Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Analisis Data

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Mei 2012 di Laboratorium Kimia Kayu Bagian Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu teras dari tiga batang pohon Suren T. Sureni Merr. yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat. Sampel kayu yang digunakan yaitu posisi batang teras P1, P2, T, U1, U2 dan C Gambar 2 dengan diameter batang yang tertera pada Tabel 1. Bahan lain yang digunakan adalah kertas saring, aluminium foil, larva udang A. salina Leach, air laut, dimetil sulfoksida DMSO dan pelarut seperti n-heksana, etil asetat, dan metanol teknis yang sudah disuling. Peralatan yang digunakan yaitu bor, Willey mill, alat sortasi serbuk bertingkat, soxlet extractor, gelas ukur, erlenmeyer, rotary vacuum evaporator, dan tabung reaksi. U2 U1 T P2 P1 Gambar 2 Posisi sampel yang digunakan pada batang pohon Suren P1: pangkal; P2: ketinggian 25 dari bagian pangkal; T: tengah; U1: Ketinggian 75 dari bagian pangkal; U2: ujung; C: cabang. Tabel 1 Diameter sortimen batang Suren Bagian Pohon Diameter Teras Tebal Gubal Diameter Total cm cm cm P1 A 16,0 7,5 23,5 B 16,5 8,0 24,5 C 15,0 7,5 22,5 P2 A 12,0 6,0 17,0 B 12,7 6,3 19,0 C 13,7 7,3 21,0 T A 11,8 5,2 17,0 B 13,0 6,0 19,0 C 12,8 7,2 20,0 U1 A 10,0 5,5 15,5 B 10,6 5,9 16,5 C 11,4 6,6 18,0 U2 A 7,5 5,0 12,5 B 8,8 5,7 14,5 C 10,6 6,4 17,0 Cabang A 5,5 4,5 10,0 B 6,0 6,0 12,0 C 4,9 4,1 9,0

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi beberapa tahap. Tahapan penelitian ini yaitu penyiapan serbuk, ekstraksi, penentuan kadar ekstraktif, dan pengujian bioaktivitas dengan Brine Shrimp Lethality Test BSLT Gambar 4.

3.3.1 Penyiapan Serbuk

Contoh uji berupa batang teras Suren pada posisi dalam pohon P1, P2, T, U1, U2 dan C teras dibor Gambar 3. Limbah pengeboran kemudian dikering udarakan. Setelah itu, contoh uji digiling dengan alat giling serbuk dan disaring dengan alat sortasi serbuk bertingkat hingga berbentuk serbuk dengan ukuran 40- 60 mesh. Contoh uji yang digunakan sebanyak 20 g. Gambar 3 Pengambilan contoh uji TG: Tebal Gubal; DT: Diameter Teras.

3.3.2 Ekstraksi

Serbuk kayu teras dari masing-masing bagian diekstraksi dengan menggunakan metode sokletasi bersinambung dalam tiga jenis pelarut yaitu n- heksana, etil asetat, dan metanol. Pemilihan ketiga jenis pelarut ini mewakili polaritas jenis pelarut. Serbuk sebanyak ± 20 g berat basah yang telah dijadikan timbel dimasukkan ke dalam alat soklet yang berisi 350 mL pelarut n-heksana dan dilakukan hingga pelarut tidak berwarna. Setelah bening, serbuk kayu yang telah diekstrak, dikeringkan dalam oven dengan suhu 40 °C untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat dalam serbuk kayu. Timbel kemudian diekstraksi dengan pelarut etil asetat dan metanol dengan proses yang sama. Selanjutnya, larutan ekstrak dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator dengan suhu 40 °C. Ekstrak yang telah dipekatkan, diambil ± 5 mL dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 °C untuk menentukan kadar ekstrak kasar dan sisanya dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu 40 °C untuk dilakukan pengujian BSLT. Gambar 4 Bagan kerja proses ekstraksi dari berbagai posisi dalam batang teras . Suren T. sureni Merr. .

3.3.3 Penentuan Kadar Ekstraktif

Kadar zat ekstraktif pada setiap contoh uji dihitung terhadap bobot kering tanur serbuk. Penentuan zat ekstraktif dilakukan pada hasil ekstraksi berupa ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol. Semua ekstrak tersebut diambil ± 5 mL dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 °C untuk mendapatkan berat padatan ekstraktif. Berat kering tanur setiap contoh uji diperoleh berdasarkan kadar air serbuk. Kadar zat ekstraktif dari hasil akstraksi dihitung terhadap kering tanur serbuk dengan menggunakan rumus: Keterangan : Wa = Berat padatan ekstraktif g Wb = Berat kering tanur g Serbuk dari posisi batang P1, P2, T, U1, U2 dan C 40-60 mesh Ekstrak n-heksana Residu Ekstrak etil asetat Residu Ekstrak metanol Residu Uji Bioaktivitas Brine Shrimp Lethality Test Sokletasi n-heksan hingga pelarut bening Sokletasi etil asetat hingga pelarut bening Oven 40°C hingga sisa pelarut hilang Oven 40°C hingga sisa pelarut hilang

3.3.4 Pengujian Bioaktivitas dengan Brine Shrimp Lethality Test

Mengacu pada metode bioassay yang dilakukan oleh Meyer 1982, pengujian ini diawali dengan penetasan larva yaitu menempatkan telur dalam kotak penetasan yang berisi air laut dilengkapi aerator dan lampu penerangan selama 2 hari. Pengujian dilakukan dengan 4 variasi konsentrasi yaitu 1.000 µgmL, 500 µgmL, 100 µgmL, dan 10 µgmL. Dalam membuat berbagai konsentrasi ekstrak, diawali dengan pembuatan larutan uji dengan konsentrasi 2.000 µgmL yaitu dengan cara melarutkan 20 mg ekstrak kering dengan menggunakan 4 sampai 5 tetes DMSO. Ekstrak yang telah larut kemudian dimasukkan ke dalam 10 mL air laut. Dari larutan 2000 µgmL akan dibuat larutan uji dengan konsenterasi 1.000 µgmL, 500 µgmL, 100 µgmL, dan 10 µgmL. Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan 20 ekor larva udang berusia 2 hari ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 2,5 mL larutan ekstrak dan 2,5 mL air laut. Setelah 1 hari 24 jam dilakukan pengamatan dengan cara menghitung larva udang yang mati. Hasil pengamatan jumlah larva udang yang mati digunakan untuk menghitung mortalitas, yaitu dengan menggunakan rumus: Keterangan : MA = Mortalitas teramati N1 = Jumlah larva udang yang mati setelah pengujian N2 = Jumlah larva udang awal Data mortalitas larva udang hasil uji BSLT dianalisis dengan metode analisis probit untuk mencari konsenterasi kematian Lethality Consentration pada tingkat 50 LC 50 dengan asumsi distribusi weibull dan selang kepercayaan 95. Pengolahan data menggunakan bantuan perangkat lunak Minitab 14 for Windows.

3.4 Analisis Data

Pengolahan data pada penentuan kadar zat ekstraktif dan hasil uji BSLT dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 2 faktor, yaitu faktor A posisi kayu teras dalam batang pohon yaitu P1, P2, T, U1, U2 dan C dan faktor B jenis pelarut yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol yang masing-masing menggunakan 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + α i + β j + αβ ij + ε ijk Dimana : Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor posisi batang Suren dalam pohon taraf ke-i dan faktor pelarut taraf ke-j pada ulangan ke-k µ = Nilai rataan pengamatan α i = Pengaruh utama posisi batang teras Suren pada taraf ke-i β j = Pengaruh utama pelarut pada taraf ke-j αβ ij = Pengaruh utama interaksi antara posisi batang teras Suren dengan pelarut ε ijk = Pengaruh acak pada perlakuan posisi batang teras Suren taraf ke-i dan pelarut taraf ke-j i = Batang P1, P2, T, U1, U2, dan Cabang teras Suren j = Pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol k = Ulangan 1,2,3 Apabila perlakuan dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test DMRT. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Zat Ekstraktif Kayu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi berkesinambungan terhadap kayu teras Suren pada berbagai posisi kayu dalam batang menghasilkan kadar zat ekstraktif yang beragam Tabel 1. Selain itu, jenis pelarut dengan kepolaran yang berbeda pelarut n-heksana sebagai pelarut non-polar, etil asetat sebagai pelarut semi-polar, dan metanol sebagai pelarut polar juga memiliki kemampuan mengekstrak yang berbeda pula. Polaritas dapat diartikan sebagai adanya kutub muatan positif dan negatif akibat terbentuknya konfigurasi tertentu dari atom-atom penyusunnya sehingga dapat saling tarik-menarik dengan molekul lain yang memiliki persamaan tingkat polaritasnya Hostettman Hamburger dalam Sari 2011. Tabel 2 Kadar zat ekstraktif kayu Suren pada posisi yang berbeda dalam batang 1 Posisi kayu Pelarut Total ekstraktif N-heksana Etil asetat Metanol P1 0,83 1,41 10,36 12,59 P2 0,75 0,46 6,32 7,53 T 0,27 1,45 8,22 9,94 U1 0,51 1,61 5,78 7,90 U2 0,48 3,57 4,87 8,92 C 0,37 2,76 6,31 9,45 Rata-rata 0,54 A 1,88 A 6,98 B 9,39 1 Rataan dari 3 kali ulangan 2 A, B menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada berbagai pelarut dengan selang kepercayaan 95 α=0,05. Total kadar zat ekstraktif yang dihasilkan pada berbagai posisi kayu teras dalam batang pohon Suren berkisar antara 7,53-12,59 Tabel 2. Berdasarkan Lestari dan Pari 1990, nilai kadar estrak ini termasuk ke dalam kelas kadar ekstrak tinggi karena kadar ekstraktifnya lebih besar dari 4, sedangkan jika kadar ekstraktifnya berkisar antara 2-4 termasuk ke dalam kelas sedang, dan jika kurang dari 2 termasuk ke dalam kelas rendah. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian Laksana 2011 yang menghasilkan kadar zat ekstraktif kayu Suren dengan metode maserasi 4,24. Perbedaan