-0.35 Analisis Kualitas Pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas Ngancar, Kabupaten Kediri

c. Dimensi Reliability Konsistensi Kinerja

Dimensi reliability merupakan dimensi yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan handal. Dimensi ini mencakup dua aspek utama yaitu konsistensi dan sifat terperrcaya yang berarti perusahaan dapat memberikan pelayanan secara benar sejak awal right the first time sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan. Dimensi reliabilitas merupakan dimensi yang paling menggambarkan performa kinerja koperasi dalam menjalankan peranannya sebagai subsistem penunjang dari sistem agribisnis. Tabel 14. Nilai gap rata-rata antara harapan dengan persepsi kinerja dimensi reliability pada Koperta Langgeng Mulyo Atribut Dimensi Reliability Kinerja Harapan Gap Persentase Penyediaan pupuk untuk tanaman nenas 3.67 4.23 -0.56 -13.33 Penyediaan obat-obatan tanaman nenas 3.81 4.15 -0.34 -8.16 Penyediaan alat pertanian tanaman nenas 2.97 3.56 -0.60 -16.74 Pinjaman untuk berusahatani nenas 3.29 3.94 -0.65 -16.39 Penyuluhan teknis budidaya tanaman nenas 3.45 4.00 -0.55 -13.71 Pembagian Sisa Hasil Usaha tepat waktu 4.42 4.55 -0.13 -2.84 Kerjasama koperasi dengan pihak lain Pemerintah, Akademisi, Swasta 3.94 4.45 -0.52 -11.59 Keakuratan informasi yang diberikan 4.26 4.42 -0.16 -3.65 Rata-rata 3.73

4.16 -0.44

-10.51 Hasil yang ditunjukkan Tabel 14 adalah nilai gap rata-rata yang didapatkan adalah -0.44. Nilai ini terbentuk dari nilai kinerja rata-rata sebesar 3.73 dan nilai harapan rata-rata sebesar 4.16 yang menunjukkan bahwa kinerja dimensi ini baik begitu pula dengan harapan terhadap dimensi ini adalah baik. Walaupun kinerja dan harapan masuk kedalam kategori yang sama, kedua nilai ini tetap menimbulkan nilai negatif pada gap rata-rata karena harapan anggota lebih besar dari pada performa kinerja koperasi. Persentase ketidakpuasan terhadap harapan yakni sebesar 10.51 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa anggota belum merasa puas terhadap kinerja dimensi reliability secara keseluruhan dengan tingkat ketidakpuasan yang relatif kecil terhadap nilai harapan rata-rata dimensi. Penyebab ketidakpuasan terbesar anggota pada dimensi reliability adalah pada atribut pinjaman untuk berusahatani nenas. Nilai gap yang ditunjukkan pada Tabel 14 untuk atribut ini adalah sebesar -0.65 dengan tingkat ketidakpuasan terhadap harapan sebesar 16.39 persen. Nilai gap didapatkan dari nilai kinerja sebesar 3.29 yang menunjukkan pinjaman yang diberlakukan cukup lunak dengan nilai bunga standar dan nilai harapan sebesar 3.94 yang menunjukkan bahwa anggota mengharapkan pinjaman yang lunak dengan nilai bunga yang lebih rendah dari nilai bunga standar diluar koperasi. Responden menyebutkan bahwa tingkat suku bunga koperasi saat ini cukup tinggi yakni 1.5-2 persen. Menurut mereka, suku bunga koperasi seharusnya bisa lebih rendah mengingat aset yang dimiliki koperasi cukup besar yakni sekitar 5M rupiah. Selain itu, tenggang waktu yang hanya 6 bulan dirasakan cukup memberatkan para anggota yang berprofesi sebagai petani nenas karena mereka tidak ada pemasukan selain dari hasil panen nenas. Harapan mereka, jangka waktu pinjaman dapat lebih diperpanjang. Saat hal ini disampaikan kepada pengurus koperasi, alasan mengapa hal tersebut belum dapat dilakukan adalah terlalu rumit jika ada perbedaan pemberlakuan bunga pinjaman antara anggota dengan non anggota karena unit usaha simpan pinjam ini menjadi unit usaha yang paling banyak aktifitas transaksinya. Selain itu, alasan mengapa jangka waktu yang diberlakukan hanya 6 bulan adalah agar dana yang dipinjamkan dapat segera diputar kembali sehingga tidak terhenti pada nasabah. Atribut dengan nilai gap terbesar kedua adalah pada penyediaan alat pertanian. Nilai gap yang didapatkan dari atribut ini adalah sebesar -0.60 dengan tingkat ketidakpuasan sebesar 16.74 persen. Nilai gap didapatkan dari nilai kinerja yang cukup baik sebesar 2.97 sedangkan harapan anggota nilai atribut ini 3.56 atau baik. Penyebab besarnya gap pada atribut ini adalah dari segi kualitas saprotan yang disediakan koperasi. Kualitas alat pertanian untuk tanaman nenas masih cukup rendah dan tidak sesuai dengan keinginan anggota sehingga mereka lebih memilih untuk memesan alat yang berupa cangkul dan sabit ke pandai besi langganan mereka. Karena faktor kualitas sudah tidak sesuai dengan harapan, maka dari segi waktu, jumlah dan harga bagi mereka tidak terlalu penting untuk saat ini. Bahkan sebagian responden tidak berharap koperasi menyediakan alat pertanian jenis tersebut karena mereka sudah cukup puas dengan kondisi saat ini yakni membelinya diluar koperasi. Atribut dengan nilai gap terbesar ketiga adalah penyediaan pupuk. Nilai gap untuk atribut ini adalah -0.56 dengan tingkat ketidakpuasan sebesar 13.33 persen. Gap terbesar dari atribut ini terletak pada harga. Para responden berharap harga pupuk dapat lebih murah dari harga pasar. Namun pada kenyataannya, harga pupuk sama dengan harga standar bahkan terkadang lebih tinggi. Hal ini menjadikan beberapa anggota membeli pupuk ke kios luar koperasi yang lebih dekat dengan rumah mereka. Pupuk yang disediakan oleh koperasi adalah pupuk kimia pada umumnya seperti urea, ZA, TSP, dll. Sedangkan yang diperlukan petani nenas tidak hanya pupuk-pupuk tersebut. Mereka juga memerlukan tetes yakni cairan hasil limbah penggilingan tebu. Walaupun demikian, hampir seluruh responden sepakat bahwa koperasi tidak perlu menyediakan pupuk jenis ini karena faktor keterbatasan lahan, tenaga kerja, dan modal. Atribut penyuluhan teknis budidaya nenas menempati empat besar gap negatif pada dimensi reliability. Nilai gap yang didapatkan sebesar -0.55 dengan tingkat ketidakpuasan terhadap harapan sebesar 13.71 persen. Beberapa responden dengan jujur menyatakan bahwa mereka terkadang tidak mengikuti acara penyuluhan karena merasa sudah cukup mahir dalam berusahatani nenas. Saat penelitian ini dilakukan, para petani nenas di Desa Ngancar sedang menghadapi wabah hama ulat tanah yang menyerang akar sehingga tanaman nenas menjadi kuning, layu dan akhirnya mati. Dari pihak koperasi sudah mendatangkan berbagai macam tenaga ahli dari berbagai instansi pemerintahan maupun dari kalangan akademisi, namun hingga penelitian ini berakhir, masalah tersebut masih belum menemui penyelesaian. Atribut kerjasama koperasi dengan pihak lain menempati urutan gap negatif terbesar kelima. Nilai gap atribut ini sebesar -0.52 dengan tingkat ketidakpuasan sebesar 11.59 persen. Pihak lain yng dimaksud dalam hal ini meliputi kalangan akademisi, lembaga pemerintahan, LSM, dan para stakeholder yang lain. Bentuk kerjasama ini bisa berbentuk bantuan dana, kerjasama program,