masing jenis pohon dapat mempengaruhi kadar zat ekstraktif yang terkandung di dalamnya.
Pada Gambar 5 terlihat pula kecenderungan kadar zat ekstraktif yang semakin menurun dari pangkal hingga ujung dan cabang pada kadar ekstrak
metanol dan kadar ekstrak n-heksana. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi terbesar yang terkandung pada pangkal yaitu senyawa yang bersifat polar dan
semi-polar. Sedangkan kadar zat ekstraktif terlarut etil asetat berkecenderungan meningkat dari posisi pangkal hingga ujung dan cabang. Variasi kadar zat
ekstraktif dan komposisinya dapat dipengaruhi oleh jenis senyawa yang terdapat dalam contoh uji dan kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut yang digunakan
Achmadi 1990.
4.2 Bioaktivitas Zat Ekstraktif Kayu Teras Suren
T. sureni dengan Brine Shrimp Lethality Test BSLT
Pengujian BSLT merupakan pengujian bioassay senyawa aktif yang ada dalam ekstrak tanaman terhadap larva udang A. salina yang memiliki spektrum
farmakologi yang luas, sederhana prosedurnya, cepat, tidak memerlukan biaya yang besar dan hasilnya dapat dipercaya Meyer et al. 1982. Pengujian metode
BSLT ini berdasarkan pada persentase mortalitas larva udang yang telah terkoreksi dan dinyatakan sebagai nilai LC
50
dari suatu ekstrak terhadap respon kematian larva udang akibat toksisitas ekstrak tersebut. Semakin tinggi persentase
mortalitasnya, maka semakin tinggi pula tingkat keaktifan biologisnya suatu senyawa di dalam ekstrak yang ditunjukkan oleh semakin kecilnya nilai LC
50
. Hasil uji BSLT menunjukkan persentase mortalitas larva udang yang
beragam berdasarkan faktor pelarut, posisi kayu dalam batang dan konsentrasi larutan yang berbeda. Nilai mortalitas secara keseluruhan berkisar antara 5-100,
dan terdapat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka akan semakin tinggi pula tingkat mortalitas Tabel 3. Hal ini menunjukkan
bertambahnya konsentrasi berkorelasi positif dengan tingkat toksisitasnya. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi
antara posisi kayu dalam batang pohon Suren dan konsentrasi larutan terhadap mortalitas yang dihasilkan. Namun, setiap faktor berpengaruh signifikan terhadap
mortalitas yang dihasilkan Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata satu sama lain antar parameter pada faktor jenis pelarut dan faktor konsentrasi. Sedangkan berdasarkan faktor posisi kayu
dalam batang, pengaruh posisi U1, U2, dan C tidak berbeda nyata dengan posisi P1, P2, dan T.
Tabel 3 Persentase mortalitas larva udang A. Salina dan LC
50
hasil uji BSLT
1000 µgmL 500 µgmL 100 µgmL 10 µgmL P1
100,00 80,83
44,17 20,83
95,49 Toksik
P2 100,00
80,83 41,67
17,50 110,28
Toksik T
98,33 74,17
40,00 16,67
128,47 Toksik
U1 90,00
70,00 37,50
15,00 160,31
Toksik U2
92,50 68,33
36,67 10,83
182,23 Toksik
C 88,33
66,67 34,17
8,33 216,04
Toksik P1
100,00 100,00
65,83 38,33
28,01 Toksik
P2 100,00
100,00 64,17
35,83 32,12
Toksik T
100,00 98,33
62,50 34,17
35,48 Toksik
U1 100,00
95,00 57,50
29,17 47,77
Toksik U2
100,00 90,83
50,00 33,33
50,88 Toksik
C 100,00
92,50 51,67
33,33 49,26
Toksik P1
89,17 60,83
30,83 10,00
233,34 Toksik
P2 80,83
53,33 30,00
10,00 300,77
Tidak Toksik T
74,17 51,67
27,50 6,67
378,32 Tidak Toksik
U1 71,67
50,83 27,50
5,00 407,78
Tidak Toksik U2
75,00 51,67
26,67 10,00
357,21 Tidak Toksik
C 73,33
50,83 35,83
9,17 367,82
Tidak Toksik
1 Rataan dari 2 kali ulangan dikoreksi dengan mortalitas kontrol 2 Menurut standar Rieser dalam Pissuthanan 2004
Kategori
2
Metanol Mortalitas
1
LC50 µgmL Pelarut
Bagian
N-Heksan
Etil Asetat
Berdasarkan Tabel 3, nilai LC
50
pada ekstrak n-heksana dan etil asetat kayu teras Suren tergolong toksik atau dikategorikan sebagai ekstrak yang aktif.
Sementara itu, ekstrak yang terlarut metanol hanya pada posisi pangkal P1 saja yang dapat dikategorikan toksik, sedangkan pada posisi lainnya tergolong tidak
toksik karena melebihi batas kategori toksisitas diatas 250 µgmL Rieser et al. 1998 dalam Pissutthanan et al. 2004.
Nilai LC
50
dari ekstrak etil asetat kayu teras Suren adalah yang paling tinggi 28,01-50,88 µgmL, diikuti ekstrak n-heksana 95,49-216,04 µgmL, dan
ekstrak metanol pada posisi P1 233,34 µgmL. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang paling aktif yang terkandung dalam kayu teras Suren yaitu senyawa
yang terlarut dalam pelarut semi-polar. Aktivitas biologis ekstrak bersifat semi- polar yang tinggi juga ditemukan pada ekstrak kayu Surian Purba 2011 dan Sari
2011 dan Suren Laksana 2011. Hasil penelitian Laksana 2011 juga menunjukkan bahwa kayu teras Suren menghasilkan senyawa katekin dan asam
linoleat sebagai senyawa antikanker. Berbagai macam komponen zat ekstraktif terkandung di dalam kayu, diantaranya yaitu komponen alkaloid, asam lemak,
fenol seperti flavonoid, tanin, dan lainnya merupakan salah satu komponen terbesar dan juga memiliki aktivitas biologis yang baik sebagai antikanker
Achmadi 1990; Sjostrom 1981; Lewin Goldstein 1991. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Laksana 2011 yang
menemukan bahwa ekstrak dari n-heksana memiliki aktivitas biologis yang paling tinggi dibandingkan ekstrak etil asetat dan metanol. Perbedaan ini diduga akibat
dari perbedaan proses ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan metode sokletasi, yang dilakukan pada suhu panas dengan tujuan untuk
menguapkan pelarut dalam aliran ekstraksinya Voigt 1994, sehingga kemungkinan dapat merusak atau menguapkan senyawa aktif yang terlarut dalam
n-heksana. Hal ini juga merupakan salah satu kekurangan dari metode sokletasi. Berdasarkan uji BSLT, ekstrak n-heksana dapat dikategorikan sebagai
ekstrak yang aktif secara biologis karena memiliki nilai LC
50
yang rendah berkisar 95,49-216,04 µgmL. Hasil penelitian Laksana 2011 menunjukkan bahwa
senyawa dalam ekstrak n-heksana yang terdapat pada kayu teras Suren dan berfungsi sebagai senyawa antikanker yaitu fenol, asam linoleat, dan
ᵞ-terpena Menurut Wiryowidagdo dalam Purba 2011, golongan senyawa yang dapat
terlarut dalam pelarut non-polar yaitu minyak atsiri, asam lemak, lilin, steroid, dan triterpenoid.
Gambar 6 Hubungan posisi kayu teras dalam pohon dengan nilai LC
50
.
Berdasarkan Gambar 6, nilai LC
50
pada ekstrak metanol meningkat dari posisi P1 hingga U1, menurun pada posisi U2, dan kembali naik pada posisi C.
Pada ekstrak n-heksana meningkat dari posisi hingga posisi C, sedangkan nilai LC
50
ekstrak etil asetat hanya terjadi penurunan kecil pada posisi C. Secara umum nilai LC
50
pada seluruh ekstrak menghasilkan nilai LC
50
yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan ketinggian posisi kayu dalam batang, mulai dari P1,
P2, T, U1, U2, hingga C. Hal ini menunjukkan bahwa bagian pangkal merupakan bagian yang mengandung senyawa paling toksik dibandingkan pada posisi
lainnya. Bagian pangkal kayu mengandung kadar ekstraktif yang telah diendapkan dalam waktu lebih lama dan lebih kompleks dibandingkan dengan posisi kayu
lainnya Prayitno 1981. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keberagaman kadar ekstraksi pada kayu teras tidak mempengaruhi tingkat
toksisitas yang dimiliki kayu pada posisi yang berbeda.
V. KESIMPULAN DAN SARAN