PROSEDUR PENELITIAN Produksi Antibodi Poliklonal

xxv protein 14-16 tabel 1. Pencahayaan kandang diatur dengan sistem 12 jam terang dan 12 jam gelap dengan suhu antara 25±1 o C dan kelembaban 70-80. Kelinci diadaptasikan selama 8 hari dengan agenda perlakuan berupa; hari ke-1 dilakukan pemberian albendazole dengan dosis 25mgKgBB secara per-oral yang bertujuan untuk mengeliminasi endoparasit cacing dalam saluran pencernaan. Hari ke-2 hingga ke-5 diberikan amoxyciline dengan dosis sebesar 25 mgKgBB secara per-oral dengan tujuan mengeliminasi bakteri sistemik yang akan mengganggu jalannya penelitian. Hari ke-6 diberikan metronidazole dengan dosis 15 mgKgBB secara per-oral yang bertujuan untuk mengeliminasi parasit protozoa dalam saluran pencernaan. Hari ke-7 diulang kembali pemberian albendazole dengan metode dan dosis yang sama. Hari ke 8 diberikan Ivermectine ® untuk mengeliminasi ektoparasit dan beberapa endoparasit dengan dosis 0.02 ml Ivermectin ® 1 secara subkutan. Tabel 1 Komposisi Pakan Kelinci yang diberikan secara ad libitum selama 4 minggu Komposisi Kadar Protein Lemak minimal Serat Kasar Abu Kadar Air Vitamin C Aflatoksin 14-16 4 10 14 12 50 ppm 20 ppb Penyiapan Imunogen Bahan yang diperlukan dalam kegiatan induksi dan boosting adalah imunogen yang berupa vaksin live Marek dengan strain Herpesvirus of Turkey HVT, CFA dan IFA. Alat yang diperlukan adalah spuit emulgator untuk membuat emulsi antara imunogen dan adjuvan. Vaksin Marek dengan jumlah 250 µg0.5 ml dalam Phosphate Buffer Saline PBS ditambahkan dengan CFA pada saat induksi dan IFA pada saat boosting dengan volume 0.5 ml. Metode emulsifikasi dilakukan dengan spuit emulgator dan dilakukan dalam ruang asam Laminar air flow. Ilustrasi aplikasi spuit konektor terlihat pada gambar 5. Satu spuit berisi imunogen dan spuit lain berisi adjuvan yang akan ditambahkan. Bahan spuit yang digunakan adalah kaca yang tahan terhadap lemak dan minyak. Kedua spuit dihubungkan konektor yang mampu mengalirkan cairan dari spuit satu ke spuit lainnya. Pengaliran berulang- ulang dengan tekanan tersebut dapat membuat emulsi antara imunogen dan adjuvan. xxvi Gambar 5 Emulsifikasi dengan menggunakan dua spuit kaca aseptis. A antigen dan adjuvan dimasukkan ke dalam spuit kaca dengan perbandingan 1:1, B antigen dan adjuvan dicampur dengan mengalirkan dari satu spuit kaca satu ke spuit kaca lain beberapa kali hingga emulsi stabil, C emulsi siap diinjeksi kepada host. Keberhasilan hasil emulsifikasi diuji dengan cara meneteskan hasil emulsifikasi dalam aquades. Emulsi yang baik tidak pecah atau menyebar apabila diteteskan dalam aquades dan sebaliknya, emulsi yang kurang baik akan menyebar apabila diteteskan dalam aquades dan perlu dilanjutkan kembali proses emulsifikasi. Rute Induksi dan Boosting Induksi atau imunisasi imunogen dilakukan melalui rute subkutan dengan menyuntikkan emulsi antara antigen dan adjuvan sebanyak 1.0 ml dengan perbandingan 1:1. Emulsifikasi dilakukan menggunakan spuit dengan jarum pengemulsi ukuran 20 inci yang mampu mengalirkan emulsi dengan baik tanpa merusak emulsi. Alat-alat yang diperlukan dalam melakukan induksi atau imunisasi imunogen adalah alkohol 70, spuit ukuran 1 ml dan jarum ukuran 20 inci. Prosedur induksi imunogen diawali dengan menyucihamakan menggunakan alkohol 70 pada tempat dilakukannya penyuntikan. Bagian kulit yang diinjeksi ditarik dan jarum dimasukkan ke jaringan di bawah kulit, selanjutnya imunogen disuntikkan sejumlah 0.25 ml pada tiap daerah suntikan. Daerah suntikan imunogen sebanyak 4 daerah suntikan yaitu 2 tempat tepat diatas scapula kanan dan kiri dan 2 tempat tepat diatas persendian coxi-femoral. Setelah diinjeksikan kulit tetap ditekan dan ditunggu beberapa detik agar imunogen dapat dipastikan benar-benar masuk dalam daerah subkutan. Boosting dilakukan dengan metode dan cara penyiapan yang sama dengan tindakan induksi, bedanya penggunaan adjuvan yang diperlukan adalah jenis IFA. Boosting dilakukan 3 minggu dari induksi dan boosting kedua juga dilakukan dengan jarak waktu selama 3 minggu dari boosting pertama. Uji titer antibodi dilakukan dengan metode indirect ELISA. Alat yang digunakan adalah plate 96 well dan ELISA reader. Plate diinkubasi dengan 250 µg antigen dalam volume 0.5 ml PBS pada suhu 4 o C selama 1 malam. Plate yang sudah diinkubasi digunakan untuk menguji titer antibodi yang berasal dari serum xxvii dengan metode indirect ELISA. Hasil inkubasi dibaca dalam ELISA reader untuk menghitung titer antibodi yang telah diperoleh dari setiap induksi dan boosting. Terminal Bleeding dan Pemanenan Serum Terminal bleeding merupakan teknik pengambilan darah langsung ke jantung dengan tujuan mendapatkan jumlah darah dengan volume yang sebanyak- banyaknya, umumnya sampai hewan kehabisan darah dan pada akhirnya di- euthanasia. Pengambilan darah tersebut dilakukan untuk mendapatkan antibodi dalam jumlah banyak yang berada dalam serum kelinci. Waktu yang tepat untuk pemanenan serum ditentukan oleh hasil uji titer antibodi yang dilakukan dengan metode ELISA. Titer antibodi dikatakan meningkat optimal apabila titer antibodi mengalami peningkatan minimal 15 kali dibandingkan dengan kontrol. Langkah awal pada proses pemanenan serum adalah dengan melakukan anesthesia terhadap kelinci menggunakan campuran ketamin dosis 35 mgkgBB dan xylazin dosis 5 mgkgBB yang diaplikasikan secara parenteral intramuskular pada otot semitendinosus. Langkah berikutnya adalah mencukur rambut daerah ventral torak dan dilanjutkan desinfeksi menggunakan alkohol 70. Jarum yang digunakan ukuran 18G dan spuit yang digunakan dengan kapasitas 30 ml. Jarum diinjeksikan ke organ jantung dengan sudut 30 derajat melalui kulit di daerah xyphoideus ke arah cranial menuju tengah rongga dada. Pengambilan darah untuk kelinci ukuran 2-3 kg, sejumlah 30-40 mL. Darah tersebut disimpan dalam flacon acrylic. Darah yang telah diperoleh disimpan pada suhu ruang ±25 o C selama 2 jam dan dilanjutkan penyimpanan pada suhu 4 o C selama satu malam overnight. Serum yang diperoleh dipisahkan secara manual dengan aspirasi dan disempurnakan dengan sentrifugasi pada 10.000 xg g = [1.118 × 10 -5 ] R RPM 2 selama 15 menit. Serum yang diambil disentrifugasi kembali pada 10.000 xg selama 10 menit. Pemurnian Antibodi Pemurnian antibodi dilakukan dengan dua metode berkelanjutan, yaitu metode presipitasi dan dilanjutkan metode Fast Protein Liquid Chromatography FPLC. Bahan utama yang diperlukan pada metode presipitasi adalah amonium sulfat sedangkan bahan utama yang diperlukan pada metode FPLC adalah matriks Sepharos G. Presipitasi menggunakan amonium sulfat dilakukan dengan melarutkan 385g amonium sulfat murni dalam 500 ml aquades, dimana metode perhitungan dilakukan dengan bantuan software Biocalc Ammonium Sulfate Precipitation ©Encor Biotechnolgy Inc. 2012. Proses pelarutan amonium sulfat yaitu dengan dipanaskan hingga 100 o C kemudian diaduk selama 30 menit tanpa pemanasan. Kemudian larutan didinginkan dan disaring dengan milipore 0.45 um dan disimpan pada suhu 4 o C. Proses presipitasi dilakukan dari 20, 45 dan 50 hingga 100 terpresipitasi. Alat yang dibutuhkan adalah tabung sentrifugasi, es, serum yang akan dipresipitasi, alat sentrifugasi, gelas beaker ukuran 100 mL, 500 mL dan 2 Liter, pengaduk magnetik stirrer, pipet tetes, dan tabung dialisis. Langkah presipitasi yang dilakukan dimulai dengan serum ditempatkan ke dalam gelas beaker dengan stirrer pada suhu 4 o C dan diaduk perlahan. Amonium sulfat ditambahkan perlahan dengan diteteskan hingga 40 dari volume serum. pH larutan dikalibrasi hingga mencapai pH 7.4 dengan cara menambahkan xxviii amonium hidroksida dan selanjutnya disentrifugasi pada suhu 4 o C pada 10.000 xg selama 30 menit. Filtrat atau pellet yang telah didapatkan dilarutkan kembali sehingga didapatkan ¼ volume awal antibodi dengan 5mM sodium phosphate pH 6.5 untuk dipisahkan kembali dengan filtrasi dengan ukuran kapiler 0.22 µm dan selanjutnya dilakukan dialisis dengan kolom dialisis. Garam amonium sulfat dihilangkan dengan kaset dialisis berkapasitas 18 mL. Tahapan dialisis dilakukan dengan memasukkan serum terpresipitasi dalam kolom dialisis dan menempatkannya dalam PBS pH 6.8-7.2 untuk dilakukan dialisis selama 24 jam dengan penggantian PBS sebanyak 3 sampai 4 kali. Sehingga diperoleh supernatan berupa antibodi IgG yang telah dipurifikasi dengan harapan tingkat kemurnian sebanyak 50-60. Proses pemurnian antibodi selanjutnya dilakukan dengan FPLC memakai alat AKTA™Purifier. Matriks sepharose G digunakan pada column cc untuk pemurnian IgG terhadap antibodi yang sudah diperoleh, dengan sample loop yang dipakai 100 µl, sampel yang dimasukkan sebanyak 100 µL setiap kali mesin dijalankan, kemudian fraksi antibodi diamati melalui komputer yang tersambung ke mesin dengan software Unicorn 5.1, sehingga fraksi antibodi yang diinginkan ditampung pada tabung flacon. Hasil purifikasi dari FPLC dideteksi dengan menggunakan metode SDS-PAGE untuk menentukan berat molekul antibodi dan memastikan jenis protein yang diperoleh adalah antibodi IgG. Kasus Diagnostik Patologi Penyakit Marek di Bagian Patologi FKH-IPB Sampel yang diambil berasal dari organ unggas yang terduga Marek atau telah didiagnosa MD secara Patologi Anatomi PA dan Histopatologi HP dengan pewarnaan general Haematoxylin dan Eosin HE. Metode diagnosa yang telah dilakukan Laboratorium Patologi FKH-IPB secara PA adalah dengan menemukan multifokus tumor di berbagai organ termasuk kebengkakan kelenjar proventrikulus, multifokus nodular di berbagai organ dan nekrosa sebagian otak. Secara HP untuk merumuskan MD harus menemukan akumulasi sel limfoid yang bervariasi Limfotropik tumor di berbagai organ. Sampel yang berasal dari Bagian Patologi digolongkan menjadi 3 berdasarkan gambaran tingkat keparahan infeksi menurut histopatologi, yaitu infeksi ringan, sedang dan berat. Gambaran tingkat keparahan infeksi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Gambaran derajat keparahan lesio dari infeksi penyakit Marek pada ayam xxix Tingkat Infeksi Marek’s LesioPerubahan Jaringan Histopatologi Ringan • Anamnesa: gejala klinis tidak nyata • Lesio saraf perifer dan saraf pusat tidak terlihat • Terdapat akumulasi sel limfoid tepi buluh darah ringan dibeberapa organ • Kerusakan jaringan sangat minim Sedang • Anamnesa: gejala klinis tidak nyata, terjadi penurunan produksi • Lesio saraf perifer ringan namun tidak terdapat lesio saraf pusat • Terdapat akumulasi cukup banyak hingga menyebabkan thrombus di tepi buluh darah pada beberapa organ • Kerusakan jaringan terjadi akibat kondisi infark Berat • Anamnesa: gejala klinis nyata, terjadi penurunan produksi • Lesio saraf perifer dan saraf pusat sedang hingga berat • Terdapat akumulasi cukup banyak hingga menyebabkan tumor trombus di tepi buluh darah pada beberapa organ • Kerusakan jaringan terjadi akibat kondisi infark Penentuan tingkat infeksi dilakukan seorang Pathologist yang telah berpengalaman di bidang diagnostik secara mikroskopis histopatologi. Metode histopatologi adalah embeeding paraffin dengan potongan setebal 5 µm dengan pewarnaan Haematoksilin dan Eosin HE. Pewarnaan Imunohistokimia Metode Stretavidine-Biotin Peroxidase Pewarnaan imunohistokimia IHK dilakukan pada jaringan yang diberikan perekat berupa Poly-L Lysine. Jaringan dipotong dengan ketebalan 5 µm dengan metode embeeding paraffin. Pemotongan dilakukan dengan mikrotom rotari dengan merek American Optic Spencer. Tahap pewarnaan IHK diawali dengan deparafinasi dengan meletakkan potongan jaringan dalam inkubator dengan 57-58 o C selama 2 jam. Potongan diletakakan dalam xylene sebanyak 3 kali dengan waktu masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan rehidrasi menggunakan etanol beringkat mulai dari etanol absolut, etanol 96, etanol 80, dan etanol 70 masing-masing selama 5 menit. Potongan jaringan direndam dalam destilated water DW selama 2 menit. Tahap berikutnya adalah blocking endogenous peroxidase menggunakan 3 H 2 O 2 dalam methanol selama 30 menit dan dilanjutkan pencucian dengan PBS dan 0.05 tween 20 sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit. Potongan jaringan dilanjutkan dengan blocking normal serum menggunakan 1 Foetal Bovine Serum FBS selama 30 menit dan dilanjutkan dicuci kembali dengan PBS dan 0.05 tween 20 sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit. Potongan jaringan dilakukan inkubasi antibodi primer dengan pengenceran 1:1000 volume 250 µL per potongan jaringan. Inkubasi antibodi primer dilakukan selama 1 malam overnight dan dilanjutkan pencucian PBS kembali sebanyak 3 kali masing- masing 5 menit. Selanjutnya dilakukan inkubasi dengan biotin dan streptavidine masing-masing 30 menit dan dicuci PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit. Pewarnaan DAB dilakukn selama 10 detik dan cilanjutkan counterstain dengan Mayer’s Hematoksilin selama 7 detik. Potongan jaringan dilakukan dehidrasi kembali dan clearing dan ditutup dengan kaca gelas penutup dan permount. xxx

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. BERAT MOLEKUL PROTEIN IMUNOGEN

Imunogen merupakan protein asing yang diinfeksikan pada inang sehingga inang memproduksi kekebalan spesifik khususnya IgG terhadap protein tersebut. Imunogen yang digunakan pada penelitian ini adalah vaksin live Marek strain Herpesvirus of Turkey HVT. Pemilihan imunogen ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa strain virus Marek yang banyak ditemukan pada kasus unggas di Indonesia adalah strain HVT. Vaksin live merupakan vaksin yang masih memiliki struktur virus yang lengkap, namun memiliki patogenisitas yang rendah. Struktur virus vaksin yang lengkap tersebut mampu memicu pembentukan antibodi yang masih sesuai dengan antigen yang terdapat di lapang. Vaksin Marek yang digunakan merupakan jenis vaksin monovalen dimana hanya terkandung satu jenis virus dan material pembawa lainnya. Jumlah virus yang tunggal dalam vaksin Marek inilah yang digunakan sebagai imunogen dalam produksi antibodi. Satu imunogen yang diinduksikan mampu menggertak antibodi yang spesifik terhadap virus Marek. Namun demikian, profil protein imunogen perlu diketahui untuk menentukan berat molekul protein dan tingkat spesifitas atau kemurniannya. Metode yang digunakan untuk mengetahui profil protein imunogen yang digunakan adalah dengan Sodium Dedocyl Sulfate-Polyacrilamide Agar Gel Electrophoresis SDS-PAGE. Hasil pengukuran berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE asal vaksin live MD terlihat pada gambar 6. Gambar 6 Hasil pegujian berat molekul protein sampel vaksin Marek dengan metode SDS-PAGE. Hasil SDS-PAGE menunjukkan berat molekul dominan pada band 50 dan 100 kDa. Gambar SDS-PAGE menunjukkan bahwa berat molekul imunogen asal vaksin MD monovalen strain HVT adalah 50 dan 100 kDa. Spesitivitas atau tingkat kemurnian yang ditunjukkan dari hasil SDS-PAGE belum baik. Tampak protein lain dengan berat molekul yang muncul selain di angka 50 kDa, diantaranya protein dengan berat molekul 150 kDa. Purifikasi yang dilakukan berguna untuk menghilangkan protein lain yang tidak spesifik. xxxi Marker yang digunakan dalam proses SDS-PAGE protein dari vaksin live Marek strain HVT adalah Precision Plus Protein TM Standards. Sampel marker ini diproses dengan jenis substrat gel Tris-HCl 4-20 dimana gel tersebut yang mampu memfiltrasi protein secara bertahap berdasarkan bobot molekul protein. Pori-pori gel berfungsi untuk menahan protein dengan bobot molekul tertentu pada posisi tertentu sehingga diperoleh satu atau lebih posisi protein tergantung kemurniannya. Pewarna yang digunakan adalah Methylen Blue sehingga memberikan warna biru pada gel yang digunakan. Tansfer warna tersebut ke dalam kertas dilakukan dengan metode elektroforesis. Induksi imunogen dilakukan dengan adjuvan yang dilengkapi dengan mikobakterium yang telah dilemahkan. Nama dari adjuvan ini adalah Complete Freund’s Adjuvant CFA. Penyuntikan imunogen sebesar 250 µg dan dibagi menjadi 4 penyuntikan. Dua tempat suntikan berada subkutan di atas scapula dan dua tempat suntikan berada subkutan di atas femur. Pembagian menjadi 4 tempat penyuntikan diharapkan imunogen mampu menggertak imunoglobulin dari beberapa kelenjar pertahanan, baik pertahanan regio frontal maupun regio caudal. Pembuatan adjuvan dengan spuit emulgator membutuhkan waktu sekitar 15 menit hingga terbentuk emulsi yang stabil. Pengujian kestabilan emulsi dengan meneteskan hasil emulsifikasi pada permukaan air. Apabila emulsi tersebut tidak menyebar artinya emulsi tersebut telah stabil. Apabila masih menyebar, emulsi tersebut masih perlu dilakukan emulsifikasi kembali. Mikobakterium yang berada dalam adjuvan membuat radang granuloma di subkutan inang pada tempat penyuntikan. Radang granuloma tersebut membuat pelepasan imunogen dapat terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap. Proses tersebut mampu menggertak imunoglobulin lebih optimal. Gambar 7 merupakan peralatan dan proses emulsifikasi. Gambar 7 Alat dan bahan emulsifikasi imunogen A Complete Freund’s AdjuvantsCFA, B imunogen asal vaksin live Marek strain Herpesvirus of TurkeyHVT, C syringe emulgator konektor, D double luer lock glass syringe. Double luer lock glass syringe berfungsi untuk mengemulsikan imunogen dengan adjuvan.