Analisis Kualitas Pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas Ngancar, Kabupaten Kediri

(1)

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN KOPERASI

PERTANIAN LANGGENG MULYO DALAM

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS NENAS

NGANCAR, KABUPATEN KEDIRI

DINA ROSYIDHA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kualitas Pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas Ngancar, Kabupaten Kediri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Dina Rosyidha


(4)

ABSTRAK

DINA ROSYIDHA. Analisis Kualitas Pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas Ngancar, Kabupaten Kediri. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Peningkatan kualitas jasa Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo diperlukan untuk mengembangkan sistem agribisnis nenas di Ngancar. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan peranan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam pengembangan agribisnis nenas di Desa Ngancar dan mengukur kualitas pelayanan koperasi tersebut. Peranan utama dari koperasi adalah mengenalkan bibit baru dan membantu petani dalam pembiayaan pertanian. Hasil analisis dengan menggunakan SERVQUAL menunjukkan bahwa koperasi belum dapat memuaskan anggota pada semua dimensi kualitas jasa dengan tingkat ketidakpuasan terbesar berada pada dimensi empati yakni pada atribut dukungan moril maupun materiil kepada petani yang gagal panen nenas. Walaupun koperasi belum mampu memenuhi seluruh harapan anggota, mereka tetap memiliki loyalitas yang tinggi kepada koperasi. Oleh karena itu, keberadaan koperasi masih sangat dibutuhkan dalam pengembangan agribisnis nenas dan akan lebih efektif jika kualitas pelayanannya ditingkatkan.

Kata kunci : Agribisnis Nenas, Koperasi, Kualitas Pelayanan

ABSTRACT

DINA ROSYIDHA. Service Quality Analysis of Langgeng Mulyo Agricultural Cooperative in Developing Pineapple Agribusiness in Ngancar, Kediri. Supervised by NUNUNG KUSNADI.

Increasing service quality of Langgeng Mulyo Agricultural Cooperative is needed to develop agribusiness system of pineapple in Ngancar. This study was aimed to explain the roles of Langgeng Mulyo Agricultural Cooperative in developing pineapple agribusiness in Ngancar Village and to measure the service quality of this cooperative. The main roles of Langgeng Mulyo Agricultural Cooperative are introducing a new variety of pineapple and helping farmer in finance. The results of SERVQUAL analysis showed that cooperative has not satisfied the members in every dimension of service quality whereas the biggest unsatisfaction was in emphaty dimension which attribute is moral and material support for the loss harvested pineapple farmers. However, the members are quite loyal to the cooperative although the cooperative has not fulfilled their expectations yet. Therefore, the Langgeng Mulyo Agriculture Cooperative is still needed in developing pineapple agribusiness and will be more effectively if its service quality be increased.

Keywords: cooperative, pineapple agribusiness, service quality .


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN KOPERASI

PERTANIAN LANGGENG MULYO DALAM

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS NENAS

NGANCAR, KABUPATEN KEDIRI

DINA ROSYIDHA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(6)

(7)

Judul Skripsi : Analisis Kualitas Pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas Ngancar,

Kabupaten Kediri Nama : Dina Rosyidha NIM : H34090138

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema penelitian ini adalah kualitas pelayanan koperasi pertanian dengan judul “Analisis Kualitas Pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas Ngancar, Kabupaten Kediri”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kritik, saran, dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pengurus, karyawan, dan anggota-anggota Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo yang telah bersedia membantu memberikan informasi-informasi terkait koperasi sehingga proses penelitian berjalan dengan lancar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga besar dan sahabat-sahabat, atas segala doa dan dukungannya.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, September 2013 Dina Rosyidha


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Definisi Koperasi dan Konsep Keanggotaan Koperasi 7

Analisis Pelayanan Koperasi 7

Analisis Kualitas Jasa dengan Menggunakan Pendekatan SERVQUAL 7 Analisis Kepuasan Anggota terhadap Kinerja Koperasi 8

Analisis Loyalitas Anggota terhadap Koperasi 9

Peranan Koperasi 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Definisi dan Jatidiri Koperasi 11

Pengukuran Kualitas Pelayanan dengan Menggunakan SERVQUAL 14

Kepuasan Anggota terhadap Kinerja Koperasi 17

Loyalitas Anggota terhadap Koperasi 18

Peranan Koperasi 18

Sistem Agribisnis 19

Kerangka Pemikiran Operasional 21

METODE PENELITIAN 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Jenis dan Sumber Data 23

Metode Pengumpulan Data 23

Metode Pengolahan Data 24

Analisis Deskriptif 24

Skala Likert 24

Analisis SERVQUAL 24


(10)

Uji Reliabilitas 26

GAMBARAN UMUM KOPERTA LANGGENG MULYO 27

Sejarah dan Perkembangan Koperasi 27

Organisasi Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 28

RAT dan Struktur Organisasi Koperta Langgeng Mulyo 28

Unit Usaha Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 29

Kesehatan Keuangan dan SHU Koperta Langgeng Mulyo 30

Pembagian SHU untuk Anggota 32

HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Karakteristik Responden Koperta Langgeng Mulyo 32

Usia Responden 32

Jenis Kelamin Responden 33

Tingkat Pendidikan Responden 34

Luas Lahan Responden 34

Lama Responden menjadi Anggota Koperasi 35

Lama Responden menjadi Petani Nenas 35

Pendapatan Responden 36

Peranan Koperta LM dalam Pengembangan Agribisnis Nenas Ngancar 37

Subsistem Hulu 37

Subsistem Onfarm 37

Subsistem Hilir 38

Subsistem Penunjang 38

Analisis Kepuasan Anggota Koperta LM untuk Setiap Atribut 39

Dimensi Tangible 39

Dimensi Responsiveness 40

Dimensi Reliability 42

Dimensi Assurance 44

Dimensi Emphaty 45

Analisis Kepuasan Anggota Koperta LM dalam Setiap Dimensi 46

SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47


(11)

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 51

RIWAYAT HIDUP 71

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan jumlah koperasi di Indonesia tahun 2008-2012 2 2 Perkembangan produktivitas buah-buahan di Indonesia 2006-2010 3 3 Luas panen nenas tingkat propinsi di Indonesia tahun 2007-2011 3 4 Jumlah produksi nenas tingkat propinsi di Indonesia tahun 2007-2011 4 5 Skala likert pengukuran tingkat harapan dan kinerja 24 6 Karakteristik usia anggota Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 33 7 Karakteristik jenis kelamin anggota Koperta Langgeng Mulyo 33 8 Karakteristik tingkat pendidikan anggota Koperta Langgeng Mulyo 34 9 Karakteristik luas lahan anggota Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 35 10 Lama responden menjadi anggota Koperta Langgeng Mulyo 35

11 Lama responden menjadi petani nenas 36

12 Nilai gap rata-rata antara harapan dengan persepsi kinerja dimensi

tangible pada Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 39 13 Nilai gap rata-rata antara harapan dengan persepsi kinerja dimensi

responsiveness pada Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 41 14 Nilai gap rata-rata antara harapan dengan persepsi kinerja dimensi

reliability pada Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 42 15 Nilai gap rata-rata antara harapan dengan persepsi kinerja dimensi

assurance pada Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 44 16 Nilai gap rata-rata antara harapan dengan persepsi kinerja dimensi

emphaty pada Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo 45 17 Gap antara kinerja dengan harapan anggota Koperta Langgeng Mulyo

untuk setiap dimensi SERVQUAL 47

DAFTAR GAMBAR

1 Model konseptual SERVQUAL 15

2 Model SERVQUAL yang diperluas 16

3 Lingkup pembangunan sistem dan usaha agribisnis 20

4 Kerangka pemikiran operasional 22


(12)

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang sesuai untuk diterapkan sistem koperasi dalam sendi kehidupan perekonomiannya. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki sistem ekonomi kerakyatan yang ditunjang dengan watak warga negaranya yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Selain itu, usaha skala kecil menengah yang menjadi objek utama koperasi masih cukup mendominasi perekonomian Indonesia dimana kondisi para pelakunya masih banyak yang jauh dari kategori sejahtera. Koperasi sendiri pada hakikatnya merupakan lembaga mikro (Soedjono 2007) dan berorientasi pada anggota (member based association) sehingga bentuk kelembagaan ini menjadi yang paling tepat untuk dijadikan wadah bersatunya para pelaku UKM untuk lebih menyejahterakan diri.

UU No. 25 Tahun 1992 menyebutkan bahwa Perkoperasian membangun dan mengembangkan potensi dan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi memiliki peran menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta mendistribusikan asset secara merata pada masyarakat Indonesia (Darwin et al. 2000). Pada koperasi, keuntungan yang didapat diberikan secara adil ke semua anggota berdasarkan tingkat kontribusi dan transaksi mereka pada koperasi. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang mengalirkan sebagian besar keuntungan menuju ke pemilik usaha saja.

Koperasi dipandang mampu menjadi roda penyeimbang atau countervailing power dari kapitalisme yang semakin tidak menguntungkan ekonomi mikro. Hal ini dibuktikan pada masa krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997. Saat itu sebagian besar bentuk usaha milik swasta baik yang berskala besar maupun menengah mengalami kebangkrutan karena tidak dapat mengatasi gejolak ekonomi yang terjadi pada saat itu. Hanya unit usaha mikro yang berbentuk koperasi yang cukup stabil dan masih dapat berjalan. Perkembangan perkoperasian Indonesia cukup menggembirakan. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa penambahan jumlah koperasi yang aktif dari tahun 2008-2012 selalu mengalami peningkatan. Penambahan koperasi yang aktif selalu diikuti oleh penambahan koperasi yang tidak aktif karena koperasi sebagai salah satu jenis badan usaha, memiliki ciri khas yang membedakan dengan badan usaha pada umumnya. Kondisi ini menyebabkan banyak koperasi yang tidak cukup mampu menghadapi tantangan dalam mempertahankan jatidirinya sehingga beberapa koperasi tidak dapat bertahan lama. Data Kementrian Koperasi dan UKM pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa jumlah koperasi terbanyak berada di Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Jawa Timur masih cukup tertarik dengan penerapan sistem koperasi pada kegiatan perekonomian mereka.


(14)

Tabel 1. Perkembangan jumlah koperasi di Indonesia tahun 2008-2012a

Variabel Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah Koperasi Aktif 108 930 120 473 124 855 133 666 139 321 Jumlah Koperasi Tidak

Aktif 46 034 49 938 52 627 54 515 54 974

a

Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM (2013), diolah

Sejalan dengan pembangunan di bidang pertanian yang dimulai pada masa Orde Baru, pemerintah membentuk Koperasi Unit Desa. KUD ini selain bertugas meningkatkan taraf hidup anggotanya, juga sebagai sarana untuk melaksanakan program pemerintah terutama dalam hal pengadaan pangan khususnya beras. Pada kondisi sebenarnya, KUD pada masa itu menjadi wadah yang dipolitisasi dan keanggotaan bukanlah menjadi fokus utama. Walaupun pada masa lalu KUD hanya menjadi kaki tangan pemerintah dalam melaksanakan program di tingkat masyarakat, untuk saat ini KUD sudah mulai mengembangkan program dan kegiatan yang memang menjadi kebutuhan para anggotanya. Dan hal tersebut memicu munculnya koperasi-koperasi yang bergerak dibidang yang sama yakni pertanian namun lebih dikhususkan pada satu komoditas saja. Jika dahulu pemerintah memaksakan hanya KUD yang boleh berdiri di tingkat pedesaan, untuk saat ini tidak ada lagi ketentuan untuk memusatkan kegiatan perkoperasian hanya pada KUD. Hal ini menjadi motivasi tersendiri untuk para penggiat koperasi untuk menerapkan sistem koperasi untuk berbagai jenis komoditas pertanian.

Pada umumnya, usaha kecil dan koperasi memiliki keunggulan dan bergerak dalam bidang yang memanfaatkan sumberdaya alam seperti pertanian (Hafsah 2000). Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia sebagai salah satu Negara agraris. Kategori agraris ini dapat ditinjau dari potensi lahan-perairannya yang sangat sesuai untuk digunakan sebagai media budidaya tanaman dan perikanan sehingga banyak aktivitas yang terkait dengan pertanian yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Ditunjang dengan lokasi Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa, banyak sekali jenis-jenis tanaman hortikultura terutama buah-buahan yang hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Hal ini menjadi peluang Indonesia untuk dapat mengembangkan komoditas tersebut sebagai komoditas ekspor unggulan. Menurut Dirjen Hortikultura, nenas sebagai salah satu jenis buah-buahan tropika, cukup layak untuk dijadikan sebagai salah satu komoditas hortikultura unggulan ditinjau dari nilai ekonomis dan strategisnya.


(15)

Tabel 2. Perkembangan produktivitas buah-buahan di Indonesia tahun 2006-2010a No Komoditi Produktivitas (Ku/Ha)

2006 2007 2008 2009 2010

1 Belimbing 271.4 245.9 249.1 250.0 244.8

2 Durian 155.1 124.8 120.4 129.0 106.3

3 Jeruk 354.4 388.5 359.3 354.2 355.4

4 Jeruk Besar 163.6 178.4 163.4 222.3 1475.1 5 Jeruk Siam 369.3 402.3 373.7 365.5 380.7

6 Markisa 648.3 575.5 765.1 698.6 768.0

7 Nenas 668.2 1180.5 1004.2 1235.6 1158.4

8 Pepaya 802.2 778.5 764.7 807.5 732.6

9 Pisang 535.1 555.7 557.1 535.5 568.3

10 Salak 263.3 250.1 275.7 265.6 275.5

a

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa produktivitas nenas pada tahun 2010 menempati peringkat kedua terbesar setelah jeruk besar. Produktivitas nenas secara umum dapat dikatakan cukup stabil namun pada tahun 2007 terjadi penaikan produktivitas yang cukup signifikan yakni sekitar 43.39 persen. Peningkatan ini tidak terlepas dari kontribusi pabrik pengolahan nenas terbesar di Indonesia yang berada di Propinsi Lampung yakni PT. Great Giant Pineapple.

Tabel 3. Luas panen nenas tingkat propinsi di Indonesia tahun 2007-2011a No Lokasi

Luas Panen (Ha) Luasan Rata-rata (Ha) 2007 2008 2009 2010 2011

1 Lampung 12 600 6 556 5 346 5 368 5 570 7 088.0 2 Jawa Barat 2 143 2 150 2 037 1 945 1 936 2 042.2 3 Jawa Timur 882 2 251 467 1 044 614 1 051.6 4 Sumatera Utara 1 142 926 1 131 800 549 909.6 5 Sumatera Selatan 455 664 717 726 623 637.0 a

Sumber : Departemen Pertanian (2012), diolah

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa luas panen nenas rata-rata tertinggi berada di Lampung dengan luas 7 088 Ha selama kurun waktu dari tahun 2007-2011. Sentra nenas kedua yakni berada di Jawa Barat disusul dengan Jawa Timur sebagai sentra penanaman nenas terbesar ketiga dalam lingkup domestik. Jika dilihat di setiap tahunnya, luas panen di semua lokasi mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Luas panen pertanian nenas di Lampung pada tahun 2007 mengalami penurunan hingga hampir 50 persen. Sedangkan di Jawa Timur, penurunan luas panen yang cukup ekstrim terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 79.25 persen.

Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya penurunan luas panen tersebut. Di antaranya adalah semakin menyempitnya lahan yang menjadi tempat berusahatani nenas karena adanya perubahan fungsi lahan untuk sektor lain, preferensi petani yang beralih ke komoditas pertanian lain yang dianggap lebih menguntungkan daripada nenas, dan adanya bencana alam atau serangan hama


(16)

yang merusak tanaman budidaya sehingga banyak petani yang mengalami kerugian karena gagal panen.

Tabel 4. Jumlah produksi nenas tingkat propinsi di Indonesia tahun 2007-2011a No Propinsi Produksi (Ton)

Produksi Rata-rata (Ton) 2007 2008 2009 2010 2011

1 Lampung 1 239 107 486 597 442 431 469 034 505 337 628 501 2 Jabar 540 684 412 922 465 802 385 640 315 016 424 012 3 Sumut 119 589 144 266 134 077 102 438 183 213 136 716 4 Sumsel 54 461 96 797 140 850 114 305 76 423 96 567 5 Jatim 93 549 111 086 44 275 72 404 40 045 72 271

a

Sumber : Departemen Pertanian (2012) diolah

Ditinjau dari Tabel 3 dan 4 tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah produksi selalu berbanding lurus dengan luas panen. Jika Luas panen meningkat maka hasil produksi pun meningkat. Namun besarnya peningkatan tersebut tidak selalu sama. Seperti yang terjadi di Jawa Timur. Pada Tabel 3, Jawa Timur menempati posisi tiga besar sedangkan pada Tabel 4, Jawa Timur berada di posisi lima besar. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas usahatani nenas di propinsi tersebut cukup rendah. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Walaupun secara agregat lahan yang digunakan untuk berusahatani nenas cukup luas, namun kepemilikan lahan oleh petani secara individu terkategori dalam skala kecil dan ditanam dengan sistem tumpang sari. Hal ini menyulitkan proses pemeliharaan sehingga berpengaruh pada jumlah dan kualitas hasil panen (Permadi, 1991).

Nenas merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki produktivitas yang cukup tinggi sehingga kontribusi terhadap pasar ekspor bagi Indonesia juga cukup besar. Seperti komoditas hortikultura yang lain, nenas juga memiliki karakteristik cepat rusak, dan memiliki umur segar yang pendek. Untuk mengatasi hal tersebut, para petani perlu melakukan upaya perbaikan penanganan pasca panen dan pengolahan nenas sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas tersebut yang kemudian pada akhirnya berimbas pada pemberlakuan harga yang lebih menguntungkan. Pada kenyataannya, keberadaan industri pengolahan nenas yang dapat dikatakan cukup layak saat ini belum banyak berdiri. Kalaupun ada, industri-industri tersebut sebagian besar adalah milik swasta sehingga keuntungan yang didapat pun belum dapat maksimal diterima petani.

Usaha pengolahan nenas beberapa sudah mulai muncul walaupun masih dalam skala mikro. Namun seringkali pada prosesnya, usaha tersebut tidak bertahan lama karena tidak cukup kuat dalam menghadapi persaingan dalam pasar. Banyak faktor yang menjadi penyebab tersendatnya usaha mikro dan kecil menengah, diantaranya adalah faktor keterbatasan modal dan keterbatasan akses teknologi pengolahan. Hal ini menjadikan produk yang sudah dihasilkan memiliki mutu dibawah standar pasar atau pesaing sehingga permintaan terhadap produk pun tidak banyak atau bahkan terhenti sama sekali.

Kondisi di atas cukup menjadi ancaman bagi kesejahteraan petani buah-buahan dalam negeri termasuk didalamnya komoditas nenas yang seharusnya menjadi salah satu komoditas andalan. Sebagai suatu sistem agribisnis,


(17)

permasalahan nenas cukup kompleks dan mencakup hampir seluruh subsistem, mulai dari hulu yakni keterbatasan akses bibit unggul, pupuk, obat dan teknologi budidaya. Pada proses usahatani yakni pada tingkat efisiensi penggunaan input. Pada proses penanganan pasca panen dan pemasaran yang seringkali didominasi oleh peran tengkulak menjadikan hasil penjualan nenas kurang mampu mensejahterakan petani. Hingga pada akses modal yang seringkali kurang memihak pada petani kecil. Proses perbaikan perlu dilakukan secara terintegrasi di semua subsistem. Dalam kasus ini, koperasi dinilai sebagai lembaga dalam subsistem penunjang yang cukup sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan mengacu pada prinsip subsistem penunjang memiliki peranan membantu aktivitas subsistem-subsistem yang lain dalam sistem agribisnis, maka diharapkan koperasi dapat menstabilkan aktivitas dalam subsistem hulu, onfarm, dan hilir dari agribisnis nenas sehingga sistem dapat berjalan dengan baik dan dampaknya ada pada peningkatan kesejahteraan petani. Untuk itu, koperasi menjadi penting untuk dipelajari lebih lanjut.

Perumusan Masalah

Jawa Timur merupakan salah satu sentra nenas yang cukup besar di Indonesia. Salah satu sentra produksi nenas yang berada di Jawa Timur adalah kawasan pertanian nenas di kaki Gunung Kelud yang berada di Kabupaten Kediri tepatnya di Desa Ngancar, Kecamatan Ngancar. Secara fisik, nenas dari daerah tersebut sudah merambah ke pasar-pasar lokal maupun nasional. Namun secara kredibilitas, nenas masyarakat Ngancar belum cukup eksis dikalangan konsumen dan para stakeholder sehingga upaya pengembangan komoditas nenas ini belum maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut, para petani Desa Ngancar berinisiatif untuk membentuk sebuah koperasi bernama Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo yang dibentuk berdasarkan kesadaran dari bawah yakni keinginan untuk memajukan komoditas lokal unggulan.

Sumarti (2005) dalam Suyono (2008), menjelaskan bahwa koperasi merupakan salah satu contoh organisasi ekonomi lokal yang digolongkan kepada sektor keswadayaan masyarakat yaitu tumbuh dan digiatkan oleh warga masyarakat secara sukarela untuk kepentingan bersama. Dalam kedudukannya sebagai lembaga ekonomi masyarakat, koperasi selayaknya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas terutama menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi anggotanya. Dalam perkembangannya, koperasi belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya seperti yang diharapkan. Kondisi koperasi saat ini umumnya masih sangat lemah, baik kondisi internal yang menyangkut permodalan, manajemen dan organisasi, teknologi dan jaringan usaha, maupun kondisi eksternal yaitu yang menyangkut penguasaan pasar, penguasaan sumberdaya dan kegiatan ekonomi lainnya.

Peranan koperasi terhadap pengembangan perekonomian di lingkungan sekitarnya dapat ditinjau dari beberapa aspek. Salah satunya adalah performa kinerja koperasi yang dapat dianalisis dari sudut pandang tingkat kepuasan anggota koperasi. Kepuasan anggota menjadi salah satu indikator performa kinerja koperasi yang baik karena anggota dalam koperasi merupakan sasaran utama dari pelayanan yang diberikan koperasi. Jika anggota merasa puas dengan pelayanan


(18)

koperasi maka dapat dikatakan koperasi berhasil menjalankan peranannya dalam membantu membangun kesejahteraan anggota. Begitu pula dengan koperasi yang berbasis pertanian. Jika program pengembangan pertanian lokal yang dijalankan koperasi dapat memuaskan para anggotanya yang sebagian besar adalah petani, maka secara tidak langsung koperasi memiliki peranan dalam pengembangan sistem agribisnis di lingkungan dimana koperasi tersebut berada.

Sistem informasi yang semakin modern menjadikan setiap orang lebih mudah dan leluasa dalam mendapatkan informasi yang diinginkannya. Hal ini menjadikan kepuasan anggota sebagai konsumen semakin berkembang dan memberikan pengaruh pada persepsi mereka terhadap pelayanan yang diberikan oleh koperasi. Untuk itu koperasi perlu untuk melakukan pengukuran kepuasan pelanggan sehingga consumer expectation dapat terpenuhi dan menjadikan anggota memiliki loyalitas untuk senantiasa ikut berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi koperasi.

Koperasi Langgeng Mulyo saat ini memiliki 109 anggota aktif dengan jenis mata pencaharian yang berbeda-beda. Sebagian besar anggotanya memiliki lahan nenas walaupun profesi petani nenas tidak menjadi mata pencaharian utama mereka. Sejauh ini telah banyak program pelayanan yang dilakukan koperasi untuk membantu para petani nenas lokal untuk dapat mengembangkan skala usahanya. Diharapkan koperasi kedepannya dapat semakin memenuhi keinginan anggota dan semakin berperan dalam pengembangan sistem agribisnis nenas di Kabupaten Kediri.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang perlu untuk dikaji adalah : 1. Bagaimana peranan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo terhadap proses

pengembangan agribisnis nenas Desa Ngancar, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri?

2. Bagaimanakah kualitas pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo kepada para anggotanya sejauh ini?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan peranan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam pengembangan agribisnis nenas di Desa Ngancar, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.

2. Mengukur kualitas pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo kepada para anggotanya.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo Desa Ngancar, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Responden analisis kinerja koperasi dilakukan pada anggota koperasi aktif yang memiliki lahan nenas. Analisis sistem agribisnis nenas dibatasi pada integrasi antara subsistem agribisnis hulu, onfarm, hilir dengan subsistem penunjang yang dilakukan oleh koperasi. Alat analisis SERVQUAL yang digunakan hanya pada gap lima.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Koperasi dan Konsep Keanggotaan Koperasi

Koperasi merupakan organisasi yang berbeda dengan organisasi bisnis atau badan usaha yang lainnya. Hal ini dikarenakan organisasi koperasi merupakan kumpulan orang yang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan bersama melalui unit usaha yang dimiliki dan dikelola bersama (Fatmala 2012). Koperasi juga merupakan suatu sistem ekonomi yang mengandung unsur sosial. Unsur ekonomi dalam pengertian tersebut memiliki makna bahwa koperasi bekerja berdasarkan tujuan ekonomi atau mencari keuntungan. Sedangkan unsur sosialnya bukan berarti kedermawanan, tetapi lebih menerangkan kedudukan anggota dalam koperasi, hubungan antar sesama anggota, dan hubungan anggota dengan pengurus, serta pembagian sisa hasil usaha secara proporsional (Firdaus 2002).

Keikutsertaan menjadi anggota koperasi didasari oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu yang dapat diraih dari koperasi tersebut. Kebutuhan dapat dipandang dari sudut ekonomi maupun non-ekonomi. Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kebutuhan harus segera dipenuhi yaitu kebutuhan fisiologis. Sedangkan dari sudut pandang non-ekonomi meliputi cinta kasih, penghargaan, keamanan, dan aktualisasi diri. Melalui keikutsertaan sebagai anggota koperasi diharapkan koperasi dapat memberikan manfaat kepada anggotanya sesuai dengan kebutuhan anggota.

Analisis Pelayanan Koperasi

Pelayanan dalam kegiatan koperasi merupakan wujud dari kebutuhan anggota sehingga anggota menjadi patokan utama koperasi dalam memberikan program pelayanan. Pelayanan koperasi dapat dinikmati oleh masyarakat luas walaupun usaha koperasi didasari oleh kondisi dan kebutuhan anggota (Amrul, 2009).

Analisis kualitas pelayanan koperasi yang diteliti oleh Lismawati (2008) pada KUD Sumber Alam Desa Dramaga menunjukkan bahwa berdasarkan hasil rasio likuiditas, keadaan koperasi dalam kondisi yang kurang baik karena dibawah standar sedangkan rasio solvabilitas menunjukkan keadaan yang cukup baik karena memenuhi standar. Hasil perhitungan rasio rentabilitas dan aktivitas usaha menunjukkan keadaan yang tidak baik karena nilai penjualan yang terus menurun menyebabkan SHU yang diperoleh KUD menurun. Ditinjau dari kondisi keuangan koperasi, kualitas pelayanan KUD masih cukup rendah dan perlu untuk ditingkatkan.

Analisis Kualitas Jasa dengan Menggunakan Pendekatan SERVQUAL

Asmanto (2011) melakukan penelitian peningkatan kepuasan pelayanan jasa pendidikan di Fakultas Teknik Industri Universitas Islam Indonesia dengan menggunakan pendekatan SERVQUAL gap 5 dan SIX SIGMA. Hasil yang


(20)

didapatkan dari perhitungan SERVQUAL adalah atribut-atribut yang perlu diperbaiki dari tiap dimensi adalah kelengkapan buku dan jurnal di perpustakaan dengan gap (-2,04) dan tingkat sigma (1,75), Kesesuaian waktu mengajar dosen dengan jadwal yang sudah ada dengan gap (-1,4) dan tingkat sigma (2,02), Mahasiswa lulus tepat waktu dengan gap (-1,68) dan tingkat sigma (1,91), Karyawan selalu melayani keperluan mahasiswa dengan ramah dan sopan dengan gap (-1,47) dan tingkat sigma (1,98).

Analisis SERVQUAL gap 5 juga dilakukan oleh Salim, et al. (2011) untuk meneliti tingkat kepuasan pada Jurusan Teknik Industri Universitas XYZ. Berdasarkan pada perhitungan skor kualitas layanan dengan SERVQUAL dihasilkan skor keseluruhan -1,207326 berarti bahwa tingkat kualitas layanan secara keseluruhan pada Jurusan Teknik Industri Universitas XYZ buruk. Sedangkan penelitian dengan menggunakan SERVQUAL gap 5 dan SIX SIGMA pada Hotel Malioboro Inn Yogyakarta yang dilakukan oleh Wisnubroto, et al. (2012) menghasilkan nilai gap rata-rata sebesar -0.36 yang berarti konsumen belum merasakan kepuasan terhadap pelayanan pada semua dimensi kualitas jasa.

Sebagian besar penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa analisis kualitas jasa yang sering dilakukan hanya menggunakan alat analisis SERVQUAL gap lima dan digabung dengan alat analisis lain yang menunjang. Shahin (2001) menyatakan bahwa gap lima merupakan pengukuran yang sebenarnya dari kualitas jasa karena konsumen menjadi objek utama penelitian, sedangkan gap 1, 2, 3, dan 4 merupakan gambaran bagaimana fungsi jasa diberikan oleh pihak penyedia layanan.

Analisis Kepuasan Anggota terhadap Kinerja Koperasi

Dalam setiap aktivitas konsumsi terhadap suatu produk, konsumen akan melakukan proses evaluasi pascapembelian terhadap konsumsi yang telah dilakukan. Hasil evaluasi bisa berupa puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa (Aria 2008). Anggota koperasi pun akan melakukan hal yang sama terhadap koperasinya sebagai seorang konsumen. Prinsip koperasi sebagai self help organization menjadikan anggota memiliki peran ganda yakni sebagai pemilik sekaligus sebagai konsumen dari berbagai macam bentuk pelayanan yang ditawarkan koperasi. Kepuasan akan didapatkan oleh konsumen saat apa yang mereka terima sesuai dengan apa yang mereka harapkan terhadap produk sebelum mereka melakukan proses konsumsi. Kepuasan yang didapatkan akan memicu terjadinya pembelian berulang yang kemudian membentuk perilaku loyal pada konsumen.

Amrul (2009) mengukur persepsi anggota terhadap pelayanan KUD Giri Tani dengan menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) dan mengukur tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan KUD dengan menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa persepsi anggota terhadap pelayanan belum mampu melampaui tingkat kepentingan atribut yang dianggap cukup penting. Dari hasil analisis CSI, pelayanan koperasi dinilai sudah cukup memuaskan anggota namun masih cukup jauh dari nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi mempunyai peluang untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

Hasil penelitian dari Bay (2009) tentang tingkat kepuasan anggota terhadap kualitas pelayanan Koperasi Unit Desa Sialang Makmur Kabupaten


(21)

Pelalawan menunjukkan bahwa atribut yang paling memuaskan anggota berdasarkan dimensi kualitas pelayanan pada analisis IPA adalah teknologi penunjang, pembagian SHU tepat waktu, pemberian informasi yang jelas, kejujuran dan keramahan serta kesabaran dari para pengurus dan karyawan KUD. Indeks kepuasan anggota berdasarkan analisis Customer Satisfaction Index adalah sebesar 86,60 persen. Artinya, secara keseluruhan anggota KUD SM sudah sangat puas atas pelayanan yang diberikan oleh KUD. Dimensi yang paling tidak memuaskan pada KUD ini adalah dimensi responsiveness dengan nilai gap rata-rata -0.07 dan dimensi yang paling memuaskan adalah dimensi reliability yakni dengan nilai gap rata-rata 0.10.

Penelitian Panjaitan (2009) tentang analisis kepuasan angota terhadap pelayanan Koperasi Unit Desa Mandiri Cipanas dengan menggunakan SERVQUAL gap lima menunjukkan bahwa pelayanan yang harus diperbaiki terdiri dari pelayanan dimensi tangible yaitu ketersediaan media informasi koperasi, pada dimensi releability dan dimensi assurance anggota tidak puas akan pelayanan bantuan modal dan pembayaran penjualan susu yang cepat. Pelayanan yang perlu dipertahankan pada pelayanan dimensi tangible adalah kerapihan dan pakaian seragam pengurus, pada pelayanan dimensi assurance adalah pembagian SHU yang adil dan keterampilan dan pengetahuan pengurus koperasi, dan pada pelayanan dimensi emphaty adalah bantuan biaya rumah sakit apabila anggota ada yang sakit dan konsultasi teknis.

Analisis Loyalitas Anggota Terhadap Koperasi

Loyalitas konsumen merupakan salah satu faktor yang penting bagi perusahaan. Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir yang diinginkan oleh semua perusahaan. Karena dengan adanya pelanggan yang loyal maka secara langsung maupun tidak langsung, perusahaan akan mendapatkan banyak keuntungan (Prasetio 2008). Di sisi lain mayoritas perusahaan tidak mengetahui bahwa loyalitas dapat dibentuk melalui beberapa tahapan mulai dari mencari konsumen potensial sampai dengan advocate customers yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan (Porwati 2009). Koperasi pun sebagai salah satu lembaga yang berbasiskan kegiatan ekonomi banyak yang tidak begitu peduli dengan tingkat loyalitas anggota terhadap aktivitas jual-beli melalui koperasi baik berupa produk barang ataupun jasa.

Dari hasil penelitian Porwati (2009) tentang analisis loyalitas konsumen Giant Hypermarket Taman Yasmin Bogor menunjukkan bahwa faktor-faktor kepuasan yang berpengaruh pada loyalitas konsumen berdasarkan hasil analisis diskriminan adalah faktor lokasi dan harga yang berpengaruh dominan terhadap repeat customer. Sedangkan faktor yang berpengaruh dominan terhadap konsumen clients dan advocates adalah faktor promosi. Giant Hypermarket ini merupakan salah satu bentuk usaha yang tidak hanya menjadikan produk sebagai daya tarik utama melainkan faktor jasa juga menjadi faktor yang mendapatkan perhatian khusus untuk menarik konsumen dan membentuk mereka menjadi pelanggan yang loyal. Hal ini menjadikan hasil penelitian ini menjadi sedikit relevan untuk dijadikan tinjauan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat memicu loyalitas anggota terhadap koperasi.


(22)

Peranan Koperasi

Koperasi sebagai lembaga yang berbasiskan orang sebagai modal utama memiliki peranan bersifat langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Dampak positif pun seharusnya tidak hanya dirasakan oleh anggota saja, tetapi juga oleh hampir sebagian besar masyarakat lokal yang berada di lingkungan koperasi.

Kristi (2009) melakukan penelitian terkait dengan peranan lembaga keuangan mikro dalam menopang ekonomi pedesaan. Hasil SWOT yang dilakukan menunjukkan bahwa Koperasi Kerja Usaha Bersama Kramat Jaya dalam bidang ekonomi sebagai wujud lembaga keuangan mikro di Desa Pabuaran, mampu memutar roda perekonomian dalam skala mikro dan membuka lapangan kerja baru dengan berdirinya unit usaha khususnya di bidang pengrajin sepatu dan roti. KKUB Kramat Jaya juga hadir untuk memberi kemudahan akses pemberian modal berupa dana, alat dan pelatihan bagi para pengrajin yang tergabung menjadi anggota KKUB Kramat Jaya. Dalam bidang sosial, koperasi mampu menumbuhkan sense of belonging setiap anggota terhadap KKUB Kramat Jaya sebagai lembaga mikro, meningkatkan harkat, martabat dan status sosial anggota KKUB khususnya dan pengrajin sekitar pada umumnya.

Peranan koperasi berdasarkan hasil penelitian Rizky (2011) adalah KUD Mandiri Cisurupan cukup berperan dalam pengembangan usaha bagi para peternak sapi perah yaitu dalam hal pelayanan kesehatan ternak secara gratis seperti kegiatan pelaksanaan IB pemeriksaan kebuntingan, penyediaan bahan baku, penyuluhan mengenai cara beternak yang baik secara teknis, pemasaran dan distribusi hasil produksi, waserda yang menyediakan kebutuhan para peternak anggota dengan harga yang terjangkau, dan kegiatan simpan pinjam yang memudahkan akses modal para peternaknya. Koperasi yang sudah memiliki izin usaha dan berbadan hukum serta hubungan koperasi dengan para stakeholder yang lain juga menjadi hal yang memudahkan dalam mengintegrasikan subsistem-subsistem yang ada pada sistem agribisnis susu sapi.

Koperasi dalam sistem agribisnis berada pada subsistem penunjang dimana koperasi pada dasarnya merupakan lembaga penunjang yang membantu kelancaran dalam pelaksanaan subsistem-subsistem yang lain dalam sistem agribisnis. Penelitian terkait dengan peranan koperasi dalam pengembangan sistem agribisnis pernah dilakukan oleh Munigar (2009) yakni pada komoditas belimbing dewa yang berada di kawasan Depok. Hasil yang didapatkan adalah penyediaan input usahatani berupa pupuk dan obat-obatan menjadi beban yang sangat memberatkan bagi petani dalam subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Pada subsistem usahatani kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja dan biaya yang cukup banyak yaitu pada saat pembungkusan, rata-rata hasil panen petani belum sesuai dengan target mutu yang diharapkan. dari penerapan SOP belimbing Dewa Kota Depok. Pada subsistem pemasaran, pola pemasaran yang dilakukan oleh petani yaitu menjual belimbing ke PKPBDD dan tengkulak. Sedangkan pada subsistem layanan pendukung petani masih memerlukan bantuan permodalan.


(23)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Definisi dan Jatidiri Koperasi

Koperasi diterjemahkan dari co-operative, berasal dari kata co-operation yang berarti kerjasama di antara dua belah pihak atau lebih. Kerjasama di dalam bentuk koperasi secara universal diasosiasikan sebagai kerjasama di dalam kegiatan ekonomi. Tetapi tidak setiap bentuk kerjasama ekonomi dapat disebut sebagai koperasi (Hanel 1989 dalam Ariffin 2002). Menurut International Cooperatives Alliance (ICA), koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. Berdasarkan pengertian dari ILO (Edilius dan Sudarsono 1993) koperasi adalah suatu kumpulan orang, biasanya memiliki kemampuan ekonomi terbatas, melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung risiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan. Menurut UU No. 25 Tahun 1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Dari beberapa pengertian di atas, ada beberapa pokok pemikiran yang sama yakni sebagai berikut :

1. Koperasi adalah suatu perkumpulan yang didirikan oleh beberapa orang yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas dan bertujuan untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi para anggotanya.

2. Koperasi dilaksanakan berlandaskan semangat gotong royong dan kekeluargaan.

3. Koperasi dikendalikan oleh anggota secara demokratis.

4. Risiko dan keuntungan ditanggung dan dibagi secara adil sesuai tingkat transaksi atau jasa terhadap koperasi.

Ditinjau dari pola struktural definisi dan diartikan menurut pengertian nominalisnya, terdapat empat unsur yang menunjukkan ciri khusus koperasi sebagai suatu bentuk koperasi. Kriteria-kriteria pokok tersebut menurut Dufler (1994) adalah:

1. Ada sejumlah individu yang bersatu di dalam kelompok atas dasar sekurang-kurangnya karena ada satu kepentingan atau tujuan ekonomi yang sama (kelompok koperasi).

2. Tujuan individual dari kelompok koperasi antara lain bertekad memperbaiki situasi ekonomi dam sosial mereka melalui usaha-usaha bersama dan saling membantu (swadaya dari kelompok koperasi).

3. Sebagai suatu instrument (sarana) untuk mencapai tujuan yaitu melalui pembentukan suatu perusahaan.


(24)

4. Adanya sasaran utama dari perusahaan koperasi yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang atau memperbaiki situasi ekonomi para anggota.

Landasan koperasi Indonesia sebagai organisasi ekonomi berwatak sosial adalah sebagai berikut :

1. Landasan idiil adalah pancasila.

2. Landasan struktural adalah UUD 1945 dan landasan geraknya adalah pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.

3. Landasan moral adalah setia kawan dan kesadaran pribadi.

Asas koperasi berdasarkan UU RI No. 25 Tahun 1992 adalah berasaskan kekeluargaan. Sebagai suatu usaha bersama, koperasi harus mencerminkan ketentuan-ketentuan sebagaimana dalam kehidupan keluarga. Dalam suatu keluarga, segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama ditujukan untuk kepentingan bersama seluruh anggota keluarga. Usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ini biasanya disebut gotong royong (Firdaus dan Susanto 2004).

Tujuan koperasi berdasarkan UU No.25 Tahun 1992 adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan nilai-nilai yang ada dalam koperasi adalah menolong diri sendiri (self help), demokratis, persamaan, keadilan, dan kesetiakawanan, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial serta kepedulian terhadap orang lain.

Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992, prinsip koperasi adalah : a) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.

b) Pengelolaan dilakukan secara demokratis.

c) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

d) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. e) Kemandirian.

Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut :

a) Pendidikan perkoperasian. b) Kerja sama antarkoperasi.

Jatidiri koperasi merupakan identitas yang membedakan koperasi dengan badan usaha yang lain. Jatidiri ini merupakan gabungan dari definisi, nilai, dan prinsip koperasi yang saling berhubungan dan harus dijaga orisinalitasnya. Jatidiri ini pula yang merupakan ruh dari koperasi sehingga jika jatidiri ini ditinggalkan, maka suatu organisasi tidak dapat dikatakan koperasi walaupun organisasi tersebut bernama koperasi. Dan sebaliknya, sebuah organisasi yang menerapkan jatidiri koperasi layak disebut koperasi walaupun secara formalitas organisasi tersebut tidak bernama koperasi.

Sesuai dengan karakteristiknya maka suatu organisasi koperasi dapat dilihat dari segi substansinya yaitu terkait dengan sistem sosio ekonomis yang menekankan pada segi-segi kebutuhan bermasyarakat. Selain kebutuhan untuk mengikatkan diri ada sesama warga dan bersosialisasi, kebutuhan manusia yang lain adalah kebutuhan hidup material atau ekonomi.


(25)

Dari segi organisasi, perangkat yang dibutuhkan koperasi sesuai dengan yang ada pada UU No. 25 Tahun 1992 ada tiga unsur yakni Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas Koperasi.

1. Rapat Anggota

Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Keputusan yang dihasilkan diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan diambil dari suara terbanyak. Dalam proses voting berlaku sistem satu orang satu suara (one man one vote) dan keputusan tidak dapat diwakilkan (no voting by proxy). Hak suara dalam koperasi sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi secara berimbang. Rapat anggota paling sedikit dilakukan satu kali dalam setahun. Rapat Anggota berhak meminta laporan dan pertanggungjawaban dari pengurus mengenai pengelolaan koperasi. Apabila mengalami kondisi yang mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota, maka perlu diadakan Rapat Anggota Luar Biasa. Persayaratan, tatacara, dan tempat Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa di atur dalam Anggaran Dasar.

2. Pengurus Koperasi

Pengurus koperasi adalah anggota yang dipercaya oleh Rapat Anggota untuk mengatur jalannya organisasi dan usaha koperasi. Pengurus memiliki masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali jika masa jabatan telah habis. Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi pengurus ditetapkan dalam AD. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa pengurus koperasi merupakan personifikasi atau pengejawantahan badan hukum koperasi. Fungsi dan peran pengurus diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 pasal 29 – 37.

3. Pengawas Koperasi

Pengawas merupakan perangkat koperasi yang dipilih oleh anggota dalam Rapat Anggota. Tugas pengawas adalah mengawasi kinerja pengurus dalam mengelola koperasi untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada Rapat Anggota melalui laporan tertulis. Untuk menjalankan fungsinya, pengawas berhak untuk meneliti catatan yang ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Atas hasil pengawasannya, pengawas harus merahasiakannya pada pihak ketiga. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, pengelolaan yang bersifat terbuka dan melindungi pihak yang berkepentingan, koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik atau meminta jasa lainnya seperti konsultasi dan pelatihan.

Manajer Koperasi

Dari sisi ekonomi, koperasi perlu di atur oleh seorang manajer yang memiliki keahlian dalam memanajemen bisnis secara professional sehingga usaha-usaha koperasi dapat berjalan dengan baik dan memiliki kekuatan yang sepadan dengan usaha milik swasta. Dengan begitu, koperasi menjadi mandiri dan tidak tergantung pada modal dari pihak luar. Pemilihan dan pengangkatan pengelola atau manajer dilakukan oleh pengurus namun harus diajukan sebelumnya kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.


(26)

Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas manajer diberikan kepada Pengurus untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada Rapat Anggota.

Hubungan Kerja Antara Pengurus, Pengawas Dan Manajer

Hubungan kerja antara pengawas dan pengurus merupakan hubungan konsultatif secara timbal balik. Hubungan pengawas dengan manajer sifatnya koordinatif sehingga pengawas tidak boleh langsung memeriksa tugas-tugas manajer dan karyawan bawahannya kecuali dengan persetujuan pengurus. Hal ini agar tidak terdapat dua badan yang mengurus dan memimpin organisasi serta memperjelas pemahaman antara pelaksana dengan pengawas (Subandi 2011).

Pengukuran Kualitas Pelayanan dengan Menggunakan SERVQUAL

Pelayanan menurut American Marketing Association pada dasarnya merupakan manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin juga tidak mungkin dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Model kualitas pelayanan yang hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap sektor-sektor jasa. Model ini berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang sebagian besar didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi. Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectations) atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan (dan kualitas jasa) pun akan meningkat. Begitu pula sebaliknya (Tjiptono 2009).

Kolaborasi antara tiga pakar terkemuka kualitas jasa, A. Parasuraman, Valarie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry dimulai memaparkan secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensi menjadi sumber masalah kualitas jasa. Adapun modelnya dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Garis putus-putus horizontal memisahkan 2 fenomena utama: bagian atas merupakan fenomena yang berkaitan dengan pelanggan dan bagian bawah mengacu pada perusahaan atau penyedia jasa.

Gap pertama merupakan kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi pihak manajemen terhadap harapan pelanggan (knowledge gap). Pihak manajemen tidak selalu dapat memahami harapan pelanggan secara akurat.

Gap kedua berupa perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap). Dalam situasi-situasi tertentu, manajemen mungkin mampu memahami secara tepat setiap keinginan pelanggan, namun mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Ini bisa dikarenakan tiga penyebab : (1) tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa; (2) kekurangan sumber daya ; (3) adanya kelebihan permintaan.

Gap ketiga adalah perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti karyawan yang kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja yang terlampau berlebihan, standar kinerja yang bertentangan, standar kinerja


(27)

yang tidak dapat dipenuhi karyawan, atau bahkan karyawan tidak bersedia memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

Sumber : Zeithaml et al. (1990)

Gambar 1. Model konseptual SERVQUAL

Gap keempat berupa perbedaan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communications gap). Hal ini dapat terjadi jika perusahaan mengeluarkan iklan yang terlalu muluk-muluk sehingga harapan pelanggan terlalu tinggi dan sulit untuk dipenuhi.

Gap kelima adalah kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan (service gap). Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara atau ukuran yang berbeda, atau dapat juga karena mereka keliru dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

Model gap yang dikemukakan Parasuraman, Zeithaml dan Leonard Berry, dikembangkan lebih lanjut dengan mengemukakan bahwa gap 1 hingga 4 sebagai

GAP 4 GAP 3

GAP 2 GAP 1

GAP 5

Komunikasi Gethok Tular

Jasa yang Dipersepsikan Jasa yang Diharapkan

Pengalaman Masa Lalu Kebutuhan Pribadi

Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan Spesifikasi Kualitas Jasa

Komunikasi Eksternal Pada Pelanggan Penyampaian Jasa

PELANGGAN


(28)

faktor-faktor penyebab ketidakpuasan, sedangkan gap 5 merupakan keseluruhan gap-gap tersebut dan menjadi pengukuran yang sebenarnya dari analisis kualitas jasa. Mereka menyebutnya Extended Model of Service Quality (Gambar 2).

Sumber : Asmanto (2011)

Gambar 2. Model SERVQUAL yang diperluas

Dimensi kualitas jasa menurut teori SERVQUAL terdiri dari lima dimensi yakni tangible yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan sarana komunikasi. Reliability yakni kemampuan perusahaan dalam memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Responsiveness yakni tingkat ketanggapan perusahaan dalam menindaklanjuti keluhan-keluhan yang disampaikan pelanggan. Assurance mencakup kompetensi, kredibilitas, keramahan dan keamanan. Dimensi yang terakhir adalah emphaty yakni

Persepsi Terhadap

Kelayakan Gap 5

(Kualitas Jasa)

Gap 4 Gap 3 Gap 2 Gap 1 Orientasi Riset Pemasaran

Komunikasi Atasan-Bawahan Struktur Manajerial

Komitmen Manajemen Pada Kualitas Jasa Penetapan Tujuan Standarisasi Tugas

Kerja Tim Kecocokan Karyawan-

Pekerjaan Kecocokan

Teknologi-Karyawan Persepsi Terhadap Kendali

Sistem Pengawasan Konflik Peran Ambiguitas Peran

Komunikasi dengan Pelanggan Kecenderungan untuk Janji

Berlebihan

Emphaty Assurance

Tangible

Responsiveness Reliability


(29)

kemampuan perusahaan dalam memberikan perhatian pada setiap pribadi pelanggan dan memahami kebutuhan individual pelanggan.

Kepuasan Anggota terhadap Kinerja Koperasi

Kepuasan konsumen menurut Engel et al (1994) adalah evaluasi pascakonsumsi, sesuatu yang dipilih memenuhi atau melebihi harapannya. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibelinya tersebut. Diskonfirmasi positif adalah jika produk berfungsi lebih baik dari harapan konsumen sehingga konsumen merasa puas. Konfirmasi sederhana terjadi jika produk tidak memberikan kepuasan tapi juga tidak mengecewakan. Jika produk berfungsi di bawah harapan, maka terjadi diskonfirmasi negatif dan konsumen merasa tidak puas.

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Selain itu, kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas produk, harga, citra, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi untuk sesaat. Selain itu, kepuasan konsumen bergantung pada kualitas poduk dan kualitas pelayanan. Kualitas ini meliputi keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan konsumen.

Kepuasan konsumen secara umum dapat diperoleh dari pelayanan yang baik. Beberapa ciri pelayanan yang dapat memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Di antaranya yaitu :

1. Memiliki karyawan yang professional khususnya yang berhadapan langsung dengan pelanggan.

2. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik yang dapat menunjang kelancaran penjualan produk ke pelanggan secara cepat dan tepat waktu.

3. Tersedianya ragam produk yang diinginkan.

4. Bertanggung jawab kepada setiap pelanggan dari awal hingga selesai. 5. Mampu melayani secara cepat dan tepat.

6. Mampu berkomunikasi secara jelas, menyenangkan, dan mampu menghadapi keinginan dan kebutuhan konsumen.

7. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik tentang produk yang dijual dan pengetahuan lainnya.

8. Mampu memberikan kepercayaan kepada pelanggan sehingga pelayanan merasa yakin dengan apa yang telah dilakukan perusahaan.

Pelayanan koperasi akan berhubungan langsung dengan kepuasan pelanggan koperasi. Peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan akan meningkatkan nilai kepuasan yang diterima oleh pelanggan koperasi. Kepuasan pelanggan secara harfiah punya makna tetap yaitu suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi.

Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan atau yang diharapkannya. Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.


(30)

Sehingga konsep kepuasan pelanggan akan berhubungan erat dengan kinerja perusahaan (Amrul 2009).

Loyalitas Anggota terhadap Koperasi

Loyalitas menurut Peter & Olson (1996) dalam Prasetio (2008) adalah kepuasan terhadap suatu produk atau jasa yang kemudian mendorong konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi kembali produk tertentu serta memberi tahu kepada orang lain mengenai pengalaman dalam menggunakan produk tersebut. Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua yakni loyalitas toko (store loyalty) dan loyalitas merk (brand loyalty). Dalam konteks koperasi, anggota masuk ke dalam kategori loyalitas toko.

Loyalitas konsumen dalam bidang jasa terkait erat dengan elemen manusia dalam hal ini karyawan. Kinerja karyawan yang baik akan dapat mendorong rasa puas konsumen. Meskipun konsumen yang puas tidak selalu menjadi konsumen yang loyal namun apabila dalam hubungan antara penyedia jasa dengan peran karyawan yang handal dapat mempengaruhi loyalitas melalui rasa puas dan rasa percaya konsumen yang dihasilkan dari kinerja karyawan.

Menurut Griffin (2002), karakteristik pelanggan yang loyal adalah : 1. Melakukan pembelian secara teratur.

2. Membeli di luar lini produk atau jasa. 3. Mereferensikan produk ke orang lain.

4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.

Langkah pertama menuju loyalitas adalah kesadaran pelanggan akan produk yng ditawarkan oleh perusahaan. Langkah ini memposisikan produk ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk tersebut lebih unggul dari pesaing. Langkah selanjutnya adalah pembelian awal dan evaluasi pasca pembelian. Jika konsumen merasakan kepuasan, langkah selanjutnya adalah melakukan pembelian ulang. Keputusan membeli ulang merupakan tindakan alami konsumen jika mereka telah memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap produk tersebut. Tanpa pembelian berulang maka tidak aka nada loyalitas.

Karakteristik-karakteristik tersebut dapat juga digunakan untuk mengkategorikan loyalitas anggota terhadap koperasi yang diikutinya. Semakin banyak transaksi yang dilakukan oleh anggota sebagai konsumen jasa dari koperasinya maka dapat dikatakan anggota tersebut memiliki loyalitas yang tinggi terhadap koperasinya. Hal ini menjadi indikator tidak langsung dari performa kinerja koperasi yang kemudian dapat dianggap sebagai peranan koperasi terhadap kesejahteraan lingkungannya.

Peranan Koperasi

Berdasarkan UU No. 25 tahun 1992, fungsi dan peran koperasi adalah sebagai berikut.

a) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.


(31)

b) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya.

d) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Gambaran fungsi dan peran koperasi Indonesia (Firdaus dan Susanto 2004) adalah :

1. Koperasi dapat mengurangi tingkat pengangguran.

2. Koperasi dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat.

3. Koperasi berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat terutama pendidikan perkoperasian dan dunia usaha.

4. Koperasi berperan sebagai alat perjuangan ekonomi.

5. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi

Apabila sekelompok produsen kecil dan menengah melakukan kerjasama melalui koperasi maka akan diperoleh manfaat kolektif dalam :

1. Harga jual produk yang lebih tinggi dan hal ini merupakan hal yang paling penting dari adanya kerja sama antar usaha kecil dan menengah. Kenaikan harga jual dapat diperoleh produsen karena koperasi bertindak sebagai front di pasar. Tindakan bersama akan meningkatkan kekuatan di pasar sehingga masing-masing produsen dapat bermain di pasar secara lebih baik.

2. Membangun economies of scale yaitu bertindak secara bersama-sama dapat menghemat biaya tertentu atau meningkatkan efisiensi dari suatu proses kerja tertentu.

3. Memperoleh external economies yaitu meningkatnya produktivitas karena produsen mendekat terhadap informasi pasar dan teknologi yang berkembang. 4. Memperoleh manfaat-manfaat non-ekonomis karena adanya penyatuan

individu ke dalam kelompok.

Sistem Agribisnis

Sistem agribisnis adalah suatu sistem vertikal dari setiap komoditas pertanian yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan hasil (agroindustri) dan subsistem pemasaran. Menurut Saragih (2010), Sistem agribisnis yang lengkap teridiri dari : (1) subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni kegiatan industry perdagangan yang menghasilkan sarana produksi usahatani seperti bibit, agrokimia, agrootomotif, agromekanik; (2) subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi usahatani yang menghasilkan produk pertanian primer (farm product); (3) subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yakni kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan (intermediate, finished product) beserta perdagangannya (whole seller, retailer), dan konsumennya; (4) subsistem jasa penunjang (agro-institution and agro-service) yakni kegiatan menyediakan jasa bagi agribisnis seperti perbankan, infrastruktur (fisik, normatif), litbang, pendidikan, penyuluhan, dan konsultasi, transportasi, dll.


(32)

Sistem agribisnis merupakan sistem yang terpadu dan terkait antara satu subsistem dengan subsistem lain dalam agribisnis. Keterkaitan antar subsistem meliputi keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Bila satu subsistem terganggu, maka keseluruhan sistem tidak berfungsi dengan baik. Hubungan setiap subsistem tersebut ditunjukkan seperti pada Gambar 3.

Sumber : Pembangunan Agribisnis Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional (Departemen Pertanian 2001)

Gambar 3. Lingkup pembangunan sistem dan usaha agribisnis

Tingkat keeratan hubungan yang terjadi antar subsistem menunjukkan kekuatan sistem agribisnis yang selanjutnya akan menentukan kinerjanya. Kinerja tersebut akan sangat tergantung pada terselenggaranya integrasi sistem agribisnis baik secara vertikal maupun horizontal (Sa’id dan Intan 2001).

1. Integrasi Vertikal Sistem Agribisnis

Integrasi vertikal dapat terselenggara apabila terdapat hubungan yang saling menguntungkan secara proporsional dan saling mendukung antarpelaku dalam sistem komoditas secara vertikal tersebut. Keterkaitan yang saling menguntungkan secara proporsional dan saling mendukung tersebut merupakan pondasi untuk membangun integrasi vertikal karena terdapatnya jaminan pemenuhan hak-hak dan kebutuhan para pelaku, serta kekuatan sinergis yang terjadi dalam berbagai hubungan semakin kuat dengan semakin tingginya kinerja pihak-pihak yang bekerjasama dalam sistem tersebut.

2. Integrasi Horizontal Sistem Agribisnis

Integrasi horizontal terselenggara apabila terdapat keterkaitan yang sangat erat antarlini komoditas pada tingkat usaha yang sama atau antarpara pelaku dalam suatu komoditas yang sama.

Subsistem Hulu

(Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi Pertanian)

Subsistem Onfarm

(Produksi Primer)

Subsistem Pengolahan

(Industri Pengolahan dan Agrowisata)

Subsistem Jasa dan Penunjang Agribisnis

- Perkreditan dan asuransi - Penelitian dan

pengembangan - Pendidikan dan

penyuluhan - Tansportasi dan

pergudangan

Subsistem Pemasaran

(Distribusi, Promosi, Informasi Pasar,

Kebijakan dan Perdagangan, Struktur


(33)

Saragih (2010) menyebutkan bahwa faktor yang sering ditemui dan memperlemah posisi tawar usaha kecil adalah lemahnya kerjasama di antara mereka untuk menghimpun energi dalam membangun kekuatan bersama. Usaha agribisnis skala kecil jelas berbasiskan pertanian dan pedesaan. Selama ini satu-satunya wadah organisasi formal yang menggalang dan menghimpun energi untuk kekuatan di bidang ekonomi (dan sosial) di pedesaan adalah Koperasi Unit Desa (KUD).

Kerangka Pemikiran Operasional

Koperasi sebagai salah satu lembaga penunjang dalam subsistem agribisnis memiliki peranan yang cukup penting. Peranan tersebut berupa pelayanan kehidupan sosial ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam menjalankan peranannya, koperasi dituntut untuk dapat menampung, mengembangkan, dan membina berbagai kegiatan usaha anggotanya secara efektif dan efisien sehingga tujuan usahanya dapat dicapai sebaik-baiknya.

Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo merupakan salah satu koperasi yang bergerak dibidang agribisnis nenas. Hal ini didasarkan pada motivasi awal pembentukan koperasi adalah untuk mengembangkan komoditas utama lokal Desa Ngancar yakni nenas. Selain itu, hampir seluruh anggota koperasi memiliki lahan nenas walaupun secara formal, pekerjaan mereka bermacam-macam. Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo saat ini masih dalam tahap pengembangan. Para pengurus koperasi berupaya untuk terus berinovasi dalam menjalankan program-program yang dapat semakin meningkatkan kapasitas dan kualitas dari para anggota baik dalam hal sosial maupun ekonominya.

Analisis terhadap kepuasan anggota terhadap pelayanan koperasi menjadi perlu untuk dilakukan karena kepuasan anggota menjadi salah satu indikator untuk mengetahui sejauh mana keberadaan koperasi dapat mempengaruhi kesejahteraan anggota. Kepuasan anggota pun dapat dikatakan sebagai salah satu indikator performa kinerja koperasi. semakin puas anggota terhadap pelayanan koperasi maka hal tersebut mengindikasikan kinerja koperasi yang cukup baik. Hasil dari analisis ini dapat menjadi bagian dari strategi pengembangan usaha dan bahan evaluasi untuk lebih memperbaiki kinerja koperasi.

Analisis pelayanan koperasi dilakukan dengan menggunakan alat analisis SERVQUAL yakni dengan menganalisis tingkat gap antara harapan dengan penilaian pelayanan aktual yang diterima oleh anggota. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menghasilkan data kuantitatif yang akan dideskripsikan dalam bentuk kepuasan/ketidakpuasan anggota terhadap pelayanan koperasi sehingga dapat diketahui kondisi koperasi dan kecenderungan perubahannya.

Alat analisis SERVQUAL tidak hanya berfokus pada kualitas jasa yang ditawarkan saja tetapi juga mempertimbangkan hal-hal yang dapat meningkatkan persepsi konsumen terhadap jasa dan yang menunjang proses produksi jasa sehingga jasa yang ditawarkan benar-benar memenuhi harapan konsumen seperti yang mereka persepsikan sebelum mengonsumsinya.

Atribut yang digunakan dalam setiap dimensi pada analisis kualitas jasa koperasi Langgeng Mulyo tidak hanya peranan riil dari koperasi dalam pengembangan agribisnis nenas Ngancar saja tetapi juga menggunakan


(34)

atribut-atribut yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan program pengembangan seperti kondisi gedung, kondisi teknologi penunjang, ketersediaan informasi terkait komoditas nenas, kerapihan pakaian pengurus dan karyawan yang menunjukkan profesionalisme dasar mereka, kesigapan pengurus, pembagian SHU yang berkaitan dengan kondisi kesehatan koperasi dan begitu pula dengan atribut yang lainnya. Pemilihan atribut dilakukan melalui studi literatur yang kemudian disesuaikan dengan kondisi lapang. Alur pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka pemikiran operasional analisis kualitas pelayanan Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo dalam pengembangan sistem agribisnis nenas Desa Ngancar, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri

Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Koperasi berdasarkan Gap Terbesar

Upaya Pengembangan Sistem Agribisnis Nenas dengan Menggunakan Peranan Koperasi sebagai Subsistem Penunjang.

Studi Kasus Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo

Keragaan dan Kondisi Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo

Kepuasan Anggota

Analisis SERVQUAL

- Tangible - Responsiveness - Reliability - Assurance - Emphaty -Kondisi gedung -Kondisi teknologi penunjang koperasi -Ketersediaan media informasi terkait dengan komoditas nenas -Kerapihan pakaian karyawan -Kemudahan mendapatkan pinjaman modal -Kesigapan pengurus dalam melayani anggota -Kecepatan dalam menanggapi keluhan anggota - Penerapan sanksi bagi anggota yang melanggar aturan koperasi

-Penyediaan pupuk

-Penyediaan obat nenas

-Penyediaan alat pertanian -Bunga pinjaman -Penyuluhan teknis budidaya nenas

-Pembagian SHU tepat waktu -Kerjasama koperasi dengan pihak lain -Keakuratan informasi -Kejujuran pengurus koperasi -Pembagian SHU secara adil -Pengetahuan pengurus koperasi -Keterampilan Pengurus koperasi -Konsultasi individu anggota -kesabaran pengurus dalam menghadapi protes anggota -dukungan moril- materiil kepada petani yang gagal panen Karakteristik Demografi :

-Jenis Kelamin -Usia

-Tingkat Pendidikan -Lama menjadi

Anggota -Lama

Berusahatani Nenas -Luas Lahan

Nenas -Pendapatan

Kepuasan/Ketidakpuasan Anggota Koperasi Analisis Deskriptif


(35)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo yang berlokasi di Desa Ngancar, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa koperasi tersebut merupakan koperasi primer yang telah memiliki badan hukum dan berada di sentra nenas terbesar di Jawa Timur. Koperasi ini memiliki fokus pada pengembangan komoditas lokal yakni nenas sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani sesuai dengan tujuan awal pendirian koperasi. Selain itu, koperasi ini merupakan koperasi yang cukup berkembang dan telah menerima beberapa penghargaan dari pemerintahan tingkat propinsi. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April - Mei 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data dan informasi yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner kepada petani anggota dan non-anggota koperasi sebagai responden. Pemilihan responden dilakukan dengan sengaja untuk melihat sejauh mana mutu kualitas pelayanan dari pengurus koperasi terhadap anggotanya.

Data sekunder didapatkan dari buku laporan pertanggungjawaban pengurus pada Rapat Anggota Tahunan, instansi terkait seperti Dinas Koperasi dan UKM, Badan Pusat Statistik, dan Departemen Pertanian.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan hampir setiap hari selama tiga minggu. Wawancara dilakukan pada pukul 11.00 sampai 18.00 WIB karena pertimbangan petani memungkinkan untuk diwawancarai pada waktu siang dan sore hari setelah kegiatan bertani. Pengambilan data sekunder dilakukan selama seminggu kepada pengurus instansi-instansi terkait pada jam kantor yakni pada pukul 08.00 sampai 12.00 WIB.

Teknik yang digunakan dalam penentuan responden yaitu dengan menggunakan purposive sampling. Responden yang dipilih adalah responden yang tercatat sebagai anggota koperasi yang masih aktif dengan ditunjukkan oleh adanya transaksi dengan koperasi dan membayar simpanan pokok dan wajib. Ukuran populasi Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo selalu berubah-ubah di setiap tahunnya namun sesuai data perkembangan terbaru, jumlah anggota pada tahun 2012 sebanyak 109 orang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 31 orang.


(36)

Metode Pengolahan Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menguraikan secara deskriptif karakteristik responden dan perkembangan program yang dijalankan koperasi. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data kuesioner yang sebelumnya diuji validitas dan reliabilitas di setiap butir pertanyaannya.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, dan suatu sistem pemikiran ataupun kilasan pada masa sekarang (Nazir, 2003). Analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik umum petani yang menjadi responden. Karakteristik umum yang dilihat meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, luas lahan, lama menjadi anggota koperasi, lama menjadi petani, dan penerimaan nenas. Hubungan menganalisis deskriptif karakteristik petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan serta memberikan informasi mengenai kondisi petani nenas di Koperasi Pertanian Langgeng Mulyo.

Skala Likert

Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala likert. Skala likert merupakan skala yang dapat menunjukkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu barang atau jasa (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju). Informasi yang didapatkan berupa skala pengukuran ordinal sehingga hasilnya dapat dibuat rangking tanpa dapat diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan dengan tanggapan yang lain (Durianto et al. 2004).

Skala yang digunakan pada penelitian ini memiliki satuan yang berbeda-beda untuk masing-masing atribut. Namun secara tersirat, nilai satuan untuk skala yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada Tabel 5. Untuk menghindari bias pada jawaban masing-masing responden, masing-masing skala pada setiap atribut memiliki indikator penyeragaman.

Tabel 5. Skala likert pengukuran tingkat kinerja dan harapan Tingkat Kinerja dan Tingkat Harapan Skor

Sangat Baik 5

Baik 4

Cukup Baik 3

Tidak Baik 2

Sangat tidak Baik 1

Analisis SERVQUAL

Menurut Zeithaml et al. (1990) kualitas jasa adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan kinerja kualitas pelayanan suatu organisasi terhadap kualitas pelayanan yang dibutuhkan oleh pelanggan. Kualitas suatu pelayanan umumnya berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan dalam penyampaiannya untuk mengimbangi


(1)

Atribut 12. Pinjaman Modal untuk Berusahatani Nenas Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Lunak Tidak Lunak Cukup Lunak Lunak Sangat Lunak Harapan

Sangat Tidak Lunak Tidak Lunak Cukup Lunak Lunak Sangat Lunak

Indikator :

Sangat Tidak Lunak Bunga pinjaman sangat tinggi Tidak Lunak Bunga pinjaman relatif cukup tinggi Cukup Lunak Bunga pinjaman standar

Lunak Bunga pinjaman relatif cukup rendah Sangat Lunak Bunga pinjaman sangat rendah

Atribut 13. Penyuluhan Teknis Budidaya Tanaman Nenas Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Efektif Tidak Efektif Cukup Efektif Efektif Sangat Efektif Harapan

Sangat Tidak Efektif Tidak Efektif Cukup Efektif Efektif Sangat Efektif

Indikator :

Sangat Tidak Efektif Penyuluhan teknis tidak pernah dilakukan

Tidak Efektif Penjelasan dalam penyuluhan teknis selalu sulit dimengerti Cukup Efektif Penjelasan dalam penyuluhan teknis sering sulit dimengerti Efektif Penjelasan dalam penyuluhan teknis sering mudah dimengerti Sangat Efektif Penjelasan dalam penyuluhan teknis selalu mudah dimengerti

Atribut 14. Pembagian Sisa Hasil Usaha Tepat Waktu Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik Harapan


(2)

Indikator :

Sangat Tidak Baik Pembagian SHU selalu terlambat Tidak Baik Pembagian SHU sering terlambat

Cukup Baik Pembagian SHU terkadang terlambat, terkadang tepat waktu Baik Pembagian SHU sering tepat waktu

Sangat Baik Pembagian SHU selalu tepat waktu

Atribut 15. Kerjasama Koperasi dengan Pihak Lain (Pemerintah, Akademisi, Swasta) Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik Harapan

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Indikator :

Sangat Tidak Baik Tidak ada kerjasama sama sekali dengan pihak manapun Tidak Baik Kerjasama koperasi dengan pihak lain tidak harmonis

Cukup Baik Kerjasama koperasi dengan beberapa pihak berjalan cukup harmonis Baik Kerjasama koperasi dengan beberapa pihak berjalan sangat harmonis Sangat Baik Kerjasama koperasi dengan pihak lain semuanya berjalan harmonis

Atribut 16. Keakuratan Informasi yang Diberikan Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Akurat Tidak Akurat Cukup Akurat Akurat Sangat Akurat Harapan

Sangat Tidak Akurat Tidak Akurat Cukup Akurat Akurat Sangat Akurat

Indikator :

Sangat Tidak Akurat Informasi yang diberikan selalu berbeda dengan kenyataan di lapangan Tidak Akurat Informasi yang diberikan sering kali berbeda dengan kenyataan di lapangan Cukup Akurat Informasi terkadang berbeda, terkadang sama dengan yang ada di lapangan Akurat Informasi seringkali sama dengan kenyataan di lapangan


(3)

dan rasa aman anggota melalui tingkat pengetahuan dan sikap sopan karyawan)

Atribut 17. Kejujuran Pengurus Koperasi Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Jujur Tidak Jujur Cukup Jujur Jujur Sangat Jujur Harapan

Sangat Tidak Jujur Tidak Jujur Cukup Jujur Jujur Sangat Jujur

Indikator :

Sangat Tidak Jujur Tidak ada publikasi sama sekali hasil audit keuangan koperasi Tidak Jujur Hanya sesekali saja hasil audit keuangan dipublikasikan Cukup Jujur Hasil audit keuangan selalu dipublikasikan tanpa penjelasan

Jujur Hasil audit keuangan selalu dipublikasikan dengan penjelasan seadanya Sangat Jujur Hasil audit keuangan selalu di publikasikan dengan sangat transparan

Atribut 18. Pembagian SHU secara Adil dan Tepat Jumlah Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Adil Tidak Adil Cukup Adil Adil Sangat Adil Harapan

Sangat Tidak Adil Tidak Adil Cukup Adil Adil Sangat Adil

Indikator :

Sangat Tidak Adil Selalu berdasarkan tingkat kedekatan personal pengurus-anggota Tidak Adil Hanya sesekali didasarkan pada tingkat kedekatan personal Cukup Adil Didasarkan pada kontribusi saja atau jumlah transaksi saja

Adil Didasarkan pada besarnya kontribusi dan jumlah transaksi anggota

Sangat Adil Didasarkan pada besarnya kontribusi dan jumlah transaksi anggota disertai dengan adanya transparansi pembagian

Atribut 19. Pengetahuan Pengurus tentang Koperasi Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Harapan


(4)

Indikator :

Sangat Tidak Baik Pengurus tidak memiliki pengetahuan sama sekali

Tidak Baik Pengurus hanya memiliki sedikit berpengetahuan tentang koperasi Cukup Baik Pengurus memiliki cukup pengetahuan tentang koperasi

Baik Pengurus memiliki banyak pengetahuan tentang koperasi

Sangat Baik Pengurus memiliki pengetahuan yang sangat luas terkait dengan koperasi

Atribut 20. Keterampilan Pengurus Koperasi Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Terampil Tidak Terampil Cukup Terampil Terampil Sangat Terampil

Harapan

Sangat Tidak Terampil Tidak Terampil Cukup Terampil Terampil Sangat Terampil

Indikator :

Sangat Tidak Terampil Pengurus tidak memiliki keterampilan sama sekali

Tidak Terampil Pegurus membutuhkan waktu yang sangat lama dalam melayani anggota Cukup Terampil Pengurus membutuhkan waktu relatif lama dalam melayani anggota Terampil Pengurus membutuhkan waktu relatif cepat dalam melayani anggota Sangat Terampil Pengurus sangat cepat dalam melayani anggota

2.5 Dimensi Emphaty (Koperasi memahami masalah para anggotanya dan memberikan perhatian personal kepada anggota)

Atribut 21. Konsultasi Individu Anggota Terkait dengan Sistem Agribisnis Nenas Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik Harapan

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Indikator :

Sangat Tidak Baik Pengurus selalu menolak konsultasi individu anggota Tidak Baik Pengurus sering menolak konsultasi individu anggota Cukup Baik Pengurus jarang menolak konsultasi individu anggota Baik Pengurus pernah menolak konsultasi individu anggota Sangat Baik Pengurus selalu menerima konsultasi individu anggota


(5)

Atribut 22. Kesabaran Pengurus dalam Menghadapi Protes Anggota Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Sabar Tidak Sabar Cukup Sabar Sabar Sangat Sabar Harapan

Sangat Tidak Sabar Tidak Sabar Cukup Sabar Sabar Sangat Sabar

Indikator :

Sangat Tidak Sabar Pengurus bersikap ketus terhadap protes anggota Tidak Sabar Pengurus selalu mengabaikan protes anggota Cukup Sabar Pengurus jarang mengabaikan protes anggota Sabar Pengurus pernah mengabaikan protes anggota Sangat Sabar Pengurus tidak pernah mengabaikan protes anggota

Atribut 23. Dukungan Moril Maupun Materiil Terhadap Petani yang Gagal Panen Nenas Pelaksanaan Kinerja Koperasi

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Harapan

Sangat Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Indikator :

Sangat Tidak Baik Pengurus acuh tak acuh dengan kondisi petani nenas

Tidak Baik Pengurus mengetahui kondisi petani namun tidak ada dukungan sama sekali Cukup Baik Pengurus memberikan bantuan moril tanpa bantuan materiil

Baik Pengurus memberikan bantuan moril dan materiil namun sangat kecil Sangat Baik Pengurus memberikan bantuan moril dan materiil sesuai kebutuhan petani


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Dina Rosyidha. Penulis dilahirkan dari

pasangan Bapak Nasripan dan Ibu Maslukah di Kediri pada tanggal 4 Maret 1991.

Penulis menyelesaikan masa pendidikan di SDN Sambirejo, SMP Negeri 1 Kediri,

dan SMA Negeri 1 Kediri. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan studi di

Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian

Bogor melalui jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Selain mengambil program studi mayor Agribisnis, penulis berhasil mengambil

program studi minor Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Selama masa

pendidikan sarjana, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi

Akademik pada tahun 2009-2010 dan mendapatkan beasiswa Tanoto Foundation

pada tahun 2010-2013.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Ikatan Keluarga

Muslim TPB IPB (2009-2010) sebagai Sekretaris Divisi Dakwah Kelas, menjadi

anggota Departemen Sosial Kemasyarakatan Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Manajemen (2010-2011), dan menjadi Sekretaris Divisi

Syiar Lembaga Dakwah Fakultas (2011-2012). Penulis juga aktif dalam unit

kegiatan mahasiswa Taekwondo, KAMMI IPB dan Organisasi Mahasiswa Daerah

Kamajaya. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya Masa Perkenalan

Kampus Mahasiswa Baru tahun 2010, Masa Perkenalan Fakultas-Departemen

tahun 2011, dan pernah menjadi ketua pelaksana Gerakan Mahasiswa Sehat tahun

2011.