Kegiatan Rehabilitasi di Taman Nasional Meru Betiri

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kegiatan Rehabilitasi di Taman Nasional Meru Betiri

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, memberikan batasan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Fungsi TNMB sebagaimana yang dirumuskan dalam rencana pengelolaan TNMB mengemban empat fungsi yaitu fungsi pengawetanperlindungan, fungsi penelitianilmu pengetahuan, fungsi pendidikan dan fungsi rekreasi. Zona Rehabilitasi di TNMB terbentuk diawali dengan penetapan hutan Meru Betiri sebagai hutan lindung yang merupakan keputusan dari Besluit van den , Direktur Landbouw neveirheiden Handel, No. 7347B, pada tanggal 29 Juli 1931. Pada tanggal 6 Juni 1972, hutan lindung Meru Betiri ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa dengan luas 50.000 ha berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 267KPTSUM61972, untuk perlindungan harimau jawa. Pada tahun 1997 melalui SK Menteri Kehutanan No. 227KPTS61997 Meru Betiri ditetapkan sebagai taman nasional. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan perekonomian menjadi tidak stabil dan berakibat terhadap terpuruknya kehidupan masyarakat sekitar TNMB. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan melalui penebangan dan penjarahan secara besar-besaran kayu jati dan hasil hutan lainnya, kegiatan ini juga dilakukan oleh sebagian masyarakat di sekitar TNMB. Hal ini menyebabkan gundulnya hutan jati seluas 4.000 ha, serta terjadinya konflik antara taman nasional dengan masyarakat. Setelah perambahan tersebut maka terjadilah pembukaan lahan bekas tegakan jati oleh masyarakat yang dikenal dengan istilah tetelan. Setelah terbentuknya lahan kritis ini, berdasarkan SK Dirjen PHKA tanggal 13 Desember 1999 ditetapkanlah pembagian sistem zonasi TNMB, salah satunya Zona Rehabilitasi seluas 4.023 ha. Tujuan ditetapkannya Zona Rehabilitasi adalah untuk mencegah terjadinya perluasan ke Zona Rimba. Dasar kebijakan kegiatan RHL di Zona Rehabilitasi TNMB adalah surat persetujuan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 1008Dj-VILH1998 dan surat persetujuan Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor 1354Dj-VKK1999, tentang penetapan tim rehabilitasi kawasan. Kegiatan RHL dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga UU No. 41 Tahun 1999. Dijelaskan juga bahwa penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Maksud dan sasaran kegiatan rehabilitasi lahan di TNMB adalah untuk memulihkan areal bekas penjarahan dan lahan terbuka, serta mengurangimenghentikan perambahan pada zona rimba dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan sebagai pelaku kegiatan rehabilitasi Balai TNMB 1999. Gambar 3 Zona Rehabilitasi TNMB. Kegiatan RHL menerapkan sistem agroforestry dengan pola tumpangsari. Agroforestry didefinisikan sebagai suatu sistem pengelolaan hutan dengan berdasarkan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian termasuk tanaman pohon- pohonan dan tanaman hutan danatau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat King dan Chandler 1978. Selanjutnya King dan Chandler 1978 menjelaskan beberapa bentuk agroforestry yaitu agrisilviculture , sylvopastoral serta agrosylvo-pastoral system. Kegiatan RHL yang sedang berjalan di TNMB termasuk ke dalam bentuk agroforestry agrisilviculture , penggunaan lahan ditujukan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan. Tujuan akhir kegiatan agroforestry adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat petani terutama yang di sekitar hutan, yaitu dengan memprioritaskan partisipasi aktif masyarakat dalam memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan berlanjut dengan memeliharanya Dephut 1992. Gambar 4 Sistem agroforestry di Zona Rehabilitasi TMNB. Kegiatan RHL yang sedang berlangsung di TNMB dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan. Kerjasama antara pengelola TNMB dengan masyarakat peserta rehabilitasi hutan dan lahan berbentuk pola kemitraan, dilakukan dengan sistem agroforestry. Masyarakat peserta kegiatan RHL diprioritaskan pada masyarakat lokal danatau petani ekonomi lemah. Bentuk ikatan antara petani peserta rehabilitasi dengan pengelola dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak selama satu tahun, dan dapat diperpanjang sesuai dengan pertimbangan pengelola. Secara hukum cukup kuat, dimana jika terjadi pelanggaran terhadap isi perjanjian dapat dikenakan sanksi hukum. Petani peserta kegiatan dipinjami lahan untuk diolah seluas 0,25 hakk, pada kenyataan di lapangan luas lahan garapan dapat kurang atau bahkan lebih dari 0,25 hakk.

5.2 Kegiatan Rehabilitasi di Lokasi Penelitian