KONSTANTA PENGERINGAN PENYUSUTAN DAN PENGOLAHAN CITRA

9 Tabel 1. Model-model persamaan matematis pengeringan lapisan tipis Akpinar EK 2006; Hii et al. 2009; Kaleemullah Kailappan 2006; Ojediran Raji 2010; Shen et al. 2011 No Model Persamaan 1 Lewis MR = exp - kt 2 Henderson-Pabis MR = a exp - kt 3 Page MR = exp - kt n 4 Modified Page MR = exp - kt n 5 Logarithmic MR = a exp - kt + c 6 Two-term MR = a exp - t + b exp - t 7 Midilli-Kucuk MR = a exp - t n + b.t 8 Wang and Singh MR = 1+ a t + b t 2 Setiap produk hasil pertanian memiliki model persamaan yang berbeda. Penelitian karakteristik pengeringan lapisan tipis telah banyak dilakukan pada berbagai jenis bahan pertanian dan mendapatkan beragam model persamaan yang sesuai pada masing-masing bahan tersebut. Seperti yang telah dilakukan oleh Mohammadi et al. 2008 dan Hulasare 1997 menggunakan persamaan Page untuk pengeringan masing-masing produk kiwi dan gandum. Selain itu, Ojediran Raji 2010 mendapatkan bahwa model Modified Page merupakan model yang paling sesuai dibandingkan beberapa model lainnya untuk jawawut, Shen et al. 2011 mendapatkan bahwa model Wang Singh merupakan model terbaik untuk batang sorgum. Adapun, beberapa model pengeringan lapisan tipis yang dipilih karena biasa digunakan oleh para peneliti dalam menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis dari berbagai produk pertanian Kashaninejad 2007: 1. Lewis model Model ini mengasumsikan bahwa tahanan dalam internal resistance dapat diabaikan. Hal ini berarti tidak ada perlawanan untuk bergeraknya air dari dalam bahan menuju ke permukaan bahan. Model ini paling umum digunakan karena sederhana. 2. Henderson Pabis model Model ini merupakan salah satu pendekatan dan variasi dari model difusi yang telah digunakan oleh para peneliti dalam pemodelan karakteristik produk pertanian. 3. Page model Page mengusulkan bahwa ada dua konstanta empiris sebagai modifikasi dari model eksponensial model Lewis untuk memperbaiki kekurangannya dan menghasilkan model yang sesuai untuk berbagai bahan pertanian.

2.5. KONSTANTA PENGERINGAN

Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu 1menit atau 1jam. Semakin tinggi nilai konstanta pengeringan, semakin cepat suatu bahan membebaskan airnya. Konstanta pengeringan k dalam sistem pengeringan lapisan tipis 10 tergantung pada kondisi bahan kadar air, suhu, dan geometri bahan dan kondisi pengeringan suhu, kelembaban, dan laju udara pengeringan. Secara empiris, konstanta - konstanta pengeringan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 5 atau dikenal juga dengan model Page Mohammadi et al. 2008. MR = = exp - kt n 5 Konstanta pengeringan merupakan koefisien yang berkaitan dengan nilai difusivitas bahan sehingga nilai konstanta pengeringan juga merupakan fungsi dari suhu dan RH udara pengeringan. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi nilai konstanta pengeringannya. Hubungan antara konstanta pengeringan k dan n pada model Page dan suhu pengeringan dapat dinyatakan menggunakan persamaan berikut Mohammadi et al. 2008: k, n = a + bT + cT 2 6 Demikian juga, hubungan antara konstanta pengeringan dan RH pengeringan dapat dinyatakan secara empiris menggunakan persamaan sebagai berikut: k, n = a + bRH + cRH 2 7 dimana a, b, dan c merupakan konstanta persamaan yang diperoleh dengan regresi non-linier, T adalah suhu pengeringan dan RH merupakan kelembaban relatif udara pengeringan.

2.6. PENYUSUTAN DAN PENGOLAHAN CITRA

Berkurangnya air karena proses pengeringan menyebabkan penyusutan pada bahan. Penyusutan biasanya merupakan karakteristik yang dapat diketahui dengan menentukan perubahan yang terjadi pada volume dan atau dimensi bahan Wang et al. 2007. Penyusutan pada bahan juga menyebabkan pengerutan, peretakan, dan pembengkokan. Difusivitas pada bahan akan berkurang sejalan dengan berkurangnya kadar air. Pada kasus yang ekstrim, difusivitas air terhalang oleh kulit yang kedap air, sehingga kadar air pada bagian dalam bahan tidak berubah tetap. Hal ini disebut dengan case hardening. Semua hal tersebut dapat diminimalkan dengan penurunan laju pengeringan, sehingga penyusutan pada permukaan bahan berkurang dan difusivitas bahan akan mendekati konstan. Oleh karena itu, perlu mengontrol laju pengeringan dengan mengontrol kelembaban udara pengering. Pengolahan citra adalah suatu cara yang mudah diterapkan untuk melihat perubahan bentuk bahan. Fernandez et al 2005 menggunakan analisis citra untuk mengetahui perubahan warna, bentuk, dan penyusutan selama pengeringan buah apel berlangsung. Semua parameter yang berhubungan dengan bentuk area, perimeter, fourier energy diteliti dengan menggunakan sistem standar pengambilan citra, seperti camera digital, iluminasi, komputer hardware dan software. Pengolahan citra merupakan suatu metode yang digunakan untuk memproses atau memanipulasi gambar dalam bentuk dua dimensi. Secara umum, tujuan dari pengolahan citra adalah mentransformasikan atau menganalisis suatu gambar, sehingga informasi baru tentang gambar yang dibuat lebih jelas. Mengacu pada Niblack 1986 dalam Manalu 2011, terdapat empat klasifikasi dasar dalam pengolahan citra yaitu, point, area, geometri, dan frame. Pada operasi point, pemrosesan nilai piksel suatu citra dilakukan berdasarkan nilai dan posisi dari piksel tersebut. Hal - hal yang termasuk dalam operasi ini adalah pengaturan brightness, kontras, color balance, negatif, gray scaling, serta sephia. Pada operasi area, pemrosesan nilai piksel suatu citra dilakukan berdasarkan nilai piksel tersebut beserta nilai piksel sekelilingnya. Hal yang termasuk dalam operasi area ini adalah sharpening dan smoothing. Operasi geometri digunakan untuk mengubah posisi dari sebuah piksel menjadi posisi lain yang dikehendaki. Hal yang termasuk dalam operasi ini adalah translasi, scaling, rotasi, dan flip. 11 Kebanyakan kamera menangkap citra dalam bentuk gelombang analog yang kemudian dilakukan pengambilan sampel dan dikuantisasi untuk mengkonversikannya ke dalam bentuk citra digital. Pada proses selanjutnya representasi tersebut yang akan diolah secara digital oleh komputer. Pengolahan citra pada umumnya sangat erat kaitannya dengan computer aided analysis yang bertujuan untuk mengolah suatu objek citra dengan cara mengekstrasi informasi penting yang terdapat didalamnya. Sehingga, dari informasi tersebut dapat dilakukan proses analisis dan klasifikasi secara cepat memanfaatkan algoritma perhitungan komputer. Pengolahan citra sangat berhubungan dengan teknologi komputer dan algoritma matematik untuk mengenali, membedakan, serta menghitung gambar yang terdiri dari langkah perolehan citra dan segmentasi. Sistem pengambilan citra gambar terdiri atas empat komponen dasar, yaitu iluminasi, kamera, hardware, dan software. Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Hal ini berkaitan untuk keperluan penampilan secara visual. Format citra digital yang banyak dipakai adalah citra biner monokrom, citra skala keabuan gray scale, citra warna true color, dan citra warna berindeks. Proses segmentasi suatu objek citra dilakukan dengan menerapkan threshold dan mengurangi latar belakang untuk memperoleh citra biner, serta memperkecil nilai noisy gangguan pada gambar Da Fontoura Marcondes 2001. Thresholding atau binerisasi yaitu pengelompokan piksel-piksel dalam citra berdasarkan batas nilai intensitas tertentu. Pada operasi ini hasil proses suatu titik atau piksel tidak tergantung pada kondisi piksel-piksel disekitarnya dan dalam operasi binerisasi, satu piksel pada citra asal akan dipetakan menjadi piksel objek atau latar belakang. Operasi thresholding dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal hijau, atau sinyal biru, atupun dengan citra grayscale yang dihasilkan dengan merata-ratakan nilai intensitas ketiga sinyal di atas. Keempat cara thresholding ini digunakan untuk memberi keleluasaan kepada pengguna untuk menghasilkan citra terbaik berdasarkan kondisi citra warna yang akan diproses. Cahaya di dalam ruang, harus datang dari segala arah agar tidak menimbulkan bayangan dan harus kuat agar tidak menimbulkan efek pantulan pada permukaan objek, terutama untuk objek yang mempunyai permukaan licin. Adanya pantulan pada permukaan objek akan menghilangkan informasi warna karena permukaan akan menjadi putih atau sangat terang warna telah dinetralkan Ahmad 2005. Terdapat dua substansi pendekatan yang berbeda dalam membuat model persamaan penyusutan bahan pangan selama pengeringan. Pertama, disusun berdasarkan model empiris dari data penyusutan sebagai fungsi kadar air. Pendekatan yang kedua, didasarkan pada interpretasi fisik dari sistem pangan yang kemudian digunakan untuk menduga perubahan bentuk bahan berdasarkan hukum kekekalan massa dan volume. Pada kedua pendekatan tersebut dihasilkan baik model linier maupun non-linier untuk menjelaskan perilaku penyusutan terhadap kadar air Mayor Sereno 2004. Perubahan dimensi dan bentuk bahan terjadi secara simultan dan difusi air mempengaruhi laju kehilangan air pada saat pengeringan. Pada umumnya, model penyusutan didasarkan pada geometri standar, yaitu bentuk bola, silinder, kubus, dan datar slab. Sedangkan dimensi yang dikaitkan dengan perubahan kadar air bahan, yaitu ketebalan, diameter, luas permukaan, atau volume. 12

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan melakukan pengukuran terhadap parameter pengeringan dan penyusutan selama proses pengeringan. Adapun, metode pengeringan yang diterapkan pada penelitian ini adalah pengeringan lapisan tipis untuk bentuk datar slab. Pengeringan lapisan tipis dilakukan dengan mengeringkan irisan singkong dalam satu lapisan, sehingga seluruh bagian bahan dapat terselimuti udara pengeringan. Dengan demikian, pengeringan lapisan tipis menyebabkan semua bagian bahan pada lapisan tersebut mengalami pengeringan secara seragam. Adapun, perlakuan pada proses pengeringan lapisan tipis dari irisan singkong ini terdiri atas dua faktor, yaitu faktor suhu dan faktor RH. Pada penelitian ini, karakteristik pengeringan lapisan tipis singkong yang diamati meliputi perubahan rasio kadar air irisan singkong terhadap waktu pengeringan, laju pengeringan irisan singkong terhadap waktu pengeringan, dan perubahan laju pengeringan terhadap kadar air. Data yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan nilai konstanta pengeringan dan menentukan pilihan model yang sesuai untuk pengeringan lapisan tipis singkong. Selain itu, penyusutan luas permukaan irisan singkong yang terjadi selama pengeringan diamati melalui perubahan rasio area terhadap waktu dan perubahan rasio area terhadap rasio kadar air. Sedangkan keterkaitan antara karakteristik pengeringan dengan penyusutan luas permukaan irisan singkong hanya dilakukan sampai penyusunan model persamaan empiris dari data penyusutan sebagai fungsi kadar air.

3.1. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB pada bulan Februari 2012 - April 2012.

3.2. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah singkong Manihot esculenta Crantz yang berasal dari petani di daerah Cikarawang. Alat - alat yang digunakan antara lain: pengering laboratorium terkendali-terakuisisi, timbangan digital model AQT 200 kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.01 gram, oven Ikeda Scientific SS204D, desikator, seperangkat komputer, anemometer Kanomax A541, dan webcam. Pengering Laboratorium Terkendali - Terakuisisi Mesin pengering laboratorium terkendali - terakuisisi memanfaatkan udara yang dipanaskan oleh elemen listrik berkapasitas 2000 W. Udara panas yang dihembuskan ke ruang pengering memiliki kelembaban relatif dan suhu yang terkontrol dan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pengontrolan RH menggunakan humidifier. Udara panas yang basah dari ruang air heater akan didorong oleh blower ke dalam ruang pengering. Apabila suhu dan RH yang dicapai lebih tinggi dari setpoint, maka dilakukan pembuangan kalor dan pembuangan uap air melalui dehumidifier yang memiliki efek pendinginan dan pengembunan. Pengontrolan kondisi pengeringan dilakukan dengan kondisi PID dengan akurasi suhu 1 C dan RH 2 sesuai dengan standar ASABE 2006.