APLIKASI ANTIBODI POLIKLONAL PADA IMUNOHISTOKIMIA
xxxvii digunakan adalah streptavidin-biotin peroksidase dan hasil yang diperoleh adalah
terlihat pada tabel 6.
Tabel 6 Hasil uji IHK metode Streptavidin-Biotin Peroksidase, sampel terduga terinfeksi Marek dengan antibodi poliklonal anti-MD
Kategori Infeksi
HE Jumlah
Sampel
Imunohistokimia Keberhasilan
Positif Negatif
Kontrol Positif 3
3 100.00
Ringan 9
7 2
77.78 Sedang
11 10
1 90.90
Berat 17
17 100.00
Total Sampel 37
34 3
91.89
Hasil pewarnaan IHK menunjukkan bahwa pada kontrol positif bersifat imunoreaktif terhadap antibodi poliklonal anti-MD. Kontrol positif pada hewan
mencit yang diinjeksi secara intraperitoneal menujukkan adanya penyebaran imunogen yang masih mampu dideteksi oleh antibodi. Pada sampel dengan
derajat berat menunjukkan 100 imunoreaktif terhadap antibodi poliklonal anti- Marek, sedangkan pada derajat ringan dan sedang terdapat hasil negatif terhadap
antibodi poliklonal anti-Marek.
xxxviii Gambar 11 Gambaran histopatologi sampel yang bersifat imunoreaktif warna
coklat terhadap antibodi poliklonal anti-MD A limpa dari sampel unggas dengan derajat infeksi berat; B ginjal dari sampel unggas
dengan derajat infeksi sedang; C Bursa Fabricius dari sampel unggas dengan derajat infeksi ringan; D Bursa Fabricius dari
sampel unggas dengan derajat infeksi berat. Imunohistokimia metode Streptavidine-Biotin Peroksidase. Perbesaran 400X. Bar =
50µm.
Hasil pewarnaan IHK yang bersifat imunoreaktif menunjukkan warna coklat karena kromogen yang dipakai adalah diaminobenzidine DAB. Materi
yang terwarnai berada pada sitoplasma sehingga perlu pewarnaan latar yang mampu mewarnai inti sel. Pewarnaan latar yang digunakan adalah Mayer
Hematoksilin. Pewarnaan latar ini juga memberi kesan kontras sehingga hasil gambar yang diperoleh mudah untuk diidentifikasi. Hasil pewarnaan IHK yang
bersifat imunoreaktif terlihat pada gambar 11.
A B
C D
xxxix Gambar 12 Foto mikrografi menggunakan pembesaran yang lebih besar dari
gambar 11, A limpa dari sampel unggas dengan gambaran molekul yang bersifat imunoreaktif menempel di tepi sel limfoid panah
hitam; B Paru-paru dari sampel unggas dengan gambaran molekul imunoreaktif pada epitel alveolus paru-paru panah merah.
Imunohistokimia
metode Streptavidine-Biotin
Peroksidase. Perbesaran 1000X. Bar = 25µm.
Hasil negatif terhadap antibodi poliklonal anti-MD ditunjukkan dengan tidak terlihatnya warna coklat dalam jaringan. Hasil gambaran negatif terhadap
antibodi poliklonal anti-MD terlihat pada gambar 12.
Gambar 13 Gambaran histopatologi sampel yang bersifat non-imunoreaktif terhadap antibodi poliklonal anti-MD. A limpa sampel ayam; B
paru-paru sampel ayam. Imunohistokimia metode Streptavidine- Biotin Peroksidase. Bar = 50µm.
Hasil perwarnaan diatas menunjukkan bahwa antibodi poliklonal yang diproduksi pada kelinci dengan imunogen asal vaksin masih mampu mengenali
antigen lapang. Pembuktian secara imunohistokimia merupakan pelengkap dari pembuktian awal berupa ELISA dan Western Blot dimana kedua metode tersebut
juga dengan prinsip ikatan antigen-antibodi, namun pada ELISA dan Western Blot antigen yang digunakan adalah antigen sampel asal vaksin. Berbeda dengan
ELISA dan Western Blot, IHK yang dilakukan adalah menguji antigen MD yang berasal dari lapang.
A B
A B
xl