)

48

Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja berperilaku seks bebas karena terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya tersebut sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri (Resminawaty dan Triratnawati, 2006).

2. Status pengasuh

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas (p=0,767). Remaja yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak yang berperilaku seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Laksmiwati (2001), yang mengungkapkan bahwa remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung menjadi salah satu faktor remaja berperilaku seks bebas. Karena hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai


(65)

49

kesempatan untuk berperilaku seks bebas karena merasa tidak diawasi oleh orang tua kandung sendiri, bahkan melakukan hubungan seks di rumah mereka sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2003), faktor lingkungan sosial seperti status pengasuh remaja dapat mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks bebas. Akan tetapi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas, bahkan remaja yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung.

Meskipun perilaku seks bebas lebih banyak dilakukan oleh siswa yang diasuh oleh orang tua kandung, akan tetapi mereka tidak mendapatkan materi atau pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua kandung mereka yang seharusnya mereka dapatkan. Karena dalam penelitian ini diketahui sebanyak 52 siswa (80%) mengaku bahwa orang tua mereka tidak memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kepada mereka. Sedangkan 13 siswa (20%) yang mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dari orang tua mereka, diketahui 9 siswa (5,85%) berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya tinggi, sedangkan 4 siswa (2,6%) berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya rendah. Hasil tersebut dapat memberikan gambaran bahwa remaja yang tidak berperilaku seks bebas lebih banyak berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya tinggi dari pada


(66)

50

siswa yang pendidikan orang tuanya rendah, artinya bahwa pendidikan orang tua dapat mempengaruhi perilaku reproduksi khususnyan perilaku seks remaja.

Faktor umur dapat mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks bebas. Remaja yang umurnya lebih tua maka akan cenderung bersikap lebih dewasa. Selain itu remaja yang umurnya lebih tua biasanya akan lebih mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang kesehatan reproduksi. Hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa remaja yang umurnya lebih tua akan dapat mengontrol perilakunya yang mengarah pada

perilaku seks bebas (Iswaratidan Prihyugiarto, 2008). Namun hal tersebut

dalam penelitian ini tidak diteliti.

3. Sumber informasi

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seks bebas pada remaja (p=0,028). Remaja yang mendapat informasi dari sumber informasi secara tidak terseleksi lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang mendapat informasi dari sumber yang terseleksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Resminawaty dan Triratnawati (2006), yang mengungkapkan bahwa sumber informasi baik media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku, dan film (tidak terseleksi) akan mempengaruhi remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Hal tersebut memberikan


(67)

51

gambaran bahwa sumber informasi sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seksual rema ja. Karena remaja yang mendapat informasi dari sumber-sumber yang tidak terseleksi akan memungkinkan remaja salah dalam mempersepsikan atau memahami informasi yang telah didapat.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Suryuputro,

dkk (2006), yang mengungkapkan bahwa sumber informasi akan

mempengaruhi perilaku seks remaja. Sumber informasi yang didapat secara terseleksi akan diterima oleh remaja sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, karena informasi tersebut disampaikan oleh orang yang tepat seperti orang tua, guru, dan petugas kesehatan. Sedangkan remaja yang mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang tidak terseleksi seperti teman, pacar, majalah/koran, buku, televisi, internet, radio dan sebagainya, kurang dapat diseleksi mana informasi yang benar dan salah. Hasil penelitian Setiawan (2004), juga mengungkapkan bahwa remaja SMA berperilaku seksual baik, karena mendapatkan informasi yang benar dari sumber informasi yang terseleksi. Di sisi lain akibat arus informasi yang bebas mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku yang menyimpang dari nilai- nilai yang sudah ada, yang sering kali memberi pengaruh terhadap perilaku seksual pada remaja.

Akses internet yang mudah didapat, paparan film-film porno yang semakin luas, dan bahan bacaan berupa buku porno, yang seringkali orang tua sendiri tidak mengetahuinya. Dengan adanya pengaruh dari luar yang semakin


(68)

52

banyak, terutama informasi yang dapat merugikan kehidupan kesehatan reproduksi, maka remaja akan dihadapkan pada permasalahan reproduksi yang tidak sehat, seperti hubungan seksual pranikah yang bisa berarti pergantian pasangan, menambah jumlah remaja yang putus sekolah, mening-katnya jumlah kehamilan remaja, serta meningmening-katnya perkawinan pada usia muda.

4. Asal sekolah pacar

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas (0,213). Remaja yang mempunyai pacar dari sekolah yang lain lebih banyak yang berperilaku seks bebas dari pada remaja yang satu sekolah dengan responden. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Faturochman (1992), yang menyimpulkan bahwa pacar juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks bebas, karena remaja yang memiliki pacar satu sekolah dengan responden akan memiliki frekuens i bertemu lebih sering dari pada pacar yang beda sekolah dengan reponden. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa semakin sering mereka bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai melakukan hubungan seksual. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian ini yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas remaja. Alasan yang mendasari tidak adanya hubungan


(69)

53

antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas adalah adanya kemungkinan bahwa pacar responden juga tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan reproduksi sehingga dapat berpengaruh pada pengetahuan responden juga. Selain itu juga tidak diketahuinya dari mana atau jurusan apa pacar responden bersekolah. Karena remaja yang mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan lebih banyak, cenderung akan berperilaku seksual dengan baik, misalnya siswa jurusan IPA mempunyai pengetahuan yang lebih tentang kesehatan reproduksi, sedangkan di sekolah selain SMA jurusan IPA materi tersebut tidak diperoleh remaja (Christina, 2007). Namun dalam penelitian ini, hal tersebut tidak diteliti.

5. Teman akrab

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas (p=0,353). Responden yang teman akrabnya berasal dari teman sekolah ternyata lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang teman akrabnya bukan teman sekolah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena teman akrab yang berasal dari sekolah yang sama dapat lebih sering berkomunikasi termasuk dalam membicarakan masalah seks, yang hal ini dapat berpengaruh pada perilaku mereka.

Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Nurhayati (2009 ), yang menyimpulk an bahwa remaja akan bersikap lebih suka ikut- ikutan


(70)

54

hubungan seksual pranikah cenderung bersikap setuju untuk melakukan hubungan seksual pranikah dari pada remaja yang teman akrabnya belum pernah melakukan hubungan seksual pra nikah. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak diketahui apakah teman akrab responden pernah melakukan hubungan seks pranikah atau belum.

Berdasarkan hasil di atas dimungkinkan bahwa remaja yang berpendapat positif tentang melakukan hubungan seksual pra nikah akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh temannya. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa teman akrab responden yang berasal dari teman seko lah atau teman yang bukan teman sekolah tidak dapat dibandingkan, karena tidak diketahui apakah teman mereka pernah melakukan hubungan seks pranikah atau tidak.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa 48 siswa (73,84%) mengaku bahwa mereka biasa saling memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi dengan teman akrab mereka, padahal belum tentu informasi yang mereka dapatkan itu benar. Selain itu, walaupun teman akrab responden sebagian besar berasal dari teman sekolah, tetapi belum tentu juga bahwa teman yang bersekolah lebih mengetahui tentang kesehatan reproduksi dari pada teman yang bukan teman sekolah.

Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya tanpa memiliki dasar informasi yang benar dari sumber yang lebih


(71)

55

dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tentang perilaku seks pranikah, tidak jarang menimbulkan rasa penasaran dalam diri remaja. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang diterima tersebut, mereka cenderung melakukan perilaku seks pranikah itu sendiri.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008 terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter individu itu sendiri. Seorang remaja yang mempunyai karakter kuat dalam mengendalikan sikap dan perilakunya, akan dapat menjaga perilakunya dari perbuatan-perbuatan yang dianggapnya tidak pantas untuk dilakukan (Nurhayati, 2009).

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian in i adalah kurangnya waktu yang disediakan oleh pihak SMA N I Jatisrono dalam melakukan pendekatan dengan responden untuk mendapatkan kepercayaan dari responden bahwa jawaban mereka tidak akan disebar luaskan, sehingga memungkinkan adanya jawaban dari responden yang tidak jujur.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Adikusuma, I. W. R., Mariyah, E., Pangkahila, A., dan Sirtha, I. N., 2006. Sikap Remaja terhadap Seks Bebas di Kota Negara: Perspektif Kajian Budaya. [Laporan Penelitian] Denpasar: Program Pendidikan Doktor Universitas Udayana Bali

Admin, 2008a. Situasi Kesehatan Reproduksi dan Seksual Remaja di Bali. Diakses 26 November 2008. http://remajabali.wordpress.com

, 2008b. Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja. Diakses 3 Desember 2008. http://v3.bhawikarsu.net/article_showall

Amirculin., Tohir M., Friedha., dan Santoso H. P., 1997. Kecenderungan Perilaku Seks Bebas Remaja Perkotaan. [Laporan Penelitian] Semarang: Universitas Diponegoro.

Anonim. tt. Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja. Diakses 3 Desember 2008. http://situs.kesrepro.info.krr/referensi5.html

Anonim. tt. Remaja dan Kesehatan Reproduksi. Diakses 25 Mei 2009 http://google.comsearchq=faktor+faktor+yang+mempengaruhi+kehamilan

+remaja&html

Antara, 2008. Remaja Indonesia Minim Pengetahuan Reproduksi. Kompas. 3 September 2008. Diakses 26 November 2008. http://www.kompas.com/ index.php.kesehatan

Christina, A., 2007. Peran Sekolah dalam Memberikan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja pada Siswa. [Thesis] Surabaya: Universitas Airlangga

Dewanto, 2001. Budaya dan Modernisasi Pengaruhi Perilaku Seks. Diakses 27 Juli 2009. http//ceria.bkkbn.go.idreferensisubstansidetail148

Faturochman, 1992. Sikap dan Perilaku Seksual Remaja di Bali. Jurnal Psikologi.


(73)

Ginting, C. N., 2004. Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja di Yogyakarta. [Thesis] Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Harahap, J., 2003. Kesehatan Reproduksi USU. Fakultas Kedokteran Sumatera: Digital Library

Hartono, 2006. Fenomena Gunung Es itu Bernama Aborsi. Diakses 28 Mei 2009. http://www.mediaindo.co.idberita.aspid.html

Kisara, 2008. Bangkitkan Eksistensi Remaja Demi Hak-Hak Remaja. Diakses 11 Agustus 2008. http:www.balebengong.net./kabar/anyar.html

, 2009. 30 Persen Pelaku Aborsi di Indonesia adalah Remaja. Diakses 28 Mei 2009. http//www.ictwomen.comnews22tahun2009bulan02tanggal20id

Laksmiwati, 2001. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja. Diakses 10 Januari 2009. http.comsearchqfactormempengaruhikehamilanremaja

Muzayyanah, N., 2008. Dampak Perilaku Seks Bebas bagi Kesehatan Remaja.

Diakses 2 Juni 2009. http//halalsehat.comindex2.phpoptioncom_contentpdf

Murti, B., 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Murti, B., 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nik, 2004. Liburan, Hamil Pranikah Bertambah. MingguSuara Merdeka. 27 Juni 2004. Diakses 28 Mei 2009. http//www.suaramerdeka.comhariankot05.html

Notoatmodjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta


(1)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

asal_sekolah_pacar *

perilaku_seks 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

asal_sekolah_pacar * perilaku_seks Crosstabulation Count

perilaku_seks

Total seks babas tidak seks bebas

asal_sekolah_pacar satu sekolah 5 8 13

beda sekolah 30 22 52

Total 35 30 65

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.548a 1 .213

Continuity Correctionb .871 1 .351

Likelihood Ratio 1.549 1 .213

Fisher's Exact Test .234 .175

Linear-by-Linear Association 1.524 1 .217

N of Valid Casesb 65

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

N Valid 65

Missing 0

Mean 1.4000

Median 1.0000

Mode 1.00

Std. Deviation .49371

Variance .244

Skewness .418

Std. Error of Skewness .297

Kurtosis -1.884

Std. Error of Kurtosis .586

Range 1.00

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Sum 91.00

Percentiles 25 1.0000

50 1.0000

75 2.0000

teman_akrab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid teman sekolah 39 60.0 60.0 60.0

bukan teman sekolah 26 40.0 40.0 100.0


(3)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

teman_akrab * perilaku_seks 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

teman_akrab * perilaku_seks Crosstabulation Count

perilaku_seks

Total seks babas tidak seks bebas

teman_akrab teman sekolah 19 20 39

bukan teman sekolah 16 10 26

Total 35 30 65

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.260a 3 .353

Likelihood Ratio 3.377 3 .337

Linear-by-Linear Association .035 1 .853

N of Valid Cases 65


(4)

N Valid 65

Missing 0

Mean 1.4615

Median 1.0000

Mode 1.00

Std. Deviation .50240

Variance .252

Skewness .158

Std. Error of Skewness .297

Kurtosis -2.039

Std. Error of Kurtosis .586

Range 1.00

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Sum 95.00

Percentiles 25 1.0000

50 1.0000

75 2.0000

perilaku_seks

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid seks babas 35 53.8 53.8 53.8

tidak seks bebas 30 46.2 46.2 100.0


(5)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

berciuman *

perilaku_seks_bebas 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

onani_masturbasi *

perilaku_seks_bebas 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

petting *

perilaku_seks_bebas 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

necking *

perilaku_seks_bebas 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

berhubungan_seks *

perilaku_seks_bebas 65 100.0% 0 .0% 65 100.0%

Crosstab Count

perilaku_seks_bebas

Total

ya tidak

berciuman ya 33 10 43

tidak 2 20 22

Total 35 30 65

Crosstab Count

perilaku_seks_bebas

Total

ya tidak

onani_masturbasi ya 17 7 24

tidak 18 23 41


(6)

Total

ya tidak

petting ya 32 1 33

tidak 3 29 32

Total 35 30 65

Crosstab Count

perilaku_seks_bebas

Total

ya tidak

necking ya 32 4 36

tidak 3 26 29

Total 35 30 65

Crosstab Count

perilaku_seks_bebas

Total

ya tidak

berhubungan_seks ya 3 0 3

tidak 32 30 62


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KEMAMPUAN BERINTERAKSI SOSIAL DENGAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DI MALANG

2 26 32

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PRIBADI DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN TINDAKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

1 15 26

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA N 1 SAYEGAN

0 2 62

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU AGRESIVITAS DENGAN PELANGGARAN LALU LINTAS PADA REMAJA Hubungan Antara Perilaku Agresivitas Dengan Pelanggaran Lalu Lintas Pada Remaja di SMA N 8 Surakarta.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONFORMITAS DENGAN PERILAKU DELINKUEN REMAJA SMA NEGERI 1 Hubungan Antara Perilaku Konformitas Dengan Perilaku Delinkuen Pada Remaja Sma Negeri 1 Polanharjo.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS Hubungan antara faktor perilaku dan lingkungan fisik dengan kejadian leptospirosis.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS Hubungan Antara Faktor Perilaku dan Lingkungan Fisik dengan Kejadian Leptospirosis di Kabupaten Klaten.

0 1 15

PROFESIONALISME GURU PROFESIONALISME GURU ( Studi Persepsi dan Implementasi pada Guru SMA N I Jatisrono Kabupaten Wonogiri ).

0 0 15

PENDAHULUAN PROFESIONALISME GURU ( Studi Persepsi dan Implementasi pada Guru SMA N I Jatisrono Kabupaten Wonogiri ).

0 0 6

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA SMK DI KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Perilaku Seks Bebas Remaja SMK di Kota Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 13