Gambaran karakteristik ibu Analisis Univariat

kenyataanya responden yang memiliki pendidikan menengah dan rendah bisa saja jauh lebih baik pengetahuanya. Karena menurut safwan 1986 unsur lingkungan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap proses pendidikan yang berlangsung.

b. Gambaran Pengetahuan ibu

Pengetahuan tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan, tapi juga dapat dipengaruhi hal lain salah satunya yaitu pengalaman sebelumnya dan kebutuhan individu Swansburg, Russel, 2001. Pengetahuan mengenai demam dan penanganan demam yang di dapat dari lingkungan sekitar dapat berpengaruh besar terhadap proses masuknya pengetahuan. Hal tersebut terjadi karena ada interaksi timbal balik antar individu dalam merespon pengetahuan yang diterimanya sehingga sumber informasi baik dari pendidikan formal maupun nonformal berpengaruh untuk meningkatkan pengetahuan Notoadmodjo, 2005. Pengetahuan ibu mengenai demam pada balita pada penelitian ini sudah cukup yang ditunjukan dengan data bahwa sebanyak 36 responden 50,0 memiliki pengetahuan yang cukup. Baik buruknya pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, tingkat pendidikan, umur, informasi, pengalaman, status ekonomi dan sosial budaya Notoatmodjo, 2005. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Dawood 2010 pengetahuan yang cukup tersebut bisa disebabkan oleh adanya informasi maupun pengalaman yang didapatkan mengenai pengetahuan demam. Pengetahuan mengenai penyebab demam secara garis besar ada dua kategori demam yang sering kali diderita oleh anak balita dan manusia pada umumnya, yaitu demam noninfeksi dan demam infeksi Widjaja, 2008. Pada pertanyaan mengenai “penyebab demam yang bukan disebabkan karena bakteri, virus, kuman atau bibit penyakit demam non infeksi” sebanyak 56 orang 77,77 menjawab salah. Pemahaman mengenai penyebab demam non infeksi atau yang bukan disebabkan karena adanya bakteri atau bibit penyakit yang masuk kedalam tubuh. Menurut Peneliti kemungkinan rerata ibu belum memahami penyebab demam tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oshikoya dkk 2008 di Nigeria mayoritas ibu menyatakan demam disebabkan oleh infeksi 43,7. Pertanyaan tentang “dampak yang terjadi ketika balita demam tinggi” sebanyak 71 orang 98,61 menjawab benar. Pemahaman tentang dampak demam tinggi ini menurut peneliti pengetahuan yang dimiliki responden mengenai dampak demam rerata ibu sudah mengetahuinya. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tarigan 2007 mengatakan bahwa kebanyakan ibu takut ketika anak demam dampaknya adalah akan terjadi kejang 70. Secara umum dapat disimpulkan mengenai pengetahuan tentang demam pada balita bisa dikatakan cukup.

c. Gambaran metode penanganan demam

Penanganan demam merupakan suatu prilaku pemulihan kesehatan yang dilakukan ibu terhadap anak yang mengalami demam. Dalam pembahasan mengenai gambaran mengenai demam akan dijelaskan peritem pertanyaan mengenai penanganan demam sebagai berikut: 1. Distribusi frekuensi responden mengenai hal yang ibu lakukan ketika balita demam. Penanganan demam pada balita merupakan salah satu bentuk perilaku pemulihan kesehatan. Bentuk perilaku ini berupa penanganan demam. Penanganan demam yang beredar dimasyarkat sangat bervariasi baik penanganan yang dilakukan dirumah atau langsung dibawa ke pelayanan kesehatan. Penanganan yang dilakukan dirumah dapat berupa terapi fisik maupun terapi obat atau kombinasi dari keduanya Plipat, 2002. Terapi fisik yang bisa dilakukan seperti memberikan kompres, diberikan cairan lebih banyak air putih, menggunakan baju tipis Oshikoya dkk, 2008. Pada penelitian ini didapatkan bahwa ibu yang melakukan terapi fisik yaitu memberikan kompres sebanyak 25 ibu 34, 7. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh luk, leung 2008 mengatakan bahwa ketika anak demam hal yang dapat dilakukan ibu yaitu salah satunya memberikan kompres. Kompres merupakan upaya yang dilakukan oleh ibu untuk menurunkan demam pada anak. Kompres yang diberikan di masyarakat bervariasi ada yang menggunakan air hangat ada pula yang menggunakan air dingin. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 22 ibu melakukan kompres dengan menggunakan air hangat dan sebanyak 3 menggunakan kompres air dingin. Pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan 2007 pada penelitianya lebih banyak yang menggunakan air dingin sebanyak 46, sedangkan yang mengkompres anak dengan menggunakan air hangat sebanyak 22. Pemberian kompres hangat dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal tersebut menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal kembali. Di masa kini, kompres yang diperbolehkan hanyalah dengan mengkompres demam menggunakan air hangat. Kompres dengan air dingin dan alkohol sudah tidak direkomendasi lagi Harjaningrum, 2011. Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini dapat digambarkan bahwa rerata ibu sudah menggunakan air yang tepat untuk mengkompres anak yang demam yaitu dengan menggunakan air hangat. Selanjutnya untuk pemberian cairan lebih banyak air putihasi dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 9 ibu 12,5 memberikan cairan lebih banyak untuk menurunkan demam anak. Berdasarkan buku clinical manual of fever in children 2009 mengatakan bahwa memberikan lebih banyak cairan pada anak, sedikit dikit tapi sering merupakan cara untuk mencegah anak terjadinya dehidrasi ketika demam. Pemberian aliran udara yang baik atau menempatkan anak pada ruangan yang bersuhu normal ataupun dapat memberikan anak baju yang tipis pada penelitian ini terdapat sebanyak 2 ibu 2,8 yang melakukan hal tersebut. Terdapat 2 ibu 2,8 ibu memberikan baju tebal atau selimut tebal pada anak ketika demam. Pemakaian baju atau selimut tebal tersebut akan membuat panas tubuh terperangkap sehingga suhu tubuh akan bertambah tinggi Harjaningrum, 2011. Pemberian obat ketika anak demam menurut Wiyarni 2016 diberikan saat suhu tubuh ≥ 38,5ºC . Pada penelitian ini ibu yang memberikan obat ketika anaknya demam sebanyak 32 ibu 44,4 melakukan hal tersebut. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soedibyo 2006 mengatakan bahwa pemberian obat penurun panas pada anak yang demam sering dilakukan oleh orang tua. Walaupun masih ada orang tua yang memberikannya dengan indikasi dan cara yang kurang tepat. Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak sekali cara ataupun upaya ibu untuk melakukan penanganan demam pada anak balita nya. Perlakuan demam yang salah, lambat, dan tidak tepat akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan pada balita, serta dapat membahayakan bagi keselamatan jiwanya Widjaja, 2008.

2. Distribusi frekuensi bagian tubuh balita yang dapat

diberikan kompres saat demam. Bagian-bagian tubuh manusia memiliki manfaat-manfaat tersendiri. Selangkangan dan ketiak merupakan bagian yang memiliki pembuluh darah yang besar sehingga untuk penurunan suhu tubuh dapat lebih cepat. Panas keluar melalui tempat- tempat dimana terdapat pembuluh darah besar yang dekat dengan kulit. Dilihat dari tujuan dilakukannya kompres supaya panas dalam tubuh dapat keluar. Kompres air hangat merupakan sesuatu yang membantu untuk memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Bagian dahi tak banyak manfaatnya untuk penurunan panas Harjaningrum, 2011; Tarigan 2007. Dilihat dari hasil penelitian ini mengenai bagian tubuh mana saja yang dilakukan ibu untuk mengkompres, di dapatkan separuh lebih ibu yang melakukan kompres di bagian dahi yaitu sebanyak 44 ibu 61,1. Pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan 2007 bahwa lokasi untuk mengkompres kebanyakan orang tua melakukanya pada dahi 57. Dapat digambarkan bahwa rerata ibu meletakan kompres kebanyakan di bagian dahi.

3. Distribusi frekuensi mengenai obat yang diberikan ketika

anak demam Terapi obat merupakan salah satu cara untuk menurunkan demam pada anak. Antipiretik seperti parastamol, ibuprofen dan aspirin merupakan obat yang sering orang tua gunakan untuk menurunkan demam Soedibyo, 2006. Parastamol merupakan obat yang sering digunakan dibanding ibuprofen dan aspirin karena efek samping dari parastamol lebih sedikit dan hampir tidak terlihat efek-efek sampingnya Alex-hart dkk, 2011. Pada penelitian ini digambarkan sebanyak 67 ibu 93,1 menggunakan obat parastamol. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soedibyo 2006 mengatakan antipiretik yang sering orang tua gunakan adalah parasetamol karena mudah di dapat dan harga murah. Dapat disimpulkan bahwa separuh lebih ibu menggunakan obat parastamol dibandingkan obat yang lainnya, karena dilihat dari efek sampingnya yang lebih sedikit dan mudah di dapat serta harganya murah.