Kadar Zat Ekstraktif Kayu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Zat Ekstraktif Kayu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi berkesinambungan terhadap kayu teras Suren pada berbagai posisi kayu dalam batang menghasilkan kadar zat ekstraktif yang beragam Tabel 1. Selain itu, jenis pelarut dengan kepolaran yang berbeda pelarut n-heksana sebagai pelarut non-polar, etil asetat sebagai pelarut semi-polar, dan metanol sebagai pelarut polar juga memiliki kemampuan mengekstrak yang berbeda pula. Polaritas dapat diartikan sebagai adanya kutub muatan positif dan negatif akibat terbentuknya konfigurasi tertentu dari atom-atom penyusunnya sehingga dapat saling tarik-menarik dengan molekul lain yang memiliki persamaan tingkat polaritasnya Hostettman Hamburger dalam Sari 2011. Tabel 2 Kadar zat ekstraktif kayu Suren pada posisi yang berbeda dalam batang 1 Posisi kayu Pelarut Total ekstraktif N-heksana Etil asetat Metanol P1 0,83 1,41 10,36 12,59 P2 0,75 0,46 6,32 7,53 T 0,27 1,45 8,22 9,94 U1 0,51 1,61 5,78 7,90 U2 0,48 3,57 4,87 8,92 C 0,37 2,76 6,31 9,45 Rata-rata 0,54 A 1,88 A 6,98 B 9,39 1 Rataan dari 3 kali ulangan 2 A, B menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada berbagai pelarut dengan selang kepercayaan 95 α=0,05. Total kadar zat ekstraktif yang dihasilkan pada berbagai posisi kayu teras dalam batang pohon Suren berkisar antara 7,53-12,59 Tabel 2. Berdasarkan Lestari dan Pari 1990, nilai kadar estrak ini termasuk ke dalam kelas kadar ekstrak tinggi karena kadar ekstraktifnya lebih besar dari 4, sedangkan jika kadar ekstraktifnya berkisar antara 2-4 termasuk ke dalam kelas sedang, dan jika kurang dari 2 termasuk ke dalam kelas rendah. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian Laksana 2011 yang menghasilkan kadar zat ekstraktif kayu Suren dengan metode maserasi 4,24. Perbedaan menunjukkan bahwa ekstraksi bersinambung dengan metode sokletasi dapat mengekstrak lebih banyak dibandingkan dengan metode maserasi. Hal ini disebabkan oleh metode sokletasi memiliki keunggulan secara teknis dalam proses pelarutan zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu teras Suren. Secara teknis, pemanasan yang dilakukan pada proses sokletasi akan membuat pemurnian pelarut secara berulang sehingga lebih cepat dan mudah zat ekstraktif terlarut. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara posisi kayu dalam batang pohon Suren dan jenis pelarut terhadap kadar zat ekstraktif yang dihasilkan. Namun, hanya faktor jenis pelarut saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap kadar zat ekstraktif yang dihasilkan Lampiran 3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar ekstrak n- heksana tidak berbeda nyata dengan etil asetat, tetapi keduanya berbeda nyata dengan kadar ekstrak metanol. Ekstrak metanol rata-rata 6,98 merupakan kadar zat ekstraktif yang tertinggi diikuti etil asetat 1,88 dan n-heksana 0,54 Tabel 2. Hal ini menunjukkan bahwa zat ekstraktif pada berbagai posisi kayu dalam batang pohon Suren didominasi oleh kelompok senyawa yang bersifat polar. Dominasi senyawa polar juga ditemukan pada penelitian Laksana 2011 dan Meilani 2006 yang menyatakan bahwa ekstraksi menggunakan pelarut metanol menghasilkan kadar ekstrak yang tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya. Fenomena dominasi dari ekstrak metanol juga ditemukan pada hasil penelitian Pissuthanan et al. 2004 terhadap kayu Mindi dan juga penelitian Sari 2011 terhadap kayu Surian. Jenis ekstraktif kedua terbanyak dalam kayu Suren adalah ekstraktif bersifat semi polar yang ditunjukkan oleh kadar ekstrak terlarut etil asetat. Kadar ekstrak yang dihasilkan berkisar antara 0,46-3,57. Kadar ekstraktif ini termasuk ke dalam kelas rendah hingga sedang. Pelarut n-heksana menghasilkan kadar ekstrak yang paling kecil dibandingkan dengan pelarut lainnya. Kadar ekstrak yang dihasilkan berkisar antara 0,27-0,83. Sejalan dengan penelitian Meilani 2006 dan Laksana 2011, hasil ini menunjukkan bahwa komponen non-polar yang terkandung dalam kayu teras Suren ini lebih sedikit dibandingkan dengan komponen senyawa polar dan semi-polar. Gambar 5 Hubungan kadar ekstrak dengan posisi kayu dalam batang pohon. Berdasarkan posisi kayu teras dalam batang pohon, besarnya total kadar zat ekstraktif bervariasi mulai dari posisi pangkal hingga posisi cabang Gambar 5. Posisi P1 12,59 merupakan kadar zat ekstraktif tertinggi diikuti dengan posisi T 9,94, posisi C 9,45, posisi U2 8,92, posisi U1 7,90, dan posisi P2 7,53 Tabel 2. Variasi kadar zat ekstraktif dalam pohon dapat dipengaruhi oleh letak sampel yang digunakan dan tempat tumbuhnya Hillis 1987. Berdasarkan garis linier pada masing-masing jenis pelarut Gambar 5 yang menunjukkan trend dari nilai kadar zat ekstraktifnya, secara umum terdapat kecenderungan total kadar ekstrak semakin rendah dari pangkal, tengah, hingga ujung dan cabang batang pohon. Besarnya kadar zat ekstraktif yang semakin menurun dari pangkal, tengah, hingga ujung juga ditemukan pada penelitian Prayitno 1981. Hal ini disebabkan karena bagian pangkal mempunyai persentase sel yang telah mati kayu teras yang lebih besar daripada bagian lainnya dan juga disebabkan endapan-endapan zat ekstraktif yang terbentuk di dalam kayu teras pada posisi pangkal pohon lebih banyak dan kompleks. Namun, fenomena lainnya terjadi pada penelitian Sari 2011 yang menghasilkan kadar zat ekstraktif tertinggi pada bagian tengah kayu teras pohon Surian. Perbedaan ini diduga karena perbedaan jenis pohon yang diuji, sehingga faktor genetik dari masing- masing jenis pohon dapat mempengaruhi kadar zat ekstraktif yang terkandung di dalamnya. Pada Gambar 5 terlihat pula kecenderungan kadar zat ekstraktif yang semakin menurun dari pangkal hingga ujung dan cabang pada kadar ekstrak metanol dan kadar ekstrak n-heksana. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi terbesar yang terkandung pada pangkal yaitu senyawa yang bersifat polar dan semi-polar. Sedangkan kadar zat ekstraktif terlarut etil asetat berkecenderungan meningkat dari posisi pangkal hingga ujung dan cabang. Variasi kadar zat ekstraktif dan komposisinya dapat dipengaruhi oleh jenis senyawa yang terdapat dalam contoh uji dan kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut yang digunakan Achmadi 1990.

4.2 Bioaktivitas Zat Ekstraktif Kayu Teras Suren