Penyusutan Volume Shrinkage dan Penyusutan Berat weight

23 Gambar 11 menunjukkan besarnya nilai SG yang dimiliki oleh masing-masing sampel saat proses dehidrasi osmotik berlangsung. Pada Gambar 11 terlihat bahwa sampel yang memiliki nilai SG paling besar terlihat pada sampel dengan ukuran ketebalan 0.5 cm dengan menggunakan larutan osmotik 45ºBx M0C1 sebesar 9.15, sedangkan sampel yang memiliki nilai SG paling sedikit adalah sampel dengan ukuran ketebalan 1 cm dengan larutan osmotik 30ºBx M1C0 sebesar 1.04. Hal ini dapat terjadi karena besarnya konsentrasi larutan 30ºBx lebih rendah dibandingan dengan konsentrasi larutan 45ºBx. Data SG dapat dilihat pada Lampiran 6. Kecenderungan nilai SG yang sedang membuktikan bahwa nilai SG menjadi lebih tinggi. Pada penelitian Jannah 2011 menghasilkan nilai SG terbesar pada konsentrasi larutan osmotik 42ºBx, sedangkan pada penelitian ini menghasilkan nilai SG terbesar pada larutan osmotik 45ºBx. Jannah 2011 menyatakan bahwa nilai SG yang paling tinggi terjadi pada dehidrasi osmotik dengan perlakuan E0T2C1 tanpa kitosan, suhu larutan 50ºC, dan konsentrasi larutan 42ºBx sebesar 12.75. Konsentrasi larutan osmotik mempengaruhi besarnya nilai SG sampel. Pada Gambar 11, sampel dengan konsentrasi larutan osmotik 30ºBx cenderung memiliki nilai SG yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan osmotik 45ºBx dan 60ºBx. Hal tersebut dapat disebabkan karena konsentrasi larutan osmotik yang terlalu tinggi akan menyebabkan nilai SG yang rendah sehingga laju kehilangan air WL lebih besar dibandingkan laju masuknya padatan SG ke dalam sampel, sedangkan konsentrasi larutan osmotik yang terlalu rendah menyebabkan laju kehilangan air WL yang rendah sehingga pori-pori sampel masih terisi oleh air dan menyebabkan masuknya padatan terlarut menjadi lebih lambat.

4.1.4 Penyusutan Volume Shrinkage dan Penyusutan Berat weight

reductionWR Penyusutan bahan yang terjadi meliputi penyusutan volume dan penyusutan berat. Penyusutan volume diperoleh dari perbandingan antara perubahan volume sampel setelah dehidrasi osmotik dengan volume sampel sebelum dehidrasi osmotik. Selain itu, penyusutan berat juga diperoleh dari perbandingan antara perubahan berat sampel dengan berat sampel awal. Penyusutan yang terjadi pada sampel baik penyusutan volume ataupun berat disebabkan WL dan SG. Penyusutan volume dan penyusutan berat yang terjadi pada sampel akan meningkat terhadap waktu. Semakin lama waktu dehidrasi maka akan semakin besar pula penyusutan yang terjadi. Penyusutan volume Gambar 12 yang terjadi pada sampel diakibatkan oleh air yang keluar dari sampel sehingga menyebabkan sampel menjadi menyusut dan mengerut. Penyusutan volume dapat terjadi akibat adanya perpindahan berat air secara drastis yang tidak diikuti dengan perpindahan padatan terlarut ke dalam bahan. Perpindahan air ini menyebabkan tekanan yang kuat pada dinding sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel. Seperti halnya pada grafik kadar air setelah dehidrasi osmotik, penyusutan volume terbesar terjadi pada sampel yang memiliki ukuran ketebalan 0.5 cm dengan menggunakan larutan osmotik 60ºBx M0C2. Data penyusutan volume dapat dilihat pada Lampiran 4. Penurunan kadar air yang besar tidak selalu diikuti dengan penurunan volume yang besar pula. Hal ini dapat terjadi karena terdapat padatan terlarut yang masuk dari larutan osmotik ke dalam sampel. Penyusutan volume dapat terjadi ketika SG jumlahnya lebih rendah dibandingkan WL sehingga sampel mengerut karena pori- pori yang kosong. 24 Gambar 12. Grafik penyusutan volume sampel setelah dehidrasi osmotik Gambar 12 memperlihatkan bahwa penyusutan volume yang terjadi pada sampel dengan ukuran 0.5 cm menggunakan larutan osmotik 60ºBx adalah penyusutan yang paling besar yang ditunjukkan oleh grafik yang lebih curam dibandingkan grafik sampel yang lain. Konsentrasi larutan osmotik, ketebalan sampel, kadar air, WL dan SG menjadi faktor yang menyebabkan besarnya penyusutan volume yang terjadi. Rendahnya konsentrasi larutan osmotik menyebabkan penyusutan volume yang terjadi juga semakin rendah. Penyusutan volume paling rendah terjadi pada sampel yang memiliki ukuran ketebalan 1.5 cm menggunakan larutan 30ºBx M2C0 karena sampel tersebut masih memiliki kadar air yang cukup tinggi setelah dehidrasi yaitu sebesar 82.46b.b dari kadar air awal 88.53b.b. Selain penyusutan yang terjadi pada volume sampel, penyusutan berat juga terjadi pada sampel. Sampel buah mangga yang digunakan merupakan buah yang memiliki kadar air tinggi, sehingga sampel yang mengalami dehidrasi osmotik akan mengalami penyusutan berat sampel karena terjadi penurunan kadar air. Air yang semakin berkurang ketika dehidrasi menyebabkan semakin meningkatnya penyusutan berat sampel. Penyusutan berat dapat terjadi apabila nilai WL lebih besar dibandingkan dengan nilai SG. Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa penyusutan berat paling besar terjadi pada sampel yang memiliki ukuran ketebalan 0.5 cm dan menggunakan larutan osmotik 60ºBx M0C2, sedangkan penyusutan volume paling rendah terjadi pada sampel yang memiliki ukuran ketebalan 1.5 cm dengan menggunakan larutan osmotik 30ºBx M2C0. Hal tersebut sama dengan penyusutan volume yang terjadi pada sampel. Data penyusutan berat dapat dilihat pada Lampiran 3. 10 20 30 40 50 60 50 100 150 200 250 300 350 400 sh ri n ka ge v v waktu menit 0.5 cm 30 brix 1 cm 30 brix 1.5 cm 30 brix 0.5 cm 45 brix 1 cm 45 brix 1.5 cm 45 brix 0.5 cm 60 brix 1 cm 60 brix 1.5 cm 60 brix 25 Gambar 13. Grafik penyusutan berat sampel setelah dehidrasi osmotik Gambar 14 menunjukkan besarnya perbandingan antara penyusutan volume dan penyusutan berat yang terjadi pada sampel. Apabila nilai ∆vv0∆ww0 pada grafik lebih besar dari 1 maka penyusutan volume yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan penyusutan berat, sebaliknya apabila ∆vv0∆ww0 pada grafik lebih kecil dari 1 maka penyusutan volume yang terjadi lebih kecil dibandingkan penyusutan berat. Penyusutan volume yang terjadi pada sampel dengan ketebalan 0.5 cm dengan larutan osmotik 30ºBx M0C2 lebih besar dibandingkan dengan penyusutan berat . Nilai ∆vv0∆ww0 pada grafik berkisar antara 0.98 hingga 1.22. Nilai tersebut menunjukkan sebagian besar sampel mengalami penyusutan volume yang lebih besar dibandingkan dengan penyusutan beratnya. Gambar 14. Grafik rasio antara penyusutan volume dan penyusutan berat 10 20 30 40 50 60 50 100 150 200 250 300 350 400 WR w w waktu menit 0.5 cm 30 brix 1 cm 30 brix 1.5 cm 30 brix 0.5 cm 45 brix 1 cm 45 brix 1.5 cm 45 brix 0.5 cm 60 brix 1 cm 60 brix 1,5 cm 60 brix 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 50 100 150 200 250 300 350 400 ∆ ∆ waktu menit 0.5 cm 30 brix 1 cm 30 brix 1.5 cm 30 brix 0.5 cm 45 brix 1 cm 45 brix 1.5 cm 45 brix 0.5 cm 60 brix 1 cm 60 brix 1.5 cm 60 brix 26 Gambar 15. Grafik hubungan antara penyusutan volume dan penyusutan berat Penyusutan volume dan penyusutan berat memiliki hubungan berbanding lurus linear yang ditunjukkan oleh Gambar 15. Jika penyusutan berat semakin besar maka penyusutan volume juga semakin besar. Besarnya tingkat WL dan SG sangat mempengaruhi kurva hubungan penyusutan volume dan penyusutan berat pada sampel. Mayor et al. 2011 dalam dehidrasi osmotik pumkins, dihasilkan volume sampel berkurang secara linear dengan meningkatnya nilai WR secara bebas pada kondisi proses dehidrasi osmotik. Namun, dalam dehidrasi osmotik apel dengan menggunakan larutan gula ditemukan hubungan linear antara WR dan penyusutan volume Moreira et al. 2003. Dehidrasi osmotik menyebabkan perubahan fisik yang terjadi pada sampel seperti perubahan bentuk dan ukuran. Sampel menjadi menyusut karena kandungan air pada sampel berkurang. Sampel sebelum dan setelah dehidrasi osmotik dapat dilihat pada Lampiran 2 sedangkan skema penyusutan volume sampel dapat dilihat pada Gambar 16. Setelah dehidrasi osmotik terjadi pengecilan ukuran dan perubahan bentuk sampel. Penyusutan lebih terlihat pada bagian tengah dari panjang dan lebar sampel, serta bagian tengah dari tebal sampel, sedangkan penyusutan yang terjadi pada sudut sampel lebih kecil. a Tampak samping b Tampak atas Gambar 16. Skema penyusutan volume sampel 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 sh ri n ka ge v v WR ww 0.5 cm 30 brix 1 cm 30 brix 1.5 cm 30 brix 0.5 cm 45 brix 1 cm 45 brix 1.5 cm 45 brix 0.5 cm 60 brix 1 cm 60 brix 1.5 cm 60 brix 27

4.1.5 Densitas dan Porositas