32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Nilai Kisaran
Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji penentuan kisaran konsentrasi lethal menunjukkan kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya
toksik nikel. Pada konsentrasi 50 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 70 setelah 24 jam pemaparan dan mencapai 100 setelah 42 jam pemaparan. Sedangkan
pada konsentrasi 5 ppm, mortalitas ikan uji sebesar 0 sampai dengan 96 jam pemaparan Tabel 3.
Tabel 3 Persentase tingkat kematian kumulatif juvenil ikan bandeng selama uji nilai kisaran pemaparan nikel
Perlakuan Persentase ikan yang mati pada pengamatan jam ke-
6 12
18 24
30 36
42 48
54 60
66 72
84 96
A 0 ppm
3,3 3,3
B 5 ppm C 50 ppm
23,3 53,3 63,3 70
83,3 93,3 100 100 100 100 100 100 100 100
D 100 ppm
76,7 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
E 150 ppm
86,7 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Berdasarkan nilai mortalitas selama uji nilai kisaran, ditetapkan nilai ambang atas yaitu 50 ppm dan nilai ambang bawah yaitu 5 ppm. Pada perlakuan
kontrol negatif, setelah jam ke-96 mortalitas ikan uji mencapai 3,3. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan selama
pengujian dalam kondisi yang baik.
Uji Akut
Berdasarkan konsentrasi batas bawah dan batas atas, maka uji akut dilakukan pada konsentrasi nikel sebesar : 8,89 ppm, 15,81 ppm, 28,12 ppm dan
50,01 ppm serta perlakuan kontrol negatif.
33
Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji akut menunjukkan kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik nikel Gambar 4.
Gambar 4 Persentase tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama uji akut pemaparan nikel
Pada konsentrasi 50,01 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 73 setelah 24 jam, 93,3 setelah 48 jam dan mencapai 100 setelah 72 jam pemaparan.
Sedangkan pada konsentrasi 8,87 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 3,3 setelah 24 jam pemaparan, 16,7 setelah 48 jam, 26,7 setelah 72 jam dan 33,3
setelah 96 jam pemaparan. Pada kontrol, mortalitas ikan uji sampai jam ke-96 setelah pemaparan nikel yaitu 10 lampiran 2. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan selama pengujian dalam kondisi yang baik.
Toksisitas akut nikel yang tinggi terhadap juvenil ikan bandeng, diduga karena kecilnya kemampuan adaptasi ikan bandeng untuk memperkecil pengaruh
biokimia yang ditimbulkan nikel yang masuk kedalam tubuh, menyebabkan turunnya kemapuan menyerap oksigen dari lingkungan. Sementara saat ikan
dalam kondisi stres, metabolisme tubuhnya akan meningkat dan kebutuhan oksigen akan meningkat pula yang diperlukan dalam mempertahankan
homeostatis. Gerberding 2005 melaporkan bahwa meskipun organisme biasanya mengembangkan perlawanan setelah beberapa saat terpapar oleh nikel akan tetapi
kemampuan mengembangkan perlawanan tersebut ditentukan oleh spesies dan efek toksik yang ditimbulkan. Demikian pula Rand and Petrocelli 1985
34
menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengambilan awal logam berat oleh ikan
bandeng dapat melalui empat proses utama yakni melalui insang, permukaan tubuh, mekanisme osmoregulasi dan penyerapan melalui makanan. Pengaruh
tersebut ditentukan oleh sifat toksik logam berat nikel dan keberhasilan tubuh ikan bandeng melakukan proses detoksifikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh sifat
toksik nikel terhadap tubuh ikan bandeng masih dapat ditolerir oleh tubuh atau telah melewati ambang batas sehingga mengakibatkan kematian. Menurut Connel
and Miller 1995, bahwa kehadiran xenobiotik dalam tubuh ikan merangsang ikan melakukan perlawanan secara fisiologis untuk meminimalisir dampak racun
yang ditimbulkan. Perlawanan tersebut dilakukan melalui proses biotransformasi, detoksifikasi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan organisme
melakukan perlawanan ditentukan oleh konsentrasi dan sifat toksik yang ditimbulkan, dimana semakin tinggi konsentrasi dan sifat toksik yang dimiliki
oleh toksikan maka kemampuan organisme melakukan perlawanan fisiologis akan semakin kecil.
Respon tingkah laku ikan uji memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkatan konsentrasi maka terjadi perubahan tingkah laku, antara lain gerakan
berenang yang tidak teratur, cenderung berada dipermukaan, terkejut-kejut, frekuensi gerak operculum terus menerus dengan bukaan yang lebih lebar,
selanjutnya ikan cenderung diam dan kehilangan refleks dan akhirnya menjadi kakumati. Respon tersebut karena adanya pengaruh sifat nikel yang menyerang
sistem saraf pusat sebagai jaringan sasaran. Pernyataan tersebut didukung oleh Connel and Miller 1995 bahwa suatu organisme pada saat terpapar logam berat,
akan mengganggu kerja sistem saraf pusat. Nikel yang terpapar pada juvenil ikan bandeng dapat menghambat kerja asetilkolinesterase AChE, sehingga terjadi
akumulasi asetilkolin ACh dalam susunan saraf pusat. Akumulasi tersebut akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang sampai menyebabkan ikan uji
menjadi kaku. Sedangkan akumulasi pada neuromusculer akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks dan paralisis.
Data mortalitas komulatif juvenil ikan bandeng pada uji akut selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistik untuk menentukan nilai LC
50
pada waktu pemaparan 24, 48 72 dan 96 jam. Hasil analisis Lampiran 3, 4, 5 dan 6
35
menunjukkan nilai LC
50
pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut- turut adalah 36,79 ppm, 23,54 ppm, 18,04 ppm dan 11,88 ppm. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC-
50
nikel terhadap juvenil ikan bandeng akan semakin rendah.
Gambar 5 Nilai LC-50 juvenil ikan bandeng selama uji akut pemaparan nikel Nilai LC
50
-96 jam nikel pada juvenil ikan bandeng lebih tinggi dibandingkan dengan nilai LC
50
-96 jam nikel pada Clarias gariepinus sebesar 8,87 ppm Isaac, 2009. Sebaliknya nilai LC
50
-96 jam nikel pada juvenil ikan bandeng lebih rendah, jika dibandingkan dengan nilai LC
50
-96 jam nikel pada udang laut yaitu 15 – 30 ppm Deleebeeck et al. 1995. Demikian juga apabila
dibandingkan dengan LC
50
-48 jam juvenil abalon yaitu 26,43 ppm Hunt et al, 2002, sedangkan nilai LC
50
-48 jam nikel terhadap juvenil ikan bandeng yaitu 23,54 ppm. Selanjutnya nilai LC
50
-96 jam yang didapat dalam penelitian ini 11,88 ppm lebih kecil apabila dibandingkan LC
50
-96 jam timbal Pb yang dipaparkan pada ikan bandeng pada salinitas 16 ppt yaitu 13,43 ppm Siahaan
2003. Dari nilai LC
50
-96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nikel bersifat toksik tinggi terhadap juvenil ikan bandeng. Klasifikasi toksisitas oleh
WHO dan EPA bahwa rentang nilai LC
50
-96 jam pada konsentrasi antara 1–50 ppm dikategorikan bersifat toksik yang tinggi Balazs 1970.
36
Pengaruh bahan toksik dalam waktu singkat dapat diketahui dengan menghitung nilai LC
50
suatu subtansi terhadap satu atau beberapa spesies. LC
50
a a a b b
angka yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 6 Rata-rata frekuwensi pergerakan operculum juvenil ikan bandeng selama uji akut pemaparan nikel
adalah konsentrasi suatu bahan kimia dalam air yang dapat mematikan 50 dari populasi organisme dalam waktu pemaparan tertentu OECD 1981 dalam Siahaan
2003. Menurut Connel dan Miller 1995, dampak mematikan suatu bahan toksik merupakan tanggapan yang terjadi akibat zat-zat xenobiotik tertentu mengganggu
proses sel dalam mahluk hidup yang melebihi batas toleransi sehingga menyebabkan kematian secara langsung.
Meskipun belum ditemukan penelitian tentang manfaat spesifik logam berat nikel bagi ikan, tetapi Menurut Conard 2005, nikel dalam jumlah kecil
dibutuhkan oleh tubuh organisme. Phytoplankton mengandung 1-10 ppb nikel, alga air tawar dan air asin mengandung 0,2 - 84 ppb nikel, lobster mengandung
0,14-60 ppb nikel, molusca 0,1-850 ppb, dan ikan antara 0,1 dan 110 ppb. Lebih lanjut dikatakan bila terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat merusak
fungsi ginjal, meyebabkan kehilangan keseimbangan, menyebabkan kegagalan respirasi serta merusak hati dan insang.
Gerak operculum pada konsentrasi lebih tinggi memperlihatkan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Secara berturut-turut frekuensi
gerak operculum pada perlakuan B, C, D dan E yaitu 81,3 kalimenit, 87,3
37
kalimenit, 114,0 kalimenit dan 130,7 kalimenit. Tingkah laku ini diduga untuk meningkatkan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh proses biokimia tubuh sebagai
pola adaptasi fisiologi sehingga dapat bertahan hidup atau memperlambat efek kematian. Respon fisiologi ini diikuti dengan menurunnya nafsu makan dan
umumnya ikan uji cenderung lebih banyak berada di tengah dan permukaan akuarium. Mortalitas ikan uji mulai terlihat 2 jam setelah pemaparan nikel pada
konsentrasi 50,01 ppm, 4 jam setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 28,12 ppm, 10 jam setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 15,81 ppm, dan 22 jam
setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 8,89 ppm.
Uji Sub-Kronis Tingkat Konsumsi Oksigen
Kebutuhan oksigen biologi didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi
aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses
oksidasi. Banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh biota akuatik dalam waktu tertentu berhubungan linear dengan banyaknya oksigen terlarut di perairan
tersebut. Tabel 4 Konsumsi oksigen juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Perlakuan
Suhu
o
TKO Hari Ke- mg O2gr tubuh ikanjam C
10 20
30 0 ppm
27 0,98±0,07
0,88±0,09
a
0,88±0,07
a
0,96±0,03
a a
0,12 ppm 27
1,03±0,15 0,84±0,05
a
0,80±0,02
a
0,73±0,10
a
0,59 ppm
a
27 0,93±0,15
0,65±0,05
a
0,58±0,10
b
0,42±0,09
b
1,19 ppm
b
27 0,94±0,04
0,54±0,01
a
0,51±0,13
b
0,43±0,13
b
3,56 ppm
b
27 0,92±0,15
0,59±0,04
a
0,44±0,03
b
0,37±0,01
b b
angka dengan kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Pengamatan tingkat konsumsi oksigen sebelum pemaparan nikel, terlihat bahwa konsumsi oksigen tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan dengan nilai
berkisar antara 0,92 –1,03 mg O
2
gr berat basahjam. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, insang masih berfungsi dalam
38
keadaan normal. Pengukuran hari ke-10; 20 dan hari ke-30, menunjukkan pemaparan nikel dengan konsentrasi 0,00 ppm dan 0,12 ppm berbeda nyata
dengan konsentasi 0,59; 1,19 dan 3,56 ppm. Sedangkan antara konsentrasi 0,59; 1,19 dan 3,56 ppm saling tidak berbeda nyata p0,05.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 7 Konsumsi oksigen juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Gambar 7, memberikan indikasi bahwa semakin tinggi konsentrasi nikel dan semakin lama waktu pemaparan menyebabkan konsumsi oksigen akan
semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatahuddin dkk 2003, bahwa laju konsumsi oksigen juvenil ikan bandeng akan semakin
rendah seiring dengan lama waktu pengamatan dan peningkatan konsentrasi seng dalam air. Besarnya selisih konsumsi oksigen pada konsentrasi nikel yang lebih
tinggi diakibatkan oleh kerusakan insang dan kemampuan darah untuk mengikat oksigen semakin kecil akibat keracunan logam berat nikel, dimana akibat
keracunan nikel ikan uji mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya. Hal ini terjadi karena bereaksinya logam berat nikel
dengan lendir insang, sehingga insang diseliputi oleh lendir mengandung nikel yang mengakibatkan proses pernafasan dan metabolisme tubuh terganggu
Gambar 19. Heath 1987 mengemukakan bahwa logam berat dapat menyebabkan kerusakan insang seperti nekrosis dan lepasnya lapisan epitelium.
Sejalan pula dengan laporan Wardoyo 1975 bahwa salah satu jaringan tubuh
39
organisme yang cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan insang, menyebabkan terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gas-gas melalui insang.
Kondisi Hematologi
Data hematologi yang meliputi kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit dan rasio netrofil-limfosit dengan konsentrasi nikel 0,00
ppm, 0,12 ppm, 0,59 ppm, 1,19 ppm dan 3,56 ppm dapat dilihat pada Tabel 5; dan Gambar 8, 9 10, 11, dan Gambar 12, serta lampiran 9, 10, 11, 12 dan 13.
Tabel 5 Rata-rata hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit dan N-L rasio juvenil ikan bandeng setelah 30 hari pemaparan nikel
Konsentrasi ppm
Hematokrit Hemoglobin
Eritrosit 10
6
selmm
3
Leukosit 10
4
selmm
3
N : L Rasio
A 0,00 14,09±0,92
6,33±0,38
a
2,47±0,16
a
4,97±0,24
a
0,35
a a
B 0,12 8,52±0,76
4,80±0,70
b
2,41±0,07
b
5,52±0,09
a
0,37
b
C 0,59
a
7,12±0,31 3,73±0,15
bc
1,32±0,02
c
6,03±0,10
b
0,41
c
D 1,19
b
6,49±0,08 3,47±0,31
c
1,12±0,02
cd
6,12±0,15
bc
0,45
c
E 3,56
c
2,68±0,27 2,60±0,19
d
1,07±0,13
d
7,70±0,14
c
0,53
d d
angka dengan kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh toksisitas nikel pada juvenil ikan bandeng berpengaruh nyata P0,05 terhadap kadar hematokrit,
hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit.
Hematokrit
Hematokrit Hct atau volume packed cell merupakan persentase darah yang dibentuk oleh eritrosit. Pengukuran ini merupakan persentase eritrosit dalam darah
lengkap setelah spesimen darah disentrifugasi. Data kadar hematokrit menunjukkan penurunan kadar hematokrit pada semua perlakuan pemaparan nikel
sampai pengukuran hari ke-30, dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi nikel yang dipaparkan maka kadar hematokrit ikan uji akan lebih rendah. Berbeda
dengan perlakuan kontrol, kadar hematokrit terukur menunjukkan nilai yang relatif stabil Gambar 8 dan Lampiran 9.
40
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 8 Rata-rata Hematokrit juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Kadar hematokrit paling rendah ditemukan pada konsentrasi 3,56 ppm, selanjutnya 1,19; 0,59; 0,12 dan 0,00 ppm dengan prosentase secara berturut-turut
2,68; 6,49; 7,12; 8,52 dan14,09. Hasil analisis statistik menunjukkan kadar hematokrit pada konsentasi nikel 3,56 ppm berbeda nyata P0,05 dengan
keempat konsentrasi lainnya. Kadar hematokrit ikan uji pada konsentrasi 1,19 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi 3,56 ppm; 0,12 ppm dan 0,00 ppm, tetapi
tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,59 ppm. Kadar hematokrit ikan uji pada konsentrasi 0,12 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi 1,19 ppm dan 3,56 ppm
dan tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,00 ppm dan 0,59 ppm. Kenyataan ini menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas
nikel mulai pada konsentrasi 0,12 ppm secara nyata dapat menurunkan kadar hematokrit darah pada juvenil ikan bandeng.
Haemoglobin
Haemoglobin Hb adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah, yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi. Fungsi utama
haemoglobin adalah transpor O
2
dan CO
2
. Data hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar haemoglobin pada semua perlakuan pemaparan nikel sampai
pengukuran hari ke-30, dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi nikel yang
41
dipaparkan maka kadar haemoglobin ikan uji akan lebih rendah. Berbeda dengan perlakuan kontrol, kadar haemoglobin terukur meskipun mengalami penurunan
tetapi nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemaparan nikel dan pengukuran pada hari ke-30 kadarnya lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran
hari ke-20 yaitu 6,33 Gambar 9 dan Lampiran 10.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 9 Rata-rata kadar haemoglobin juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Kadar haemoglobin paling rendah ditemukan pada konsentrasi 3,56 ppm, selanjutnya 1,19; 0,59; 0,12 dan 0,00 ppm dengan prosentase secara berturut-turut
2,60; 3,47; 3,73; 4,80 dan6,33. Hasil analisis statistik menunjukkan kadar haemoglobin pada konsentasi nikel 3,56 ppm tidak berbeda nyata dengan
konsenstrasi 1,19 ppm tetapi berbeda nyata P0,05 dengan tiga konsentrasi lainnya. Kadar haemoglobin ikan uji pada konsentrasi 1,19 ppm berbeda nyata
dengan keempat perlakuan lainnya. Demikian pula konsentrasi 0,00 ppm berbeda nyata dengan keempat konsentrasi lainnya dengan kadar haemoglobin paling
tinggi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas nikel mulai pada konsentrasi 0,12 ppm secara nyata dapat
menurunkan kadar haemoglobin darah pada juvenil ikan bandeng.
42
Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah SDM adalah cakram bikonkaf tidak berinti yang berdiameter ± 8 µm, tebal bagian tepi 2 µm dan ketebalan bagian tengah
berkurang menjadi 1 µ m. Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin protein yang mengangkut sebagian besar oksigen O
2
dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida CO
2
. Data hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar eritrosit pada konsentrasi 0,00 ppm dan 0,12 ppm pemaparan nikel sampai pengukuran
hari ke-30 masing-masing sebesar 0,12 x 10
6
selmm
3
dan 0,09 x 10
6
selmm
3
. Sedangkan pada pemaparan nikel konsentrasi 0,59 ppm; 119 ppm dan 3,56 ppm
terjadi penurunan secara berturut-turut masing-masing sebesar 0,11 x 10
6
selmm
3
; 0,14 x 10
6
selmm
3
dan 0,16 x 10
6
selmm
3
Gambar 10 dan Lampiran 11.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 10 Rata-rata jumlah eritrosit juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah eritrosit pada konsentasi nikel 3,56 ppm tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 1,19 ppm tetapi berbeda nyata
P0,05 dengan tiga konsentrasi lainnya. Selanjutnya jumlah eritrosit ikan uji pada konsentrasi 1,19 ppm tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,59 ppm dan
3,56 ppm tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 0,00 ppm dan 0,12 ppm. Sedangkan konsentrasi 0,00 ppm dan 0,12 ppm memberikan pola yang pengaruh
43
yang sama yaitu berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi lainnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas nikel pada konsentrasi yang
semakin tinggi mulai 0,56 ppm secara nyata dapat menurunkan jumlah eritrosit darah pada juvenil ikan bandeng.
Leukosit
Jumlah total leukosit bervariasi antar spesies ikan, dipengaruhi oleh umur Ikan. Saat ikan lahir jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun
sampai nilai dewasa yaitu pada umur 2–12 bulan. Meningkatnya jumlah leukosit disebut leukositosis sedangkan penurunan disebut leukopenia. Leukositosis lebih
umum daripada leukopenia dan tidak merupakan hal yang serius, bahkan mungkin bisa fisiologis. Leukositosis yang fisiologis mungkin terjadi sebagai reaksi adanya
nikel yang dianggap sebagai xenobiotik sehingga neutrofil dan limfosit dimobilisasi kedalam sirkulasi umum sehingga menaikkan jumlah total SDP. Hal
ini sering terjadi pada ikan muda dan biasanya akibat stres, juga adanya gangguan fisik sehingga leukositosis ini bisa terjadi.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 11 Rata-rata jumlah leukosit juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Data hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar leukosit pada semua konsentrasi pemaparan nikel dan kontrol. Jumlah leukosit tertinggi terdapat pada
konsentrasi 3,56 ppm selanjutnya 1,19; 0,59; 0,12 dan 00,00 ppm dengan jumlah
44
secara berturut-turut 15.400 selmm
3
; 12.230 selmm
3
; 12.060 selmm
3
; 11.050 selmm
3
; dan 9.930 selmm
3
Rasio Netrofil-Limfosit
Gambar 11 dan Lampiran 12. Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah leukosit pada konsentasi nikel
3,56 ppm berbeda nyata P0,05 dengan keempat konsenstrasi lainnya. Selanjutnya jumlah leukosit ikan uji pada konsentrasi 1,19 ppm tidak berbeda
nyata dengan konsentrasi 0,59 ppm, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 0,00 ppm; 0,12 ppm dan 3,56 ppm. Konsentrasi 0,12 ppm berbeda nyata dengan empat
konsentrasi lainnya. Demikian pula dengan kosentrasi 0,00 ppm berbeda nyata empat konsentrasi lainnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut
toksisitas nikel mulai pada konsentrasi 0,12 ppm secara nyata dapat meningkatkan jumlah leuko sit darah pada juvenil ikan bandeng.
Rasio netrofil-limfosit adalah perbandingan proporsi netrofil terhadap limfosit. Menurut Gross and Siegel 1983, perbandingan netrofil dan limfosit
adalah ukuran yang baik untuk melihat tingkat cekaman yang dialami oleh organisme. Neutrofil merupakan sistem pertahanan tubuh primer melawan infeksi
dan jumlahnya akan meningkat jika organisme berada dalam keadaan stres. Sedangkan, fungsi utama limfosit sebagai respon terhadap antigen atau benda-
benda asing dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler Funjaya 2004.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 12 N-L rasio juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
45
Gambar 12, menunjukkan peningkatan nilai rasio NL pada semua konsentrasi pemaparan nikel dan kontrol. Setelah 30 hari pemaparan, nilai rasio
NL tertinggi terdapat pada konsentrasi 3,56 ppm selanjutnya 1,19; 0,59; 0,12 dan 0,00 ppm dengan nilai secara berturut-turut 0,53; 0,45; 0,41; 0,37 dan 0,35.
Menurut Tortora dan Anagnostakos 1990, meningkatnya perbandingan netrofil dan limfosit disebabkan oleh adanya tekanan fisiologis. Hasil penelitian
Setyawati dkk. 2006 pada bayi manusia, perbandingan netrofil dan limfosit dianggap abnormal jika
≥ 0,3.
Hasil analisis statistik pada pengukuran hari ke-20 dan ke-30, menunjukkan rasio netrofil-limfosit pada konsentasi nikel 3,56 ppm beda nyata P0,05 dengan
keempat konsenstrasi lainnya. demikian juga dengan konsentrasi 1,19 ppm dan 0,59 ppm, masing-masing berbeda nyata dengan keempat konsentrasi lainnya.
Sedangkan antara perlakuan 0 ppm kontrol tidak beda nyata dengan konsentrasi 0,12 ppm. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas nikel
pada konsentrasi yang semakin tinggi mulai 0,59 ppm secara nyata dapat meningkatkan nilai perbandingan netrofil dan limfosit pada juvenil ikan bandeng.
Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk bisa mengenali tubuh ikan saat stres. Mekanisme terjadinya perubahan
kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke
otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin melalui serabut syaraf
simpatik. Adanya katekolamin ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami
peningkatan. Data hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar glukosa pada semua perlakuan pemaparan nikel sampai pengukuran hari ke-30, dimana makin
tinggi perlakuan konsentrasi nikel yang dipaparkan maka kadar glukosa darah ikan uji akan lebih tinggi Gambar 13 dan lampiran 14. Demikian halnya dengan
perlakuan kontrol, kadar glukosa darah terukur meskipun meningkat tetapi nilainya lebih rendah dibanding dengan perlakuan pemaparan konsentrasi nikel.
46
Pada hari ke-30 nilai kadar glukosa pada perlakuan kontrol turun dari 13,22 mmolL pada pengukuran hari ke-20 menjadi 11,42 mmolL pada hari hari ke-30.
hal ini menunjukkan bahwa ikan uji pada perlakuan kontrol tidak mengalami stres.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 13 Rata-rata kadar glukosa darah juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel.
Hasil analisis statistik menunjukkan kadar glukosa darah pada konsentasi nikel 3,56 ppm dan 1,19 ppm beda nyata P0,05 dengan konsentrasi 0,00 ppm;
0,12 ppm dan 0,56 ppm. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas nikel pada konsentrasi nikel yang semakin tinggi mulai 1,19 ppm
secara nyata dapat menaikkan kadar glukosa darah pada juvenil ikan bandeng.
47
Histopatologi Insang
Menurut Takashima dan Hibiya 1995, perubahan histologi pada insang meliput i tiga hal, yaitu :
1. Perubahan-perubahan yang bersifat regresif, seperti edema pada epitel insang, vakuolisasi, nekrosispada lamella sekunder, kematian sel mukus, dan sekresi
berlebihan. Kerusakan yang serius adalah mengelupasnya epitel dari lamella sekunder, nekrosis pada sel pillar dan terjadinya pendarahan serta distorsi pada
lamella sekunder. 2. Gangguan dan kerusakan pada sistem resirkulasi
3. Perubahan-perubahan yang bersifat progresif, seperti hipertropi pada permukan epitel lamella primer dan sekunder adalah tanda-tanda awal dari ikan yang
terekspos bahan-bahan kimia maupun pengaruh fisik. Pengamatan histologi insang ikan bandeng memperlihatkan bahwa pada
ikan yang diberi logam berat nikel mengalami perubahan-perubahan seperti hiperlasi, mineralisasi, epitel lifting, edema, fusi lamella dan hipertropi. Dampak
kerusakan pada jaringan insang signifikan dengan peningkatan konsentrasi nikel yang dipaparkan Gambar 14; 15; 16 dan Tabel 8.
Kerusakan pada insang mengakibatkan terganggunya mekanisme pernapasan pada ikan. Connel and Miller 1995 menyatakan bahwa kerusakan
pada sistem pernapasan dapat menyebabkan terhambatnya sistem transport elektron dan fosforilasi oksidatif pada rantai pernapasan yang pada akhirnya
mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan.
Ls Lp
Lp Ls
Gambar 14 Pathologi Insang : a pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 0 ppm. b pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 0 ppm.
a b
27µm 27µm
48
Hp E
M
E
Hp E
Hp
Ht
Gambar 15 Pathologi insang : a pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 0,12 ppm. b pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 0,12 ppm.
c pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 0,59 ppm. d pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 0,59 ppm.
F Hp
Ep Ht
Hp
Ep
F Hp
7
Hp Ht M
F
Gambar 16 Pathologi insang : a pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 1,19 ppm. b pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 1,19 ppm.
c pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 3,56 ppm d pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 3,56 ppm.
a b
c d
a b
c d
27 µm 27 µm
27 µm 27 µm
27µm
27µm 27µm
27µm
49
Keterangan
Konsentrasi ppm
: Lp = Lamella primer
Ls = Lamella sekunder Ep = Epitel lifting
Ed = Edema M = Mineralisasi
Hp = Hyperplasia Ht = Hypertropi
F = Fusi lamella Tabel 6 Perubahan histologi pada insang juvenil ikan bandeng selama 30 hari
pemaparan nikel
Waktu pengamatan
hari Edema
Hiper- plasia
Fusi lamella
Hiper- tropi
Epitel lifting
Minerali sasi
15 -
- -
- -
- 30
- -
- -
- -
0,12 15
- +
- +
+ +
30 +
+ -
+ +
+ 0,56
15 +
+ -
+ +
+ 30
+ +
- +
+ +
1,19 15
+ +
+ +
+ +
30 +
+ +
+ +
+ 3,56
15 +
+ +
+ +
+ 30
+ +
+ +
+ +
Keterangan : - : tidak terjadi perubahan
+ : terjadi perubahan
Hati
Hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia toksikan. Struktur utama
hati adalah sel hati atau hepatosit yang bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang berisi darah
dan saluran empedu. Sel kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial tubuh. Sel kupffer merupakan sistem
monositmakrofag dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sehingga hati merupakan salah satu organ utama sebagai
pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik Anderson 1995. Takashima dan Hibiya 1995 menyatakan perubahan histologis pada hati ikan adalah
terjadinya : cloudy swelling yaitu sel hati terlihat agak keruh, sitoplasma keruh dan bergranular. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya butir hyalin eosinefil
dalam sitoplasma, atropi pada sel hati, pengerutan sel, nukleus dan nukleulus seringkali menjadi mengecil, nekrosis, degenerasi vakuola, degenerasi lemak,
stagnasi empedu dan gangguan aliran darah pada sinusoid atau vena.
50
Kerusakan pada hati menyebabkan terganggunya berbagai fungsi hati. Kerusakan hepatosit menurut Ressang 1984 dapat dibagi menjadi dua yaitu
taksohepatik dan trofohepatik. Kerusakan akibat taksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung dari agen yang toksik, baik berupa zat kimia maupun kuman.
Kerusakan akibat trofopatik disebabkan adanya kekurangan faktor-faktor penting untuk kehidupan sel seperti oksigen atau zat makanan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Connel and Miller 1995 menyatakan bahwa toksikan dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme lemak, karbohidrat, biosintesis
protein dan sistem enzim mikrosomal. Menurut Ressang 1984, sirosis hati pada hewan akan menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi hati,
terganggunya produksi dan aliran empedu serta peredaran darah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kondisi hati juvenil ikan bandeng
tanpa pemaparan nikel kontrol memperlihatkan bentuk histologi yang normal dengan penampakan inti sel, vena sentralis, dan sinusoid pada komposisi lobulus
hati. Berbeda dengan yang hati juvenil ikan bandeng yang dipaparkan nikel yang mengalami kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan hati akibat pemaparan nikel
yang teramati terdiri dari kerusakan berupa degenerasi vakuola pembengkakan sel hati, kongesti pembendungan, hemoragi, dan nekrosis. Kerusakan yang
ditimbulkan tidak sama pada setiap konsentrasi pemaparan Gambar 17; 18; 19 dan Tabel 9, hal ini menunjukkan peningkatan konsentrasi nikel yang dipaparkan
signifikan dengan kerusakan pada jaringan hati yang ditimbulkan. Menurut Ressang 1984, kongesti adalah terjadinya pembendungan darah
pada hati yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel
hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu, hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada
beberapa tempat. Hemoragi adalah keluarnya darah dari sirkulasi kardiovaskuler dan biasanya terdapat kerusakan pada susunan kardiovaskuler tersebut arteri,
vena dan kapiler. Nekrosis adalah terjadinya kematian sel hati. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Tingkat kerusakan hati dibagi
menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat. Perlemakan hati termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang
51
a
yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel atau nekrosis Darmono, 1995.
Gambar 17 Pathologi hati : a pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 0 ppm. b pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 0 ppm.
K B
K B
B K H
Gambar 18 Pathologi hati : a pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 0,12 ppm. b pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 0,12 ppm. c pengamatan
hari ke-15, konsentrasi nikel 0,56 ppm. d pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 0,56 ppm
a
b
b d
a a
c
d a
c b
8µm 8µm
8µm 8µm
8µm 8µm
52
K K
B
H N
B
N K B
H K
K N
B H
Gambar 19 Pathologi hati : a pengamatan hari ke-15, konsentrasi nikel 1,19 ppm. b pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 1,19 ppm. c pengamatan
hari ke-15, konsentrasi nikel 3,56 ppm. d pengamatan hari ke-30, konsentrasi nikel 3,56 ppm.
Keterangan : E Edema : degenerasi vakuola
K Kongesti : pembendungan darah pada hati
H Hemoragi : keluarnya darah dari kardio vasikuler
N Nekrosis : terjadinya kematian sel hati
Kerusakan hati akibat logam berat disebabkan aktifitas logam tersebut dalam mempengaruhi kerja enzim dan hormon proteolitik Lu 1995. Enzim dan
hormon terdiri dari protein kompleks yang dalam kerjanya memerlukan adanya aktivator atau kofaktor. Logam berat yang masuk kedalam tubuh dapat
menonaktifkan aktivator berikatan dengan enzim menggantikan aktivator kofaktor sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan akan menghambat
kerja sel yang nantinya akan menyebabkan kerusakan jaringan. Hal ini sesuai pernyataan Ochiai dalam Connel and Miller 1995, bahwa salah satu mekanisme
toksisitas ion logam adalah menahan gugus fungsi biologi yang essensial dalam biomolekul, misalnya protein dan enzim.
a b
c d
8µm 8µm
8µm 8µm
53
Tabel 7 Perubahan histologi pada hati juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Konsentrasi ppm
Waktu pengamatan
hari Edema
E Kongesti
K Hemorage
H Nekrosis
N 15
- -
- -
30 -
- -
- 0,12
15 -
- -
- 30
+ +
- -
0,56 15
+ +
- -
30 +
+ +
- 1,19
15 +
+ +
- 30
+ +
+ +
3,56 15
+ +
+ -
30 +
+ +
+
Keterangan : - : tidak terjadi perubahan
+ : terjadi perubahan
Pertumbuhan
Pertumbuhan Panjang
Data hasil pengamatan pertumbuhan panjang ikan uji selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 20, dibawah ini.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 20 Pertumbuhan panjang juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Gambar 20, pertambahan panjang rata-rata ikan uji pada semua perlakuan bertambah sejalan dengan waktu pemaparan. Pengukuran sampai dengan hari ke-
54
32 terlihat bahwa konsentrasi 0,12 ppm memberikan pertambahn panjang yang lebih tinggi disusul konsentrasi 0,00 ppm kontrol; 0,56 ppm; 3,56 ppm dan
terrendah 1,19 ppm dengan pertambahan secara berturut-turut 1,8 cm; 1,6 cm; 1,3 cm; 1,16 cm; 1,06 cm. Hasil uji lanjut pengaruh toksisitas nikel terhadap
pertambahan panjang ikan uji, menunjukkan konsentrasi 0,59 ppm; 1,19 ppm dan 3,56 ppm beda nyata dibanding dengan konsentrasi 0,00 ppm kontrol dan 0,12
ppm. Selanjutnya antara konsentrasi 1,19 ppm tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,59 ppm dan 3,56 ppm Lampiran 15. Pertumbuhan Berat
Data hasil pengamatan laju pertumbuhan spesifik ikan uji selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 21.
data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata P0,05
Gambar 21 Laju pertumbuhan spesifik juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Gambar 21, pertambahan berat rata-rata ikan uji pada semua perlakuan bertambah sejalan dengan waktu pemaparan. Pengukuran sampai dengan hari ke-
32, konsentrasi 0,00 ppm kontrol memberikan pengaruh laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi disusul konsentrasi 0,12 ppm; 0,56 ppm; 1,19 ppm dan
terrendah 3,56 ppm dengan nilai laju pertumbuhan spesifik secara berturut-turut 1,39 ; 1,26; 1,20; 0.98 dan 0,67 BWday. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa
konsentrasi 3,56 ppm nikel tidak beda nyata p0,05 dengan konsentrasi 1,19 ppm, tetapi beda nyata dengan konsentrasi 0,56; 0,12 dan 0,00 ppm. Konsentrasi
55
0,00 ppm kontrol tidak beda nyata dengan konsentrasi 0,12 ppm dan 0,56 ppm, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 1,19 ppm dan 3,56 ppm. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara statistik, peningkatan konsentrasi nikel mulai 1,19 ppm memberikan pengaruh penurunan laju pertumbuhan harian juvenil ikan
bandeng.
Tingkat Kelangsungan Hidup
Data kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng menunjukkan adanya perbedaan pada setiap konsentrasi perlakuan.
Gambar 22 Tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan nikel
Gambar 22, menunjukkan penurunan prosentase kelansungan hidup pada semua perlakuan. Prosentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan
kontrol dan konsentrasi 0,12 ppm selanjutnya 0,56; 1,19 dan terrendah 3,56 ppm, dengan prosentase kelangsungan hidup secara berturut-turut 97,78; 95,60; 82,22;
77,78 dan terrendah 71,11. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi nikel maka prosentase kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng akan semakin
rendah. Fenomena ini diduga berkaitan dengan tingkat kerusakan jaringan yang ditimbulkan akibat peningkatan konsentrasi perlakuan, sehingga ikan uji dengan
tingkat kerusakan jaringan yang paling tinggi pada akhirnya akan menyebabkan efek kematian yang lebih tinggi pula.
Hasil uji lanjut pengamatan hari ke-30, menunjukkan konsentrasi 3,56 ppm tidak beda nyata dengan konsentrasi 0,56 dan 1,19 ppm, tetapi beda nyata
p0,05 terhadap konsentrasi 0,00 ppm kontrol dan 0,12 ppm. Hal ini
56
mengindikasikan bahwa secara statistik, peningkatan konsentrasi nikel mulai 3,56 ppm memberikan pengaruh penurunan kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng
Lampiran 17.
4.2 Pembahasan Umum