Saran SIMPULAN DAN SARAN

Kenkel, J. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. CRC Press, LLC KERN Sohn GmbH, 2012. Application notes Moisture analyzer. Kodeks Makanan Indonesia 2001. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Kupriannoff, J. 1958. Bound Water in Kupriannoff, J. ed Fundamental aspects of Dehydration of Foodstuff. Soc.Chem. Indtr. Karlsruhe; Germany Kusnandar, F. 2011 . Kimia Pangan Komponen Makro . Jakarta : Dian Rakyat. Molnar, K. 2006. Experimental Techniques in Drying in Mujumdar, A. ed Handbook of Industrial Drying 3 rd edition. Taylor Francis, Philadelphia Müller, D.A. 2007. Flavours: the Legal Framework in Berger Ed. Flavours and Fragrances Chemistry, Bioprocessing and Sustainability. Springer-Verlag Berlin Heidelberg Nielsen, S.S. 2010. Food Analysis Laboratory Manual 2 nd Edition . Springer Science+Business Media, LLC OMahony, 1986. Sensory Evaluation of Food: Statistical Methods and Procedures . New York: Marcell Dekker, Inc. Rafter, J.A., Abell, M.L., AND Braselton, J.P.. 2002. Multiple Comparison Methods for Means. Siam Review Vol. 44, No. 2, pp. 259-278. Society for Industrial and Applied Mathematics Rennie P. Ruiz. 2001. Gravimetric Determination of Water by Drying and Weighing in Wrolstad,R.E. et al eds. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. John Wiley Sons, Inc. Rowe, P. 2007. Essential Statistics For The Pharmaceutical Sciences. John Wiley Sons Ltd, England. Rumsey, D. 2009. Statistics II For Dummies. Wiley Publishing, Inc – Indianapolis SNI 01-2891-1992. 1992. Cara uji makanan dan minuman. BSN. SNI 01-7152-2006. 2006. Bahan tambahan pangan – Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan. BSN. Sudarmadji, S, Bambang, H., dan Suhardi. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta, Arcan. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama. Hal. 10-14. Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumsi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Wirakartakusumah MA et al. 1989. Prinsip teknik pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas PAU. IPB Wulanriky. 2011. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Pengering. http:wulanriky.wordpress.com20110119Penetapan-Kadar-Air-Metode- Oven-Pengering-aa. Diakses tanggal 4 November 2011. www.lsbu.ac.ukwateractivity.html, diakses 4 November 2011. LAMPIRAN Lampiran 1 SNI 01-2891-1992 Cara uji makanan dan minuman Lampiran 2 Tabel Dunnett dengan tingkat kepercayaan 95. Sumber : Dunnett, CW. 1964. New Tables for Multiple Comparisons with a Control. Biometrics, Vol. 20. No. 3 Sep. 1964. pp. 482-491, International Biometric Society. Lampiran 3 Tabel Dunnett dengan tingkat kepercayaan 99. Sumber : Dunnett, CW. 1964. New Tables for Multiple Comparisons with a Control. Biometrics, Vol. 20. No. 3 Sep. 1964. pp. 482-491, International Biometric Society. Lampiran 4 Hasil Analisis Penelitian Pendahuluan 4.1. Tabel Anova dan Perhitungan Dunnett untuk Hasil Uji Pendahuluan Pehitungan Kadar Air EMC Basis Basah yang dikondisikan pada larutan Garam Jenuh MgCl 2 4.2. Tabel Anova dan Perhitungan Dunnett untuk Hasil Uji Pendahuluan Pehitungan Kadar Air EMC Basis Kering yang dikondisikan pada larutan Garam Jenuh MgCl 2 4.3. Tabel Anova dan Perhitungan Dunnett untuk Hasil Uji Pendahuluan Pehitungan Kadar Air EMC Basis Basah yang dikondisikan pada larutan Garam Jenuh NaCl 4.4. Tabel Anova dan Perhitungan Dunnett untuk Hasil Uji Pendahuluan Pehitungan Kadar Air EMC Basis Kering yang dikondisikan pada larutan Garam Jenuh NaCl 4.5. Tabel Anova dan Perhitungan Dunnett untuk Hasil Uji Pendahuluan Pehitungan Kadar Air EMC Basis Basah yang dikondisikan pada larutan Garam Jenuh KCl 4.6. Tabel Anova dan Perhitungan Dunnett untuk Hasil Uji Pendahuluan Pehitungan Kadar Air EMC Basis Kering yang dikondisikan pada larutan Garam Jenuh KCl Lampiran 5 Hasil Analisis Penelitian Pertama terhadap Bahan Baku 5.1. Perhitungan Statistik dengan Tes Dunnett untuk Tapioka 5.2 Perhitungan Statistik dengan Tes Dunnett untuk Maltodekstrin Perhitungan Statistik dengan Tes Dunnett untuk Laktosa Lampiran 6 Hasil Analisis Penelitian Kedua terhadap Bahan Jadi 6.1. Perhitungan Statistik dengan Tes Dunnett untuk HVP 6.2. Perhitungan Statistik dengan Tes Dunnett untuk Garlic 6.3 Perhitungan Statistik dengan Tes Dunnett untuk Vanilla Lampiran 7 Data waktu analisis berbagai metode terhadap jumlah sampel. 7.1. Data waktu analisis metode Oven 105 o C terhadap jumlah sampel Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat Oven 105 o C dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu peng-ovenan = 3.000 Waktu Cooling Down dalam desikator = 0.250 Waktu penimbangan Sample Akhir = 0.001 Total Waktu analisis 1 sampel = 3.260 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total Metoda Oven 1 3.260 2 3.269 3 3.279 4 3.289 5 3.299 6 3.308 7 3.318 8 3.328 9 3.338 10 3.347 11 3.357 12 3.367 13 3.376 14 3.386 15 3.396 16 3.406 17 3.415 18 3.425 19 3.435 20 3.444 21 3.454 22 3.464 23 3.474 24 3.483 25 3.493 26 3.503 27 3.513 28 3.522 29 3.532 30 3.542 7.1. Data waktu analisis metode MA 105 o C pada Tapioka terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat MA Pengujian Tapioka - 105 o C dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu peng-ovenan suhu 105oC - Tapioka = 0.171 Waktu Cooling Down sebelum digunakan kembali = 0.017 Total analisis persampel = 0.191 Kadar Air rata-rata = 9.779 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Moisture Analyser KESIMPULAN 1 0.196 DISARANKAN 2 0.392 DISARANKAN 3 0.588 DISARANKAN 4 0.783 DISARANKAN 5 0.979 DISARANKAN 6 1.175 DISARANKAN 7 1.371 DISARANKAN 8 1.567 DISARANKAN 9 1.763 DISARANKAN 10 1.958 DISARANKAN 11 2.154 DISARANKAN 12 2.350 DISARANKAN 13 2.546 DISARANKAN 14 2.742 DISARANKAN 15 2.938 DISARANKAN 16 3.133 DISARANKAN 17 3.329 TIDAK 18 3.525 TIDAK 19 3.721 TIDAK 20 3.917 TIDAK 21 4.113 TIDAK 22 4.308 TIDAK 23 4.504 TIDAK 24 4.700 TIDAK 25 4.896 TIDAK 26 5.092 TIDAK 27 5.288 TIDAK 28 5.483 TIDAK 29 5.679 TIDAK 30 5.875 TIDAK 7.2 Data waktu analisis metode MA 105 o C pada Maltodekstrin terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat MA Pengujian Maltodextrin - 105 o C dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu peng-ovenan suhu 105oC – Maltodextrin = 0.057 Waktu Cooling Down sebelum digunakan kembali = 0.017 Total analisis persampel = 0.001 Kadar Air rata-rata = 5.201 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Moisture Analyser KESIMPULAN 1 0.082 DISARANKAN 2 0.164 DISARANKAN 3 0.246 DISARANKAN 4 0.328 DISARANKAN 5 0.410 DISARANKAN 6 0.492 DISARANKAN 7 0.574 DISARANKAN 8 0.656 DISARANKAN 9 0.738 DISARANKAN 10 0.820 DISARANKAN 11 0.902 DISARANKAN 12 0.984 DISARANKAN 13 1.066 DISARANKAN 14 1.148 DISARANKAN 15 1.230 DISARANKAN 16 1.312 DISARANKAN 17 1.394 DISARANKAN 18 1.476 DISARANKAN 19 1.558 DISARANKAN 20 1.640 DISARANKAN 21 1.722 DISARANKAN 22 1.804 DISARANKAN 23 1.886 DISARANKAN 24 1.968 DISARANKAN 25 2.050 DISARANKAN 26 2.132 DISARANKAN 27 2.214 DISARANKAN 28 2.296 DISARANKAN 29 2.378 DISARANKAN 30 2.460 DISARANKAN Data waktu analisis metode MA 105 o C pada Laktosa terhadap jumlah sampel tidak diperhitungkan karena hasilnya jauh dari hasil kadar air dengan metode oven. 7.3. Waktu analisis Metode KF untuk Laktosa terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat KF Pengujian Laktosa dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu titrasi Laktosa = 0.093 Waktu Drift = 0.050 Total analisis persampel = 0.003 Kadar Air rata-rata = 5.36 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Karl Fischer KESIMPULAN 1 0.151 DISARANKAN 2 0.302 DISARANKAN 3 0.453 DISARANKAN 4 0.604 DISARANKAN 5 0.755 DISARANKAN 6 0.906 DISARANKAN 7 1.057 DISARANKAN 8 1.208 DISARANKAN 9 1.359 DISARANKAN 10 1.510 DISARANKAN 11 1.661 DISARANKAN 12 1.812 DISARANKAN 13 1.963 DISARANKAN 14 2.114 DISARANKAN 15 2.265 DISARANKAN 16 2.416 DISARANKAN 17 2.567 DISARANKAN 18 2.718 DISARANKAN 19 2.869 DISARANKAN 20 3.020 DISARANKAN 21 3.171 DISARANKAN 22 3.322 TIDAK 23 3.473 TIDAK 24 3.624 TIDAK 25 3.775 TIDAK 26 3.926 TIDAK 27 4.077 TIDAK 28 4.228 TIDAK 29 4.379 TIDAK 30 4.530 TIDAK 7.4. Data waktu analisis metode MA 105 o C pada HVP terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat MA Pengujian HVP - 105 o C dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu peng-ovenan suhu 105oC - HVP = 0.087 Waktu Cooling Down sebelum digunakan kembali = 0.017 Total analisis persampel = 0.002 Kadar Air rata-rata = 3.262 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Moisture Analyser KESIMPULAN 1 0.112 DISARANKAN 2 0.224 DISARANKAN 3 0.336 DISARANKAN 4 0.447 DISARANKAN 5 0.559 DISARANKAN 6 0.671 DISARANKAN 7 0.783 DISARANKAN 8 0.895 DISARANKAN 9 1.007 DISARANKAN 10 1.118 DISARANKAN 11 1.230 DISARANKAN 12 1.342 DISARANKAN 13 1.454 DISARANKAN 14 1.566 DISARANKAN 15 1.678 DISARANKAN 16 1.789 DISARANKAN 17 1.901 DISARANKAN 18 2.013 DISARANKAN 19 2.125 DISARANKAN 20 2.237 DISARANKAN 21 2.349 DISARANKAN 22 2.460 DISARANKAN 23 2.572 DISARANKAN 24 2.684 DISARANKAN 25 2.796 DISARANKAN 26 2.908 DISARANKAN 27 3.020 DISARANKAN 28 3.131 DISARANKAN 29 3.243 DISARANKAN 30 3.355 TIDAK 7.5. Data waktu analisis metode MA 105 o C pada Garlic terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat MA Pengujian Garlic - 105 o C dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu peng-ovenan suhu 105oC - Garlic = 0.135 Waktu Cooling Down sebelum digunakan kembali = 0.017 Total analisis persampel = 0.003 Kadar Air rata-rata = 5.8 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Moisture Analyser KESIMPULAN 1 0.160 DISARANKAN 2 0.321 DISARANKAN 3 0.481 DISARANKAN 4 0.641 DISARANKAN 5 0.802 DISARANKAN 6 0.962 DISARANKAN 7 1.122 DISARANKAN 8 1.283 DISARANKAN 9 1.443 DISARANKAN 10 1.603 DISARANKAN 11 1.764 DISARANKAN 12 1.924 DISARANKAN 13 2.084 DISARANKAN 14 2.245 DISARANKAN 15 2.405 DISARANKAN 16 2.565 DISARANKAN 17 2.726 DISARANKAN 18 2.886 DISARANKAN 19 3.046 DISARANKAN 20 3.207 DISARANKAN 21 3.367 TIDAK 22 3.527 TIDAK 23 3.688 TIDAK 24 3.848 TIDAK 25 4.008 TIDAK 26 4.169 TIDAK 27 4.329 TIDAK 28 4.489 TIDAK 29 4.650 TIDAK 30 4.810 TIDAK 7.6. Data waktu analisis metode MA 105 o C pada Vanilla terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat MA Pengujian Vanilla - 105 o C dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu peng-ovenan suhu 105oC - Vanilla = 0.691 Waktu Cooling Down sebelum digunakan kembali = 0.017 Total analisis persampel = 0.012 Kadar Air rata-rata = 12.51 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Moisture Analyser KESIMPULAN 1 0.716 DISARANKAN 2 1.432 DISARANKAN 3 2.149 DISARANKAN 4 2.865 DISARANKAN 5 3.581 TIDAK 6 4.297 TIDAK 7 5.013 TIDAK 8 5.729 TIDAK 9 6.446 TIDAK 10 7.162 TIDAK 11 7.878 TIDAK 12 8.594 TIDAK 13 9.310 TIDAK 14 10.026 TIDAK 15 10.743 TIDAK 16 11.459 TIDAK 17 12.175 TIDAK 18 12.891 TIDAK 19 13.607 TIDAK 20 14.323 TIDAK 21 15.040 TIDAK 22 15.756 TIDAK 23 16.472 TIDAK 24 17.188 TIDAK 25 17.904 TIDAK 26 18.620 TIDAK 27 19.337 TIDAK 28 20.053 TIDAK 29 20.769 TIDAK 30 21.485 TIDAK 7.7. Waktu analisis Metode KF untuk Vanilla terhadap jumlah sampel. Perhitungan waktu analisis dengan menggunakan alat KF Pengujian Vanilla dalam jam Waktu penimbangan Sample Awal = 0.008 Waktu titrasi Vanilla = 0.042 Waktu Drift = 0.050 Total analisis persampel = 0.104 Kadar Air rata-rata = 4.427 Beradasarkan informasi diatas maka diperoleh table berikut ini : Jumlah Sampel Waktu Pengujian Total dengan Karl Fischer KESIMPULAN 1 0.101 DISARANKAN 2 0.201 DISARANKAN 3 0.302 DISARANKAN 4 0.403 DISARANKAN 5 0.503 DISARANKAN 6 0.604 DISARANKAN 7 0.705 DISARANKAN 8 0.805 DISARANKAN 9 0.906 DISARANKAN 10 1.007 DISARANKAN 11 1.107 DISARANKAN 12 1.208 DISARANKAN 13 1.309 DISARANKAN 14 1.409 DISARANKAN 15 1.510 DISARANKAN 16 1.611 DISARANKAN 17 1.711 DISARANKAN 18 1.812 DISARANKAN 19 1.913 DISARANKAN 20 2.013 DISARANKAN 21 2.114 DISARANKAN 22 2.215 DISARANKAN 23 2.315 DISARANKAN 24 2.416 DISARANKAN 25 2.517 DISARANKAN 26 2.617 DISARANKAN 27 2.718 DISARANKAN 28 2.819 DISARANKAN 29 2.919 DISARANKAN 30 3.020 DISARANKAN Lampiran 8 Jumlah sampel dengan waktu analisis kurang dari pengujian dengan metode oven Jumlah sampel yang mempunyai waktu analisis setara metode oven u30 sampel: Metode Waktusampel jam Waktu 30 sampel jam Jumlah Sampel 3,35 jam Oven 105 o C 3.260 3.347 30 Tapioka - MA 105 o C 0.196 5.883 17 Maltodextrin - MA 105 o C 0.087 2.600 30 Laktosa – KF 0.025 0.750 30 HVP – MA 105 o C 0.157 4.717 30 Garlic – MA 105 o C C 0.114 3.425 21 Vanilla – MA 105 o C 0.162 4.858 4 Vanilla – KF 0.721 21.633 30 Lampiran 9 Sertifikat Kalibrasi Oven Memmert Lampiran 10 Sertifikat Kalibrasi Moisture Analysis Lampiran 11 Template Laporan Validasi dengan Excel Lampiran 12 Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Penelitian Pertama 12.1. Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Tapioka 12.2. Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Maltodekstrin 12.3 Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Laktosa Lampiran 13 Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Penelitian Kedua 13.1. Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada HVP 13.2. Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Garlic 13.3. Perbandingan hasil perhitungan SPSS dan Excel pada Vanilla ABSTRACT HILDA KUMALASARI. Validation of Moisture Content Method in Seasoning powder using Moisture Analyzer Halogen HB-43S, as alternative of Oven and Karl Fischer Method. Under direction of RIZAL SYARIEF and FAHIM M. TAQI. In seasoning industries, moisture content of the product is one of important parameters to be measured and reported to assure the food product quality. The common analysis method to measure it in the food industry is Loss on drying LOD method by oven and Karl Fischer method. The result of LOD method is recognized as moisture content, while the result of Karl Fischer method commonly known as water content. The method that preferably used by PT. Givaudan Indonesia is Loss on drying method. This research aimed to obtain the heating conditions temperature in Moisture Analyzer Halogen HB43-S which can make the analysis result of this equipment will close to the result of LOD method using oven UM-400. The data obtained will be tested statistically using Dunnett Test method that compare these with the control. The result revealed that the use of Moisture Analyzer HB43-S at 105 o C provided similar result to oven UM-400 method, however the use of oven methods is still more efficient rather than using Moisture Analyzer for the higher number of samples that more than 30. Moisture analyzer efficiently used for the limited samples only. Base on this research result we will use Moisture Analyzer method for handling the urgent request only. Karl Fischer method suitable for derivate sucrose products, it is able to replace oven analysis to measure vanilla flavour. This validation is needed to give information and data that can be used to expedite the approval of products. Keywords: oven method, moisture content, Moisture Analyzer RINGKASAN HILDA KUMALASARI. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Perisa Bubuk Menggunakan Moisture Analyzer Halogen Hb43-S, Sebagai Alternatif Metoda Oven Dan Karl Fischer. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF dan FAHIM M. TAQI. Pada industri perisa bubuk, kadar air merupakan parameter penting yang diukur dan dilaporkan dalam rangka pengendalian mutu produk perisa bubuk. Metode pengukuran kadar air yang banyak digunakan industri adalah dan metode Loss on Drying LOD dengan menggunakan oven dan metode Karl Fischer. Diantara kedua metode tersebut, metode LOD lebih banyak digunakan di PT. Givaudan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu pengukuran yang tepat pada alat Moisture Analyzer HB43-S yang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan hasil kadar air dengan metode oven yang selama ini digunakan. Hasil penelitian ini akan memberikan cara untuk mempersingkat proses pengukuran kadar air bubuk perisa sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan lolos atau tidaknya produk ini untuk dikirimkan ke konsumen, menghemat biaya penyimpanan di gudang, disamping dapat dijadikan contoh atau model untuk proses validasi alat atau metode baru yang akan diterapkan di PT Givaudan Indonesia. Validasi data diperlukan untuk mendapatkan informasi apakah alat tersebut dapat menggantikan metode oven sehingga dapat digunakan untuk mempercepat kelolosan produk. Dalam proses validasi tersebut digunakan perhitungan statistik tes Dunnett yang membandingkan hasil rata-rata seluruh perlakuan dengan data kontrol. asil penelitian ini akan memberikan cara untuk mempersingkat proses pengukuran kadar air bubuk perisa sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan lolos atau tidaknya produk ini untuk dikirimkan ke konsumen, menghemat biaya penyimpanan di gudang, disamping dapat dijadikan contoh atau model untuk proses validasi alat atau metode baru yang akan diterapkan di PT Givaudan Indonesia. Penelitian ini mencakup tiga tahapan penelitian, semua dilakukan dalam rangka untuk mengembangkan dan memvalidasi metoda pengukuran kadar air menggunakan alat Moisture Analyzer HB43-S, metoda yang nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti bagi metoda LOD menggunakan oven dan metoda Karl Fischer yang selama ini sudah digunakan oleh PT Givaudan Indonesia sebagai metoda standar pengukuran kadar air produk bubuk perisa. Penelitian pendahuluan dilakukan terhadap sampel tepung tapioka untuk melihat kesetaraan hasil pengukuran metoda oven dengan metoda analisis cepat menggunakan Moisture Analyzer Mettler Toledo Halogen HB43-S. Untuk memastikan bahwa sampel tapioka yang diukur menggunakan kedua alat tersebut memiliki kandungan air awal yang identik dan diketahui secara pasti, maka dilakukan proses penyeragaman kadar air awal sampel. Sampel tapioka dibagi menjadi 3 tiga kelompok yang berbeda, kelompok A adalah sampel tapioka yang diseragamkan kadar air awalnya menggunakan iv larutan garam jenuh MgCl 2 RH 25°C =32,73, kelompok B diseragamkan kadar air awalnya menggunakan larutan garam jenuh NaCl RH 25°C =75,32, dan kelompok C diseragamkan kadar air awalnya menggunakan larutan garam jenuh KCl RH 25°C =84,32. Penelitian tahap pertama dilakukan terhadap tiga jenis bahan dasar yang biasa digunakan sebagai bahan pembawa atau bahan pengisi pada produk perisa yaitu tepung tapioka, maltodekstrin dan laktosa. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan setting suhu pemanasan yang tepat untuk masing–masing bahan pada alat ’Moisture Analyzer’, sehingga bila nantinya diterapkan untuk pengukuran kadar air, hasil pengukuran yang didapatkan oleh ’Moisture Analyzer’ akan setara dengan hasil pengukuran kadar air menggunakan oven konveksi SNI 01-2891- 1992 butir 5.1. Suhu tersebut akan dijadikan acuan untuk pengukuran kadar air produk bubuk perisa yang sebagian besar komponennya adalah ketiga bahan dasar yang telah disebutkan di atas. Penelitian kedua dilakukan pada bubuk perisa HVP, Garlic, dan Vanilla.yang sebagian besar komponennya adalah tapioka, maltodekstrin dan laktosa. Tahapan ini dilakukan untuk memverifikasi apakah setting suhu pemanasan yang telah didapatkan pada tahap sebelumnya dapat diterapkan untuk analisis kadar air produk perisa HVP berbahan dasar maltodekstrin, perisa garlic berbahan dasar campuran tapioka - maltodekstrin, dan perisa vanilla berbahan dasar laktosa. Apabila dapat ditunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar air ketiga produk ini menunjukkan perilaku yang sama dengan hasil pengukuran pada bahan dasarnya, maka selanjutnya metoda pengukuran kadar air menggunakan Moisture Analyzer HB43-S untuk produk - produk perisa jenis lain akan mengikuti metoda pengukuran bahan dasarnya. Hasil penelitian menunjukkan moisture analyzer HB43-S dengan setting suhu 105 o C dapat digunakan untuk mengukur kadar air perisa HVP dimana hasilnya tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran kadar air dengan menggunakan metode oven UM-400 dioperasikan pada suhu 105 o C. Suhu pengukuran pada 105 o C ini sesuai dengan suhu yang digunakan untuk penelitian terhadap bahan baku tapioka dan maltodekstrin. Namun untuk perisa Garlic, agar diperoleh hasil pengukuran kadar air yang mendekati hasil pengukuran kadar air dengan menggunakan metode oven, setting suhu alat moisture analyzer perlu diturunkan menjadi 100 o C dikarenakan dalam perisa garlic terkandung asam lemak yang sensitif terhadap panas. Dari hasil penelitian ini didaptkan bahwa alat moisture analyzer HB43-S dapat menjadi alternatif pengganti metode oven pada bahan jadi dengan bagan dasar maltodekstrin. Didapat pula bahwa metode yang paling sesuai untuk pengukuran kadar air bahan turunan gula adalah metode Karl Fischer. Kadar air laktosa dan perisa vanilla mengandung 80 laktosa sebaiknya tidak diukur menggunakan metoda LOD yang menggunakan panas intens pada proses analisisnya Hal ini disebabkan sifat-sifat laktosa yang peka terhadap panas dapat terdekomposisi dan terpolimerisasi sehingga data hasil pengukuran kadar air menjadi tidak akurat. Namun demikian hasil penelitian pada perisa vanilla menunjukkan bahwa produk ini masih mungkin diukur kadar airnya menggunakan oven suhu 105 °C. Hasil pengukuran kadar air perisa vanilla menggunakan perangkat KF tidak berbeda nyata dengan hasil kadar air menggunakan oven. v Dalam kondisi normal dan untuk jumlah sampel yang besar di atas 30 sampel secara teknis waktu analisis kadar air menggunakan metode oven masih lebih efektif dibanding waktu analisis menggunakan ‘moisture analyzer’. Namun untuk kondisi mendesak dan dibutuhkan hasil yang cepat maka alat Moisture Analyzer dapat dijadikan pilihan bilamana sampel yang akan dianalisis kadar airnya jumlahnya hanya sedikit. Template Laporan Validasi dirancang untuk mempermudah pelaporan dimana analis hanya perlu memasukkan nama metode yang akan dibandingkan dan kontrol, nama penguji, tanggal, kondisi atau perlakuan kontrol, serta hasil pengukuran 10 ulangan untuk baik untuk metode yang akan divalidasi maupun kontrol. Data masukan diketikkan pada bagian yang berwarna kuning. Uji statistik yang digunakan untuk proses validasi adalah uji Dunnett. Suatu alatmetoda dikatakan dapat menggantikan alatmetoda yang dianggap sebagai kontrol apabila hasil uji Dunnett menyatakan hasil pengukuran keduanya tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan pada template dalam bentuk excel tersebut telah dibandingkan dengan hasil perhitungan statistik menggunakan program SPSS dan hasil perhitungannya memberikan hasil yang sama. Kata kunci: metode oven, kadar air, Moisture Analyzer

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kadar air pada bahan pangan merupakan faktor yang sangat penting dalam industri pangan untuk menentukan kualitas dan ketahanan pangan terhadap kerusakan yang mungkin terjadi. Penentuan kadar air biasanya diperlukan untuk menghitung kadar komponen pangan lainnya Nielsen, 2010. Air memiliki peran yang sangat penting dalam bahan pangan, pada produk pangan segar kadar air merupakan indikator tingkat kesegaran dan kualitas tekstural, sedangkan pada produk pangan olahan terutama produk pangan kering kadar air sangat menentukan stabilitas produk selama masa penyimpanan umur simpan produk. Bagi sebagian pelaku industri pangan, kadar air adalah salah satu parameter penentu penerimaan atau penolakan suatu produk, oleh sebab itu metoda atau prosedur yang akan digunakan untuk mengukur kadar air harus disepakati terlebih dahulu oleh pihak – pihak yang bertransaksi sebelum kontrak penjualan ditandatangani. Untuk produk berbentuk bubuk atau serbuk, ada dua metoda pengukuran kadar air yang lazim digunakan oleh industri pangan yaitu: metode Loss on drying LOD dan metode titrimetri Karl Fischer. Hampir seluruh perisa bubuk produksi PT Givaudan Indonesia diukur kadar airnya dengan metoda Loss on drying LOD standar menggunakan oven SNI 01-2891-1992 butir 5.1, terkecuali untuk perisa yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi atau menguap akibat pemanasan seperti ethanol, minyak esensial, asam lemak jenuh dan tanin. Bubuk perisa jenis tersebut diukur kadar airnya menggunakan metoda Karl Fischer. Menurut Andarwulan 2011 penggunaan metoda LOD untuk mengukur kadar air bahan yang mengandung senyawa yang mudah menguap atau teroksidasi dapat menyebabkan nilai kadar air hasil pengukuran akan lebih besar dari nilai sebenarnya, karena kehilangan berat yang terjadi akan dianggap sebagai air yang hilang. Di PT Givaudan Indonesia metoda Karl Fischer juga digunakan untuk mengukur sampel yang memiliki kadar air yang sangat rendah. Pada metode loss on drying LOD, bahan yang telah diketahui beratnya dipanaskan dalam oven bersuhu 105 o C selama minimum 3 jam hingga hingga beratnya konstan, selisih berat sebelum dengan sesudah pengeringan adalah kandungan air dalam bahan. Pengukuran kandungan air dengan metoda ini terbilang murah namun menyita banyak waktu. Sedangkan metoda titrimetri Karl Fischer, meski sangat akurat dan hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat, metoda ini membutuhkan reagen dan alat spesifik yang cukup mahal harganya. Dengan semakin meningkatnya volume pesanan dari pelanggan, metode LOD standar tidak lagi mampu mengimbangi kebutuhan akan kecepatan dalam melepas atau mengirim produk, karena analisis kadar air dengan metoda ini membutuhkan waktu yang lama 3 jam. Hambatan waktu ini dapat diatasi dengan penggunaan alat Moisture Analyzer. Waktu yang dibutuhkan untuk mengukur kadar air bahan pangan menggunakan Moisture Analyzer HB43-S rata – rata hanya membutuhkan waktu antara 3 – 15 menitsampel tergantung jenis sampelnya, hasil analisis langsung dapat dilihat di layar monitor atau langsung dicetak ke alat pencetak printer. Pada Moisture Analyzer HB43-S tahapan penimbangan dan pengeringan sampel serta perhitungan hasil analisis, seluruhnya dilakukan dalam satu alat. Dengan demikian kemungkinan terjadinya ”human error” akan dapat diminimalkan dan didapatkan hasil analisis yang lebih akurat. Terlepas dari semua kelebihan yang dimiliki, penggunaan Moisture Analyzer HB43-S sebagai alternatif pengganti metoda LOD standar yang selama ini digunakan, tetap membutuhkan satu proses validasi terlebih dahulu baik terhadap metoda maupun hasil analisis yang diperoleh.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan : 1. Mendapatkan suhu pemanasan yang tepat pada alat Moisture Analyzer Halogen HB43-S sehingga hasil pengukuran kadar air LOD pada alat ini sebanding dengan hasil pengukuran kadar air metode LOD menggunakan oven UM-400 sebagai metode rujukan untuk produk bubuk perisa. 2. Memperoleh gambaran tentang konsistensi antara data pengukuran kadar air metode LOD menggunakan moisture analyzer terhadap data pengukuran kadar air menggunakan oven dan metode Karl Fischer. 3. Mendapatkan informasi metode mana yang lebih efisien secara teknis. 4. Menghasilkan template yang dapat digunakan untuk mempermudah proses pelaporan hasil validasi alat atau metode analisis atribut mutu bubuk perisa

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan cara untuk mempersingkat proses pengukuran kadar air bubuk perisa sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan lolos atau tidaknya produk ini untuk dikirimkan ke konsumen, menghemat biaya penyimpanan di gudang, disamping dapat dijadikan contoh atau model untuk proses validasi alat atau metode baru yang akan diterapkan di PT Givaudan Indonesia.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup tiga tahapan penelitian, semua dilakukan dalam rangka untuk mengembangkan dan memvalidasi metoda pengukuran kadar air menggunakan alat Moisture Analyzer HB43-S, metoda yang nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti bagi metoda LOD menggunakan oven dan metoda Karl Fischer yang selama ini sudah digunakan oleh PT Givaudan Indonesia sebagai metoda standar pengukuran kadar air produk bubuk perisa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Durasi umur simpan suatu bahan pangan dibatasi oleh perubahan biologis, kimia, dan fisika yang berlangsung dan terus berlanjut dalam bahan tersebut. Kelanjutan dan laju proses perubahan itu, kesemuanya sangat dipengaruhi oleh kadar air dan aktifitas air water activity. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal metabolisme maupun masuknya mikroba perusak. Pengurangan kadar air bahan pangan akan berakibat berkurangnya ketersediaan air untuk menunjang kehidupan mikroorganisme dan juga untuk berlangsungnya reaksi – reaksi fisikokimiawi. Dengan demikian baik pertumbuhan mikroorganisme maupun reaksi fisikokimiawi keduanya akan terhambat, bahan pangan akan dapat bertahan lebih lama dari kerusakan. Pengaturan kadar air merupakan salah satu basis dan kunci terpenting dalam teknologi pangan Kupriannoff. 1958. Sekitar 60-95 total berat bahan pangan adalah air, komponen ini merupakan komponen paling dominan dibanding komponen pangan yang lain seperti lemak, minyak, protein, karbohidrat, mineral, garam, dan asam. Di dalam bahan pangan, air dapat berperan sebagi fasa kontinyu dimana substansi lainnya terdispersi dalam bentuk molekular, koloida atau sebagai emulsi. Garam - garam seperti NaCl, citrat atau fosfat dapat meningkatkan daya ikat air adonan yang didominasi oleh protein, hal seperti ini dapat diamati pada proses pengolahan daging giling atau sosis. Keberadaan air dan pendistribusiannya di dalam sistem biologis adalah faktor yang sangat penting untuk diperhitungkan, perubahan kandungan air water content dan cara pendistribusiannya akan menyebabkan perubahan nyata pada produk pangan Kupriannoff. 1958. Pada industri bubuk perisa, kadar air merupakan parameter penting yang diukur dan dilaporkan dalam rangka pengendalian mutu produk. Kadar air merupakan penentu kestabilan produk bubuk perisa selama penyimpanan, dimana tinggi rendah parameter ini akan sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu organoleptik terutama penampakan, warna dan rasa, serta terjadinya penggumpalan selama produk ini disimpan. Dalam perdagangan bubuk perisa kadar air adalah salah satu kriteria utama penerimaan dan penolakan produk, oleh karenanya metoda pengukuran parameter ini menjadi sangat penting dan harus disepakati terlebih dahulu oleh pemasok dan konsumen sebelum suatu transaksi dijalankan.

A. Air dalam Bahan Pangan

A.1. Keberadaan Air dalam Bahan Pangan Ditinjau dari Derajat Keterikatan Semua produk pangan mengandung air, di dalam bahan pangan air dapat dijumpai dalam bentuk air bebas dan air terikat ”bound water” dengan derajat keterikatan yang beragam. Menurut Kupriannoff 1958 terdapat empat kemungkinan bentuk keterikatan air dalam bahan pangan yang dipengaruhi komposisi kimia dan struktur fisika bahan: 1. Air bebas yang terdapat dalam bentuk murni sebagai air permukaan, air ini tidak termasuk sebagai komponen produk tetapi berasal dari luar seperti kondensasi atau proses pencucian dan lain-lain. Air tersebut dapat di kelompokkan sebagai air bebas selama tidak bercampur atau bereaksi pada komponen permukaan bahan. 2. Air yang terikat secara kimiawi pada beberapa jenis garam, air jenis ini bisa dalam bentuk ikatan valensi contoh NaOH atau sebagai hidrat contoh CoCl 2 .6H 2 O. Air yang terikat secara kimia ini tidak dapat dilepaskan dengan proses pangan dengan menggunakan metoda biasa. 3. Air yang teradsorbsi membentuk lapisan tipis mono atau polimolekular pada permukaan internal atau ekternal produk akibat adanya gaya tarik antar molekul, atau terakumulasi di dalam pori - pori halus karena kondensasi kapiler. 4. Air hidratasi yaitu air yang teradsorbsi oleh substansi koloid yang menyebabkan pembengkakan massa gel, kondisi ini dapat terjadi karena karakter dipolar dari air. Dari keempat bentuk di atas, maka bentuk yang dinyatakan pada butir 3 dan 4 adalah bentuk air terikat yang terpenting dalam bahan pangan. Sedangkan menurut Wirakartakusumah et al. 1989, Winarno 1992, dan Kusnandar 2010 berdasarkan derajat keterikatannya air dalam bahan pangan dapat dibedakan menjadi empat tipe: • Tipe I adalah air yang secara molekular terikat pada komponen lain seperti protein atau karbohidrat membentuk hidrat melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Pembentukan hidrat menyebabkan air tipe ini tidak lagi memiliki sifat yang sama dengan sifat air murni, yakni tidak dapat membeku dan hanya sebagian saja yang dapat dihilangkan dengan proses pengeringan biasa. Air tipe ini sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. • Tipe II, adalah molekul-molekul air yang terdapat pada permukaan bahan pangan yang bersifat hidrofilik. Molekul – molekul air ini berikatan satu sama lain dengan ikatan hidrogen membentuk lapisan monolayer atau multilayer. Sebutan lain air tipe II adalah air teradsorbsi ”adsorbed water”. Dibanding air normal air tipe ini lebih susah dihilangkandiuapkan selama proses pengeringan, jika air tipe II dihilangkan seluruhnya maka kadar air bahan akan berkisar antara 3-7. • Tipe III adalah molekul air yang ditemukan permukaan jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe ini hanya terikat secara fisik sehingga mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Karena sifat – sifatnya, air tipe III sering kali disebut sebagai air bebas ”free water”. Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 • Tipe IV. Air tipe ini tidak memiliki ikatan apapun dengan matriks jaringan bahan pangan, dan sifat-sifatnya sama dengan air murni dengan keaktifan penuh. Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan pangan misalnya proses mikrobiologi, kimiawi, enzimatik, bahkan aktivitas serangga perusak Sudarmadji et al 2003. Menurut Kuprianoff 1958 telah diterima secara umum bahwa air terikat didefinisikan sebagai bagian dari kadar air produk yang akan tetap berada dalam bahan ini dalam kondisi tak berubah terikat setelah dilakukan prosedur pengeringan biasa seperti pembekuan, dehidrasi kimia, dan lain-lain cara ini hanya dapat menghilangkan air bebas saja. Air jenis ini hanya dapat dihilangkan dengan jalan memanaskan produk pada suhu 100–110 °C untuk waktu yang cukup lama. Jika air yang teruapkan pada suhu 100-110 °C disebut sebagai kadar air total