Pengaturan Hasil Hutan Model dan Simulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengaturan Hasil Hutan

Pengaturan hasil hutan adalah penentuan kayu dan produksi lainnya dalam preskripsi rencana pengelolaan, termasuk di mana, kapan, dan bagaimana hasil seharusnya diekstraksi FAO 1998. Untuk mencapai kelestarian, sistem pengaturan hasil hutan harus menetapkan intensitas pemanenan, interval waktu pemanenan, dan besarnya pemanenan Seydack 1995. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143KptsDjI1974, pengaturan hasil hutan yang diterapkan oleh Perhutani didasarkan atas metode kombinasi luas area dan massa kayu. Humaedy 2005 melakukan penelitian pengaturan hasil hutan di HPHTI PT Musi Hutan Persada dengan memanfaatkan citra satelit Landsat TM. Dari citra diperoleh informasi luas area dan digunakan untuk menghitung potensi tegakan. Etat yang diperoleh sesuai dengan kondisi aktual lapangan yang terekam pada citra dan besarnya lebih kecil dari etat yang ditetapkan perusahaan.

B. Model dan Simulasi

Model menurut Grant et all 1997 adalah sebuah abstraksi dari kenyataan. Model sering dipakai sebagai wahana untuk belajar memahami struktur dan perilaku dari sumberdaya alam. Triono 2002 melakukan penelitian penyusunan model simulasi pengaturan hasil kelas perusahaan Pinus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pengaturan hasil secara dinamis lebih baik dalam hal besarnya etat massa, dibanding metode statis. Munandar 2005, melakukan penelitian penyusunan model pengaturan hasil kelas perusahaan jati yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian di KPH Cepu. Hasil penelitian menunjukkan metode Burn statis dalam pengaturan hasil hutan di KPH Cepu memiliki prospek kelestarian yang rendah karena tidak mampu merespon penurunan potensi akibat pencurian pohon. Penggunaan etat volume dinamis lebih disukai karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat pencurian kayu. Irhamna 2006 menyebutkan bahwa tingkat konsumsi kayu mempengaruhi produksi kayu etat volume di KPH Cepu, Blora, dan Randublatung. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan hasil hutan harus memperhatikan aspek-aspek yang dapat menyebabkan perubahan pada tegakan.

C. Penginderaan Jauh

Dokumen yang terkait

AKTIVITAS HUBUNGAN MASYARAKAT (HUMAS) PERUM PERHUTANI PASCA BENCANA ALAM BANJIR DI WILAYAH RESORT POLISI HUTAN LEBAKHARJO BAGIAN KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN DAMPIT (STUDY PADA HUMAS PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN (KPH) MALANG)

0 5 2

AKTIVITAS HUMAS PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN (KPH) PARENGAN DALAM PENGEMBANGAN WISATA ALAM GOA PUTRI ASIH DI MONTONG TUBAN (Studi pada Humas Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Parengan di Bojonegoro)

0 4 3

Tingkat Pendapatan Usaha Tani Tumpang Sari Hutan di Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro

0 9 128

Sosial Ekonomi Petani Tambak Tumpangsari di Kawasan Perhutani Sosial, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Cikiong, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Resort Polisi Hutan (RPH) Cibuaya Suatu Studi Diagnosis

0 4 5

Penggunaan Teknik Kriteria Ganda Dalam Pemilihan Metode Pengaturan Hasil Pada Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (Studi Kasus Pada Tiga Kesatuan Pemangkuan Hutan Perum Perhutani)

1 11 152

Upaya Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat dalam Mengurangi Laju Kerusakan Hutan

9 49 120

Kajian kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona grandis L.f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 15 55

Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona Grandis L.F) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit Ii Jawa Timur

0 8 75

Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Di Kph Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 3 93

Tingkat Pendapatan Usaha Tani Tumpang Sari Hutan di Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro

0 8 118