32
a. Penyortiran dilakukan setidaknya dua kali oleh dua orang yang berbeda untuk memperkecil
kemungkinan adanya dirty paper yang lolos. b.
Operator menyortir tumpukan kertas secara menyeluruh mulai dari sisi kertas hingga ke bagian sisi kertas yang lainnya.
c. Menjaga kebersihan di area cutter rewinder, finishing dan converting.
4.5.4 DEFECT SIZE VARIATION
Di area cutter rewinder
a. Standarisasi setting tension roll pada mesin cutter.
b. Inspeksi harian untuk konveyor.
c. Standarisasi titik potong pada slitter.
4.5.5 DEFECT FOLDED
Di area cutter rewinder
a. Menyeting vibrator pada cutter dengan benar sesuai ukuran kertas yang akan dipotong di
cutter. b.
Menyeting ulang mesin setiap kali ada penyimpangan. c.
Inspeksi harian untuk konveyor, konveyor separatordoctor. d.
Menjalankan jadwal perbaikan alat secara teratur.
Di area Sortir, finishing, dan converting
a. Mengecek kertas secara hati-hati untuk menghindari kemungkinan kertas yang terlipat saat
pengecekan berlangsung. b.
Penyortiran dilakukan setidaknya dua kali oleh dua orang yang berbeda untuk memperkecil kemungkinan adanya dirty paper yang lolos.
c. Membuat jalan masuk ke area finishing tersendiri untuk forklift.
4.6 CONTROL
33
Fase control bertujuan untuk melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma. Pada fase ini alat yang digunakan
adalah c-chart. Menurut Breyfogle 2003, c-chart dapat digunakan untuk memonitor proses. Parameter c-chart dapat adalah sebagai berikut:
CL = c-bar UCL = c-bar + 3
√c-bar LCL = c-bar - 3 √c-bar
Gambar 10. C-Chart Holes Paper Berdasarkan grafik pada Gambar 10, terlihat bahwa kertas yang dihasilkan masih berada di
dalam batas kendali, yaitu dengan nilai defect per unit sebesar 0,0008 ton, 0,0011 ton, dan 0,0008 ton dengan batas atas UCL sebesar 0,09 dan batas bawah LCL sebesar 0. C-Chart memiliki garis pusat
sebesar 0,0009 ton.
Gambar 11. C-Chart Dirty Paper 0,01
0,02 0,03
0,04 0,05
0,06 0,07
0,08 0,09
0,1
1 2
3
Value
Sample
UCL LCL
c ‐bar
DPU
0,005 0,01
0,015 0,02
0,025 0,03
0,035 0,04
0,045
1 2
3
Value
Sample
UCL LCL
c ‐ bar
DPU
34
Berdasarkan grafik pada Gambar 11, terlihat bahwa kertas yang dihasilkan masih berada di dalam batas kendali, yaitu dengan nilai defect per unit sebesar 0,000236 ton, 0,000192 ton dan
0,000174 ton dengan batas atas UCL sebesar 0,043 dan batas bawah LCL sebesar 0. C-Chart memiliki garis pusat sebesar 0,000201 ton.
Apabila sampel berada dalam batas kendali maka berarti proses produksi terkendali dan solusi perbaikan yang telah ditetapkan dapat terus dilanjutkan. Namun, bila sampel berada di luar batas
kendali maka pihak manajemen harus memeriksa kembali solusi perbaikan yang ditetapkan. penyimpangan terjadi karena solusi yang ditetapkan belum sesuai, baik pada faktor manusia, metode,
mesin, bahan baku maupun lingkungan.
4.7 KAIZEN BLITZ
Menurut Imai 1998, kegiatan meningkatkan kualitas pada dasarnya memprakarsai pengurangan biaya. Kualitas dalam hal ini merujuk pada kualitas proses dari para manajer dan
karyawan dalam bekerja. Meningkatkan kualitas proses akan berdampak pada tingkat kesalahan yang makin berkurang, lebih sedikit kegagalan, lebih sedikit pengerjaan ulang, waktu tempuh proses yang
lebih singkat dan penurunan jumlah sumber daya yang digunakan. Semua itu membawa penghematan operasional secara menyeluruh. Peningkatan kualitas juga merupakan padanan kata dari tingkat hasil
yield yang lebih baik.
Salah satu alternatif yang disarankan bagi perusahaan adalah melakukan Kaizen Blitz.Kaizen
Blitz merupakan proses perbaikan yang cepat di mana tim atau departemen mencurahkan semua
sumberdayanya ke dalam suatu proyek perbaikan dalam periode jangka pendek, dan bukannya mengikuti aplikasi kaizen tradisional, yang biasanya dilakukan separuh waktu Evans Lindsay
2007. Nilai level sigma PT X masih dapat ditingkatkan lagi untuk mencapai target 6 sigma dengan melakukan Kaizen blitz. Rencana untuk Kaizen Blitz sebagai upaya peningkatan jangka pendek
perusahaan dapat mengikuti tahap-tahap berikut: Persiapan: Ketua tim mendefinisikan proyek yang akan dilakukan untuk Kaizen Blitz pada
proses produksi dan disarankan ada satu orang yang telah mengikuti pelatihan Lean Six Sigma dan bergelar Black Belt. Kemudian dipilih seorang ketua tim dan anggota-anggota yang terlibat dalam tim.
Kemudian tim menyiapkan bahan-bahan untuk pelatihan singkat, logistik atau sumber daya yang dibutuhkan.
Tahap 1: Black Belt dan ketua tim Kaizen memberikan penjelasan singkat kepada tim tentang keputusan melaksanakan proyek Kaizen Blitz dan memberikan pelatihan singkat mengenai
implementasi Lean Six Sigma. Setelah itu dilakukan pengukuran atau pengambilan sampel, identifikasi penyebab defect dan dilakukan perbandingan hasil survei yang dilakukan oleh pelanggan.
Data selama beberapa bulan terakhir juga dapat dijadikan dasar pengukuran. Tahap 2: Analisis data-data yang sudah terkumpul baik data hasil pengamatan maupun data
beberapa bulan terakhir dan juga data-data akar penyebab masalah dan kemungkinan untuk dilakukan perbaikan.
Tahap 3: Dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan temuan dan hasil analisis. Kemudian dilakukan peningkatan proses yang ada dengan menentukan target yang akan dicapai berikutnya
melalui alternatif solusi untuk memperbaiki dan mencegah permasalahan itu muncul kembali. Tahap 4: Pemantauan bahwa kondisi proses sudah berjalan sesuai dengan rencana dan stabil
kemudian mencegah proses kembali pada kondisi awal. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan, pendokumentasian dan implementasi secara penuh pada proses yang berjalan setelah perbaikan.
35
Tahap 5: Tim mempresentasikan hasil yang telah dicapai kepada top management disertai dengan diskusi dan tanya jawab dengan pihak top management termasuk mendapatkan kesepakatan
untuk melakukan Kaizen Blitz yang selanjutnya. Tindak lanjut: Tim bersama top management bekerja sama untuk mewujudkan Lean Six
Sigma pada seluruh tahapan proses dan sistem serta memonitor hasil-hasil yang telah dicapai.
Peningkatan secara terus-menerus harus menjadi suatu keputusan bersama yang harus dicapai.
36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tingginya jumlah produk cacat yang terjadi di setiap perusahaan sangat berpengaruh terhadap kualitas.PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pulp dan kertas. Pendekatan
lean tidak memperbolehkan adanya pemborosan, dalam hal ini cacat produk. Produk cacat yang sering
timbul dalam industri tersebut adalah kertas bolong, kotor, terlipat, variasi ukuran dan kontaminasi asing.Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor penyebab timbulnya cacat produk pada
departemen produksi berdasarkan tahapan Six Sigma dan menetapkan solusi yang dapat diambil untuk mengurangi jumlah produk cacat pada departemen produksi berdasarkan tahapan Six Sigmayaitu
define, measure, analyze, improvement dan control. Hasil dari perhitungan nilai sigma terhadap kertas
berlubang selama dua bulan adalah 4,66; 4,58 dan 4,66. Sedangkan untuk kertas kotor memiliki nilai sigma sebesar 4,99; 5,06 dan 5,07. Nilai sigma ini menunjukkan bahwa kinerja produksi berada di atas
rata-rata perusahaan indonesia. Sedangkan untuk costumer complaint yang masuk ke perusahaan untuk jenis cacat kertas terlipat, variasi ukuran dan kontaminasi asing mengalami penurunan dari
tahun 2010 ke tahun 2011. Namun belum mencapai target 6 sigma. Sehingga masih perlu ditingkatkan dengan kaizen blitz. Keuntungan yang didapat dari Kaizen Blitz ini adalah tidak membutuhkan biaya
yang tinggi dan juga hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu, namum hasil yang diperoleh dapat berdampak jangka panjang.
Pada fase control, kertas yang dihasilkan masih berada di antara batas kendali.Apabila sampel berada dalam batas kendali maka berarti proses produksi terkendali dan solusi perbaikan yang
telah ditetapkan dapat terus dilanjutkan. Namun, bila sampel berada di luar batas kendali maka pihak manajemen harus memeriksa kembali solusi perbaikan yang ditetapkan. penyimpangan terjadi karena
solusi yang ditetapkan belum sesuai, baik pada fakor manusia, metode, mesin, bahan baku maupun lingkungan.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan terhadap seluruh jenis defect yang terjadi di area produksi untuk memperkecil kemungkinan adanya produk yang cacat. Penelitian selanjutnya
juga dapat dilakukan dengan melihat dampak yang terjadi terhadap pengaruh penerapan KaizenBlitz di PT. X.