Perubahan Garis Pantai Periode 1972-2008

0-25 mdpl dengan nilai penaksiran -0,8, kelas elevasi 100-250 mdpl dengan nilai penaksiran 0,89, dan kelas elevasi 500-1000 mdpl dengan nilai penaksiran 0,60. Dengan demikian, semakin luas area dengan tingkat elevasi dengan nilai penaksiran positif, maka probabilitas perubahan lahan pertanian menjadi permukiman semakin meningkat. Pembangunan permukiman pada kelas elevasi 500-1000 mdpl menunjukkan bahwa kelas elevasi yang tinggi bukan lagi merupakan faktor pembatas untuk membangun permukiman. Pembangunan permukiman pada kelas elevasi yang tinggi biasanya diikuti oleh pembangunan sarana aksesibilitas sehingga menjadi penarik untuk menuju ke lokasi permukiman tersebut. Geologi dan jenis tanah tanah sebenarnya tidak berhubungan dengan permukiman, tetapi lebih berhubungan dengan bentuklahan dimana permukiman lebih banyak ditemukan pada bentuklahan yang relatif datar. Berdasarkan hasil perhitungan goodness of fit yang disajikan pada Tabel 18 diperoleh nilai scaled deviance sebesar 0,92 dan pearson chi 1,01 yang menunjukkan bahwa hasil penaksiran terhadap peluang perubahan ini sama dengan kondisi di lapangan. Tabel 18. Perhitungan goodness of fit peluang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi permukiman Stat. Df Stat. StatDf Deviance 4549 4214.8 0.92653 Scaled Deviance 4549 4214.8 0.92653 Pearson Chi 2 4549 4595.6 1.01024 Scaled P. Chi 2 4549 4595.6 1.01024 Loglikelihood -2107.4

5.5 Perubahan Garis Pantai Periode 1972-2008

Gambar 15 menunjukkan bahwa perubahan garis pantai di pantai utara Subang cukup dinamis selama periode 1972-2008. Namun demikian ada bagian dari garis pantai yang cenderung mengalami penambahan daratan seperti yang nampak pada Gambar 15a di bagian barat Kecamatan Blanakan dan di Tanjung Cipunagara 15c. Penambahan ini kemungkinan berasal dari sedimen yang dibawa oleh aliran Sungai Cipunagara. Penambahan lebih cepat terjadi di muara sungai Cipunagara, dimana terdapat suplai sedimen yang berlimpah dan laut relatif dangkal, serta gelombang air laut yang cenderung kecil menyebabkan gerakan air lebih lambat, sehingga material yang terbawa dari sungai terendap di daerah sekitar muara sungai. Fenomena ini menyebabkan proses pengendapan dari sungai lebih leluasa, tidak terganggu oleh gelombang. Tanjung Cipunagara 15c merupakan tempat bermuaranya Sungai Cipunagara. Gambar 15. Garis Pantai Tahun 1972, 1990, dan 2008 a penambahan, b pengurangan, c penambahan Pada bagian Tanjung Pamanukan dan Tanjung Pancerwetan 15b, garis pantai cenderung mundur atau berkurang luasannya karena proses abrasi sehingga garis pantai bergerak mundur ke arah daratan. Abrasi pada umumnya terjadi di daerah terbuka dan berhadapan langsung dengan laut, dimana faktor gelombang sangat berpengaruh terhadap pengikisan pantai. Gelombang juga berpengaruh terhadap perubahan garis pantai. Arah hempasan gelombang yang menuju pantai berbeda pada teluk dan semenanjung. Gelombang pada teluk arahnya cenderung menyebar dan tekanan yang diperoleh daerah pantai semakin kecil, sehingga proses sedimentasi masih mendominasi. Untuk gelombang yang menuju ke semenanjung, arahnya cenderung memusat pada satu titik, dimana sekitar titik ini merupakan pertemuan gelombang yang datang dari arah laut sehingga tekanan yang terjadi pada daerah pantai semakin besar. Gelombang tersebut cenderung mengganggu proses sedimentasi yang sedang terjadi, sehingga proses pengendapan menjadi tidak leluasa. Gambar 16. Hempasan Gelombang yang Tiba di Garis Pantai Sumber : Kalay, 2008 Berdasarkan hasil interpretasi dari citra Landsat tahun 2008, pada bagian Tanjung delta cipunagara 15c, terdapat lahan timbul akibat proses sedimentasi dari Sungai Cipunagara. Jika proses sedimentasi ini terus-menerus terjadi di ujung Tanjung Cipunagara dan mengarah ke barat, maka selama beberapa tahun ke depan dapat terbentuk laguna. Gambar 17. Garis Pantai Tahun 1972, 1990, dan 2008 Laguna pantai yang biasa ditemukan di kawasan pesisir Subang berbentuk memanjang sejajar dengan pantai yang dipisahkan oleh penghalang atau lahan timbul baru yang terbentuk seperti dari liat dan pasir. Penghalang laguna ini dibentuk oleh gelombang dan arus laut yang terus-menerus membuat sedimen kasar lepas pantai. Jika penghalang laguna sudah mulai terbentuk, muatan sedimen yang lebih besar yang berasal dari sungai bisa menetap atau berhenti di air yang relatif tenang di belakang penghalang tersebut. Pada awalnya Sungai Cipunagara mengalir menuju Pantai Utara Subang dengan arah utara seperti yang nampak pada Gambar 17. Namun sekitar tahun 1962 Sungai Cipunagara mengalami proses pelurusan oleh manusia dengan memindahkan aliran sungai menuju ke arah timur pantai. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi ketimpangan pertumbuhan garis pantai di wilayah muara Sungai Cipunagara yang mengalami pergeseran relatif cepat ke arah lautan. Gambar 17 menunjukkan bahwa daratan baru cenderung bertambah luasannya pada tiga titik tahun. Hal ini disebabkan karena besarnya volume material yang dibawa oleh Sungai Cipunagara dan kecilnya gelombang air laut merupakan faktor penentu terbentuknya daratan baru yang sangat intensif. Pada Tanjung Cipunagara, proses sedimentasi yang berasal dari pengendapan material- material aliran Sungai Cipunagara tidak terganggu oleh hempasan gelombang karena letaknya tertutup atau terlindungi oleh daratan disekitarnya. Sehingga proses sedimentasi yang terjadi lebih leluasa. Faktor lainnya adalah karena aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi suplai sedimen melalui kegiatannya pada kawasan DAS. Kerusakan lahan melalui penebangan hutan atau terbukanya permukaan permukaan lahan akibat longsor dapat menjadi penyebab terjadinya erosi tanah yang menambah muatan sedimen sungai. Tabel 19 mengilustrasikan ketidakstabilan daratan baru yang ditunjukkan dengan dinamika perubahan penggunaan lahan di kawasan pesisir utara Subang. Penggunaan lahan yang paling dominan di kawasan pesisir adalah mangrove. Tabel 19. PenutupanPenggunaan Lahan di Daerah Pesisir Tahun 1972,1990, dan 2008 1972 1990 2008 1972-1990 1990-2008 Ha Ha Laut Laut Laut 1954.7 22.6 1998.0 23.1 Laut Laut Mangrove 0.4 0.0 93.7 1.1 Laut Laut Tambak 362.0 4.2 237.2 2.7 Laut Mangrove Mangrove 61.1 0.7 46.0 0.5 Laut Mangrove Laut 0.3 0.0 4.5 0.1 Laut Mangrove Tambak 3.6 0.0 14.7 0.2 Laut Tambak Laut 0.3 0.0 3.0 0.0 Laut Tambak Tambak 528.0 6.1 749.7 8.7 Laut Tambak Mangrove 281.0 3.2 51.4 0.6 Laut Sawah Sawah 8.7 0.1 8.7 0.1 Mangrove Mangrove Mangrove 2132.1 24.6 2075.2 23.9 Mangrove Mangrove Tambak 411.1 4.7 412.0 4.8 Mangrove Mangrove Laut 0.0 0.0 8.2 0.1 Mangrove Mangrove Ladang 43.9 0.5 65.8 0.8 Mangrove Mangrove Sawah 0.0 0.0 39.0 0.5 Mangrove Tambak Tambak 1115.8 12.9 1020.5 11.8 Mangrove Tambak Mangrove 0.0 0.0 43.6 0.5 Mangrove Tambak Laut 0.0 0.0 4.1 0.0 Mangrove Tambak Sawah 61.0 0.7 96.8 1.1 Mangrove Laut Laut 37.2 0.4 37.2 0.4 Tambak Tambak Tambak 666.2 7.7 579.2 6.7 Tambak Tambak Laut 0.0 0.0 12.6 0.1 Tambak Tambak Mangrove 0.0 0.0 74.4 0.9 Tambak Mangrove Mangrove 820.1 9.5 760.9 8.8 Tambak Mangrove Tambak 131.4 1.5 159.8 1.8 Tambak Mangrove Laut 0.3 0.0 8.3 0.1 Tambak Mangrove Sawah 0.0 0.0 15.9 0.2 Tambak Laut Laut 9.5 0.1 9.5 0.1 Sawah Tambak Tambak 30.1 0.3 20.3 0.2 Sawah Tambak Sawah 0.0 0.0 9.8 0.1 Sawah Laut Laut 0.1 0.0 0.1 0.0 Total 8658.8 100 8660.0 100

5.6 Kajian Umum Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan