Pengolahan Data Statistik 1 TINJAUAN PUSTAKA

Rata-rata data tersebut mungkin atau mungkin tidak mewakili nilai riil dari parameter itu, yang artinya bisa menjadi tidak akurat Kenkel. 2003. Ketika sampel di ukur beberapa kali jarang dihasil masing-masing pengukuran bisa sama. Presisi adalah pengukuran dari variasi yang ada. Semakin dekat nilai pengukuran antara masing-masing hasil, maka hasilnya lebih presisi. Jadi presisi adalah indikator dari hasil pengukuran yang dihasilkan secara berulang-ulang Harvey. 2000 Akurasi Berkaitan ketepatan dari pengukuran atau seberapa dekat hasil terhadap nilai sebenarnya. Sebagai contoh jika diketahui berat sebenarnya dari suatu objek adalah 1.0000 g, maka akurasi penimbangan dapat ditentukan. Objek bisa ditimbang untuk melihat apakah timbangan akan menunjukkan 1.0000 g. Jika beberapa pengulangan menunjukkan hasil antara 0.9998 and 1.0002 g, maka dapat dikatakan bahwa hasil penimbangan tersebut presisi dan akurat. Jika hasil pengulangan penimbangan antara 0.9983 and 0.9987 g, maka dapat dikatakan hasil penimbangangan tersebut presisi namun tidak akurat. Jika pengulangan penimbangan memberikan hasil antara 0.9956 and 0.9991 g, maka dapat dikatakan data tersebut tidak presisi dan akurat. Akhirnya, jika keseluruhan hasil penimbangan memberikan hasil antara 0.9956 and 1.0042 g, dimana reratanya adalah 1.0000 g, maka penimbangan tersebut dapat dikatakan akurat namun tidak presisi. Hal ini dapat diilustrasikan pada gambar 6 berikut ini Kenkel. 2003 Menurut Harvey 2000, akurasi adalah seberapa dekat hasil percobaan dengan hasil yang diinginkan. Jika hasil pengukuran dari alat penimbang hasilnya lebih dari batas limit presisi maka dapat dikatakan bahwa alat tersebut perlu dikalibrasi. Gambar 6 Ilustrasi Akurasi dan Presisi Data Sumber: Kenkel. 2003 Kalibrasi Mengacu pada prosedur untuk memastikan bahwa alat tersebut memberikan hasil yang sesuai pada nilai tertentu. Sebagai contoh alat penimbang seperti telah didiskusikan di sebelumnya, terkadang alat tersebut dapat secara elektronik disesuaikan atau di adjust untuk memberikan hasil seperti yang telah diketahui. Namun kalibrasi juga bisa mengacu pada prosedur dimana hasil pengukuran yang sebelumnya tidak diketahui menjadi diketahui. Sebagai contoh pada alat spectrofotometer dimana nilai adsorbance pada larutan dengan konsentrasi dapat dikenali oleh alat tersebut. Sebelum prosedur dapat memberikan informasi analisis yang berguna, sangatlah penting untuk menunjukkan kemampuan yang memberikan hasil yang dapat diterima. Validasi adalah evaluasi apakah presisi dan akurasi dapat diperoleh dengan mengikuti prosedur yang sesuai untuk permasalahan yang ada. Sebagai tambahan, validasi menentukan apakah prosedur tertulis telah cukup detail sehingga analis atau laboratorium yang berbeda yang mengikuti prosedur yang sama dapat memberikan hasil yang sebanding. Idealnya validasi dilakukan dengan menggunakan sampel standard dimana komposisi sangat dekat dengan sampel yang prosedurnya sedang dirancang Harvey. 2000 D.1. Perancangan Percobaan, Analisys of Variance ANOVA Masalah umum dalam ilmu pengetahuan dan industri adalah membandingkan beberapa perlakuan untuk menentukan manakah yang dapat memberikan hasil yang paling baik. Metode umum untuk mengetahui perbedaan tersebut dikenal dengan nama analysis of variance yang disingkat sebagai ANOVA. Analysis of variance adalah bagaimana mempelajari sejumlah variasi pada y respon dan mencoba untuk mengerti dari mana variasi ini berasal. Prosedur ANOVA dibangun berdasarkan hipotesis yang dikenal sebagai F-tes dimana membandingkan seberapa banyak perbedaan antara kelompok dibandingakan dengan seberapa besar variasi antara tiap kelompok. Gambar 7 Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap hasil analisis “One Way ANOVA” Variasi antara kelompok disebut sebagai ‘intra-group variation’. Perbedaan antara kelompok secara keseluruhan sebagaimana tercermin dari rata-rata populasi untuk tiap faktor disebut ‘inter-group variation’ Rowe. 2007 Variasi one-way analysis digunakan bila: • Titik akhir diukur nilainya secara umum pada skala interval; • Terdapat satu faktor eksperimen • Faktor memiliki tiga atau lebih level. Untuk melalukan analysis of variance, setiap kelompok data harus diambil dari populasi distribusi normal dan kesemuanya harus mempunyai standard deviasi yang sama. Sejumlah kecil sampel tidak sesuai untuk menggunakan metode ini. Analysis of variance dimulai dengan perumusan stastistik pengujian hipotesa untuk melihat perbedaan antara rata-rata populasi. Hipotesis nol adalah : Dimana merupakan suatu keharusan untuk semua rata-rata perlakuan adalah sama. Sebagai contoh, Ho sebagai nul hipotesis adalah desain wadah mempengaruhi pada penjualan, dimana pada peneliti sangat tertarik apakah ada perbedaan antara rata- rata populasi yang ada dan hipotesis alternatifnya adalah sebagai H . Ini dapat dikatakan sebagai satu perlakuan yang menghasilkan rata-rata hasil yang berbeda. Teknik statistik yang digunakan dalam contoh ini dikenal sebagai single- factor ANOVA yang dikenal juga sebagai F-tes karena perhitungan hasil dalam bentuk angka sebagai F. Berdasarkan nilai F maka keputusan dapat diambil apakah diterima atau tidak diterima terhadap hipotesa nol null hypothesis. Ketika keputusannya adalah ditolak terhadap hipotesa nol, maka kesimpulan yang diambil adalah terdapat perbedaan antara rata-rata populasi yang ada Rafter et al, 2002. Dalam perhitungan, Kuadrat Tengah Galat KTG diperoleh dari analisis ragam, dimana jumlah banyaknya ulangan dinyatakan sebagai ragam r, sebagai taraf nyata, p adalah banyaknya perlakuan tidak termasuk kontrol p = t-1, sedangkan dfe adalah derajat bebas galat. Tabel 5 Analisis VarianKeragaman untuk Rancangan Acak Lengkap Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung F 5 F 1 Perlakuan t – 1 JKP JKPt-1 KTPKTG S Galat rt-1-t-1 JKG JKGrt- t Total Rt-1 JKP+JK G Dimana : t = perlakuan termasuk kontrol p = perlakuan tidak termasuk kontrol = t-1 r = ragam = jumlah ulangan rt = banyaknya pengamatan = r x t db total = banyaknya pengamatan-1 = rt - 1 db perlakuan = total banyaknya perlakuan-1 = t - 1 db galat = db total - db perlakuan FK = faktor koreksi= Y ij 2 rt = total jendral 2 total pengamatan JKT = Y ij 2 -FK = kuadrat tengah=total jendral kuadrat-FK JKP = Y ij 2 r-FK = total perlakuan 2 r - FK JKG = JKT-JKP KTP = JKPdbp = Kuadrat Tengah Perlakuan = JK Perlakuant-1 KTG = JKGtr-1 = Kuadrat Tengah Galat= JK Galat t r-1 F hitung = KTPKTG = KT PerlakuanKT Galat Kk = koefisien keragaman= KTG 0.5 x100nilai tengah umum jika kk 20 maka derajat ketepatan atau keterandalan percobaan semakin baik. Menurut Rumsey 2009, kesimpulan dapat diambil dalam one of two ways dimana nilai p tercapai atau nilai kritis termendekati F-statistik. Kaitan nilai p untuk F-tes terletak pada faktor baris dibawah kolom dengan judul P, nilai statistik F-tes terletak pada baris baris dibawah kolom F. Pendekatan nilai p adalah : • H o ditolak , jika nilai p adalah kurang dari yang telah ditentukan umumnya 0.05, • H o diterima, jika nilai p lebih besar dari , terjadi bila tidak cukup bukti dari data tersebut yang menyatakan rata-rata populasi k terdapat perbedaaan. Pendekatan nilai kritis adalah : Merata-ratakan nilai p, maka akan didapatkan nilai perpotongan pada F-distribution dengan derajat bebas k – 1, n – k. Perpotongan ini disebut sebagai nilai kritis, yang telah ditentukan sebelumnya umumnya 0.05. = 0.05 adalah yang paling umum dipakai pada distribusi F. Berdasarkan table-F, titik kritis dicari dan dibandingkan dengan perhitungan statistik F pada F-distribution yang sesuai dengan derajat bebas k – 1, n – k untuk menarik kesimpuan: • H o ditolak, jika perhitungan statistik F keluar lebih atau kurang dari nilai yang ditemukan dalam table F, tidak Dapat dikatakan paling sedikit dua perlakuan atau populasi yang memiliki rata-rata yang berbeda. • H o diterima, jiak perhitungan statistik F lebih kecil dati nilai table F. Dibutuhkan penilaian yang objektif yang lebih dalam, pada saat inilah ‘follow up’ atau ‘post hoc’ dibutuhkan. Disebut demikian karena secara tradisional hanya digunakan setelah ANOVA terbukti berbeda secara signifikan, meskipun sebenarnya tidak ada aturan untuk mengikuti urutan tersebut. Menurut Rowe 2007, uji ANOVA hanyalah uji statistik yang menguji signifikasi. Analysis of variance hanya memberitahukan apakah terdapat perbedaan antara perlakuan yang ada, namun tidak memberitahukan perlakuan mana yang berbeda dengan lainnya atau seberapa besar perbedaan antara pasangan perlakuan yang ada. Follow-up tes memperbaiki kedua kekurangan tersebut : • Dunnett’s – membandingkan satu populasi kontrol terhadap lainnya satu perlakuan dipilih sebagai kontrol atau populasi acuan. Semua perlakuan kemudian dibandingakan dengan kontrol • Tukey’s – membandingkan semua populasi terhadap lainnya semua populasi dibandingkan dengan populasi lainnya pada setiap pasangan yang memungkinkan Berikut ini adalah langkah-langkah umum dalam menggunakan one-way ANOVA: 1. Periksa kondisi ANOVA, gunakan data yang yang sudah terkumpul dari tiap populasi k. 2. Menentukan hipotesis Ho: 1 = 2 = . . . = k lawan Ha: paling tidak dua rata- rata dari populasi berbeda. Cara lainnya untuk menentukan hipotesa alternative dengan mengatakan Ha: paling tidak dua dari 1, 2, . . . k adalah berbeda. 3. Mengumpulkan data dari random dari sample k, satu dari tiap populasi. 4. Gunakan uji F pada data dari langkah ketiga, gunakan hipotesis dari langkah kedua dan temukan nilai p. 5. Buat kesimpulan : jika Ho ditolak ketika nilai p lebih kecil dari 0.05 atau dari nilai yang telah ditentukan, simpulkan bahwa dua dari rata-rata populasi adalah berbeda atau simpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak Ho, dapat dikatakan rata-ratanya adalah berbeda Rumsey. 2009. D.2. Prosedur Multiple Comparison dan Tes Dunnett Metoda multiple comparison didesain untuk menyelidiki perbedaan antara pasangan dari rata-rata spesifik atau kombinasi linier dari rata-rata yang lebih umum adalah subset dari rata-rata populasi menggunakan data sampel. Prosedur multiple comparison dipakai untuk membandingkan beberapa perlakuan secara bersamaan dengan kontrol atau perlakuan standar yang didesain digunakan untuk menguji signifikan dari perbedaan antara tiap perlakuan dan kontrol terhadap nilai tertentu 1 – P untuk tingkat signifikan yang sama atau untuk menentukan batas kepercayaan pada nilai sebenarnya dari perlakuan yang berbeda dari kontrol terhadap nilai P tertentu untuk koefisien yang sama. Jadi prosedur memiliki sifat mengendalikan secara percobaan dibandingkan perbandingan awal yang tingkat kesalahannya terkait dengan perbandingan itu sendiri yang biasa dikenal sebagai prosedur multiple comparison dari Tukey. Perbandingan antara perlakuan dan sebuah kontrol atau standar lebih diminati pada percobaan biologi. Pada situasi tertentu tipe prosedur multiple comparison yang penting bagi peneliti. Prosedur multiple comparison dapat digunakan untuk membuat pernyataan yang meyakinkan. Perbandingan utama dari ketertarikan peneliti adalah antara masing-masing dari tiga perlakuan terhadap kontrol Dunnett. 1964. Tujuan dari prosedur multiple comparison adalah untuk mengendalikan “tingkat signifikan secara keseluruhan” dari beberapa kesimpulan yang dilakukan sebagai “follow up” pada ANOVA. “Tingkat signifikan secara keseluruhan” atau derajat kesalahan adalah probabilitas tergantung pada hipotesa nol yang diuji dengan benar, dengan menolak paling tidak salah satu atau sebanding, memiliki paling tidak satu interval kepercayaan tidak termasuk nilai yang benar. Banyak metode prosedur multiple comparison. Sebagian besar membandingkan rata-rata dari pasangan kelompok atau menentukan mana yang berbeda secara signifikan. Variasi metode berbeda pada seberapa baik dapat mengendalikan tingkat perbedaan nyata secara keseluruhan. Salah satunya adalah tes Dunnett yang digunakan untuk membandingkan sample kontrol terhadap setiap perlakuan, namun tidak membandingkan antara tiap perlakuan. D.2.1. Many-to-One Comparisons Many-to-one comparisons secara umum digunakan untuk membandingkan perlakuan percobaan yang berbeda dibandingakn terhadap rata-rata perlakuan kontrol yang ditujukan sebelum pengumpulan data. Data yang mengandung k-1 perbandingan berpasangan dengan rata-rata kontrol dalam setiap perbandingan. Seringkali, tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perlakuan percobaan dengan hasil yang signifikansi lebih baik dari kontrol ini karena memerlukan uji hipotesis satu sisi. Jika tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perlakuan yang secara signifikan lebih baik atau secara signifikan buruk hasilnya, maka uji hipotesis dua sisi diperlukan. Sebuah aplikasi kedua dari many-to-one comparisons ini digunakan ketika rata-rata percobaan eksperimental yang berbeda dibandingkan dengan rata-rata percobaan terbaik. Tes Dunnett adalah pengujian nyata bagi keluarga many-to one comparisons ketika kontrol telah ditentukan sebelum pengumpulan data Rafter et al. 2002. Tes Dunnett digunakan hanya jika semua rata-rata dibandingkan dengan satu rata-rata yang disebut kelompok kontrol. Beberapa variasi beras dapat dibandingkan dengan beras yang umum dan hanya dibandingakan dengan beras yang umum, tidak dibandingakan antara perlakuan, tes Dunnett menjadi prosedur multiple- comparison yang sesuai. Dunnetts t-tes adalah prosedur yang di rancang untuk membandingkan kondisi perlakuan yang berbeda terhadap kondisi umum kontrol. Prosedur untuk membandingkan tiap rata-rata percobaan terhadap kontrol disebut sebagai “Tes Dunnett”. D.2.2. Tes Dunnett Tes Dunnett digunakan saat sebuah perlakuan dipilih dan disebut sebagai kontrol atau kelompok acuan. Tes Dunnett akan memperlakukan satu populasi sebagai acuan dan kemudian membandingkannya terhadap perlakuan lainnya. Tingkat kepercayaan diperhitungkan antara tiap pasangan perlakuan. Jika interval tidak termasuk nol diperbandingan secara stastistik, hasilnya akan nyata. Jika interval diperhitungkan untuk memberikan perbandingan lebih kecil 5 per resiko yang dihasilkan maka akan menghasilkan kesalahan positif maka keseluruhan perbandingan akan di kumpulkan dengan total 5 per resiko Rowe. 2007. OMahony 1986 menjelaskan bahwa Tes Dunnett digunakan jika semua rata- rata akan dibandingkan dengan satu rata-rata yang disebut sebagai kontrol. Tes Dunnett membandingakan rata-rata populasi yang ada dan ini spesifik dirancang untuk kondisi dimana semua populasi dibandingkan terhadap satu acuan populasi. Secara umum digunakan setelah ANOVA telah menolak hipotesis dari kesebandingan rata-rata dari distribusi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi populasi yang memiliki rata-rata yang berbeda nyata dari rata-rata populasi acuan. Uji tesebut adalah hipotesis nol dimana tidak ada populasi denga rata-rata berbeda nyata dari rata-rata populasi kontrol. Gambar 8 Skema pengujian pada uji Dunnett Sumber : Rafter et al , 2002 Menurut Rafter et al 2002, karena kontrol sangat penting pada Tes Dunnett maka perlu mempunyai jumlah sample yang lebih banyak dari populasi lainnya. Aturan yang berlaku untuk mengoptimalisasi prosedur yaitu jika setiap populasi percobaan k-1 memiliki nilai n, maka populasi kontrol harus memiliki nilai kira- kira . Jika populasi percobaan memiliki jumlah sample yang berbeda, rata- rata jumlah sample harus dikali dengan untuk memutuskan jumlah sample populasi kontrol. Bentuk two-sided tes adalah : Tes Dunnett menuntut semua populasi mempunyai jumlah sampel yang sama. Jika ANOVA ditolak berdasarkan persamaan hipotesis, maka pertanyaan populasi mana yang memiliki rata-rata yang berbeda nyata dengan populasi kontrol. Tes Dunnett dengan sukses membandingkan : • Populasi kontrol vs populasi 1 H : µ t = µ 1 H 1 : µ t µ 1 , • Populasi kontrol vs populasi 2 H : µ t = µ 2 H 1 : µ t µ 2 , • Populasi kontrol vs populasi 3 H : µ t = µ 3 H 1 : µ t µ 3 . Setiap pasang Kontrol, populasi i , Tes Dunnett memperhitungkan nilai dari statistik « t observed ». Nilai ini dibandingakan dengan nilai kritis yang dapat di baca pada Tabel Dunnett. Nilai kritis ini tergantung pada jumlah sampel, jumlah populasi yang akan dibandingakan terhadap referencekontrol dan pemilihan level signifikan. Nilai t adalah nilai yang diperoleh dari tabel t- Dunnett lampiran 2 dan lampiran 3 pada taraf nyata dengan derajat bebas = dfe. Pada tabel t-Dunnett biasanya telah ditentukan untuk pengujian dua arah. Tes Dunnett mengendalikan derajat bebas percobaan dan lebih hebat dari pada pengujian lain yang dirancang membandingkan tiap rata-rata terhadap rata-rata lainnya. Uji ini dilakukan dengan memperhitungkan modifikasi t-tes antara setiap populasi dan populasi kontrol. Rumus dari t-tes Dunnett adalah : Dimana M i adalah rata-rata dari populasi percobaan ke- i , M c adalah rata-rata dari populasi kontrol, MSE adalah rata-rata dari akar kesalahan yang dihitung dari analysis of variance dan nh adalah rata-rata jumlah sample populasi percobaan dan kontrol yang harmonis Rafter et al. 2002. Perhitungan dengan Tes Dunnett : Galat Baku = 2 KTG r 0.5 Nilai d = t Dunnett x Galat Baku Nilai tunggal dari Dunnett d atau DLSD tersebut adalah : Untuk pasangan kontrol, populasi i , jika t i observed adalah lebih besar dari nilai kritis t critical rata-rata dari grup i dinyatakan berbeda nyata dari rata-rata grup kontrol. Dimana µ I adalah rata-rata dari populasi percobaan dan µ c adalah rata-rata populasi kontrol. Perbedaan nyata tampak ketika interval kepercayaan untuk µ I - µ c t idak sama dengan nol. Untuk tes one-sided yang lebih rendah dengan laternatif hipotesis yang sesuai H α :µ I - µ c 0, perbedaan nyata ditunjukkan ketika tes one-sided yang lebih tinggi kurang dari nol. Untuk tes one-sided yang lebih tinggi dengan alternatif hipotesis yang sesuai adalah H α :µ I - µ c 0, perbedaan nyata ditunjukkan ketika tes one-sided yang lebih rendah lebih besar dari nol Rafter et all, 2002. Jika t observed t critical pada beberapa populasi maka H yang berkaitan dengan populasi ini akan ditolak, dan rata-rata populasi mean aan dinyatakan berbeda nyata dari rata-rata populasi kontrol pada signifikan level tertentu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Givaudan Indonesia. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Desember 2011.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tepung tapioka, maltodekstrin, dan laktosa yang merupakan bahan filler dalam pembuatan produk bubuk perisa, serta tiga jenis bubuk perisa yaitu perisa HVP, perisa Garlic dan perisa Vanilla. Khusus untuk tapioka yang digunakan pada penelitian pendahuluan, dilakukan proses penyeragaman kadar air awal terlebih dahulu sebelum bahan ini dipakai.

C. Peralatan

Peralatan yang digunakan berupa oven konveksi Memert UM-400, Moisture Analyzer Halogen Mettler Toledo HB43-S, desikator, kotak plastic kedap udara, inkubator, cawan alumunium, neraca analitik Sartorius BP160P, dan Karl Fischer autotitrator Mettler Toledo DL31.

D. Metode Percobaan

Percobaan dalam penelitian ini terbagi atas tiga tahapan, yaitu 1 penelitian pendahuluan, 2 penelitian tahap pertama dan 3 penelitian tahap kedua. D.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan terhadap sampel tepung tapioka untuk melihat kesetaraan hasil pengukuran metoda oven dengan metoda analisis cepat menggunakan Moisture Analyzer Mettler Toledo Halogen HB43-S. Untuk memastikan bahwa sampel tapioka yang diukur menggunakan kedua alat tersebut memiliki kandungan air awal yang identik dan diketahui secara pasti, maka dilakukan proses penyeragaman kadar air awal sampel. Sampel tapioka dibagi menjadi 3 tiga kelompok yang berbeda, kelompok A adalah sampel tapioka yang diseragamkan kadar air awalnya menggunakan larutan garam jenuh MgCl 2 RH 25°C =32,73, kelompok B diseragamkan kadar air awalnya menggunakan larutan garam jenuh NaCl RH 25°C =75,32, dan kelompok C diseragamkan kadar air awalnya menggunakan larutan garam jenuh KCl RH 25°C =84,32. Masing – masing kelompok sampel tapioka yang telah mencapai kadar air kesetimbangan equilibrium moisture contentEMC kemudian diukur kadar airnya menggunakan oven konveksi yang dioperasikan pada suhu tetap 105 °C sampel A1 dan Moisture Analyzer Mettler Toledo HB43-S yang dioperasikan pada 7 tingkat suhu yaitu 95 °C sampel A2, 100 °C A3, 105°C sampel A4, 110°C sampel A5, 115°C sampel A6, 120°C sampel A7, dan 125°C sampel A8. Secara skematis skenario percobaan di tahap ini dapat dilihat pada gambar 9. Keterangan: A = tapioka ; 1 = oven 105 °C ; 2 = MA 95 °C ; 3 = MA 100 °C ; 4 = MA 105 °C ; 5 = MA 110 °C ; 6 = MA 115 °C ; 7 = MA 120 °C ; 8 = MA 125 °C Gambar 9 Skenario penelitian pendahuluan Tapioka disimpan dengan RH tertentu selama 21 hari , kemudian diuker dengan menggunakan metoda LOD - Oven 3 kali pengulangan Pengukuran kadar air tapioka yang sudah dikondisikan tersebut dengan menggunakan Moisture Analyzer Halogen 3 kali pengulangan pada 7 suhu yang berbeda A1 A2 A5 A6 A3 A7 A4 A8 Suhu yang menghasilkan kadar air yang sama dengan LOD Menjadi acuan suhu pengukuran kadar air pada pengujian selanjutnya Mana suhu yang hasilnya mendekati ?