DEHIDRASI OSMOTIK TINJAUAN PUSTAKA

5 Tabel 2. Sifat fisika dan kimia daging buah beberapa varietas mangga Sifat Fisika dan Kimia Varietas Mangga Arumanis Cengkir Gadung Gedong Padatan terlarut total o Bx 14.8-16.6 13.0-15.0 20.8-21.2 16.0-17.8 Asam total 0.22-0.56 0.26-0.88 0.18-0.47 0.12-17.8 Vitamin C mg100g 22.0-46.9 37.8-58.2 20.0-21.5 36.2-96.2 Kadar air ± 81.1 ± 84.3 ± 80.34 ± 82.9 Bobot utuh g ± 376.2 ± 320.1 ± 411.1 ± 232.4 Bagian yang dapat dimakan ± 66.0 ± 65.8 ± 66.0 ± 59.0 Warna daging buah Kuning Kekuningan Kuning Jingga Sumber : Broto 2003 Hasil panen mangga pertama berjumlah sekitar 10-13 buah per pohon. Hasil akan terus meningkat seiring dengan pertambahan umur dan perawatan yang intensif. Tahun-tahun yang dianggap subur untuk mangga adalah saat berumur 10-40 tahun. Lebih dari umur 40 tahun, hasil panen mangga mulai turun. Mangga yang tumbuh dari biji memiliki umur yang lebih panjang dari pada mangga yang berasal dari okulasi dan sambungan. Bahkan, setelah berumur 60-70 tahun masih produktif dan dapat menghasilkan 10000 buah per pohon Pracaya 2011. Mangga termasuk buah klimakterik dengan umur simpan 6-8 hari dengan suhu kamar yaitu 25±2ºC dan RH 85±5ºC Jagatiani et al. 1988. Penanganan pascapanen mangga adalah kegiatan penanganan yang dilakukan terhadap buah mangga di bangsal penanganan. Umumnya, kegiatan di bangsal penanganan diawali dengan penerimaan hasil panen dari kebun, pencucian, trimming pemangkasan bagian tanaman misalnya daun atau tangkai yang terlalu panjang, pemilihan, pemilahan, pengukuran, perlakuan khusus pemberian lilin, penyemprotan pertisida, pengemasan, dan pengangkutan. Mangga merupakan komoditas yang mudah rusak perishable sehingga memerlukan penanganan yang ekstra hati-hati agar mutunya tetap terjaga hingga ke tangan konsumen Broto 2003. Untuk menigkatkan nilai tambah buah, pengolahan merupakan alternatif terbaik. Hasil olahan buah mangga yang banyak dijumpai di Indonesia adalah sari buah, manisan basah dan kering, asinan, selai, dan jam. Buah mangga yang akan diolah harus dalam kondisi matang sempurna sehingga memberikan nilai gizi, cita rasa, aroma, dan warna optimun sesuai karakteristik varietas mangga yang bersangkutan Broto 2003.

2.2 DEHIDRASI OSMOTIK

Osmosis merupakan suatu proses dimana suatu liquid dapat melewati suatu membran semipermiabel secara langsung. Apabila terdapat dua larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut yang berbeda dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel, maka akan terjadi perpindahan air dari larutan hipotonik yaitu larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah ke larutan hipertonik yaitu larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi Jannah 2011. Proses osmosis dapat dilihat pada Gambar 2. 6 Gambar 2. Proses osmosis dua liquid Sumber : Jannah 2011 Pori dalam membran semipermeabel terlalu kecil untuk dapat dilewati oleh molekul zat terlarut misalnya gula, tetapi cukup besar untuk dilewati molekul air. Molekul air dari larutan maupun dari pelarut murni secara random dapat melewati membran semipermeabel. Akan tetapi laju pergerakan molekul air dari air-larutan dengan laju pergerakan molekul air dari larutan-air ditentukan oleh besarnya entropi dan tekanan yang diaplikasikan ke salah satu kaki. Karena entropi larutan adalah lebih besar dibandingkan dengan entropi pelarut murni maka secara spontan laju molekul air yang melewati air-larutan akan lebih cepat dibandingkan dengan laju molekul air dari larutan-air. Oleh sebab itu, bila kita membiarkan kedua larutan untuk selang waktu tertentu maka ketinggian permukaan larutan pada salah satu kaki akan mengalamai kenaikan. Proses ini akan terus berlangsung sampai ketinggian “h” mencapai tinggi tertentu dimana pada ketinggian tekanan larutan memiliki tekanan yang dapat menyeimbangkan laju pergerakan molekul air dari larutan-air dan air-larutan. Tekanan inilah yang disebut sebagai tekanan osmotik Jannah 2011. Prinsip osmosis dapat juga diaplikasikan sebagai metode pengolahan pangan dalam proses pengawetan pangan yaitu dehidrasi osmotik. Penelitian mengenai dehidrasi osmotik telah berjalan lebih dari 25 tahun, tetapi masih sedikit industri yang menerapkan metode tersebut Raoult 1994. Pada dasanya proses pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air hingga bahan mencapai kadar air tertentu untuk mengurangi resiko kerusakan bahan yang diakibatkan oleh mikroba. Dehidrasi osmotik melibatkan dua aliran material yang berlawanan arah dan terjadi secara simultan yaitu keluarnya air dari jaringan produk ke larutan osmotik dan aliran padatan terlarut dari larutan osmotik ke dalam jaringan produk. Dehidrasi osmotik dilakukan dengan merendam bahan pangan di dalam larutan garam, gula atau bahan lainnya dengan tekanan osmosis yang lebih tinggi dibandingkan tekanan osmosis intraseluler bahan pangan tersebut. Khan et al. 2008 menjelaskan bahwa laju kehilangan air dari jaringan produk dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, suhu, komposisi dan konsentrasi larutan osmotik, fase kontak, karakteristik produk, perlakuan awal terhadap produk, ukuran dan bentuk geometri produk, tingkat pengadukan serta lamanya proses pengeringan. Pada dasarnya dehidrasi osmotik sama dengan teknologi pengeringan yaitu mengurangi kadar air hingga mencapai kadar air tertentu sehingga pertumbuhan mikroorganisme perusak bahan makanan dapat dihambat. Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air dalam suatu bahan makanan terdiri atas air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang terdapat pada bahan. Air yang terikat secara lemah karena terserap teradsorbsi pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin pati dan selulosa. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan sedangkan air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat, ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air dalam bentuk bebas dapat Membran semipermeabel Larutan gula Pelarut murni air aliran air dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik 7 membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak Sudarmadji 2007. Dehidrasi osmotik dapat digunakan untuk perlakuan awal sebelum proses pengeringan yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50 dari kadar air awal Khan et al. 2008. Proses dehidrasi osmotik digunakan pada pengeringan buah-buahan dengan menggunakan larutan hipertonik seperti larutan gula. Gula banyak digunakan untuk pengawetan bahan makanan yang berasal dari buah- buahan Satuhu 2004. Gula digunakan pada berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa manis, gula dalam konsentrasi tinggi digunakan sebagai pengawet. Menurut Buckle et al. 1985 diacu dalam Lutfi 2010 apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi minimum 40 padatan terlarut, menyebabkan sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air a w bahan pangan akan berkurang. Konsentrasi gula yang tinggi sampai 70 sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kadar gula yang tinggi minimun 40 bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba Estiasih et al. 2011. Buah yang direndam dalam larutan gula panas dengan konsentrasi lebih tinggi dari 75 akan menyebabkan air keluar dari dinding sel buah lebih cepat dibandingkan dengan masuknya larutan gula ke dalam buah. Dengan adanya perbedaan yang besar antara kecepatan keluarnya air dan masuknya gula menyebabkan struktur sel dan tekstur buah menjadi lebih keras dan berkerut Minifie et al. 1982. Broto 2003 menyatakan bahwa pengeringan buah mangga dapat dilakukan dengan metode osmotik pada tahap awal, yakni merendan daging buah mangga ke dalam larutan gula pada konsentrasi dan jangka waktu tertentu. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 45-55°C dan kelembaban nisbi yang rendah. Metode pengeringan tersebut terbukti mampu memberikan hasil buah kering yang awet dengan kadar air sekitar 14, sehingga kerusakan kimiawi, biologis, dan enzimatik dapat dihindari. Perendaman irisan daging buah mangga kweni ke dalam larutan gula 60°Bx selama 10 jam, kemudian dikeringkan pada suhu 55°C dan kelembaban RH 60 selama 9 jam menghasilkan manisan mangga kweni kering, berpenampilan menarik,warna kuning merata, manis, dan memiliki kadar air optimum 14.4. Jenis dan konsentrasi larutan osmotik sangat mempengaruhi laju pengeringan dan mutu yang dihasilkan. Larutan glukosa dengan konsentrasi 45 memberikan laju kehilangan air yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan 30 dan 15 Karathanos et al. 1995 diacu dalam Jannah 2011. Dehidrasi osmotik menyebabkan sampel kehilangan sejumlah air WL dan masuknya padatan terlarut dari larutan osmotik ke sampel SG. Semakin tinggi nilai WL maka menunjukkan tingkat tingginya kehilangan air pada sampel. Sedangkan nilai SG merupakan parameter yang menujukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Nilai SG dipengaruhi oleh pemberian kitosan, suhu larutan, dan konsentrasi dari larutan osmotik Jannah 2011. Bahan pangan yang dikeringkan menggunakan dehidrasi osmotik akan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan bahan pangan yang dikeringkan menggunakan sinar matahari, namun dehidrasi osmotik merupakan teknologi pengeringan yang masih memerlukan biaya yang lebih tinggi. Sophia 2011 menyatakan bahwa potongan mangga kering yang memiliki kualitas paling baik adalah potongan mangga dengan perlakuan osmotik tanpa kitosan karena penyusutan potongan mangga dengan perlakuan osmotik lebih kecil dibandingkan potongan mangga segar selama pengeringan. Selain itu dengan adanya perlakuan osmotik sebelum pengeringan menyebabkan potongan mangga dapat mempertahankan warna alaminya selama pengeringan, walaupun warna pengeringan mangga selama perlakuan menjadi lebih tuamatang. 8 Mavroudis et al. 1998 dalam Mayor et al. 2011 menjelaskan selama dehidrasi osmotik apel varietas Granny smith terjadi penurunan secara linear antara volume dan air dalam bahan. Suhu dalam proses tidak mempengaruhi penyusutan shrinkage. Mayor et al. 2011 menjelaskan bahwa terjadi penurunan secara non-linear antara shrinkage dengan kadar air bahan baik pada proses dehidrasi osmotik maupun pengeringan udara. Bulk density bahan pumkins pada awalnya akan meningkat hingga mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun atau berfluktuasi hingga proses akhir dehidrasi osmotik Mayor et al. 2011. Nieto et al. 2004 juga menjelaskan bahwa selama dehidrasi osmotik apel dengan menggunakan larutan sukrosa dan glukosa menyebabkan bulk density meningkat pada saat awal perlakuan sekitar 1 jam perlakuan kemudian bulk density berfluktuasi hingga proses akhir. Namun, Lozano et al. 1983 dan Krokida et al. 1997 menyatakan bahwa pada beberapa kasus bulk density meningkat selama dehidrasi pisang dan wortel, pada kasus lain awalnya bulk density meningkat hingga mencapai nilai maksimum kemudian menurun kentang, bawang putih. Perbedaan perilaku tersebut dapat berhubungan dengan perbedaan karakteristik fisika dan kimia dari bahan mentah, komposisi kimia, porositas awal atau kerashalusnya struktur bahan yang dapat menyebabkan perbedaan tekanan stress selama proses. Kehilangan air yang terjadi pada dehidrasi osmotik dapat menyebabkan perubahan porositas yang terjadi pada bahan selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. Porositas awal bahan yang rendah dapat menunjukkan bahwa sampel terdiri oleh air dan padatan terlarut. Mavroudis et al. 1998 menjelaskan bahwa porositas sampel meningkat diakhir proses dehidrasi osmotik apel. Sedangkan Giraldo et al. 2003 juga menjelaskan bahwa pada dehidrasi osmotik mangga, porositas awal sampel rendah kemudian meningkat selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. Semakin banyaknya air yang keluar dari sampel menyebabkan meningkatnya porositas sampel. Porositas yang terjadi pada dehidrasi osmotik pumkins dengan larutan sukrosa, sedikit berkurang hingga pertengahan nilai WR weight reduction, kemudian porositas meningkat hingga proses akhir. Tidak ada kondisi proses yang memengaruhi kecenderungan porositas dengan WR atau WL yang diteliti Mayor et al. 2011. 9

III. METODE PENELITIAN