Tabel 19. PenutupanPenggunaan Lahan di Daerah Pesisir Tahun 1972,1990, dan 2008
1972 1990
2008 1972-1990
1990-2008 Ha
Ha Laut
Laut Laut
1954.7 22.6
1998.0 23.1
Laut Laut
Mangrove 0.4
0.0 93.7
1.1 Laut
Laut Tambak
362.0 4.2
237.2 2.7
Laut Mangrove
Mangrove 61.1
0.7 46.0
0.5 Laut
Mangrove Laut
0.3 0.0
4.5 0.1
Laut Mangrove
Tambak 3.6
0.0 14.7
0.2 Laut
Tambak Laut
0.3 0.0
3.0 0.0
Laut Tambak
Tambak 528.0
6.1 749.7
8.7 Laut
Tambak Mangrove
281.0 3.2
51.4 0.6
Laut Sawah
Sawah 8.7
0.1 8.7
0.1 Mangrove
Mangrove Mangrove
2132.1 24.6
2075.2 23.9
Mangrove Mangrove
Tambak 411.1
4.7 412.0
4.8 Mangrove
Mangrove Laut
0.0 0.0
8.2 0.1
Mangrove Mangrove
Ladang 43.9
0.5 65.8
0.8 Mangrove
Mangrove Sawah
0.0 0.0
39.0 0.5
Mangrove Tambak
Tambak 1115.8
12.9 1020.5
11.8 Mangrove
Tambak Mangrove
0.0 0.0
43.6 0.5
Mangrove Tambak
Laut 0.0
0.0 4.1
0.0 Mangrove
Tambak Sawah
61.0 0.7
96.8 1.1
Mangrove Laut
Laut 37.2
0.4 37.2
0.4 Tambak
Tambak Tambak
666.2 7.7
579.2 6.7
Tambak Tambak
Laut 0.0
0.0 12.6
0.1 Tambak
Tambak Mangrove
0.0 0.0
74.4 0.9
Tambak Mangrove
Mangrove 820.1
9.5 760.9
8.8 Tambak
Mangrove Tambak
131.4 1.5
159.8 1.8
Tambak Mangrove
Laut 0.3
0.0 8.3
0.1 Tambak
Mangrove Sawah
0.0 0.0
15.9 0.2
Tambak Laut
Laut 9.5
0.1 9.5
0.1 Sawah
Tambak Tambak
30.1 0.3
20.3 0.2
Sawah Tambak
Sawah 0.0
0.0 9.8
0.1 Sawah
Laut Laut
0.1 0.0
0.1 0.0
Total 8658.8
100 8660.0
100
5.6 Kajian Umum Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Garis Pantai Daerah Aliran Sungai DAS merupakan suatu wilayah yang menerima air
hujan untuk kemudian mengalirkannya kembali melalui satu sungai utama menuju ke hilir. DAS bagian hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS
karena selain fungsinya yang sangat penting yaitu sebagai daerah tangkapan air Water Catchment Area juga adanya keterkaitan biofisik dengan daerah tengah
dan hilir. Segala bentuk kerusakan yang terjadi di daerah hulu pada akhirnya tidak hanya akan membawa dampak bagi daerah hulu saja namun akhirnya juga
berdampak pada daerah tengah, dan terutama daerah hilir. DAS Cipunagara bagian hulu merupakan daerah tangkapan air yang saat
ini telah mengalami banyak perubahan penutupanpenggunaan lahan dari hutan dan lahan pertanian menjadi permukiman dan perkebunan. Pada tahun 2008,
penggunaan lahan hutan di DAS Cipunagara sebesar 17379,0 ha atau 10,1 dan kebun jati sebesar 17971,5 ha atau 10,5. Hal ini tidak sesuai dengan UU No.41
Tahun 1999 pasal 18 ayat 2 yang menyatakan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 tiga puluh persen dari luas daerah aliran
sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Besarnya luas kawasan hutan dan kebun jati yang tidak mencapai 30 ini akan berdampak pada besarnya
tingkat erosi di daerah hulu. Faktor lain yang juga cenderung meningkatkan erosi di daerah hulu adalah akibat praktek bercocok tanam yang tidak mengikuti
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air serta aktivitas pembalakan hutan logging atau deforestasi pengurangan areal tegakan hutan.
Pengendapan akhir atau sedimentasi terjadi pada kaki bukit yang relatif datar, sungai, dan waduk Sarief, 1985. Demikian juga dengan erosi yang terjadi
di hulu DAS Cipunagara, dimana material hasil erosi di daerah hulu diendapkan di Bendung Salamdarma yang membendung Sungai Cipunagara. Bendung
Salamdarma berada di lereng bagian hilir Gunung Tangkuban Perahu yang berfungsi sebagai sarana irigasi untuk mengairi sawah di sekitarnya. Berdasarkan
fenomena di atas, nampak bahwa Dengan demikian material hasil erosi di daerah hulu kurang berpengaruh terhadap sedimentasi yang terjadi di daerah pantai.
Sedimentasi yang terjadi di pantai utara Subang lebih dipengaruhi oleh erosi yang terjadi di tebing-tebing sungai, terutama di Sungai Cipunagara bagian
hilir di bawah Bendungan Salamdarma dan sungai-sungai kecil. Erosi ini terjadi karena adanya gerusan air sungai dan adanya longsoran tanah pada tebing sungai.
Erosi tebing sungai tersebut memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap sedimentasi di tepi pantai, seperti nampak pada bagian barat Kecamatan
Blanakan, Tanjung Pamanukan, Tanjung Pancerwetan, dan Tanjung Cipunagara.
Jika proses sedimentasi ini terus berlangsung maka akan timbul daratan baru di bagian hilir dan akan merubah bentuk garis pantai di kawasan pesisir DAS.
Penggunaan lahan yang terdapat pada bagian hilir dari DAS relatif tetap, yaitu sawah dengan kemiringan lereng yang datar. Sawah merupakan vegetasi
penutup tanah yang relatif rapat, sehingga dapat memperkecil besarnya aliran permukaan yang berdampak pada erosi yang terjadi. Selain itu, lereng yang datar
juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan aliran permukaan yang membawa material-material erosi yang akan diendapkan di
muara sungai. Hal ini tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap erosi yang berdampak pada sedimentasi yang terjadi di pantai.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Penutuppenggunaan lahan di DAS Cipunagara pada tahun 1972, 1990, dan 2008 didominasi oleh sawah masing-masing 36,1, 46,5, 44,6, kebun
campuran masing-masing 23, 5,6, 4,6, dan kebun jati masing-masing 15,1, 11, dan 10,5. Penutuppenggunaan lahan yang yang bertambah
selama dua periode adalah permukiman, semak, ladang, dan tambak. Sedangkan penurunan yang sangat besar pada dua periode terjadi pada kebun
campuran, kebun jati, dan mangrove. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dari hutan
menjadi lahan pertanian adalah lereng, elevasi, geologi, tanah, dan curah hujan. Sedangkan faktor-faktor yang paling mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan dari pertanian menjadi permukiman adalah elevasi dan
lereng.
3. Garis pantai daerah pesisir pantai utara Subang cenderung mengalami penambahan dan penurunan luas. Penambahan luas terjadi di bagian barat
Kecamatan Blanakan dan di Tanjung Cipunagara. Sedangkan penurunan
luas terjadi di Tanjung Pamanukan dan Tanjung Pancerwetan. SARAN
Untuk mengetahui pola perubahan secara baik harus dilakukan penelitian lanjutan agar pola perubahan garis pantai secara multi temporal dapat diketahui.
Selain itu juga untuk melihat secara langsung pengaruh penggunaan lahan terhadap perubahan garis pantai.