Metode Penelitian Pendugaan Emisi CO2 Berdasarkan Kedalaman Drainase Akibat Alih Guna Lahan. (Studi Kasus: Daerah Eks Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar, Kalimantan Tengah).

20 sangat berbeda dengan daerah lainnya, dan memerlukan pemahaman akan sistem hidrologi, dimana pemahaman tersebut biasanya kurang terlihat pada pengelolaan air lahan gambut saat ini Asia Tenggara. Selain itu, terdapat pemikiran bahwa pemadaman api adalah jawaban bagi kejadian kebakaran gambut yang berulang-ulang; hal tersebut mungkin benar hanya dalam beberapa hal karena A kebakaran gambut nyaris tidak dapat dipadamkan apabila sudah menyebar ke daerah yang luas dan B akar penyebab kebakaran adalah keringnya gambut akibat drainase. Lebih jauh lagi, emisi CO 2 lahan gambut tidak hanya disebabkan oleh api tetapi juga karena dekomposisi secara lambat. Pengembangan kapasitas pengelolaan air di wilayah gambut sangat krusial dalam mengurangi emsisi CO 2 di wilayah tersebut Hooijer et al. 2006 III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hidrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Juni 2010 sampai Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi beberapa pernagkat lunak yaitu : 1. ArcGIS versi 9.3 2. ArcView versi 3.2 3. SPSS versi 17 4. Minitab 15 Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Peta digital penutupan lahan format shapefile tahun 2003 dan 2006 2. Data demografi Badan Pusat Statistik wilayah Kalimantan Tengah untuk kecamatan Kahayan Kuala, Kahayan Hilir, Pandih Batu, dan Basarang tahun 2003 sampai tahun 2008 3. Data statistik Departemen Kehutanan wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2008 dan 2010 Berdasarkan kriteria dari faktor-faktor penentu perubahan lahan yang telah disebutkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan data-data dalam bidang sosial- ekonomi serta faktor biofisik lainnya seperti jarak ke permukiman, jarak ke sungai, jarak ke hutan, dan jarak ke lahan pertanian.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Perhitungan Emisi Karbon Atas Permukaan

Perhitungan emisi CO 2 pada penelitian ini menggunakan nilai emisi yang berasal dari beberapa literatur yang telah dipublikasikan yang tertera pada tinjauan pustaka. Persamaan yang digunakan untuk menghitung emisi CO 2 Jauhiainen et al .2001, Jauhiainen et al. 2004. dan Jauhiainen et al. 2005 berdasarkan rumus Hooijer et al. 2010 : CO 2 emission = LU Area · D Area ·D Depth ·CO 2 1m [tonhatahun] Keterangan : LU Area = area lahan gambut dengan jenis tutupan lahan tertentu [ha] D Area = area yang terdrainase di lahan gambut pada jensi tutupan lahan tertentu [fraksi] D Depth = rata-rata kedalaman air tanah di lahan gambut yang terdrainase pada jenis tutupan lahan tertentu [m] CO 2 1m = nilai emisi CO 2 yaitu 91 [t CO 2 hatahun] setiap kedalaman drainase 1 meter. Nilai emisi CO 2 sebesar 91 tonhatahun setiap kedalaman drainase 1 meter merupakan nilai yang dipakai dalam perhitungan emisi dalam Hooijer et al. 2006 berdasarkan persamaan yang dibuat oleh . Tetapi dalam penelitian ini, nilai emisi CO 2 yang dipakai selain yang telah tertera pada rumus di atas, juga menggunakan nilai emisi Jauhiainen et al .2001, Jauhiainen et al. 2004. dan Jauhiainen et al. 2005 . Dari rumus tersebut, untuk setiap perhitungan emisi CO 2 , luasan daerah yang di drainase diasumsikan 100 untuk setiap jenis tutupan lahan sehingga luas area yang didrainase akan sama dengan luas tiap jenis tutupan lahan. 21 Selain itu perlu diketahhui bahwa, nilai emisi CO 2 yang dipublikasikan dalam Jauhiainen et al . 2001, Jauhiainen et al. 2004. dan Jauhiainen et al. 2005 berbeda dengan Hooijer et al. 2006, yaitu nilai emisi CO 2 yang dihitung tidak berbanding lurus dengan kedalaman drainase, sehingga pada perhitungan emisi CO 2 berdasarkan Jauhiainen et al. 2001, 2004. 2005, dihasilkan dengan hanya mengkalikan luasan area yang didrainase dengan nilai emisi CO 2 dari tiap jenis tutupan lahan untuk kedalaman tertentu.

3.3.2 Regresi Logistik

Model regresi logistik digunakan untuk menentukan probabilitas dari variabel tak bebas yang bersifat kualitatif. Menurut Meter 1996, bentuk persamaan sederhana dari regresi logistik dapat dituliskan sebagai berikut : i i i Y E Y    dengan Y adalah variabel acak Bernoulli, dan εi adalah konstanta, serta EYi didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut : exp 1 exp } { 1 1 i i i i X X Y E           atau i i i i i i X X Y E 1 1 1 1 ln ] exp 1 [ } {                  Keterangan: E{Y i } = Nilai harapan variabel Y i  = Nilai peluang terjadinya kejadian Y = 1 untuk pengamatan yang ke-i Misal Y =1 adalah membeli atau nilai peluang hasil transformasi logit 1 i i    = nilai odds Y = variabel tak bebas X = variabel bebas β = Intersep β 1 = Koefisien variabel x Untuk mengevaluasi persamaan perubahan lahan, serta mencari nilai kemungkinan berubahnya satu jenis tutupan lahan ke lahan lainnya, maka pada penelitian ini digunakan persamaan regresi logistik yang mengacu pada Aldrich dan Nelson 1984 dalam Murdiyarso et al. 2000, yaitu : dengan Pi adalah peluang perubahan lahan, a adalah intersep, dan bj adalah variabel independen dari xj. Karena hasil dari persamaan logistik adalah nilai kontinyu antara 0 tidak terjadi perubahan lahan dan 1 terjadi perubahan lahan, batas terendah untuk menerima kemungkinan perubahan lahan perlu didefinisikan. Mengikuti Murdiyarso et al. 2000, batas nilai peluang terkecil terjadinya perubahan lahan ditetapkan dengan nilai 0,5. Pada penelitian ini, faktor pengendali perubahan lahan adalah sebagai berikut : x1 = Laju deforestasi; yaitu 0,76 unuk hutan dan 0,41 di luar kawasan hutan Siswanto 2010 x2 = Sektor unggulan perekonomian daerah. x3 = Persentase luas hutan yang diberi ijin menjadi HTI; yaitu 3,34 untuk kabupaten Pulang Pisau dan 4,28 untuk kabupaten Kapuas x4 = Kedalaman saluran drainase x5 = Persentase kebakaran x6 = Kepadatan penduduk jiwapiksel x7 = Jarak ke sungai utama kmpiksel x8 = Jarak ke permukiman kmpiksel Data persentase luasan hutan yang diijinkan menjadi HTI berdasarkan data Ditjen Bina Produksi Kehutanan BP2HP Wilayah XII Palangkaraya tahun 2008, Untuk nilai sektor unggulan perekonomian dapat dilihat pada lampiran 3. Nilai drainase yang digunakan berdasarkan kedalaman drainase Jauhiainen et al . 2001, Jauhiainen et al. 2004. dan Jauhiainen et al. 2005 serta ketetapan emisi berdasarkan kedalaman drainase Hooijer et al. 2006. Untuk jenis tutupan lahan hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, semak belukar dan rawa yang mengalami kebakaran, serta lahan pertanian. Sedangkan untuk nilai persentase kebakaran adalah 14,3 dengan mayoritas terjadi pada vegetasi non hutan Hascilo et al. 2008 dan kepadatan penduduk berdasarkan data BPS 2006. Berdasarkan 22 penelitian yang dilakukan oleh et al. 2002b, jarak ke sungai utama dan jarak ke permukiman sangat mempengaruhi jumlah frekuensi terjadinya titik api, yaitu semakin dekat suatu area dengan sungai dan permukiman, maka semakin banyak frekuensi titik api yang terjadi. 3.3.3 Validasi Model Perubahan Lahan

3.3.3.1 Uji F Uji Pengaruh Variabel bebas

Secara Keseluruhan Uji F digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua variable independen bebas terhadap variable dependen tak bebas 1 k n y y k y y f i i i         Hipotesis yang digunakan yaitu : Ho: µ = 0 H1: µ ≠ 0 Taraf nyata yang digunakan α adalah 5 dengan selang kepercayaan sebesar 95.

3.3.3.2 Uji Hosmer dan Lemeshow

Uji Chi-square Hosmer and Lemeshow mengukur perbedaan antara nilai hasil observasi dan nilai prediksi variabel dependen. Semakin kecil perbedaan di antara keduanya maka model yang diperoleh semakin baik.      g t i i i i i i i HL N N o 1 2 2     Keterangan = total frekuensi peluang kejadian dalam kelompok ke-i = total frekuensi kejadian pada kelompok ke-i = rata-rata perkiraan prediksi peluang dari hasil kejadian pada kelompok ke-i

3.3.3.3 Nilai Koefisien Determinasi Regresi Logistik Nagelkerke

–Square Koefisien determinasi dalam regresi logistik digunakan untuk mengukur proporsi varian di dalam variable dependen yang dijelaskan oleh variable independen. Dalam hal ini koefisien determinasi yang digunakan pada program SPSS adalah Nagelkerke-R 2 yang merupakan modifikasi dari Cox Snell R 2 . n CR B L L R 2 2 1         n CR N L R R 2 2 ] [ 1   Keterangan : R 2 CR = koefisien determinasi Cox dan Snell R 2 = koefisien determinasi Nagelkerke L0 = likelihood model dengan konstanta LB = model yang diestimasi N = jumlah observasi

3.3.3.4 Nilai Ketelitian Prediksi Perubahan lahan Terhadap Data Observasi

Nilai ketelitian data prediksi diperlukan untuk mengetahui seberapa besar presentase kesesuaian hasil prediksi dibandingkan dengan data observasi.

3.3.3.5 Rata-rata Penyimpangan Mutlak Mean Absolute Error

MAE yaitu melalui selisih antara luas area dari tiap jenis tutupan lahan dari data observasi dengan luas tiap jenis tutupan lahan yang dihasilkan dari hasil prediksi. Kemudian merata-ratakan keseluruhan selisih tersebut sehingga diperoleh rata-rata nilai. Semakin kecil nilai MAE maka semakin baik hasil prediksi.      n i i n MAE 1 1  

3.3.3.6 Nilai Koefisien Korelasi

Korelasi menunjukkan keterkaitan antara variabel satu dengan variabel lainnya.Dalam hal ini adalah korelasi antara data observasi dengan data prediksi dari hasil model regresi logistik. Selayaknya nilai koefisien korelasi yang baik, maka semakin besar nilai yang dihasilkan, semakin baik nilai koefisien determinasi dan persamaan juga baik untuk dipergunakan 23 ∑ ∑ ∑ √[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

3.3.4 Perhitungan Sebaran Penduduk Secara Spasial

Untuk menghitung sebaran populasi penduduk secara spasial terlebih dahulu harus dihitung proporsi populasi terlebih dahulu dengan menggunakan rumus proporsi populasi Murdiyarso et al. 2000 : Y = 0.1916e -0.9473x Dengan ; Y = proporsi konsentrasi manusia X = jarak ke pasar Setelah mendapatkan nilai proporsi populasi, maka nilai kepadatan penduduk secara spasial dapat dihitung menggunakan rumus kepadatan populasi Murdiyarso et al. 2000 : P d = ρ.A.α.e β . d .c dengan, P d = kepadatan penduduk suatu piksel dari jarak tertentu ke permukiman jiwakm 2 Ρ = data kepadatan penduduk non- spasial jiwakm 2 A = luas konsentrasi populasi = πr2 km 2 D = jarak ke permukiman C = faktor konversi dari 1 km 2 ke 1 piksel α,β = koefisien dari persamaan eksponensial berdasarkan data empirik nilai dari β harus negatif

3.3.5 Skenario Proyeksi Perubahan Lahan

Pada penelitian ini, prediksi perubahan lahan yang telah dilakukan berdasarkan Tabel 5. Prediksi peta tutupan lahan untuk yahun 2010 dan 2020 dilakukan dengan mengubah nilai variabel pengendali perubahan lahan. Untuk prediksi tahun 2010 peneliti menggunakan data variabel kepadatan penduduk, yaitu 15 jiwakm 2 hasil proyeksi BPS dan persentase luas lahan industria kayu yang sesuai denagn data Badan Pusat Statistik yang sesuai pada tahun tersebut. Sementara variabel yang lain dianggap tetap. Untuk prediksi tahun 2020, peneliti hanya mengubah data kepadatan penduduk berdasarkan hasil proyeksi BPS untuk tahun 2020, yaitu 19 jiwakm 2 , sementara variabel lain sama dengan variabel yang digunakan untuk memprediksi tutupan lahan tahun 2010. Dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana perubahan lahan yang hanya didasarkan pada perubahan kepadatan penduduk mengingat dalam mengambil kebijakan konversi lahan, pemerintah tidak bisa sembarangan karena dilaksanakannya program REDD+ pada daerah kajian yang dimulai dari tahun 2011. Hasil prediksi dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi berdasarkan data-data yang telah dipublikasikan serta data-data hasil perhitungan. Tabel 5. Skenario Perubahan Lahan No Tahun Prediksi Kondisi Daerah Kajian Skenario Perubahan Parameter Sosial -Ekonomi 1 2020 - Target penurunan emisi karbon 26 - 9 tahun program REDD+ - Ijin konversi hutan tetap di bawah 5 dari total luas wilayah - Pertamabahan jumlah penduduk - Hutan primer dan sekunder diupayakan tidak mengalami drainase dan hanya diperuntukan untuk lahan pertanian 24 Peta Penggunaan Lahan 2006 Peta Penggunaan Lahan 2003 Drainase Peta Tiap LU Tahun 2001 2006 Crosstab Reclass Filter Variabel Y L o o p in g Pattern Tepi LU Overlay Distance Jarak ke tepi lahan yang berubah Permukiman 2003 Distance Jarak ke Permukiman Peta Tiap LU 2003 Jarak ke Sungai Peta Sungai Distance Peta Kepadatan 2003 Data Kepadatan 2003 Persamaan Regresi Logistik Laju Deforistasi Sektor ekonomi Variabel X Persentase kebakaran Persentase Lahan Industri Kayu Looping Gambar 18 Diagram alir pembentukan persamaan regresi logistik. 24 25 Persamaan Regresi Logistik Input Nilai Peta Prediksi 2006 Peta Penggunaan Lahan 2006 Validasi Persamaan Regresi Logistik untuk Prediksi Input Nilai Proyeksi Looping untuk 2020 Lahan Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2020 Drainase Jarak ke Permukiman 2003 Laju Deforestasi Jarak ke Sungai Persentase kebakaran Peta Kepadatan 2003 Persentase Lahan Industri Kayu 2003 Sektor ekonomi Drainase Jarak ke Permukiman 2003 Laju Deforestasi Tahun Jarak ke Sungai Persentase kebakaran Peta Kepadatan tahun ke-n Persentase Lahan Industri Kayu tahun ke-n Sektor ekonomi Gambar 19. Diagram alir pembentukan peta prediksi penggunaan lahan. 25 26 Peta Tutupan Lahan 2003 - 2006 Peta Prediksi Tutupan Lahan 2010, 2020 Jumlah emisi Karbon tahun 2010 2020 CO 2 emission = LU Area ·D Area ·D Depth ·CO 2 1m [ty] Gambar 20. Diagram Alir Perhitungan Cadangan Karbon Atas Permukaan 27 Data spasial dalam bentuk vektor Analisis spasial pada arcgis : - rasterisasi 360 m x 360 m - pembuatan peta jarak suatu titik ke suatu tutupan lahan - pembuatan peta kepadatan populasi - perhitungan luas vektor - ekstrak data dalam bentuk koordinat xyz Analisis dengan excel : Penyatuan input persamaan regresi logistik yaitu variabel terikat y dan variabel bebas x Analisis dengan spss : - pengolahan variabel y dan x menjadi persamaan regresi logistik Analisis dengan excel : Menjalankan persamaan regresi logistik Analisis dengan arcgis : Memetakan hasil persamaan regresi logistik yang telah dijalankan di excel Gambar 21. Diagram alir proses pengolahan data dengan perangkat lunak 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Lahan Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data berupa peta digital tutupan lahan yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan, yaitu peta jenis tutupan lahan wilayah Kalimantan Tengah tahun 2003 dan 2006, yang meliputi kecamatan Pandih Batu, kahayan Kuala, Kahayan Hilir, dan Basarang. Untuk dapat melakukan interpretasi penggunaan lahan secara sederhana dan agar hasilnya mudah dipahami oleh orang lain pengguna, diperlukan panduan kerja berupa sistem klasifikasi penggunaan lahan atau tutupan lahan Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Planologi Departemen Kehutanan yaitu berupa peta tutupan lahan, jenis tutupan lahan yang meliputi daerah kajian terbagi ke dalam 10 jenis tutupan lahan yaitu hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, perkebunan, permukiman, pertanian lahan kering, rawa, semak belukar, sungai, dan lahan terbuka. Analisis perubahan lahan yang dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan peta tutupan lahan tahun 2003 dan 2006. Penggunaan lahan merupakan fenomena berdimensi fisik-sosial- ekonomi yang keberadaannya dipengaruhi oleh aktivitas manusia, oleh karena itu keberadaannya bersifat dinamis. Ketersedian lahan yang terbatas dengan jumlah penduduk yang bertambah terus menerus serta semakin kompleksnya aktivitas manusia menyebabkan karakteristik penggunaan lahan semakin rumit. Dalam penelitian ini, tabulasi silang antara tutupan lahan 2003 dengan 2006 dilakukan untuk memperjelas konversi tiap jenis tutupan lahan yang mengalami perubahan Tabel 6. Tipe data observasi tahun 2003 dan 2006 dikonversi terlebih dahulu dari format shapefile ke dalam bentuk raster dengan ukuran piksel 360 meter x 360 meter. Dalam hal ini, peneliti memilih untuk mengkonversi resolusi piksel ke dalam ukuran 360 meter x 360 meter dikarenakan keterbatasan perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data dengan ukuran piksel yang lebih tinggi. Jumlah keseluruhan piksel dalam resolusi 360 meter x 360 meter yang dihasilkan sebanyak 49081 piksel. Sebelumnya, peneliti menentukan peta dasar base map, yaitu peta tutupan lahan tahun 2003. Dari hasil tabulasi silang antara tutupan lahan tahun 2003 dan 2006, dapat terlihat berapa besar luas lahan yang berubah dari setiap jenis tutupan lahan ke jenis tutupan lahan lainnya. Selama tahun 2003 sampai 2006, terjadi konversi dari jenis tutupan lahan hutan menjadi lahan pertanian terutama sawah. Penambahan jenis tutupan lahan sawah dari tahun 2003 sampai tahun 2006 mencapai 11715.84 ha. Hutan rawa primer yang dapat dikategorikan hutan yang masih alami dan belum banyak terganggu mengalami degradasi lahan yang sangat signifikan yaitu menjadi hutan rawa sekunder seluas 34045.92 ha. Secara keseluruhan, pengurangan luas hutan rawa primer sebesar 33916.32 ha. Sedangkan jenis hutan rawa sekunder mengalami degradasi menjadi rawa, sawah, semak, dan lahan terbuka seluas 9862.56 ha Data observasi peta tutupan lahan tahun 2003 dan 2006, masing-masing memliki 10 jenis tutupan lahan sehingga kombinasi perubahan lahan yang memungkinkan terjadi berjumlah 100 kemungkinan perubahan lahan, tetapi dari hasil tabulasi silang tersebut terdapat 33 proses perubahan lahan yang telah diuji secara statistik untuk mengetahui seberapa akurat dan seberapa sensitif model tersebut terhadap data observasi yang ada sehingga cukup layak digunakan dalam memprediksikan perubahan lahan yang terjadi dalam interval waktu beberapa tahun ke depan. Dalam hal ini uji statistik yang digunakan adalah uji-t pengaruh setiap peubah bebas terhadap peubah tak bebas , uji Hosmer dan Lemeshow uji sensitifitas, koefisien determinasi, serta uji ketelitian yang dihitung dari perbandingan luasan peta observasi dengan peta hasil prediksi melalui proses tumpang tindih kedua peta tersebut. Dari ke-33 proses lahan yang terjadi tersebut, akan dimodelkan menjadi persamaan regresi logistik yang akan digunakan untuk memproyeksikan perubahan lahan yang terjadi pada tahun 2020 Lampiran 6 Delapan peubah bebas yang dipilih adalah persen lahan yang terbakar, tinggi muka air, laju deforestasi, persen lahan untuk HTI, nilai ekonomi sektor unggulan, kepadatan penduduk, jarak titik api dari pemukiman, dan jarak titik api dari sungai. Proyeksi peta tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik biner, dengan variabel tak bebas adalah nilai kontinyu antara 0 tidak terjadi perubahan lahan dan 1 terjadi perubahan lahan. . 29 Tabel 6. Hasil tabulasi silang tutupan lahan 2003 dengan tutupan lahan 2006 Luas ha 2006 JUMLAH HMS HRP HRS Kebun Mukim PLK Rawa Sawah Semak TT 2003 HMS 7089.12 77.76 7166.88 HRP 34045.92 34045.92 HRS 129.6 213528.96 6441.12 2345.76 907.2 168.48 223521.12 kebun 1392.5 699.84 7659.36 9751.7 mukim 4536 64.8 4600.8 PLK 233.28 90.72 842.4 1166.4 Rawa 3214.08 324 242883.36 5002.56 829.44 0 252253.44 sawah 116.64 3512.16 47278.08 50906.88 Semak 3875.04 181.44 43299.36 725.76 48081.6 TT 777.6 2630.88 38.88 1140.48 4587.84 JUMLAH 7089.12 129.6 247574.88 1392.5 7750.08 1218.24 260353.44 62622.72 45917.28 2034.72 636082.58 Keterangan : HMS = Hutan Mangrove Sekunder HRP = Hutan Rawa Primer HRS = Hutan Rawa Sekunder PLK = Pertanian Lahan Kering TT = Tanah Terbuka 29 30

4.2 Analisis Prediksi Perubahan Lahan Model Regresi Logistik