Sejarah Zona Rehabilitasi Kondisi Fisik Lokasi Penelitian

BAB III KONDISI UMUM LOKASI

3.1 Sejarah Zona Rehabilitasi

1931 – 1938 Hutan Lindung Meru Betiri, berdasarkan keputusan Besluit van Den, Direktur Landbouw Neverheiden Handel, No. 7347B tanggal 29 Juli 1931 dan Besluit Directur van Economische Zaken No. 5751 tanggal 28 April 1938. 1972 Suaka margasatwa, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 267KptsUm71972 tanggal 6 Juni 1972 untuk melindungi harimau jawa Panthera tigris sondaica. 1982 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 736KptsMentanX1982 di Kongres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar, Bali. Sebelumnya telah dilakukan perluasan kawasan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 529KptsUm71982 tanggal 21 Juli 1982. 1997 Taman nasional, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 277Kpts-VI1997 tanggal 23 Mei 1997. 1999 Zona rehabilitasi, salah satu zonasi di Taman Nasional Meru Betiri berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. 185KptsDJ- V1999 tanggal 13 Desember 1999.

3.2 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian

Daerah pemukiman padat penduduk seperti Desa Sanenrejo dan Desa Wonoasri, merupakan desa terdekat dengan kawasan penyangga TNMB. Kedua desa tersebut berada di Wilayah Kecamatan Tempurejo, jarak antara desa-desa ini sekitar 500 m dari taman nasional. Sedangkan luas masing-masing desa untuk lokasi kajian disajikan pada Tabel 1. Kondisi geografis di lokasi kajian mempunyai topografi gelombang, berbukit dengan variasi dataran rendah pantai sampai pegunungan dengan ketinggian 1.223 m dpl. Desa kajian beriklim C dan mempunyai curah hujan 2.300 – 4.000 mm pertahun dengan rata-rata bulan kering 4 bulan dan bulan basah 7 bulan. Hasil survei Seidenticker tahun 1976 dalam laporan BP DAS Sampean –Madura 2002. Tabel 1 Luas desa penelitian No. Nama Desa Luas Total km² 1 Desa Sanenrejo 8,89 2 Desa Wonoasri 6,18 Sumber: Monografi Desa Sanenrejo dan Desa Wonoasri tahun 2002 Tabel 2 menggambarkan jenis, luas dan rata-rata kepemilikan lahan yang ada di lokasi penelitian. Luas penguasaan lahan petani relatif sempit dan hal ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan usahatani yang mereka lakukan, ini terlihat pada Tabel 2 bahwa kepemilikan rata-rata petani di kawasan penyangga TNMB seluas kurang dari 1 hakk. Pada dasarnya pemanfaatan lahan di kawasan penyangga bertentangan dan melanggar hukum, namun desakan ekonomi masyarakat sekitar kawasan penyangga telah membuat mereka terpaksa melakukannya. Tabel 2 Jenis, luas dan rata-rata kepemilikan lahan per kk di desa penelitian No. Nama Desa Tipe Lahan Jumlah ha Rata-Rata Kepemilikan Lahan hakk Sawah ha Pekarangan ha Tegal ha 1 Sanenrejo 175,65 87,05 180,12 442,82 0,30 2 Wonoasri 205 127,20 248,37 580,57 0,23 Sumber: Monografi Desa Sanenrejo dan Desa Wonoasri tahun 2002

3.3 Keanekaragaman Hayati