13
jawab, untuk menghindari munculnya bentuk pembebasan seks liberal di luar kendali superego Amirculin, 1997.
3. Dampak perilaku seks bebas
Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan yang dapat menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk
karakter yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba
membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks yaitu sesuatu yang menarik dan perlu dicoba sexpectation. Terlebih
lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan yang kurang tepat untuk perkembangan remaja, hal ini akan mendorong terciptanya perilaku amoral
yang merusak masa depan remaja. Pergaulan bebas akan berdampak pada perilaku yang menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk
aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual. Seks bebas memiliki banyak konsekuensi misalnya, penyakit
menular seksual PMS, infeksi, infertilitas dan kanker. Banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin
maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja termasuk HIVAIDS. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan
sekitar 40-60 juta ibu ya ng tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh
kehamilan dan persalinan. Sekitar 30 sampai 50 di antaranya meninggal akibat komplikasi aborsi yang tidak aman dan 90 nya terjadi di negara
14
berkembang termasuk Indonesia, selain itu setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia yang 30 nya dilakukan oleh remaja
Muzayyanah, 2008.
C. Faktor Lingkungan Sosial
Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial. Secara garis
besar faktor- faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor dari luar individu dan faktor dari dalam individu. Faktor dari
luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, seperti lingkungan keluarga, kelompok sebaya atau teman akrab, sumber informasi
dan lain sebagainya. Sedang faktor dari dalam individu adalah sikap dari individu yang bersangkutan. Sikap ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Laksmiwati, 2001. Hasil penelitian Suryoputro, dkk 2006 juga menunjukkan bahwa
lebih dari setengah dari responden remaja menyatakan telah melakukan hubungan seks pra nikah. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa
dukungan faktor lingkungan sosial seperti informasi dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah. Hasil penelitian Muzayyanah 2008, menunjukkan
bahwa remaja usia 12-18 tahun mendapatkan informasi seputar seks dari berbagai sumber, 16 nya mendapatkan informasi dari teman, 35 dari film
porno, dan hanya 5 dari orang tua. Selain itu, dalam penelitian tersebut Menunjukkan bahwa dari pelajar SMP, 10,53 pernah melakukan ciuman
bibir, 5,6 melakukan ciuman tubuh, dan 3,86 pernah melakukan hubungan
15
seksual. Remaja dalam penelitian tersebut, sebagian besar lebih dari 50 responden bertempat tinggal terpisah dari orang tua untuk melanjutkan
belajar atau bekerja. Temuan ini memperkuat pandangan bahwa kurangnya pengawasan dari orang tua memperbesar kemungkinan terjadinya hubungan
seksual pranikah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan dari lingkungan terhadap perilaku seks remaja.
1. Peran keluarga