Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP UPAYA PENANGANAN DIARE SECARA DINI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI UTARA

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

HASTRI RIZKA RAHMI LAIA NIM : 111000293

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP UPAYA PENANGANAN DIARE SECARA DINI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI UTARA

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

HASTRI RIZKA RAHMI LAIA NIM : 111000293

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia, hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam mengasuh anak. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kebanyakan ibu mengangap penyakit yang diderita oleh balitanya merupakan penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.

Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ibu dilihat dengan menggunakan kuesioner penelitian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, sumber informasi yang didapat ibu dalam kategori kurang sebanyak 30 orang (40,5%) dan dalam kategori baik 28 orang (37,8%), pengetahuan ibu dalam kategori kurang sebanyak 35 orang (47,3%) dan dalam kategori baik sebanyak 25 orang (33,8%), Sikap ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 24 orang (32,4%), Tindakan ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 26 orang (35,1%).

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi upaya penanganan diare secara dini yang kurang baik juga terhadap balita. Sehingga disarankan informasi tentang diare perlu di sampaikan oleh semua pihak terutama pihak puskesmas dan para kader posyandu diharapkan selalu memberikan informasi tentang penanganan diare secara dini pada balita kepada ibu contohnya dalam kegiatan posyandu.


(5)

ABSTRACT

Diarhea is one of the main causes of the high rate of children death in the world, this can't be separated from the mother's behavior in taking care of children. Now something that becomes a problem in this research is that most of mothers consider the disease that the toddlers have is the common disease that will recover by itself so the first indication of diarhea can't be handled well. The goal of this research is to observe how the knowledge and the respond of mothers in handling the diarhea as soon as possible to the toddlers.

The research methodology is the quantitative research that has descriptive characteristic. The sample in this research are the 74 people with the technique of taking sample purposive sampling. The sources of information, knwoledge, respond, and the action of mothers are observed by using the questionnaire of research.

The result the research shows that, the information sources of the mothers in the bad the category are about 30 people (40,5%) and in the good category are 28 people (37,8%), the knowledge of mothers in the bad category are 35 people (47,3%) and in the good category are 25 people (33,8%), the respond of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 24 people (32,4%), the action of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 26 people (35,1%).

From this result of research can be seen the sources of information, knowledge and the bad respond to the handling of diarhea as soon as possible to the toddlers will influence the effort in the bad handling the diarhea as soon as possible also to the toddlers. So, the information is suggested about diarhea needs to be informed to the all parties especially the Community Health Center and the Integrated Service Post framework are expected that always give information about the handling of diarhea as soon as possible of the toddlers to mothers, for example the activities in the Integrated Service Post.

Keywords: knowledge, respond, action, the handling of diarhea as soon as possible


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Allah SWT serta shalawat beriring salam bagi Rasulullah SAW atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015” dapat selesai.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Banyak pengalaman yang diperoleh dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan juga dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu, disampaikan rasa terma kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, M.K.M., selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ibu dr. Linda T Maas, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, serta dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Fitri Ardiani S.K.M, MPH selaku Dosen Pembibing Akademik.

6. Kepala Dinas Kesehatan Gunungsitoli dan Kepala UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara atas dukungan dan bantuan selama penulis mengadakan penelitian.

7. Sembah sujud kepada kedua orang tua terkasih dan teristimewa Papa tersayang H.Asaludin, S.H, M.H dan Ibunda tercinta Hj.Siti Hasnah Arab, S.Pd.I yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, cinta, perhatian semangat, dukungan moral, spiritual, dan juga material yang tiada batasnya. 8. Saudara-saudaraku terkasih Abangda Brigadir Asfil saputra Laia, Azwardin

Laia, S.K.M, Ahmad Arfan Syam Laia, S.E dan Kakak tersayang Maserlian Tanjung, S.Pd.I serta keponakan tercinta Ahmad Asyraf Nabawi Laia dan Aidil Akbar Laia terimakasih untuk cinta, dukungan dan doanya.

9. Sahabat-sahabatku Asih, Awil, Utet, Mita, Debi, Aya, Berkah, Bayu, Dita, Bobo, Luluk, Erizka, Aa, Ita, terimakasih untuk waktu, tenaga, pikiran dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Kesehatan, Putri, Kipa, Ayu, Alfeny, Adel, Oya, Gaby, Rici, Ivo, Yolanda, Nadia, Desy, Aida, Felany, Arum serta kakak-kakak seperjuangan Kak Hesti, Kak Melda, Kak Deo, Kak Ina, Kak Ima terimakasih untuk waktu, tenaga, pikiran dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.


(8)

11. Sahabat-sahabatku Hasan, Tari, Vitri, dan Sahabat-sahabatku dari kecil Kak Nani dan Risni, terimakasih untuk dukungan dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.

12. Teman-teman FKM USU angkatan 2011, senior-senior FKM USU, Kelompok 17 PBL, serta kepada Haris, Harun, Bang Ali, Dika, Rahmi yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan dan motivasinya dalam pengerjan skripsi ini.

13. Terkhusus Kepada Pak Warsito terimakasih atas segala dukungan, bantuan dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.

14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, Oktober 2015 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR ISTILAH ... xiv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Rumusan Masalah ... 10

1.3 ... Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 ... Tujuan Umum ... 10

1.3.2 ... Tujuan Khusus ... 10

1.4 ... Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 ... Perilaku ... 12

2.1.1 ... Definisi Perilaku ... 12

2.1.2 ... Domain Perilaku ... 13

2.1.3 ... Perubah an Perilaku ... 23

2.1.4 ... Teori Perubahan Perilaku ... 24

2.2 ... Diare ... 28

2.2.1 ... Pengerti an Diare ... 28

2.2.2 ... Diare Pada Balita ... 29


(10)

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita ... 29

2.2.4 Penanganan dan Pencegahan Diare Secara Dini ... 33

2.2.5 Pedoman WHO Dalam Penanganan Diare ... 34

2.2.6 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare pada Balita ... 41

2.3 Landasan Teori ... 42

2.3 Kerangka Konsep ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1 ... Jenis Penelitian ... 46

3.2 ... Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2.1 ... Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2 ... Waktu Penelitian ... 46

3.3 ... Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi .... ... 47

3.3.2 ... Sampel ... 47

3.4 ... Metode Pengumpulan Data ... 47

3.5 ... Definisi Operasional ... 48

3.6 Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 49

3.6.1 ... Instrum en ... 49

3.6.2 Aspek Pengukuran ... 49

3.7 ... Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 53

3.7.1 ... Pengolahan Data... 53

3.7.2 Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.2 Karakteristik Responden ... 55

4.3 Sumber Informasi Responden ... 56

4.3.1 Sumber Informasi Responden tentang Penyakit Diare ... 57

4.3.2 Sumber Informasi Responden tentang cara Penanganan Diare .... 57

4.3.3 Sumber Informasi Responden tentang cara Pengobatan Diare ... 58

4.3.4 Sumber Informasi Responden Kerentanan terhadap Diare ... 59

4.3.5 Sumber Informasi Responden Berdasarkan Media Penyampaian Informasi ... 60


(11)

4.3.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sumber Informasi .. 60

4.4 Pengetahuan Responden... 61

4.5 Sikap Responden ... 67

4.6 Tindakan Responden ... 70

BAB V PEMBAHASAN ... 75

5.1 Gambaran Karakteristik ... 75

5.1.1 Gambaran Umur Responden ... 75

5.1.2 Gambaran Pendidikan Responden ... 76

5.1.3 Gambaran Pekerjaan Responden ... 77

5.1.4 Gambaran Jumlah Anak Responden ... 77

5.2 Gambaran Sumber Informasi Responden ... 78

5.3 Gambaran Pengetahuan Responden ... 79

5.4 Gambaran Sikap Responden ... 81

5.5 Gambaran Tindakan Responden ... 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86 DAFTAR LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Aturan Pemakaian Oralit ... 36 Tabel 2.2 Makanan yang Direkomendasikan dan yang perlu Dihindari .. 39 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Ibu Pada Balita

Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 55 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber

Informasi Tentang Penyakit Diare ... 57 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber

Informasi Tentang Penanganan Diare Secara Dini ... 58 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Tentang Cara Pengobatan Diare ... 58 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Tentang Siapa yang Paling Rentan Terkena Penyakit Diare.... 59 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Berdasarkan Media yang Paling Baik Menyampaikan Informasi Tentang Diare dan Pencegahannya ... 60 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden Terhadap

Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada BalitaDi Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara

Tahun 2015 ... 61 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Pengertian Diare ... 61 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Penyebab Diare ... 62 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Penularan Dire ... 62 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan


(13)

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Membuat Larutan Garam ... 63 Tabel 4.13 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Komplikasi pada Balita yang Diare ... 63 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Waktu Penanganan Diare ke Fasilitas Kesehatan ... 64 Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Tindakan yang dilakukan untuk Menghindari Diare

pada Balita ... 64 Tabel 4.16 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Makanan yang dihindari ketika Balita terkena

Diare ... 65 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Langkah Pertama Penanganan Diare secara Dini ... 65 Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Faktor Resiko yang Mengakibatkan terjadi Diare

pada Balita ... 65 Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 66 Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap

Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara

Tahun 2015 ... 67 Tabel 4.21 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap

Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 70 Tabel 4.22 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Terhadap Upaya

Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara


(14)

Tabel 4.23 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism ... 26 Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian ... 43 Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 44


(16)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan Singkatan dari

WHO World Health Organization KLB Kejadian Luar Biasa AKABA Angka Kematian Balita

MDGs Melenium Development Goals CFR Case Fatality Rate

IR Incident Rate

AKB Angka Kematian Bayi SLT Social Learning Theory


(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hastri Rizka Rahmi Laia

Tempat Lahir : Gunungsitoli Tanggal Lahir : 28 Desember 1992

Suku Bangsa : Nias

Agama : Islam

Nama Ayah : H.Asaludin Laia

Suku Bangsa Ayah : Nias

Nama Ibu : Hj.Siti Hasnah Arab

Suku Bangsa Ibu : Nias

Pendidikan Formal

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 074044 Dahana Bawodesolo 2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 1 Telukdalam

3. Tahun 2008-2011 : SMA Swasta Dharmawangsa Medan 4. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 5. Lama Studi di FKM USU : 2011-2015


(18)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia, hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam mengasuh anak. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kebanyakan ibu mengangap penyakit yang diderita oleh balitanya merupakan penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.

Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ibu dilihat dengan menggunakan kuesioner penelitian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, sumber informasi yang didapat ibu dalam kategori kurang sebanyak 30 orang (40,5%) dan dalam kategori baik 28 orang (37,8%), pengetahuan ibu dalam kategori kurang sebanyak 35 orang (47,3%) dan dalam kategori baik sebanyak 25 orang (33,8%), Sikap ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 24 orang (32,4%), Tindakan ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 26 orang (35,1%).

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi upaya penanganan diare secara dini yang kurang baik juga terhadap balita. Sehingga disarankan informasi tentang diare perlu di sampaikan oleh semua pihak terutama pihak puskesmas dan para kader posyandu diharapkan selalu memberikan informasi tentang penanganan diare secara dini pada balita kepada ibu contohnya dalam kegiatan posyandu.


(19)

ABSTRACT

Diarhea is one of the main causes of the high rate of children death in the world, this can't be separated from the mother's behavior in taking care of children. Now something that becomes a problem in this research is that most of mothers consider the disease that the toddlers have is the common disease that will recover by itself so the first indication of diarhea can't be handled well. The goal of this research is to observe how the knowledge and the respond of mothers in handling the diarhea as soon as possible to the toddlers.

The research methodology is the quantitative research that has descriptive characteristic. The sample in this research are the 74 people with the technique of taking sample purposive sampling. The sources of information, knwoledge, respond, and the action of mothers are observed by using the questionnaire of research.

The result the research shows that, the information sources of the mothers in the bad the category are about 30 people (40,5%) and in the good category are 28 people (37,8%), the knowledge of mothers in the bad category are 35 people (47,3%) and in the good category are 25 people (33,8%), the respond of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 24 people (32,4%), the action of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 26 people (35,1%).

From this result of research can be seen the sources of information, knowledge and the bad respond to the handling of diarhea as soon as possible to the toddlers will influence the effort in the bad handling the diarhea as soon as possible also to the toddlers. So, the information is suggested about diarhea needs to be informed to the all parties especially the Community Health Center and the Integrated Service Post framework are expected that always give information about the handling of diarhea as soon as possible of the toddlers to mothers, for example the activities in the Integrated Service Post.

Keywords: knowledge, respond, action, the handling of diarhea as soon as possible


(20)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, serta frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar (Suraatmadja, 2010).

Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI tahun 2011, melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, penumonia (post neonatal) 14%, malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4%, injuri (post neonatal) 3%, HIV (Human Immunodefficiency Virus) / AIDS (Acquired Immunodefficiency System) 2%, campak 1%, dan lainnya 13%. Kematian pada bayi < 1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur < 1 bulan akibat diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia (Depkes RI, 2011).

Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian balita, angka kesakitan


(21)

balita, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kesakitan balita menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu (Hidayat, 2008).

Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Balita (AKABA) atau Infant Mortality Rate (IMR). Sesuai dengan target Melenium Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Data tersebut menggambarkan bahwa upaya untuk mewujudkan dan menjaga anak Indonesia sehat masih menjadi tantangan besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia, 2010).

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,


(22)

dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%) sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).

Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang penting. Di Indonesia KLB diare masih terus terjadi hampir disetiap musim sepanjang tahun. KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia (Widoyono, 2008).

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita sebesar 6,7% sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. Jumlah penderita pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2012 dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. Angka kematian (CFR) akibat diare tertinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%. Proporsi kasus diare yang ditangani di Sumatera Utara adalah 41,34% sedangkan sisanya 58,66% tidak mendapatkan penanganan. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebesar 7,6% (Depkes RI, 2013).

Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari 594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214 kasus atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per 1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu 12,98%. Pencapaian IR ini jauh dibawah target program yaitu 220 per


(23)

1.000 penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang ada, terdapat 2 kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di Kabupaten Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara , 2011).

Kelangsungan hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka Kematian Bayi dan Balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Penyebab kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan pneumonia (Anik, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka kematian balita Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011).

Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli, Salmonella, Vibrio cholerae (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan


(24)

patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas, infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari) dan infeksi jamur (Widjaya, 2012).

Cara paling ideal untuk mencegah ataupun melawan penyakit yang sewaktu-waktu bisa menyerang tubuh balita adalah dengan membuat kualitas kesehatan dan daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Jika balita memiliki tubuh yang sehat dan selalu terjaga, maka balita tidak akan mudah jatuh sakit. Untuk membentuk anak yang sehat baik fisik maupun mental tidak lepas dari peran orang tua dalam melakukan upaya pemeliharaan, pencegahan dan perawatan kepada anaknya (Sudarmoko, 2011).

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Sehingga, jika ibu tidak hati-hati dengan kebersihan dirinya sendiri, secara tidak langsung ibu memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan berpindah pada tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011).

Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak


(25)

tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009).

Balita yang sangat rentan kondisi kesehatannya membutuhkan pengawasan dan perawatan sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan yang tepat pada anak, ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal pembawa bermacam penyakit yang mungkin bisa menyerang, seperti kuman, bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya (Nagiga dan Arty, 2009).

Penyakit diare sering disebut gastroenteritis, menyebabkan banyak kematian pada anak kecil. Kematian karena penyakit diare disebabkan oleh dehidrasi. Diare dan muntah menyebabkan hilangnya air dan garam dari dalam tubuh (Biddulph dan Stace,1999).

Diare bukan merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan balita dan tidak akan menjadi masalah utama masyarakat jika orang tua melaksanakan tugasnya di bidang kesehatan dalam penanganan diare dengan tepat. Pencegahan diare diantaranya adalah perilaku sehat dan penyehatan lingkungan (Depkes RI,2011).


(26)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare dengan harapan masalah diare dapat teratasi dan anak tidak mengalami dehidrasi sedang atau berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit. Namun pada kenyataannya, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia (Depkes RI,2011).

Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan pengetahuan setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit pada anak yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare (maryunani, 2010).

Pengetahuan ibu memengaruhi tindakan ibu terhadap pencegahan penyakit diare. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif menjelaskan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (1) Tahu (know) tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.(2) Memahami (comprehension) memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi (aplication)


(27)

aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). (4) Analisis (analysis) analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen. (5) sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation) evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2012).

Dari hasil penelitian tindakan ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita dapat dilihat tindakan ibu masih kurang baik karena tindakan ibu belum sesuai dengan tatacara atau panduan tentang cara melakukan pencegahan maupun penanganan dehidrasi akibat diare pada anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Andika (2012) dimana tindakan responden sebanyak 68% masih kurang dalam melakukan penatalaksanaan asuhan perawatan penyakit diare pada anak. Peneliti berasumsi jika tindakan ibu tidak diperbaiki maka akan dapat menyebabkan kondisi dehidrasi anak semakin parah sehingga yang ibu perlukan adalah mencari dan memperoleh informasi yang sesuai mengenai tindakan yang benar tentang cara melakukan pencegahan dan penanganan dehidrasi akibat diare pada anak.

Menurut penelitian Wulandari (2013), mengenai tingkat pengetahuan ibu yang mempunyai anak balita 1-5 tahun tentang penanganan diare di posyandu Sari


(28)

Mulyo VI Pringanom Masaran Sragen Tahun 2013 yaitu pengetahuan yang cukup (63,26%) tentang penanganan diare, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor pengalaman ibu, informasi dan media.

Pada Tahun 2014 Jumlah penyakit diare di Kota Gunungsitoli adalah sejumlah 12.840 kasus dimana terdapat 540 kasus diare pada balita. Kota Gunungsitoli merupakan Kota yang terdapat di Pulau NIAS yang terbagi dalam beberapa kecamatan yaitu Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Barat, Gunungsitoli Selatan, Gunungsitoli Idanoi dan Gunung sitoli Alo’oa.

Gunungsitoli Utara merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di bagian utara Kota Gunungsitoli yang terdiri dari 10 Desa yaitu Desa Afia, Desa Olora, Desa Lasarasowu, Desa Lolo Ana’a, Desa Lolo Moyo, Desa Teluk Belukar, Desa Tetehosi Afia, Desa Hambawa, Desa Gawu-gawu Bu’uso, Desa Hilimbowo Olora dan Desa Hiligodu Ulu.

Berdasarkan profil Puskesmas Gunungsitoli Utara tahun 2014 jumlah Diare pada Balita adalah sejumlah 74 kasus. Namun berdasarkan hasil survei pendahuluan masih banyak ibu yang tidak membawa balitanya ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan pada saat menderita diare sehingga kasus tersebut tidak terlaporkan. Kebanyakan ibu menganggap kalau penyakit yang diderita oleh balitanya adalah hanya penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik sehingga hal ini menjadi permasalahan dalam pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.


(29)

Berdasarkan data dan hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan sikap Ibu terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang diangkat adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015 .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menggambarkan pengetahuan ibu tentang penanganan diare secara dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015.

2. Untuk menggambarkan sikap ibu tentang penanganan diare secara dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015.

3. Untuk menggambarkan tindakan ibu dalam melakukan penanganan diare secara dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015.


(30)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi petugas kesehatan agar memperhatikan perilaku para ibu setempat dalam mengatasi penyakit diare pada balita.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.

3. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti dalam hal memahami tentang pengetahuan dan sikap ibu terhadap penanganan masalah diare secara dini pada balita.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku

2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner dan Allport (1993) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya rangsangan pada seseorang dan kemudian orang tersebut memberikan respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat kecerdasan dan sebagainya.


(32)

2. Faktor eksternal ialah lingkungan baik, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007) .

2.1.2 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif

(cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology)

mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur


(33)

(knowledge of specidetails and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan stuktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu. 4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:

1. Menghafal (Remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk


(34)

mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh

(exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing) dan menjelaskan

(explaining)

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

4. Menganalisis (Analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur


(35)

besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalis membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing) dan menemukan pesan tersirat (attributting).

5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini memeriksa

(checking) dan mengritik (critiquing). 6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning) dan memproduksi (producing) (Widodo, 2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: 1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.


(36)

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk, 2007) .

2. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi


(37)

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid dkk, 2007).

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau stimulus berikut:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.


(38)

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek atau stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada


(39)

orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap sesorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang


(40)

tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

4. Nilai di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup dalam bermasyarakat.

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.


(41)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain: 1. Imitasi

Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya.

2. Sugesti

Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:

 Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over pandangan,pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berfikir kritis.


(42)

 Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia tidak bisa berfikir.

 Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap ahli.

 Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).

 Will Of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena sebelummnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama. 3. Identifikasi

Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturan-peraturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.

4. Simpati

Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau kelompok orang lain.

2.1.3 Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu


(43)

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.

c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat,maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya),dan sebagian orang lain sangat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.Hal ini di sebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda.

2.14 Teori Perubahan Perilaku

Banyak teori tentang determinan perilaku salah satunya adalah social Learning Theory (SLT). Social Learning Theory (SLT) adalah suatu teori pembelajaran yang berfokus pada lingkungan atau faktor eksternal. Social Learning Theory (SLT) di perkenalkan pertama kali oleh bandura pada tahun 1977.


(44)

Social Learning Theory (SLT) merupakan suatu kombinasi antara perilaku dan kognitif teori dimana individu tersebut mempelajari perilaku melalui observasi dan kemudian mengimitasi atau mengadopsi perilaku tersebut. Dalam SLT ini, lingkungan mempengaruhi perilaku individu, sehingga individu tersebut berperilaku seperti apa yang ada di lingkungan.

Pada saat suatu perilaku baru di perkenalkan hanya melalui kegiatan observasi, maka berdasarkan teori social learning, hal tersebut dapat dikatakan proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan kognitif seseorang. Teori Social Learning yang di kemukakan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar perilaku individu diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model.

Konsep penting yang dikemukakakn Bandura adalah reciprocal determinism, yaitu seseorang atau individu akan bertingkah laku dalam suatu situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisa perilaku seseorang terdapat 3 komponen yaitu individu sendiri, lingkungan, serta perilaku individu tersebut. Berikut adalah skema dari reciprocal determinism.


(45)

Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism

Berdasarkan Skema konsep Reciprocal Determinism di atas dapat dijabarkan bahwa dalam Social Learning Theory menekankan pada hubungan antara individu tersebut, perilaku, dan lingkungan. Pada aspek individu, hal yang mempengaruhi adalah kepribadian, karakteristik seseorang, proses kognisi, self regulation atau kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi adalah nature atau alamiah, frekuensi, dan intensitas. Pada aspek lingkungan, hal yang mempengaruhi adalah rangsangan atau stimulus, baik secara sosial maupun secara fisik. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama meskipun pada lingkungan yang serupa, namun individu akan bertindak setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti.

Menurut Bandura (1977) dalam Feldman (2003), dalam melakukan proses modeling kegiatan observasi terdapat empat langkah yaitu:

Individu (Karakteristik, Kognisi, Kepribadian, Kemampuan

mengatur diri sendiri)

Lingkungan

Stimulus/Rangsangan: Sosial dan fisik

Perilaku

(Alamiah, Frekuensi, Intensitas)


(46)

1. Attention (Perhatian)

Dalam belajar menimbulkan suatu perhatian. Apapun yang mengganggu perhatian seseorang terhadap apa yang sedang di observasi, maka hal tersebut akan berdampak negatif bagi pembelajarannya. Sebaliknya, apapun yang dapat menjadikan seseorang tersebut tertarik pada suatu situasi, maka seluruh perhatian akan tertuju pada sesuatu hal yang sedang di pelajari.

2. Retention (daya ingat)

Kemampuan untuk menyimpan informasi adalah proses yang sangat penting dalam pembelajaran melalui observasi, Retensi di pengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi kemampuan untuk menyimpan informasi selanjutnya dan berperilaku menjadi sangat penting bagi pembelajaran melalui observasi. 3. Reproduction (Perkembangan)

Pada saat seseorang telah memberikan perhatian pada model dan menyimpan segala bentuk perilaku, maka pada tahap ini adalah menampilkan perilaku baru yang telah di observasinya.

4. Motivation (motivasi)

Agar pembelajaran melalui observasi tersebut berhasil, maka seseorang tersebut harus termotivasi untuk mengadopsi dan meniru perilaku yang menjadi model tersebut. Penguatan (Reinforcement) dan hukuman (Panishment) memainkan peranan yang penting dalam menimbulkan motivasi.


(47)

2.2 Diare

2.2.1 Pengertian Diare

Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada masa balita. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari tiga kali sehari dan pada neonatus lebih dari empat kali sehari (Hidayat,2008). Menurut Anik Maryunani (2010), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

Diare dapat terjadi dengan dua macam mekanisme, yang pertama disebut diare sekretorik, yaitu usus mensekresikan cairan secara berlebihan akibat kerusakan dinding usus. Kerusakan dinding usus ini dapat terjadi akibat penempelan virus, bakteri jahat atau parasit pada dinding usus. Yang kedua disebut sebagai diare osmotik, dimana tidak terjadi penyerapan air dalam usus, sehingga cairan yang masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan keluar begitu saja bersama tinja (Assiddiqi,2009).

Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi tiga, yaitu: diare akut, diare persisten dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari dua minggu, diare persisten berlangsung selama dua sampai empat minggu, dan diare kronis berlangsung lebih dari 4 minggu (Sofwan, 2010).

Diare akut pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self-limited disease), hanya terkadang para orang tua khawatir melihat keadaan anaknya sehingga diperlukan terapi dan penanganan agar penyakit dapat


(48)

lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh. Dehidrasi atau kekurangan cairan merupakan penyebab utama kematian akibat diare, dan anak akan mudah sekali kekurangan cairan-cairan karena komposisi air didalam tubuhnya yang lebih besar ketimbang orang dewasa. Prinsip terapi diare yang umumnya diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam tubuh (Sofwan, 2010).

2.2.2 Diare Pada Balita

Diare pada anak (balita) merupakan masalah pencernaan. Diare yang terjadi pada anak merupakan salah satu alasan umum yang membuat orangtua membawa anaknya kedokter. Anak di bawah usia dua tahun mengalami dua sampai tiga kali diare setiap tahunnya. Diare akut memegang porsi terbesar dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak dan kebanyakan disebabkan oleh dehidrasi (Sofwan, 2010).

Diare sifatnya bisa menular. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare, air sumur atau air tanah yang telah tercemar kuman diare, makanan dan minuman yang telah tekontaminasi kuman penyebab diare atau lantaran tidak mencuci tangan sebelum memberikan makanan atau minuman pada balita (Hamdani,2008).

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Sehingga jika anggota keluarga terutama ibu tidak hati-hati dengan kebersihan diri sendiri secara tidak


(49)

langsung dapat memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan ibu akan berpindah pada tubuh bayi. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sarasvati, 2010).

Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak terjadi dehidrasi (Nagiga dan Arty, 2009).

Pola buang air besar (BAB) pada balita berbeda dengan orang dewasa. Pada orang dewasa, buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi yang cair sudah bisa dianggap diare, sedangkan pada balita hal tersebut dikatakan normal. Orang tua memiliki peranan penting dalam menilai pola buang air besar anak sehari-hari. Anak dikatakan diare jika buang air besar lebih sering, lebih encer, dan lebih banyak dari biasanya. Selain itu perlu juga diperhatikan warna dan baunya. Karena ada kemungkinan warna dan bau BAB yang tidak seperti biasanya disebabkan oleh infeksi atau sebab lainnya (Sofwan, 2010).

Pada balita konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi buang air besar (BAB). Hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada balita lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada balita belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti sehari pada umumnya. Yang perlu diketahui adalah orangtua tidak memberi obat pemampat feses atau tinja. Sebab jika tinja mampat kuman tidak


(50)

akan mati, tapi justru akan berkumpul didalam usus. Lebih baik kuman dikeluarkan dulu melalui BAB. Setelah kuman habis otomatis diare akan berhenti dengan sendirinya (Sarasvati, 2010).

Diare bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain akibat infeksi usus, karena kekurangan gizi, kelaparan, kekurangan zat putih telur, atau yang paling umum adalah karena tidak tahan terhadap makanan tertentu. Diare dapat disertai dengan rasa nyeri pada perut (kram) karena aktivitas usus yang berlebihan, kehilangan nafsu makan, muntah, dan penurunan berat badan (Maryunani, 2010).

Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, dibawah ini akan dijelaskan penyebab diare (Sarasvati, 2010) yaitu:

1. Infeksi virus

Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Infeksi karena rotavirus ditemukan pada anak sekitar 60% dan merupakan penyebab diare berair

(watery diarrhea) yang seringkali dikaitkan dengan dehidrasi. 2. Infeksi bakteri

Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Esherichia coli bisa merupakan penyebab diare pada anak.

3. Parasit

Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus.


(51)

4. Antibiotik

Jika anak (balita) mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai dokter memberikan persetujuan.

5. Makanan dan minuman

Terlalu banyak jus, terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan kandungan fruksosa yang tinggi atau terlalu banyak minuman manis dapat membuat perut balita kaget dan menyebabkan diare.

6. Alergi makanan

Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam, salah satunya adalah reaksi yang menyebabkan diare.

7. Intoleransi makanan

Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contohnya intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa. Anak yang mengalami intoleransi laktosa, artinya anak tersebut tidak cukup memproduksi lactase suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya).


(52)

2.2.4 Penanganan dan Pecegahan Diare Secara Dini Pada Balita

Sakit adalah suatu kondisi yang dapat menimpa setiap orang. Kondisi ini sebagian dapat diupayakan pencegahannya. Orangtua khususnya ibu harus mengetahui bagaimana harus bersikap menghadapi kondisi anak yang sedang sakit sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, antara lain meliputi pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit seperti (panas, batuk, flu, diare, dan luka), tindakan yang diperlukan, pengobatan, dan upaya lainnya yang berkaitan. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif (Widoyono, 2010).

Penanganan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya

(self limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir melihat keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)

Diare umumnya ditularkan melalui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly and Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah :

- Penyiapan makanan yang higienis - Penyediaan air minum yang bersih - Kebersihan perorangan


(53)

- Pemberian ASI ekslusif

- Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet) - Tempat buang sampah yang memadai

- Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan - Lingkungan hidup yang sehat (Sarasvati, 2010) 2.2.5 Pedoman WHO Dalam Penanganan Diare

Sampai saat ini, para ahli dan dokter anak di seluruh dunia masih mencari dan melakukan penelitian tentang penanganan diare pada anak yang paling optimal. WHO (World Health Organization), melalui anak cabangnya yang mengurusi anak-anak (UNICEF), sering mengadakan pertemuan untuk membahas hal ini. Saat ini, penanganan diare pada anak masih berpedoman pada kesepakatan WHO yang disebut 5 Ways to Threat Diarrhea , di Indonesia dikenal dengan Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lima pendoman tersebut adalah (Sofwan, 2010):

1. Berikan oralit formula baru

2. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan ASI-makan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat untuk ibu dan keluarga 1. Pemberian Oralit Formula Baru

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh formula oralit. Dan telah terbukti bahwa oralit dapat menurunkan angka kematian akibat dehidrasi. Oralit ini sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan cairan dan


(54)

elektrolit tubuh. Karena oralit juga mengandung elektrolit yang hilang bersama keluarnya tinja (Maryunani, 2010).

Langkah pertama dalam menangani diare pada anak adalah memberikan oralit. Oralit diberikan mulai dari pertama kali anak diare sampai diare berhenti. Pada waktu anak diare, selain cairan yang keluar melalui feses, ada garam tubuh yang ikut hilang bersama cairan tersebut. Garam tubuh tersebut berupa garam elektrolit seperti Natrium (Na), Kalium (K), Klorida (CI), Glukosa, dan Karbonat. Garam-garam elektrolit ini berguna untuk menjaga keseimbangan elektrolit di dalam tubuh. Jika tubuh kekurangan cairan dan garam-garam ini, maka dapat terjadi dehidrasi dan gangguan fungsi organ dan tubuh lainnya (Sofwan, 2010).

Secara umum, ada dua bentuk oralit yaitu dalam bentuk larutan yang sudah siap saji dan dalam bentuk bubuk. Keduanya dapat diperoleh dengan mudah di puskesmas, toko obat, dan apotek, serta tidak memerlukan resep dokter untuk membelinya harganya juga cukup terjangkau.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa oralit formula baru memiliki beberapa kelebihan dibandingkan oralit formula lama, yaitu (Sofwan, 2010):

1. Mengurangi volume feses hingga 25% 2. Mengurangi efek mual-muntah hingga 30%

3. Mengurangi pemberian cairan melalui intravena (infuse) bila anak perlu dirawat

Cara penggunaan oralit adalah dengan melarutkan satu bungkus oralit dalam 1 gelas (200 ml) air putih (boleh hangat atau biasa saja). Untuk melarutkan oralit gunakan air matang yang telah dingin dan tidak boleh menggunakan air mendidih.


(55)

Larutan yang telah 24 jam tidak boleh digunakan lagi. Semua isi bungkusan dilarutkan dalam 200 ml air. Oralit diberikan setiap kali anak menceret sebanyak 10 ml per kg berat badan anak. Jumlah yang diminum disesuaikan dengan usia dan tingkat keparahan diarenya. Aturan pakai oralit yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2011) :

Table 2.1 Aturan Pemakaian Oralit

Usia Mencegah

dehidrasi (tiap buang air besar/BAB)

Mengatasi Dehidrasi 3 jam pertama selanjutnya

tiap BAB

>11 Bulan 0.5 gelas 1,5 gelas 0,5 gelas

1-4 Tahun 1 gelas 3 gelas 1 gelas

>5 tahun 1.5 gelas 6 gelas 1,5 gelas

Dewasa 2 gelas 12 gelas 2 gelas

Oralit dapat digantikan dengan cairan rumah tangga seperti sup, air tajin, air kelapa, dan larutan gula garam. Namun pada anak diare jangan diberikan minuman seperti soft drink atau kopi. Larutan gula garam dapat dibuat dengan mudah di rumah. Caranya adalah dengan 1 sendok teh gula ditambah ¼ sendok teh garam dilarutkan dalam 1 liter air putih (Purnamasari,2011).

2. Berikan Zinc Selama 10 Hari Berturut-turut

Langkah kedua yang perlu dilakukan untuk menangani diare adalah memberikan Zinc (seng) selama 10 hari berturut-turut. Zinc adalah zat gizi mikro yang ada di dalam tubuh dan berguna untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc akan ikut terbuang atau keluar dari dalam tubuh pada saat anak diare, sehingga mengakibatkan jumlah Zinc di dalam tubuh berkurang. Itulah sebabnya dibutuhkan tambahan Zinc untuk menggantikannya. WHO dalam penelitiannya mengemukakan beberapa manfaat zinc (Sofwan, 2010), yaitu:


(56)

1. Mengurangi angka kejadian diare sebanyak 34%

2. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare akut sampai 20% 3. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare persisten sampai 24% 4. Mengurangi kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten

sebanyak 42%

5. Mengurangi angka pneumonia atau radang paru-paru sebesar 26%

Pada kasus diare akut, Zinc diberikan minimal 10 hari berturut-turut dan satu kali sehari. Sekalipun diare telah berhenti, misalnya setelah tiga hari, pemberian Zinc tetap dilanjutkan karena Zinc akan meningkatkan sisitem imun anak dan mengurangi angka kejadian diare berulang hingga 3 bulan ke depan. Saat ini, ada dua bentuk Zinc yang tersedia di Indonesia, yaitu sirup dan tablet. Zinc diberikan sesuai dengan usia anak. Zinc dalam bentuk tablet perlu dilarutkan dalam air sebelum ditelan. Caranya adalah dengan meletakkan tablet Zinc ke sendok berisi air, ditunggu hingga lart dan setelah itu baru diminum. Efek samping Zinc yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah. Zinc dapat diberikan bersama-sama dengan obat lainnya, termasuk oralit. Zinc dapat diperoleh dengan mudah di toko obat dan apotek, namun harus diakui bahwa harganya cukup mahal. Meskipun demikian, konsumsi Zinc pada saat diare sangat menguntungkan karena biasanya setelah itu anak akan terlihat lebih fit, sehat, dan jarang sakit-sakitan (Sofwan, 2010).

3. Teruskan Pemberian ASI dan Makanan

Langkah ketiga adalah terus ASI (Air Susu Ibu) dan makan. Pemberian ASI untuk bayi dan balita tetap diteruskan pada saat diare. begitu juga dengan


(57)

pemberian makanan sehari-hari pada anak yang lebih besar. ASI tidak menyebabkan diare, justru dapat membantu mencegah diare. makanan sehari-hari tetap dilanjutkan dan cobalah perbanyak makanan yang berkuah, seperti sup, sereal, dan kuah sayur-sayuran. Selain digunakan untuk energi, makanan-makanan ini dan juga ASI (bila masih diberi ASI) akan menambah jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Pemberian susu formula (untuk anak yang lebih besar) juga tetap dapat dilanjutkan selama diare (Sofwan, 2010).

Akibat makanan yang terbuang karena tidak diserap oleh usus, diare dapat menyebabkan gangguan nutrisi. Padahal pada kondisi ini, metabolism tubuh lebih tinggi sebagai upaya melawan infeksi, sehingga nutrisi yang diperlukan pun lebih banyak. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang dibenarkan apabila selama diare menjadi takut memberi makan dan minum. Justru makan dan minum ini sangat diperlukan (Purnamasari, 2011).

Ketika anak (balita) mengalami diare, orangtua khususnya ibu harus memperhatkan aspek gizi pada anak karena balita masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, sehingga aspek gizi ini sangat penting. Tidak jarang, ketika anak mengalami diare fokus perhatian orangtua terlalu terpaku pada cara menyembuhkan dan menghentikan diare, sehingga akhirnya lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Banyak orangtua ragu serta tidak mengetahui makanan apa yang sebaiknya diberikan ketika anak diare, sehingga akhirnya membatasi makanan yang dikonsumsi. Adapun, makanan yang perlu dihindari ketika anak mengalami diare akut dapat dilihat pada table berikut (Sofwan, 2010):


(58)

Tabel 2.2 Makanan yang Direkomendasikan dan yang Perlu Dihindari Makan yang direkomendasikan Makanan yang perlu dihindari Makanan yang mengandung tepung

Seperti: beras, kentang, bakmi, biscuit, Sereal (bubur, gandum), sup, Yogurt, Sayur-sayuran Buah-buahan

Minuman dengan pemanis buatan, Minuman bersoda.

Makanan berlemak atau mengandung lemak dalam jumlah tinggi.

Makanan atau minuman yang terbuat dari gula sederhana Seperti: jus apel buatan, sereal dengan pemanis buatan,dan lain-lain.

4. Antibiotika Selektif

Langkah keempat dalam penanganan diare pada anak (balita) adalah antibiotika selektif. Maksudnya adalah adalah cobalah untuk tidak memberikan antibiotika secara sembarangan ketika anak diare. Banyak orangtua yang terkadang “sok pintar” dan langsung memberikan antibiotika ketika anak diare. Terkadang setelah diberikan antibiotika diare semakin bertambah parah. Seharusnya orang tua lebih berhati-hati dan bijak dalam memberikan pengobatan pada anak. Di dunia medis dikenal istilah antibiotic associated diarrhea atau diare yang disebabkan karena pemberian antibiotika (Sofwan, 2010).

Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri. Sedangkan diare akibat virus tidak dapat diatasi dengan antibiotik, dan justru bisa semakin memburuk. Pemberian antibiotik ini harus sesuai dengan indikasi, sehingga sebaiknya sesuai dengan petunjuk dokter (Ngastiyah, 2005).


(59)

Kerugian utama dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional terletak pada sisi ekonomi atau biaya, karena pemberian antibiotika menambah biaya berobat yang mubazir. Kerugian kedua adalah meningkatkan resistensi kuman. Artinya, jika diberikan tidak dalam dosis dan durasi yang tepat justru akan membuat kuman atau bakteri menjadi kebal terhadap antibiotika tersebut. Dan kerugian ketiga adalah kemungkinan diare tidak membaik dan malahan memburuk (antibiotic associated diarrhea). Bila dikonsumsi, antibiotika tidak hanya akan membunuh bakteri jahat yang ada di dalam tubuh, melainkan juga membunuh sebagian bakteri baik yang ada di dalam tubuh, sehingga justru akan menyebabkan ketidakseimbangan bakteri di dalam tubuh (Sofwan, 2010).

5. Konseling Untuk Ibu dan Keluarga

Sejatinya, langkah kelima tidak termasuk dalam konteks penanganan diare, melainkan lebih kepada edukasi para orangtua mengenai perlunya kewaspadaan bila terjadi hal-hal yang lebih serius terhadap diare yang dialami balita. Langkah ini diberikan oleh para praktisi kesehatan kepada orangtua agar selalu memantau keadaan balita dan bila terjadi hal-hal yang lebih serius agar segera dibawa kembali ke dokter. Sekalipun diare akut tergolong ringan, tetapi pada beberapa keadaan kesehatan balita dapat memburuk dan bahkan membahayakan jiwa. Dokter dan praktisi kesehatan lainnya perlu mengedukasi para orangtua mengenai cara pembuatan dan pemberian oralit, Zinc dan informasi lain seputar masalah diare akut (Sofwan, 2010).

Segala kekhawatiran orangtua mengenai keadaan anaknya sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter. Pelaksanaan utama keberhasilan


(60)

penanganan diare di komunitas adalah orangtua. Hal ini sangat diperlukan bagi orang tua, terutama ibu, untuk mengenali diare dan membantu penyembuhannya (Nagiga dan Arti, 2009).

2.2.6 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare Pada Balita

Diare pada balita merupakan penyakit yang dapat dicegah. Beberapa perilaku berikut dapat menjadi risiko terjadinya diare pada anak, yaitu:

1. Pengunaan botol susu

Botol susu yang jarang dibersihkan dapat menjadi media transportasi kuman kedalam pencernaan balita. Oleh karena itu perlu untuk selalu mencuci botol susu hingga bersih dan sebaiknya direbus sebelum digunakan lagi, agar kuman yang menempel pada botol susu tersebut dapat mati dalam pemanasan.

2. Makanan masak dalam suhu kamar

Makanan masak yang disimpan pada suhu kamar untuk dimakan kemudian, dapat memudahkan terjadinya pencemaran akibat terjadinya kontak dengan permukaan alat-alat yang terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam dalam suhu kamar, kuman dapat berkembang biak pada makanan tersebut.

3. Air minum yang tercemar kuman

Air minum yang tercemar bisa terjadi melalui dua hal, yaitu tercemar pada sumber airnya dan tercemar pada tempat penyimpanan minumannya.

4. Tidak cuci tangan setelah buang air besar atau membuang tinja balita

Mencuci tangan merupakan hal sederhana dan sangat penting, terutama setelah terpapar dengan sesuatu yang mengandung kuman. Apalagi setelah itu


(1)

S9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid STS 1 1.4 1.4 1.4

TS 8 10.8 10.8 12.2

S 34 45.9 45.9 58.1

SS 31 41.9 41.9 100.0

Total 74 100.0 100.0

S10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid STS 1 1.4 1.4 1.4

TS 12 16.2 16.2 17.6

S 24 32.4 32.4 50.0

SS 37 50.0 50.0 100.0

Total 74 100.0 100.0

S11

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid S 27 36.5 36.5 36.5

TS 25 33.8 33.8 70.3

STS 22 29.7 29.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

S12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 1 1.4 1.4 1.4

TS 20 27.0 27.0 28.4

S 30 40.5 40.5 68.9

SS 23 31.1 31.1 100.0

Total 74 100.0 100.0

5. Tindakan

Frequencies (Tindakan)

Frequency Table

T1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 2 2.7 2.7 2.7

Ya 72 97.3 97.3 100.0


(2)

T2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 29 39.2 39.2 39.2

Tidak 45 60.8 60.8 100.0

Total 74 100.0 100.0

T3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 30 40.5 40.5 40.5

Ya 44 59.5 59.5 100.0

Total 74 100.0 100.0

T4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 37 50.0 50.0 50.0

Tidak 37 50.0 50.0 100.0

Total 74 100.0 100.0

T5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 67 90.5 90.5 90.5

Ya 7 9.5 9.5 100.0

Total 74 100.0 100.0

T6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 24 32.4 32.4 32.4

Ya 50 67.6 67.6 100.0

Total 74 100.0 100.0

T7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 35 47.3 47.3 47.3

Tidak 39 52.7 52.7 100.0


(3)

Valid Tidak 18 24.3 24.3 24.3

Ya 56 75.7 75.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

T9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 21 28.4 28.4 28.4

Ya 53 71.6 71.6 100.0

Total 74 100.0 100.0

T10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 16 21.6 21.6 21.6

Ya 58 78.4 78.4 100.0

Total 74 100.0 100.0

T11

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 18 24.3 24.3 24.3

Ya 56 75.7 75.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

T12

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 15 20.3 20.3 20.3

Ya 59 79.7 79.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

T13

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 32 43.2 43.2 43.2

Ya 42 56.8 56.8 100.0


(4)

6. Kategori Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap, Tindakan

Frequencies

Statistics

Sumber Informasi Pengetahuan Sikap Tindakan

N Valid 74 74 74 74

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

Sumber Informasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 30 40.5 40.5 40.5

Sedang 16 21.6 21.6 62.2

Baik 28 37.8 37.8 100.0

Total 74 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 35 47.3 47.3 47.3

Sedang 14 18.9 18.9 66.2

Baik 25 33.8 33.8 100.0

Total 74 100.0 100.0

Sikap

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 33 44.6 44.6 44.6

Sedang 17 23.0 23.0 67.6

Baik 24 32.4 32.4 100.0

Total 74 100.0 100.0

Tindakan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 33 44.6 44.6 44.6

Sedang 15 20.3 20.3 64.9

Baik 26 35.1 35.1 100.0


(5)

Gambar 1.1 wawancara yang dilakukan peneliti kepada reponden


(6)

Gambar 1.3 wawancara yang dilakukan peneliti kepada responden


Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Yang Memiliki Balita Terhadap Penyakit Diare Di RW.03 Kelurahan Sukawarna Wilayah Kerja Puskesmas Sukawarna Kota Bandung Tahun 2007.

3 14 27

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Pencegahan dan Penaggulangan Secara Dini Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Hegarmanah Jatinangor.

0 1 1

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

0 0 17

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

0 0 2

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

0 0 11

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

0 0 34

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

0 0 3

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

0 0 33

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP IBU DAN KETERSEDIAAN FASILITAS TERHADAP UPAYA IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BETAET KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2015 - Repositori Universitas Andalas

0 0 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK PENANGANAN BALITA DIARE DI RUMAH PADA WILAYAH PUSKESMAS KALIMANAH PURBALINGGA

0 0 13