kultur antara lain gelatin, kolagen, laminin, atau fibronectin Freshney 2005. Malole 1990, medium dasar berfungsi untuk mengatur pH, tekanan osmosis
dalam medium, dan sumber ion organik yang esensial. Menurut Frehsney 2005 medium pertumbuhan yang sering digunakan dalam kultur in vitro adalah
Dulbecco’s Modified Eagle Medium DMEM. DMEM mengandung konsentrasi asam amino dua kali lipat lebih banyak dari Eagle’s Minimal Essential Medium
MEM, empat kali vitamin, dan mengatur konsentrasi HCO
3
dan CO
2
. Sedangkan menurut Buttler 2004, DMEM mengandung asam amino dan vitamin empat kali
lebih banyak dibanding Eagle’s Basal Medium EBM. Nutrisi lainnya yaitu dengan penambahan serum yang berasal dari sapi Fetal Calf Serum FCS dan
Newborne Calf Serum NCBS, serum asal manusia, dan serum asal kuda. Penambahan serum dalam medium berkisar antara 5-20. Serum berfungsi
sebagai sumber faktor pertumbuhan, faktor hormonal, faktor pelekat sel, dan fakto penyebar sel Malole 1990. Untuk mengatasi adanya kontaminasi pada kultur
dapat ditambahkan antibiotik pada medium Buttler 2004.
2.4 Kultur Tulang
Kultur primer adalah menempatkan sel secara langsung yang berasal dari jaringan hewan ke dalam medium pertumbuhan Butler 2004. Tulang merupakan
salah satu jaringan ikat yang dapat dikembangkan dan ditumbuhkan secara in vitro di luar tubuh hewan untuk tujuan tertentu, seperti mengetahui tingkat proliferasi
osteoblas Butler 2004. Pada individu muda sel osteoblas lebih cepat berproliferasi dan berdiferesisasi dibanding individu dewasa Pradel et al. 2008.
Kultur osteoblas Gambar 3 dilakukan antara lain untuk mengetahui biokimia dan fisiologi dari pembentukan tulang, mengetahui hingga tingkat molekuler dan
seluler dari penyakit tulang, mengetahui peran sel pada garis osteoblastik dalam meregulasi penyerapan tulang, menguji agen terapeutik yang potensial, untuk
mengembangkan dan menguji biomaterial baru, dan untuk menggunakan terapi sel pada teknik jaringan dan transplantasi tulang Gallagher 2003.
Menurut Binderman et al. 1974, sel tulang tikus memiliki population doubling time sekitar 2-4 hari. Sel tulang pada penelitian tersebut didapat dengan
cara mengisolasi secara langsung tulang tikus. Medium yang digunakan pada penelitian diberi penambahan serum sebesar 10 FCS. Dari penelitian tersebut
selain mengetahui proliferasi juga dapat mengetahui diferensiasi sel tulang yang dikultur. Secara in vitro, diferensiasi ini mudah didapatkan dengan menambahkan
media penginduksi kedalam medium kultur. Media penginduksi diferensiasi osteogenik pada kultur antara lain penambahan asam askorbat,
β- glycerophosphate, 1
α, 25-dihydroxyvitamin D
3
, dan dexamethason Gallagher 2003. Penambahan asam ascorbat dalam medium kultur sel tulang yaitu sebesar
50 µgmL. Penambahan asam askorbat vitamin C pada medium kultur sel tulang dapat mengotimalkan peningkatan diferensiasi sel tulang yang dikultur Pradel et
al. 2008. Dexamethason merupakan senyawa glukokortikoid yang biasa digunakan
dalam medium osteogenik dalam kultur in vitro dengan dosis sebesar 10 nM Freshney 2005. Berdasarkan penelitian Guzman-Morales et al. 2009,
dexamethasone diketahui dapat menginduksi diferensiasi osteogenik dari sumsum tulang belakang manusia secara in vitro, dapat mempengaruhi aktivitas
pembelahan sel yang lambat meningkatkan proliferasi serta dapat meningkatkan perlekatan sel pada substrat. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Beloti dan
Rosa 2005, dexamethason dapat memberikan efek dalam mendiferensiasi sumsum tulang menjadi osteoblas matang.
Gambar 3 Osteoblas Anonim 2011a.
Gambar 4 Osteosit Anonim 2011b.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat