Penggunaan etat volume dinamis lebih disukai karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat pencurian kayu.
Irhamna 2006 menyebutkan bahwa tingkat konsumsi kayu mempengaruhi produksi kayu etat volume di KPH Cepu, Blora, dan Randublatung. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaturan hasil hutan harus memperhatikan aspek-aspek yang dapat menyebabkan perubahan pada tegakan.
C. Penginderaan Jauh
Sarana penginderaan jauh digunakan dalam bidang kehutanan karena memiliki kelebihan, di antaranya adalah:
1. Mampu memberikan data yang unik yang tidak dapat diberikan oleh sarana
lain. 2.
Mempermudah pekerjaan lapangan. 3.
Mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat dan biaya yang relatif murah.
Secara garis besar, peranan penginderaan jauh di bidang kehutanan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dapat digunakan untuk kegiatan pemetaan hutan, baik untuk membuat peta
dasar maupun peta tematik. 2.
Dapat digunakan untuk kegiatan inventarisasi hutan, baik teknik pengambilan contoh bertingkat multi-stage sampling maupun teknik
pengambilan contoh berganda double sampling. 3.
Dapat digunakan dalam kegiatan manajemen hutan, seperti penataan hutan dan pembukaan wilayah hutan untuk menentukan bagian-bagian hutan
brdasrkan kondisi topografi wilayah. Untuk kegiatan monitoring skala regional dan global, data satelit adalah sarana yang sangat potensial
misalnya untuk monitoring reforestasi, monitoring deforestasi, monitoring kebakaran hutan dan laju perladangan berpindah.
Tabel 1 menunjukkan beberapa penelitian pendugaan potensi dengan menggunakan sarana penginderaan jauh.
Tabel 1 Model Penduga Volume Tegakan Hutan Jati Menggunakan Potret Udara No Lokasi
Persamaan regresi dan koefisien determinasi 1.
Cikampek, Purwakarta Suar 1993
V=-10,2+0.169N+8,2D R
2
=53,8 2.
Jawa Timur [Madiun, Nganjuk, dan Jombang;
Hardjoprajitno, dkk 1996a, dan
Hardjoprajitno, dkk1996] Bonita 3
Ln V=-1,65+0.798 Ln C+ 1,58 Ln D R
2
=74,5 Bonita 4
Ln V=-0,713+1,206 Ln C+ 0,219 Ln DR
2
=64,9 3.
KPH Jombang Effendi 1998
V=0,0013182 C
0,989
D
2,5
R
2
=85,9 Sumber : Jaya 2006
Santoso 2008 melakukan penelitian pendugaan potensi tegakan di hutan lahan kering di Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan menggunakan
citra SPOT 5 Supermode dan Quickbird. Dugaan rata-rata potensi tegakan yang diperoleh dengan teknik double sampling adalah sebesar 221,27 m
3
ha, dengan kesalahan penarikan contoh sebesar 9,78. Anwar 2008 melakukan penelitian
mengenai pendugaan potensi tegakan hutan lahan kering dengan meggunakan citra resolusi tinggi di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Volume tegakan
yang diperoleh dari citra tidak berbeda nyata dengan volume lapangan dengan efisiensi relatif sebesar 234,79.
Humaedy 2005 mendapatkan besarnya etat volume dan etat luas pada tahun 2003 yang diperoleh dari pemanfaatan citra satelit Landsat TM di HPHTI
PT Musi Hutan Persada sebesar 1.961.639,22 m
3
th dan 7.391,24 hath, lebih kecil dibanding etat statis yang digunakan oleh perusahaan yaitu 2.548.839,89 m
3
th dan 9.211,71 hath. Perbedaan yang cukup besar dalam penentuan jatah tebangan
terjadi karena dengan pemanfaatan informasi citra Landsat dapat diketahui kondisi aktual tegakan di lapangan, sehingga overcutting dapat dihindari dan kelestarian
tegakan dapat terjaga.
D. Citra IKONOS