BERAT MOLEKUL PROTEIN IMUNOGEN

xxxi Marker yang digunakan dalam proses SDS-PAGE protein dari vaksin live Marek strain HVT adalah Precision Plus Protein TM Standards. Sampel marker ini diproses dengan jenis substrat gel Tris-HCl 4-20 dimana gel tersebut yang mampu memfiltrasi protein secara bertahap berdasarkan bobot molekul protein. Pori-pori gel berfungsi untuk menahan protein dengan bobot molekul tertentu pada posisi tertentu sehingga diperoleh satu atau lebih posisi protein tergantung kemurniannya. Pewarna yang digunakan adalah Methylen Blue sehingga memberikan warna biru pada gel yang digunakan. Tansfer warna tersebut ke dalam kertas dilakukan dengan metode elektroforesis. Induksi imunogen dilakukan dengan adjuvan yang dilengkapi dengan mikobakterium yang telah dilemahkan. Nama dari adjuvan ini adalah Complete Freund’s Adjuvant CFA. Penyuntikan imunogen sebesar 250 µg dan dibagi menjadi 4 penyuntikan. Dua tempat suntikan berada subkutan di atas scapula dan dua tempat suntikan berada subkutan di atas femur. Pembagian menjadi 4 tempat penyuntikan diharapkan imunogen mampu menggertak imunoglobulin dari beberapa kelenjar pertahanan, baik pertahanan regio frontal maupun regio caudal. Pembuatan adjuvan dengan spuit emulgator membutuhkan waktu sekitar 15 menit hingga terbentuk emulsi yang stabil. Pengujian kestabilan emulsi dengan meneteskan hasil emulsifikasi pada permukaan air. Apabila emulsi tersebut tidak menyebar artinya emulsi tersebut telah stabil. Apabila masih menyebar, emulsi tersebut masih perlu dilakukan emulsifikasi kembali. Mikobakterium yang berada dalam adjuvan membuat radang granuloma di subkutan inang pada tempat penyuntikan. Radang granuloma tersebut membuat pelepasan imunogen dapat terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap. Proses tersebut mampu menggertak imunoglobulin lebih optimal. Gambar 7 merupakan peralatan dan proses emulsifikasi. Gambar 7 Alat dan bahan emulsifikasi imunogen A Complete Freund’s AdjuvantsCFA, B imunogen asal vaksin live Marek strain Herpesvirus of TurkeyHVT, C syringe emulgator konektor, D double luer lock glass syringe. Double luer lock glass syringe berfungsi untuk mengemulsikan imunogen dengan adjuvan. xxxii

B. BOOSTING IMUNOGEN

Boosting imunogen merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kembali titer antibodi yang mulai menurun setelah induksi imunogen yang sama sebelumnya. Boosting imunogen dalam produksi antibodi dilakukan terus menerus dengan periode waktu tertentu sampai diperoleh titer antibodi yang optimal. Titer antibodi dikatakan optimal apabila titer antibodi hasil boosting imunogen mencapai 15 kali lipat dari normal. Pembanding yang dipakai untuk mengetahui kenaikan titer antibodi adalah dengan menggunakan kelinci dan prosedur yang sama, namun imunogen digantikan dengan NaCl fisiologis. Boosting imunogen dilakukan pada hari ke-14 post induksi imunogen sebelumnya dengan metode dan rute yang sama. Uji penapisan titer antibodi dilakukan untuk mengetahui peningkatan titer antibodi pasca induksi dan boosting. Tindakan uji penapisan ini dilakukan pada hari ke 10 pasca induksi atau boosting karena antibodi akan meningkat secara optimal mulai hari ke-7 hingga ke-10 pasca induksi atau setiap boosting Horvath et al. 2002. Hasil titer yang belum optimal memerlukan boosting kembali agar titer yang dihasilkan lebih optimal pada saat dipanen. Boosting dilakukan dengan jumlah imunogen yang sama namun adjuvan yang dipakai merupakan Incomplete Freund’s Adjuvant IFA. Adjuvan jenis ini merupakan adjuvan murni tanpa penambahan mikobakterium. Adjuvan ini seringkali berupa minyak jagung atau aluminium, yang berfugsi untuk menjaga agar pelepasan imunogen dapat terjadi secara perlahan. Prosedur yang dilakukan dalam boosting imunogen sama dengan prosedur induksi imunogen. Jumlah imunogen sebanyak 250 µg disuntik pada 4 tempat suntikan supaya menghasilkan reaksi yang optimal. Emulsifikasi yang dilakukan sama dengan proses pada induksi imunogen. Waktu yang tepat untuk dilakukan boosting adalah pada saat titer mulai menurun tetapi titer belum sampai habis. Waktu 14 hari post induksi atau boosting pertama merupakan waktu dimana titer mulai menurun tetapi belum sampai titer dalam angka nol. Jumlah boosting yang dilakukan berdasarkan pada hasil uji penapisan. Jumlah titer hasil imunisasi dijadikan pedoman waktu untuk dilakukan terminal bleeding. Parameter keberhasilan tindakan boosting terlihat dari hasil uji penapisan titer antibodi, dimana titer tersebut akan meningkat lebih tinggi dari titer induksi atau boosting sebelumnya.

C. UJI PENAPISAN TITER ANTIBODI

Uji penapisan merupakan bagian yang penting untuk mengetahui titer antibodi sehingga mampu memutuskan untuk reboosting atau terminal bleeding. Uji penapisan juga berguna untuk menentukan keberhasilan produksi jenis antibodi yang diharapkan. Uji penapisan untuk menentukan titer antibodi pada produksi antibodi poliklonal ini dilakukan menggunakan metode Enzym Linked Immunosarbant Assay ELISA. Prinsip yang digunakan untuk ELISA adalah banyaknya antibodi yang terikat pada antigen terbaca dengan ELISA reader dengan prinsip colorimetry. Warna yang terbentuk sehingga mampu dikuantifikasi akibat adanya ikatan antigen dan antibodi serta kromogen yang diberikan. Hasil pengujian titer berguna untuk mengetahui hasil imunisasi baik pada induksi imunogen atau boosting-boosting berikutnya. xxxiii Uji penapisan menggunakan metode ELISA dilakukan pada 10 hari post induksi atau boosting. Pada 10 hari post induksi atau boosting merupakan tahap fase log dimana 4 hari kemudian berada pada lag fase puncak. Pengujian 10 hari post induksi merupakan parameter untuk menentukan keputusan 4 hari kemudian, apakah sudah bisa dipanen atau belum. Hasil pengujian titer dengan ELISA pada hari ke-10 post induksi terlihat pada tabel 3. Tabel 3 Hasil titer antibodi pada hari ke-10 post induksi imunogen pada produksi antibodi poliklonal pada kelinci New Zealand White. Kelompok Ulangan I Ulangan II Rataan Titer Kontrol 1.470 1.484 1.477 Kelinci A 3.569 3.572 3.571 Kelinci B 3.656 3.663 3.660 Blank 0.054 0.049 0.052 Data yang diperoleh belum menunjukkan hasil titer yang maksimal. Kelinci A dan B memiliki rataan titer 3.615, sedangkan kelinci kontrol menunjukkan titer sebesar 1.477. peningkatan yang terjadi sebesar 2.45 kali yang merupakan angka yang cukup kecil untuk dilakukan pemanenan serum. Uji penapisan kedua terhadap titer yang dihasilkan adalah 10 hari post boosting pertama. Hasil yang diperoleh terlihat pada tabel 4. Tabel 4 Hasil titer antibodi pada hari ke-10 post boosting pertama pada produksi antibodi poliklonal pada kelinci New Zealand White. Kelompok Ulangan I Ulangan II Rataan Titer Kontrol 0.135 0.110 0.123 Kelinci A 4.204 4.126 4.165 Kelinci B 4.191 4.126 4.159 Blank 0.073 0.041 0.057 Data yang diperoleh menunjukkan rataan titer dari kedua kelinci adalah 4.162. Hasil titrasi titer kelompok kelinci perlakuan dibandingkan dengan titer kelinci kelompok kontrol tersebut sudah naik sekitar 33 kali lipat. Kondisi ini merupakan kondisi yang optimal untuk dilakukan pemanenan serum. Hasil uji penapisan titer antibodi tersebut menunjukkan bahwa metode induksi dan boosting telah dilakukan dengan baik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan titer antibodi yang signifikan. Hasil titer antibodi pasca induksi dan boosting pertama belum menunjukkan angka yang optimal sehingga perlu reboosting untuk mencapai angka yang optimal. Hasil boosting kedua menunjukkan angka yang optimal sehingga pemanenan serum dapat dilakukan untuk mendapatkan jumlah antibodi yang maksimal.

D. Pemanenan Serum

Pemanenan serum dengan melakukan pengambilan darah terakhir terminal bleeding dilakukan setelah titer antibodi telah mencapai angka yang optimal. Pengambilan darah terakhir dilakukan melalui metode intracardial bleeding, dimana hewan yang telah teranaestesi dilakukan pengambilan darah menggunakan spuit dengan jarum berukuran 18 yang ditusukkan ke ruang ventrikel jantung. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan volume darah yang cukup