Manfaat ekologi Kegiatan Rehabilitasi di Lokasi Penelitian

5.3 Kontribusi Masyarakat dalam Upaya Adaptasi Perubahan Iklim melalui Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kontribusi masyarakat dalam upaya adaptasi perubahan iklim melalui kegiatan RHL di TNMB khususnya pada lokasi penelitian yang diamati berdasarkan tiga parameter utama yaitu ekologi, ekonomi dan persepsi.

5.3.1 Manfaat ekologi

Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh petani peserta kegiatan RHL merupakan salah satu bentuk adaptasi perubahan iklim dengan mengikuti kegiatan RHL ini telah menciptakan kondisi lingkungan yang mampu mengurangi dampak dari perubahan iklim. Hal ini dibuktikan dengan jumlah karbon tersimpan yang direduksi dari CO₂ melalui proses fotosentesis di bagian tanaman. Tabel 10 Jumlah tanaman pokok di lokasi penelitian Nama Desa Luas Lahan Rehabilitasi ha Kisaran Jumlah Tanaman Pokok per Hektar Btgha Kisaran Total Jumlah Tanaman Pokok Btg 1 2 1 x 2 Sanenrejo 420 130 – 131 54.797 – 54.823 Wonoasri 208,6 335 – 336 69.952 – 70.119 Sumber: Diolah dari data primer Ket: 2 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Cohran 1977 Hasil pengolahan data terhadap 40 plot sampling yang diambil secara acak di kedua lokasi penelitian, didapatkan data yang tersaji pada Tabel 10. Bedasarkan Tabel 10, kisaran total jumlah tanaman pokok di Desa Sanenrejo berkisar antara 54.823 – 54.797 individu pohon dengan kisaran jumlah tanaman pokok per hektar antara 130 – 131 individu pohon. Persentase keberhasilan tumbuh tanaman pokok di Desa Sanenrejo adalah 32,62 – 32,63. Sedangkan kisaran total jumlah tanaman pokok di Desa Wonoasri antara 69.952 – 70.119 individu pohon dengan luas lahan rehabilitasi sebesar 208,6 ha. Kisaran jumlah tanaman pokok per hektar adalah 335 – 336 individu. Persentase keberhasilan tumbuh tanaman pokok 83,83 – 83,91. Walaupun luas lahan rehabilitasi di Desa Sanenrejo lebih luas yaitu 420 ha, bila dibandingkan dengan Desa Wonoasri, kisaran jumlah total tanaman pokok yang tumbuh di Desa Sanenrejo lebih sedikit, hal ini dikarenakan masyarakat di Desa Sanenrejo umumnya lebih memilih menanam sedikit tanaman pokok agar luasan lahan garapan mereka tidak terlalu berkurang. a b Gambar 7 Jumlah tanaman pokok di lokasi penelitian a Sanenrejo b Wonoasri. Hasil pengolahan data, masyarakat di kedua desa lokasi penelitian telah memberikan kontribusi terhadap upaya penanggulan perubahan iklim dengan turut serta dalam kegiatan RHL menanam tanaman pokok sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang yang telah mereduksi CO 2 menjadi karbon sejak lebih kurang 14 tahun terakhir. Kisaran CO 2 yang direduksi menjadi karbon berbanding lurus dengan jumlah tanaman pokok dan persentase keberhasilan tumbuh tanaman pokok. Jumlah simpanan karbon secara keseluruhan di Desa Sanenrejo sebesar 2.531,45 ton dengan kisaran simpanan karbon per hektar sebesar 6,03 tonha. Sedangkan kisaran jumlah simpanan karbon di Desa Wonoasri secara keseluruhan pada lahan rehabilitasi adalah 2.255,27 ton dan kisaran simpanan karbon per haktar sebesar 10,81 tonha. Tabel 11 Tabel 11 Jumlah simpanan karbon di lokasi penelitian Nama Desa Luas Lahan Rehabilitasi ha Kisaran Simpanan Karbon per Hektar tonha Kisaran Total Simpanan Karbon ton 1 2 1 x 2 Sanenrejo 420 6,03 2.531,45 Wonoasri 208,6 10,81 2.255,27 Sumber: Diolah dari data primer Ket: 2 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan allometrik Kisaran CO 2 yang direkduksi per hektar lahan melalui program ini di Desa Sanenrejo dan Wonoasri memiliki selisih yang besar. Desa Wonoasri mereduksi CO 2 lebih banyak dibandingkan Desa Sanenrejo yang berbanding lurus dengan jumlah dan persentase keberhasilan tumbuh tanaman pokok di kedua desa. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat di sekitar Resort Wonoasri untuk menanami lahan kritis dengan tanaman pokok lebih besar dan keinginan untuk pengadaan program rehabitasi ini timbul atas inisiatif warga sekitar Resort Wonoasri. Berbeda hal-nya dengan di Resort Sanenrejo yang kesadaran untuk menanami lahan kritis timbul atas prakarsa Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Sehingga ketika program pendampingan oleh LSM berakhir, maka kesadaran masyarakat untuk menanami lahan kritis mulai menurun dan beralih kepada penanaman tanaman semusim yang intensif tanpa menghiraukan jumlah tanaman pokok di lahan garapan mereka. Di sisi lain kondisi kelerengan di wilayah Resort Sanenrejo lebih curam dan rawan bencana dibandingkan dengan Resort Wonoasri. Sehingga kemampuan tanaman pokok untuk bertahan hidup lebih kecil. Peningkatan jumlah tanaman pokok merupakan salah satu bentuk kegiatan penanggulangan perubahan iklim yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer, khususnya CO 2 . Hal ini dikarenakan setiap batang tanaman dapat menyerap CO 2 dan merubahnya menjadi glukosa melalui proses fotosintesis lalu menyimpannya dalam bentuk unsur karbon dalam bentuk biomassa. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Brown 1997 bahwa hampir 50 dari biomassa vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon dimana unsur tersebut dapat dilepas ke atmosfer dalam bentuk CO 2 apabila hutan dibakar atau ditebang habis sebagai salah satu jalan hara keluar sehingga konsentrasinya bisa meningkat secara global di atmosfer. Hasil penelitian ini apabila dibandingkan dengan kegiatan rehabilitasi di Cipendawa Megamendung Bogor yang diamati oleh Suciyani 2009 dimana jumlah karbon tersimpan sebesar 5,5 tonha. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan RHL di TNMB berjalan dengan baik. Jumlah karbon tersimpan berbanding lurus dengan jumlah CO 2 yang diserap oleh tanaman di lahan tersebut.

5.3.2 Manfaat ekonomi