PENYAKIT MAREK Definisi TINJAUAN PUSTAKA

xix Meskipun vaksinasi telah dilaporkan berhasil menurunkan kejadian penyakit MD, namun vaksinasi tidak mampu mencegah evolusi virus yang berjalan terus menjadi virus dengan virulensi yang lebih tinggi. Virus MD dengan virulensi tinggi digolongkan menjadi patotipe yang berbeda yaitu vMDV virulent MDV, vvMDV very virulent MDV, vv+MDV very very virulent MDV. Sejumlah vaksin live attenuated terhadap infeksi virus Marek telah ditemukan diantaranya HVT, MDV-2 strain SB-1, dan penggunaannya telah meluas di hampir seluruh wilayah dunia yaitu strain CV1998Rispens Witter 2001. Patogenesa MD Infeksi virus Marek terjadi secara langsung dari unggas terinfeksi kepada unggas lain. Penyebaran virus terutama terjadi secara aerosol airborne disease melalui feather-follicle epithelium FFE atau umum disebut sebagai debu bulu. Sel debris asal FFE dapat mengandung virus Marek yang dapat bertahan di lingkungan dan menyebar ke unggas lain. Virus Marek dapat ditemukan di folikel bulu hingga 14 hari post infeksi, namun kejadian tumor pada unggas baru terlihat pada unggas umur 16 minggu Zhou et al. 2012. Patogenesa penyakit Marek sangat komplek dan belum dapat diketahui sepenuhnya. Genotipe unggas yang peka terhadap infeksi virus Marek akan terinfeksi melalui saluran pernafasan. Gambar 1 menunjukkan patogenesa virus Marek menginfeksi inang. Virus Marek yang masuk saluran pernafasan akan terbawa sampai paru-paru dan sebagian menempel pada dinding saluran pernafasan, seperti dinding trakhea, dinding bronkhus, dinding bronkhiolus, hingga parabronkhi. Virus tersebut akan difagosit oleh sel radang limfosit dan makrofag selanjutnya dibawa ke folikel limfoid lokal dan organ limfoid, yaitu bursa Fabricius, limpa dan timus. Virus Marek bereplikasi dengan baik pada organ limfoid unggas tersebut. Sel limfosit B sel-B, sel plasma dan sel memori mengalami sitolitik kematian sehingga mengaktivasi sel limfosit T sel-T. Sel-T tersebut menjadi target dari transformasi neoplastik akibat penyakit Marek di berbagai organ viseral seperti pada gambar 1 Nair 2005. Sel-T neoplastik tersebut mampu menginfeksi folikel bulu untuk terjadinya proses shedding dan potensi tumor akibat proliferasi sel yang tidak terkontrol Wakenell et al. 2010 dan Nair 2005. Secara molekular, beberapa penelitian menunjukkan bahwa virus Marek mampu menginduksi DNA sel inang untuk pemutusan rangkaian untaian DNA sel. Akumulasi perubahan genomik dapat memicu modifikasi gen dalam sel yang dapat menyebabkan perubahan mutagenik atau karsinogenik. Metode tersebut yang menyebabkan terbentuknya tumor di berbagai organ Zhou et al. 2012 xx Gambar 1 Gambaran skematik tahap siklus patogenesa penyakit Marek hingga menyebabkan tumor. M sel memori; B sel-B dan sel plasma; T sel limfosit T Nair 2005. Model untuk Limfogenesis MD Semua golongan Herpesvirus terutama Alphaherpesvirus merupakan virus yang paling ahli bertahan lama dalam inangnya. Virus Marek melakukan kerusakan minimum pada jaringan yang diinfeksinya. Virus Marek melakukan infeksi berulang multipel infeksi pada satu inang yang menyebabkan peningkatan pembentukan tumor secara kronis hingga inang mati Schat dan Xing 2000. Menurut Schat dan Xing 2000 dalam gambar 2, virus Marek yang difagosit makrofag akan menginfeksi dan bereplikasi di sel-B. Sel-B yang terinfeksi tersebut akan mengalami tiga konsekuensi, yaitu apoptosis sel, pembentukan interleukin-8 IL-8 dan pelepasan kembali virus Marek. Virus Mareks dan IL-8 menginisisasi pembentukan interleukin-2 IL-2 yang berfungsi mengaktivasi sel-T hingga memicu terjadinya transformasi sel-T menjadi limfoma. Sel memori limfosit merupakan sel limfosit yang mempunyai masa hidup paling panjang dan paling proliferatif diantara sel limfosit lain. Proses ini terjadi berulang sehingga terjadi infeksi laten dan pembentukan tumor meluas ke seluruh organ tubuh. Pengaturan proliferasi sel dan perlindungan terhadap kematian pada sel yang terinfeksi virus Marek dapat terlihat sebagai terbentuknya tumor pada unggas terinfeksi. Sebagaimana kita ketahui, bahwa infeksi virus yang xxi berada di lingkungan merupakan faktor terbesar dalam memicu perubahan metilasi DNA dan menyebabkan perubahan profil ekspresi gen Tian et al. 2012. Gambar 2 Gambaran skematik mekanisme pembentukan tumor pada penyakit Marek. MDV virus Marek; IL interleukin; M∅ makrofag; NK cell Natural Killer cell Schat dan Xing 2000.

B. IMUNOHISTOKIMIA

Imunohistokimia IHK merupakan metode deteksi protein atau imunogen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi. Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode imunologi lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR yaitu pendeteksian insitu, yaitu dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi Santos 2009. Imunohistokimia mulai dikenal pada tahun 1980an, dimana kegunaan imunohistokimia sering dikaitkan dengan deteksi dan menentukan prognosa dari suatu kejadian tumor Coindre 2003. Proses imunohistokimia memerlukan antibodi yang secara spesifik mengikat imunogen. Antibodi dengan spesivitas yang tinggi hanya berikatan dengan protein yang sesuai dalam jaringan. Interaksi tersebut kemudian akan divisualisasikan dengan warna yang berasal dari kromogen yang telah dikonjugasikan dengan enzim pada antibodi Santos 2009. Antibodi merupakan kebutuhan pokok dalam proses imunohistokimia. Produksi antibodi yang sesuai dengan imunogen sangat menentukan keberhasilan proses imunohistokimia. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Kumagi dan Kohei 2001, protein A dan protein G merupakan protein bakteri yang akan berikatan kuat terhadap bagian Fc dari berbagai kelas dan subkelas imunoglobulin xxii Ig serta berbagai spesies hewan. Protein A merupakan bagian dari dinding sel Staphylococcus aureus yang berguna untuk menentukan letak bakteri Staphylococcus aureus dalam jaringan pada mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron. Protein lain yang diisolasi dari dinding sel bakteri Streptococcus kelompok G dikenal sebagai protein G. Seperti halnya protein A, protein G mempunyai afinitas yang kuat terhadap dalam berikatan dengan IgG dari berbagai spesies. Mulai dari penelitian ini berkembang berbagai metode imunohistokimia dengan berbagai imunogen dan antibodi yang dapat mendeteksi keberadaan imunogen dalam jaringan. Menurut Kumagi dan Kouhei 2001, Interaksi yang terjadi antara antigen dan antibodi dalam proses imunohistokima tidak tampak secara kasat mata. Oleh karena itu diperlukan visualisasi untuk memastikan adanya ikatan antigen- antibodi dalam proses imunohistokimia. Visualisasi yang sering dilakukan adalah dengan warna dan fluoresen. Untuk dapat mengikat warna, antibodi dilabel dengan konjugat enzim atau fluorokom. Enzim tersebut akan direaksikan dengan kromogen sehingga menunjukkan warna, namun untuk fluorokom dapat langsung diamati dengan mikroskop fluoresen dan akan memendarkan warna. Heidari et al. 2007 melakukan pewarnaan imunohistokimia pada kasus Marek dengan antibodi anti Meq. Meq merupakan salah satu asam amino penyusun Marek. Meq ini yang berperan dalam mengekspresikan gen ke arah pembentukan jaringan tumor. Meq mengubah karakteristik limfosit T dalam perkembangan dan proliferasinya untuk menjadi limfoma. Menurut Heidari et al. 2007, Meq membuat perubahan secara laten sel limfosit T untuk mengarahkan perkembangan sel menjadi bersifat onkogenik.

C. ANTIGEN-ANTIBODI SPESIFIK

Antibodi immunoglobulin adalah bahan utama yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh pada hampir semua hewan untuk menanggapi adanya infeksi agen asing. Hewan vertebrata memiliki tanggap kebal yang komplek sebagai pencegahan dan tindakan dalam mengatasi infeksi agen asing seperti virus. Menurut Kumagi dan Kohei 2001, antibodi merupakan kelompok glikoprotein yang berada dalam serum darah dan berikatan secara spesifik dengan molekul protein asing atau antigen. Pada mamalia terdapat lima kelompok antibodi, yaitu IgG, IgA, IgM, IgE, dan IgD. Kelompok imunoglobulin yang paling penting dalam proses imunohistokimia adalah IgG dan IgM. Mekanisme dan fungsi dari berbagai imunoglobulin sangat komplek. IgM yang diproduksi pada awal reaksi peradangan berfungsi untuk mengeliminasi patogen. Kerja dari IgM diperantarai oleh Sel B mediated immunity. IgG diproduksi akibat kemokin yang dihasilkan oleh IgM dalam menanggapi reaksi peradangan. Keberadaan IgM dalam sirkulasi terus berlangsung hingga keberadaan IgG cukup. IgG mempunyai dua fungsi terpisah dalam menanggapi reaksi peradangan oleh suatu protein, pertama yaitu untuk mengikat patogen yang telah diekspresikan oleh sistem tanggap kebal dan kedua, merespon tanggap kebal tersebut dengan memanggil sel dan molekul lain untuk merusak antigen. Bentuk klasik dari molekul IgG digambarkan sebagai huruf “Y” dengan berat molekul protein sekitar 150 kDa. IgG tersusun atas empat rantai polipeptida, dua rantai ringan identik dengan berat 25 kDa dan dua rantai berat identik dengan