17
Pendidikan seks dan juga reproduksi sehat perlu dipahami oleh semua siswa. Karena melalui sekolah pemahaman tentang seksualitas dan
reproduksi yang sehat akan lebih jelas, sistematis dan terprogram. Karena perlu juga dipahami bahwa pendidikan seks tidak hanya terkait dengan
masala h alat kelamin dan hubungan seksual semata, namun juga menya ngkut pola hubungan antar lain jenis, kehamilan, norma, maupun
penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan sexual yang tidak benar. Pendidikan seks maupun reproduksi sehat pada dasarnya perlu untuk anak
remaja, dan penyampaiannya itu menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan sekolah. Karena kelebihan yang dimiliki oleh sekolah
maka sekolah mempunyai peran yang strategis dalam menyampaikan pendidikan seks dan reproduksi sehat kepada anak, namun dalam
implementasinya perlu dipersiapkan secara matang tentang kesiapan kurikulum, guru, siswa, masyarakat maupun sarana pendukung yang
lainnya.
3. Pergaulan
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi remaja SMA melakukan hubungan seks pranikah adalah pengaruh dari pergaulan teman sebaya.
Usia remaja merupakan masa pencarian identitas diri dan perasaan ketidaktergantungan dengan orang tua sudah mulai terlihat dan mereka
lebih suka mengadakan pergaulan dengan kelompok sebayanya dan ikatan dalam kelompok sebaya biasanya lebih kuat, selain itu cenderung lebih
mudah terpengaruh oleh lingkungan Soetjiningsih, 2007. Berdasarkan
18
hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008 terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual yang dianut
remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter individu itu sendiri, kelompok, pacar, keluarga, sekolah, media massa dan
komunitas mayarakat di mana remaja itu tumbuh dan berkembang. Tetapi salah satu yang memiliki andil besar dalam me mpengaruhi dan
menentukan sikap serta perilaku adalah kelompok teman sebaya Nurhayati, 2009.
Hasil penelitian Faturochman 1992, menyimpulkan bahwa pacar juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks sebelum nikah,
karena perilaku pacaran yang tidak terkontrol akan mendorong ke arah perilaku seks. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki
dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum nikah akan mudah terjadi. Remaja yang memiliki pacar satu
sekolah dengannya akan memiliki frekuensi bertemu lebih sering dari pada pacar yang beda sekolah dengannya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa
semakin sering mereka bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai
melakukan hubungan seksual. Orang tua harus mengontrol atau memantau pergaulan remaja dengan tidak mencampurinya karena remaja tidak suka
apabila urusannya dicampuri oleh orang tuanya. Untuk kebutuhan seksual remaja, dalam usaha memenuhinya harus diawasi oleh orang tua. Orang
19
tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan memberikan arti dan fungsi seksual dalam kehidupan.
4. Sumber informasi