23
terlalu cepat pada saat hemodialisis mengakibatkan plasma darah menjadi hipotonik. Akibatnya akan menurunkan tekanan osmotik, mengakibatkan
pergeseran air kedalam sel otak sehingga terjadi edema serebral Thomas, 2003.
6. Hemolisis
Hemolisis adalah kerusakan atau pecahnya sel darah merah akibat pelepasan kalium intraselluler Thomas, 2003. Hemolisis dapat terjadi akibat
sumbatan akses selang darah dan sumbatan pada pompa darah, peningkatan tekanan negatif yang berlebihan karena pemakaian jarum yang kecil pada kondisi
aliran darah yang tinggi, atau posisi jarum yang tidak tepat. Penyebab lain hemolisis adalah penggunaan dialisat hipotonik Thomas, 2003 ; Kallenbach et al.,
2005. Hemolisis masif akan meningkatkan risiko hiperkalemi, aritmia dan henti jantung Thomas, 2003.
7. Kram otot
Intradialytic muscle cramping, biasa terjadi pada ekstremitas bawah. Beberapa faktor resiko terjadinya kram diantaranya perubahan osmolaritas,
ultrafiltrasi yang terlalu tinggi dan ketidakseimbangan kalium dan kalsium intra
atau ekstra sel Thomas, 2003; Kallenbach et al., 2005. 8. Emboli udara
Udara dapat memasuki sirkulasi melalui selang darah yang rusak, kesalahan menyambung sirkuit, adanya lubang pada kontainer cairan intravena,
kantong darah atau cairan normal salin yang kosong, atau perubahan letak jarum arteri Kallenbach et al., 2005. Gejala yang berhubungan dengan terjadinya
Universitas Sumatera Utara
24
emboli udara adalah adanya sesak nafas, nafas pendek dan kemungkinan adanya
nyeri dada Daugirdas, 2007 . 9. Nyeri dada
Terjadi akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena penarikan cairan, perubahan volume darah menyebabkan terjadinya penurunan
aliran darah ke miokard dan mengakibatkan berkurangnya oksigen miokard. Nyeri dada juga bisa menyertai komplikasi emboli udara dan hemolisis Kallenbach et
al., 2005. Komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis, adalah:
1. Penyakit Jantung
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pasien yang menjalani hemodialisis. Penyakit jantung disebabkan karena
gangguan fungsi dan struktur otot jantung, dan atau gangguan perfusi. Faktor risiko penyakit jantung yaitu: faktor hemodinamik, metabolik seperti kelebihan
cairan, garam dan retensi air, anemia, hipertensi, hipoalbuminemia, ketidakseimbangan kalsium-fosfat, dislipidemia, kerusakan katabolisme asam
amino, merokok dan diabetes mellitus Parfrey Lameire, 2000. 2. Anemia
Penurunan kadar Hb pada pasien penyakit ginjal kronik terjadi akibat proses penyakit akibat menurunnya produksi eritropoetin EPO oleh ginjal, tubuh
tidak mampu menyerap zat besi, dan kehilangan darah karena sebab lain. Pada pasien hemodialisis, anemia bisa bertambah berat karena hampir tidak mungkin
semua darah pasien dapat kembali seluruhnya setelah menjalani hemodialisis.
Universitas Sumatera Utara
25
Sebagian sel darah merah tertinggal pada dialiser atau blood line meskipun jumlahnya tidak signifikan Thomas, 2003.
3. Mual dan lelah Mual dan muntah juga masalah yang sering dialami oleh pasien yang
menjalani hemodialisi, ada beberapa faktor yang menyebabkan klien merasa mual dan kelelahan letargi setelah menjalani hemodialisis. Beberapa penyebab
timbulnya mual dan rasa lelah setelah hemodialisis yaitu: Hipotensi, kelebihan asupan cairan diantara dua terapi hemodialisis, problem terkait berat kering, obat
hipertensi, anemia, penggunaan asetat pada hemodialisis. 4. Malnutrisi
Malnutrisi terjadi khususnya kekurangan kalori dan protein, hal ini berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas pada klien HD kronik. Faktor
penyebab terjadinya malnutrisi adalah karena meningkatnya kebutuhan protein dan energi, menurunnya pemasukan protein dan kalori, meningkatnya katabolisme
dan menurunnya anabolisme. Juga disebabkan oleh metabolisme yang abnormal akibat hilangnya jaringan ginjal dan fungsi ginjal Churawanno, 2005.
5. Gangguan kulit Sebagian besar klien HD mengalami perubahan atau gangguan pada kulit
yaitu; gatal-gatal pruritus, kulit kering Xerosis dan kulit belang skin discoloration. Penyebab gatal-gatal pada kulit, bisa disebabkan oleh karena kulit
yang kering, tingginya kadar kalsium, fosfat, hormon paratiroid dalam darah serta meningkatnya kadar histamin dalam kulit. Kulit belang skin discoloration
banyak terjadi pada pasien HD. Salah satu penyebabnya adalah pigmen
Universitas Sumatera Utara
26
Urochrome, dimana pigmen ini pada ginjal sehat dapat dibuang, namun karena adanya kerusakan ginjal maka pigmen tertumpuk pada kulit, akibatnya
kulit akan terlihat kuning kelabu Thomas, 2003. Penyebab kulit belang lainnya adalah uremic frost yaitu semacam serbuk putih seperti lapisan garam pada
permukaan kulit dimana hal ini merupakan tumpukan ureum yang keluar bersama keringat Thomas, 2003; Black, 2005.
2.3 Penambahanan Berat Badan Interdialisis
2.3.1 Definisi
Penambahan berat badan interdialisis adalah pertambahan berat badan pasien di antara dua waktu dialisis yang merupakan peningkatan volume cairan
yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan, sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik Arnold,
2008. Penambahan berat badan interdialisis biasanya berkaitan dengan kelebihan beban natrium dan air dan merupakan faktor penting terjadinya hipertensi arteri
saat dialisis Lopez-Gomez, 2005.
2.3.2 Klasifikasi Penambahan Berat Badan Interdialisis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mengurangi komplikasi akibat penyakit ginjal kronik berat badan interdialisis pasien tidak boleh lebih dari 3,5-
4 berat badan kering Lopez-Gomez, 2005, oleh karena itu kategori penambahan berat badan interialisis dibagi menjadi tiga kelompok yaitu ringan
3, sedang 3-3.9, dan berat 3.9.
2.3.3 Cara Mengukur Penambahan Berat Badan Interdialisis
Penambahan berat badan interdialisis merupakan indikator kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
27
pasien terhadap pengaturan asupan cairan. Penambahan berat badan interdialisis diukur berdasarkan dry weight berat badan kering pasien dan juga dari
pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk setelah tindakan hemodialisis atau berat badan
terendah yang aman dicapai pasien setelah dilakukan dialisis tanpa adanya edema
dan tekanan darah normal pada pasien penyakit ginjal tahap akhir, dan tekanan sistolik antara 120–170 mmHg, tekanan diastolik antara 80–100 mmHg.
Kallenbach, 2005. Thomas 2003 menyatakan bahwa berat badan kering adalah berat dimana tidak ada eviden klinis edema, nafas yang pendek, peningkatan
tekanan nadi leher atau hipertensi. Penentuan dry weight harus berdasarkan hasil pemeriksaan perawat, dokter, ahli diet dan keluhan pasien. Berat badan pasien
harus diukur secara rutin sebelum dan sesudah hemodialisis, kemudian kelebihan cairan interdialisis dihitung berdasarkan berat badan kering setelah hemodialisis
disertai dengan pengukuran kondisi klinis pasien Arnold, 2008. Menurut Daugirdas, Blake dan Ing 2001 dalam Mitchell, 2002 berat badan kering tiap
pasien dapat ditetapkan berdasarkan trial dan error dan idealnya dievaluasi tiap 2
minggu sekali
Cara menghitung penambahan berat badan interdialisis adalah berat badan pasien ditimbang secara rutin sebelum dan sesudah hemodialisis. Berat badan
pasien setelah post HD pada periode hemodialisis pertama ditimbang pengukuran I. Periode hemodialisis kedua, berat badan pasien ditimbang kembali
sebelum pre HD pengukuran II, selanjutnya menghitung selisih antara
pengukuran II dikurangi pengukuran I dibagi pengukuran I dikalikan 100.
Universitas Sumatera Utara
28
Misalnya BB pasien post HD ke 1 adalah 54 kg, BB pasien pre HD ke 2 adalah 58kg, prosentase IDWG 58 -54 : 54 x 100 = 7,4 .
2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penambahan Berat Badan Interdialisis
Beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi penambahan berat badan diantara waktu dialisis antara lain faktor dari pasien itu sendiri dan juga kelurga
serta ada beberapa faktor psikososial antara lain faktor demografi, masukan cairan, rasa haus, social support, self efficacy dan stress Sonnier, 2000.
1. Faktor demografi Beberapa penelitian membuktikan bahwa faktor demografi dan psikososial
berpengaruh terhadap peningkatan berat badan interdialisis dan mempegaruhi kemampuan pasien dalam mengontrol asupan natrium dan cairan Abuelo, 1999.
Yang termasuk kedalam faktor demografi ini adalah usia, jenis kelamin serta pendidikan pasien. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Linberg et al. 2009
mengatakan ciri-ciri pasien yang berhubungan dengan kelebihan cairan interdialisis adalah usia yang lebih muda, indeks massa tubuh yang lebih rendah,
lebih lama menjalani HD. Usia mempengaruhi distribusi cairan tubuh seseorang, perubahan cairan terjadi secara normal seiring dengan perubahan perkembangan
seseorang. Kelebihan cairan tubuh yang terjadi pada pasien juga sangat terkait
dengan kepatuhan pasien hemodialisis itu sendiri. Jenis kelamin akan mempengaruhi cairan dan berat badan seseorang dimana wanita mempunyai air
tubuh lebih sedikit karena lebih banyak mengandung lemak dibandingkan pria. Lemak tidak mengandung air, sehingga pasien yang gemuk memiliki proporsi air
Universitas Sumatera Utara
29
sedikit dibandingkan yang kurus. Pada pasien hemodialisis studi yang dilakukan oleh Locksey et al. 1999 menyatakan bahwa berat badan post dialisis pada
pasien pria lebih banyak berkurang dari pada pasien perempuan. Pendidikan juga berpengaruh dalam terjadinya penambahan berat badan
interdialisis, dimana pendidikan berkaitan dengan kepatuhan pasien dalam membatasi cairan. Abuelo 1998 menyatakan bahwa pasien yang berusia lanjut
mengalami penurunan rasa haus sehingga asupan cairan pun menurun yang menyebabkan penambahan berat badan interdialisis pun tidak berat.
2. Asupan Cairan Asupan cairan sangat berperan penting dalam terjadinya penambahan
berat badan interdialisi dimana asupan cairan yang berlebihan akan menyebabkan penambahan berat badan interdialisis yang tidak terkontrol. Membatasi asupan
cairan 1 liter perhari adalah penting untuk mengurangi resiko kelebihan volume cairan antara perawatan dialisis Abuelo, 1999. Pemahaman dan kemampuan
pasien untuk mengatur pemasukan cairan yang mendekati kebutuhan cairan tubuh diperlukan untuk menghindari akibat kelebihan cairan. Asupan cairan harian yang
dianjurkan pada pasien yang menjalani hemodialisis dalah dibatasi hanya sebanyak insensible water losses ditambah jumlah urin Smeltzer Bare, 2008.
Banyak cairan yang dikonsumsi oleh pasien kadang kala bukan karena rasa haus tetapi untuk membantu pasien dalam menelan makanan atau menelan obat
Abuelo, 1999. 3. Rasa Haus
Haus merupakan sensasi umum yang didasarkan pada gabungan aksi
Universitas Sumatera Utara
30
beberapa jenis sensor, beberapa didalam perifer dan lainnya pada sensor sistem saraf pusat Schmidt Thews, 1989. Respon normal seseorang terhadap haus
adalah minum. Pada pasien penyakit ginjal kronik peningkatan kadar angiotensin II dapat menimbulkan rasa haus, akan tetapi pasien ini tidak boleh merespon
secara normal terhadap haus yang mereka rasakan Black Hawks, 2005. Penelitian yang dilakukan oleh Giovanetti melaporkan bahwa rasa haus yang
berlebihan dialami oleh 86 pasien, sebanyak 34 mengalami penambahan berat badan interdialitik sebanyak 4 dari berat badan kering.
Pasien yang mengalami haus berat akan mengalami penambahan berat badan interdialisis sebanyak 4,1 atau sekitar 2,6Kg sangat berbeda dengan
pasien yang mengalami rasa haus minimal hanya mengalami penambahan berat badan 3,1 atau sekitar 1,9Kg, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yamamoto et al. 1986 bahwa pasien yang mengalami haus berat rata-rata akan mengalami penambahan berat badan 5,3Kg dan pasien yang rasa hausnya
minimal rata-rata akan mengalami penambahan berat badan 1,4Kg, penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan yang yang positif antara
penambahan berat badan interdialisis dengan rasa haus Mistiaen, 2001. 4. Faktor-Faktor Lain
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap penambahan berat badan interdialisis, diantaranya adalah faktor psikologis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kondisi stres berat seperti perceraian terbukti berhubungan dengan penambahan berat badan interdialisis yang meningkat. Kondisi stres yang
dijalani setiap hari akan menyebabkan ketidak patuhan dalam pembatasan asupan
Universitas Sumatera Utara
31
cairan sehingga penambahan berat badan meningkat Abuelo, 1998. Faktor dukungan sosial dan keluarga juga terbukti mempengaruhi penambahan berat
badan. Akibat hemodialisis yang dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronik dapat menimbulkan stress sehingga dukungan keluarga dan sosial sangat
dibutuhkan untuk pasien. Dukungan keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan berhubungan dengan kepatuhan pasien untuk menjalankan terapi
Sonnier, 2000. Faktor lain yang mempengaruhi adalah Self Efficacy, yaitu kekuatan yang
berasal dari seseorang yang bisa mengeluarkan energi positif melalui kognitif, motivasional, afektif dan proses seleksi. Self Efficacy dapat mempengaruhi rasa
percaya diri pasien dalam menjalani terapinya hemodialisis. Self Efficacy yang tinggi dibutuhkan untuk memunculkan motivasi dari dalam diri agar dapat
mematuhi terapi dan pengendalian cairan dengan baik, sehingga dapat mencegah peningkatan berat badan interdialisis Istanti, 2009.
2.3.5 Dampak Penambahan Berat Badan Interdialisis
Penambahan berat badan interdialisis dapat menyebabkan komplikasi ke semua organ tubuh, kelebihan cairan yang dialami oleh pasien sangat erat
kaitannya dengan morbiditas dan kematian Linberg et al., 2009. Acute pulmonry edema adalah gejala yang paling sering terjadi pada pasien akibat penambahan
berat badan sehingga menyebabkan pasien dirawat inap Abuelo, 1998. Beberapa gejala yang menunjukkan adanya kelebihan cairan pada tubuh pasien: tekanan
darah naik, peningkatan nadi dan frekuansi pernafasan, peningkatan vena sentral, dispnea, rales basah, batuk, edema, peningkatan berat badan yang berlebihan
Universitas Sumatera Utara
32
sejak dialisis terakhir Hudak Gallo, 1996. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa penambahan berat badan
interdialisis yang berlebihan dapat menimbulkan komplikasi dan masalah bagi pasien diantaranya yaitu: hipertensi yang semakin berat, gangguan fungsi fisik,
sesak nafas, edema pulmonal yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kegawat daruratan hemodialisis, meningkatnya resiko, hipertropy ventrikuler dan
gagal jantung Welch et al., 2006. Dari semua dampak yang ditimbulkan penambahan berat badan
interdialisis akan menyebabkan gangguan aktifitas fisik pasien, dan menghambat aktifitas sehari-hari. Secara psikologis juga berdampak negatif, keterbatasan yang
dialami oleh pasien akan menyebabkan stress dan depresi diperparah dengan gangguan body image yang dialami pasien dan juga berpengaruh terhadap
kehidupan sosial pasien Welch et al., 2006. Hal ini akan mempengaruhi dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Kualitas hidup yang buruk akan dapat
meningkatkan angka morbility.
2.4 Kualitas Hidup 2.4.1 Definisi Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan sesuatu yang bersifat subyektifitas dan multidimensi. Subyektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat
ditentukan dari sudut pandang pasien itu sendiri sedangkan multidimensi bermakna bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan
seseorang secara holistik meliputi aspek biologis atau fisik, psikologis, sosiokultural dan spiritual Panthee Kritpracha, 2011.
Universitas Sumatera Utara
78
2.4.2 Domain Kualitas Hidup
Kualitas hidup menyangkut dimensi yang lebih luas termasuk kesehatan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan tentang
penyakit yang diderita dan lingkungan WHO, 1997. Stigelman 2006 juga menyatakan bahwa kualitas hidup berhubungan dengan penyakit dan terapi yang
dijalani. Ferrans 1996 mengatakan bahwa model konsep kualitas hidup secara umum dibagi menjadi empat domain yaitu domain kesehatan dan fungsinya,
domain sosial dan ekonomi, domain psikologis spiritual, dan domain keluarga. Secara umum domain kualitas hidup dibagi menjadi empat yaitu:
a. Domain kesehatan fisik Domain pertama dalam kualitas hidup adalah domain kesehatan fisik
WHO, 1997, sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Ferrans 1996 domain pertama adalah domain kesehatan dan fungsinya. Domain ini mencakup
beberapa elemen yaitu kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari, physical independence, ketergantungan pada obat-obatan atau bantuan medis, nyeri, energi
kelelahan, istirahat dan tidur dan kemampuan fisik untuk melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan nya. Kesehatan fisik merupakan hal utama yang harus
dinilai dalam mengevaluasi kualitas hidup individu Hays et al., 1997. b. Domain Kesejahteraan Psikologis
Domain ini menggambarkan bagaimana individu memandang dirinya sendiri terkait dengan kemampuan tubuh dan penampilannya. Domain ini juga
menggambarkan tentang perasaan positif dan bagaimana individu menilai dirinya sendiri, serta kemampuan belajar, berpikir dan berkonsentrasi WHO, 1997.
Universitas Sumatera Utara
79
c. Domain Hubungan Sosial dan Lingkungan Domain ini terkait dengan relasi personal, dukungan keluarga dan sosial
yang diterima dan aktivitas seksual WHO, 1997. Domain ini terkait dengan keadaan keuangan individu, menggambarkan tingkat keamanan individu yang
dapat mempengaruhi kebebasannya dirinya, meliputi kepuasan dengan kehidupan, kebahagiaan secara umum, perawatan kesehatan yang diterima dan social care
Ferrans, 1996 d. Domain Spiritual
Domain ini meliputi kepuasan dengan diri sendiri, tercapainya tujuan pribadi, kedamaian dalam pikiran, penampilan pribadi dan kepercayaan kepada
Tuhan Ferrans, 1996. Spiritualitas merupakan dimensi penting yang harus diperhatikan dalam penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas akan
menyebabkan gangguan berat secara psikologis termasuk keinginan bunuh diri Bele et al., 2012. Finkelstein, West, Gobin, Wuerth 2007 juga mengatakan
bahwa spiritualitas merupakan bagian yang sangat penting dinilai oleh peneliti untuk melihat kualitas hidup pasien, namun hanya sebagian kuisioner kualitas
hidup yang mengkaji lebih dalam mengenai persepsi spiritualitas. Dalam penelitian ini, untuk melihat gambaran spiritualitas pada pasien penyakit ginjal
kronik dilakukan wawancara terbuka terhadap beberapa pasien sebagai data tambahan dalam menilai kualitas hidup yang telah dinilai menggunakan kuisioner
KDQOL 1,3.
2.4.3 Instrument untuk Mengukur Kualitas Hidup
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis pada penelitian ini adalah kuisioner
Universitas Sumatera Utara
80
Kidney Disease Quality of Life Short Form 1,3 KDQOL-SF 1,3 yang merupakan pengembangan dari Short Form 36 SF-36. Alat ukur ini merupakan alat ukur
khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik dan pasien yang menjalani dialisis Hays et al., 1997.
Kelebihan kuisioner ini adalah menilai kualitas hidup dari dua aspek yaitu spesifik penyakit tertentu disease-specific dan generik generic instrument yang
sudah meliputi domain fisik, psikologis, sosial maupun lingkungan. Domain yang mencakup target untuk penyakit ginjal meliputi: gejalapermasalahan klinis yang
dialami, efek dari penyakit ginjal, tingkat penderitaan oleh karena sakit ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi social, fungsi seksual, kualitas
tidur, dukungan sosial, kualitas pelayanan staf unit dialysis, dan kepuasan pasien. Sementara skala survei SF-36 yang bersifat generik mengukur fungsi fisik, peran
fisik, persepsi rasa sakit, persepsi kesehatan umum, emosi, peran emosional, fungsi social, dan energikelelahan .
Menurut Mc Dowell, 2006 kuisioner yang spesifik untuk penyakit tertentu biasanya berisikan pertanyaan-pertanyaan khusus yang sering terdapat
pada penyakit tersebut, misalnya pasien penyakit ginjal diukur dengan Kidney Disease Quality of Life Short From KDQOL SF, keuntungan alat pengukuran ini
adalah dapat mendeteksi lebih tepat keluhanhal khusus yang sangat berperan pada penyakit tertentu, misalnya kram otot, kulit kering, sesak nafas merupakan
hal yang penting pada pasien penyakit ginjal maka hal tersebut tergambarkan pada pertanyaan kuisioner.
Universitas Sumatera Utara
81
Kelemahan kuisioner ini adalah tidak dapat digunakan pada penyakit lain dan kuisioner ini terdiri dari banyak pertanyaan sehingga membutuhkan waktu
yang lebih lama dalam mengisinya. Selain itu kuisioner ini tidak menilai domain spiritualitas, sementara spiritualitas merupakan dimensi penting yang harus
diperhatikan dalam penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas akan menyebabkan gangguan berat secara psikologis termasuk keinginan bunuh diri
Bele et al., 2012. Secara spesifik Hays et al. 1997 telah menentukan domain kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yaitu mencakup 19 domain yaitu:
1. Gejalamasalah yang menyertai Gejala dan masalah yang menyertai pasien penyakit ginjal adalah masalah
yang menyertai setelah didiagnosis sakit ginjal. Masalah yang menyertai ini antara lain : nyeri otot, nyeri dada, kram otot, kulit gatal-gatal, kulit kering, nafas pendek
sesak, pusing, penurunan nafsu makan, gangguan eliminasi, mati rasa pada tangan dan kaki, mual, permasalahan pada tempat penusukan, dan permasalahan
pada tempat memasukkan kateter pada dialisis peritoneal. 2. Efek Penyakit Ginjal
Efek ini timbul sebagai konsekuensi akibat penyakit ginjal yang diderita dan sering menyusahkan pasien. Efek ini antara lain: pembatasan cairan,
pembatasan diet, kemampuan bekerja disekitar rumah, kemampuan untuk melakukan perjalanan, ketergantungan terhadap petugas kesehatan, perasaan
Universitas Sumatera Utara
82
khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan penampilan.
3. Beban akibat Penyakit Ginjal Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien. Beban
akibat penyakit ini antara lain sejauh mana Penyakit ginjal yang diderita dirasakan sangat mengganggu kehidupan, banyaknya waktu yang dihabiskan, rasa frustasi
terhadap penyakit, dan perasaan menjadi beban dalam keluarga. 4. Status Pekerjaan
Indikator pada dimensi ini adalah apakah pasien masih aktif bekerja, dan apakah kondisi kesehatannya saat ini dapat menjaga pekerjaan pasien saat ini.
5. Fungsi Kognitif Pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis sering kali
mengalami penurunan fungsi kognitif. Sering kali menjadi lambat dalam berkata atau melakuakn sesuatu, sulit untuk berkonsentrasi, dan bingung tanpa sebab.
6. Kualitas Interaksi Sosial Aspek ini mengukur bagaimana kualitas interaksi yang dilakukan pasien
dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Pada pasien dengan penyakit ginjal tidak jarang pasien mengasingkan diri dari orang lain, mudah tersinggung,
dan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. 7. Fungsi Seksual
Aspek ini termasuk intensitas, gairah dan menikmati hubungan seksual.
Universitas Sumatera Utara
83
8. Tidur Aspek ini mengukur bagaimana tidur pada pasien penyakit ginjal yang
menjalani hemodialisis. Aspek ini termasuk kualitas tidur dan kecukupan waktu tidur.
9. Dukungan yang diperoleh Aspek ini termasuk waktu yang tersedia bersama teman dan keluarga serta
dukungan yang diterima oleh pasien dari keluarga dan teman. 10. Dorongan dari staf dialisis
Aspek ini termasuk dorongan yang diberikan oleh staf dialisis untuk mandiri dan beradaptasi terhadap penyakit yang diderita serta rutinitas terapi yang
harus dijalani. 11. Kepuasan pasien
Aspek ini mengukur kepuasan pasien terhadap layanan dialisis yang mereka dapatkan.
12. Fungsi fisik Aspek ini mencakup kemampuan untuk beraktifitas seperti berjalan,
menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, gerak badan dan kemampuan aktifitas berat.
13. Keterbatasan akibat masalah fisik Aspek ini mencakup seberapa besar masalah fisik yang dialami pasien
mengganggu pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, seperti memperpendek waktu untuk bekerja atau beraktifitas, keterbatasan dan kesulitan dalam beraktifitas.
Universitas Sumatera Utara
84
14. Rasa nyeri yang dirasakan Aspek ini mencakup intensitas rasa nyeri dan pengaruhnya terhadap
aktivitas normal baik didalam maupun di luar rumah. 15. Persepsi kondisi kesehatan secara umum
Aspek ini mencakup pandangan pasien terhadap kondisi kesehatan sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan terhadap penyakit.
16. Kesejahteraan emosional Aspek ini mencakup kesehatan mental secara umum, depresi, perasaan
frustasi, kecemasan, kebiasaan mengontrol emosi, perasaan tenang dan bahagia. 17. Keterbatasan akibat masalah emosional
Aspek ini mencakup bagaimana masalah emosional mengganggu pasien dalam beraktifitas sehari hari, seperti lebih tidak teliti dari sebelumnya.
18. Fungsi sosial Aspek ini mencakup keterbatasan berinteraksi sosial sebagai akibat dari
maslah fisik dan emosional yang dialami. 19. Energi Kelelahan
Aspek ini menggambarkan tingkat kelelahan, capek, lesu dan perasaan penuh semangat yang dialami pasien setiap waktu.
2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor
sosial demografi yang terdiri dari 1 jenis kelamin, dimana pasien perempuan cenderung mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
85
pasien berjenis kelamin laki-laki Paraskevi, 2011; Kizilcik et al., 2012; Sathvik, 2008; Veerapan et al., 2012; Tel Tel, 2011. 2 Usia, pasien yang berusia lanjut
lebih cenderung mempunyai kualitas hidup yang lebih buruk dan cenderung lebih depresi Paraskevi, 2011; Kizilcik et al., 2012; Veerapan et al., 2012. 3
Pendidikan, pasien berpendidikan rendah juga berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis Paraskevi, 2011; Kizilcik et al., 2012;
Pakpour et al., 2010. 4 Status pernikahan, pasien yang bercerai atau yang tidak mempunyai pasangan hidup cenderung nilai kesehatan fisik, sosial rendah dan
rentan terhadap depresi Paraskevi, 201; Tel Tel, 2011. 5 Status pekerjaan atau status ekonomi pasien juga mempengaruhi kualitas hidup Bele et al.,;
Pakpour et al., 2010. Selain faktor sosial demografi ada beberapa faktor lain yang juga
mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yaitu 1 depresi, pasien yang mengalami depresi mempunyai kualitas
hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak depresi Son et al., 2009; Kizilcik et al., 2012. 2 Beratnya stage penyakit ginjal serta memiliki
riwayat penyakit penyerta atau penyakit kronis juga mempengaruhi kualitas hidup Bele et al., 2012; Pakpour et al, 2010; Cleary Drennan, 2005; Ayoub
Hijjazi, 2013. 3 Lamanya menjalani hemodialisis, 4 tidak patuh terhadap pengobatan dan tidak teratur menjalani hemodialisis, 5 indeks masa tubuh yang
tinggi Pakpour et al, 2010. 6 Dukungan sosial dan dukungan keluarga, pasien yang mendapatkan dukungan sosial dan keluarga akan memiliki kualitas hidup
yang lebih baik Rambod Rafii, 2010; Tel Tel, 2011; Thomas Washington,
Universitas Sumatera Utara
86
2012. 7 Adekuasi hemodialisis, pasien yang memiliki adekuasi hemodialisis yang baik akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik juga Cleary Drennan,
2005, 8 interdialityc weight gain IDWG, dan urine output, pasien yang memiliki kenaikan berat badan interdialisis lebih kecil akan memiliki kualitas
hidup yang lebih baik, sementara pasien yang memiliki volume urin yang lebih banyak akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik, Veerapan et al, 2012,
dan yang terakhir 9 kadar hemoglobin, pasien yang mempunyai hemoglobin 11 g dl dalam waktu 6-12 bulan akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik
Plantinga, Fink, Jaar, Huang, Wu, et al., 2007.
2.4.5 Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
Hasil penelitian menunjukkan pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan
dengan masyarakat pada umumnya dan mengalami gangguan atau skor yang lebih rendah disebagian besar domain kualitas hidup Cleary Drennan, 2005; Sathvik
et al., 2008; Bele et al., 2012; Yong et al, 2009; Pakpour et al., 2010; Ayoub Hijjazi, 2013;
TelTel, 2011 . Kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis
dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, sosial dan lingkungan juga lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menjalani transplantasi ginjal Sathvik
et al, 2008. Pengukuran kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner Kidney Disease Quality of Life SF 36 didapat bahwa nilai keterbatasan peran akibat
gangguan fisik dan vitalitas mendapat skor yang paling rendah diantara aspek lainnya Cleary Drennan, 2005; Kizilcik et al., 2012; Pakpour et al., 2010.
Pengukuran kualitas hidup menggunakan WHOQOL-BREF didapat skor paling
Universitas Sumatera Utara
87
rendah pada domain kesehatan fisik Sathvik et al., 2008; Paraskevi, T., 2011, sedangkan pengukuran dengan Quality Of Life Index didapat domain kesehatan
dan fungsinya dan domain sosioekonomi mempunyai skor yang paling rendah Rambod Rafii, 2010; Ayoub Hijjazi, 2013.
2.4.6 Peran Perawat di Unit Hemodialisis
Peran perawat secara umum adalah sebagai pemberi perawatan, membuat keputusan klinik, pelindung dan advokat, manejer kasus, rehabilitator,
komunikator dan pendidik Potter Perry, 2005. Praktek keperawatan hemodialisis merupakan praktek keperawatan lanjut, yang dilakukan oleh perawat
dialisis yang terdiri dari perawat praktisi dan perawat spesialis klinik dan memiliki sertifikat pelatihan dialisis Headley Wall, 2000. Kallenbach et al., 2005
menyebutkan bahwa perawat dialisis selain sebagai care provider clinician pemberi asuhan keperawatan, educator, counselor, administrator, advocate dan
researcher juga sebagai collaborator. Praktek keperawatan lanjut di unit hemodialisis lebih ditekankan pada
pendekatan kolaborasi tim yang meliputi: Nefrologis, ahli gizi, pekerja sosial, psikolog psikiater, ahli bedah akses vaskuler, radiologis, perawat dialisis dan
perawat spesialis klinik. Peran perawat dialisis di unit hemodialisis dalam melakukan praktek keperawatan lanjut pada pasien hemodialisis dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang berefek pada peningkatan kualitas hidup pasien hemodialisis Headley Wall, 2000. Peran perawat di unit hemodialisa antara
lain:
Universitas Sumatera Utara
88
a. Pemberi Asuhan Keperawatan Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah untuk
membantu menyelesaikan masalah dan mencegah terjadinya komplikasi. Pasien hemodialisis juga bersifat unik yang akan mempunyai keluhan yang berbeda-beda,
baik masalah hematologi, nutrisi, endokrin, muskuloskeletal, dan respon imun yang abnormal. Perawat juga memberi asuhan secara holistik, meliputi upaya
mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Perawat memberikan bantuan kepada pasien dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai
tujuan tersebut. Perawat hemodialisis diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga dalam melakukan pengelolaan klien hemodialisis yang memiliki
faktor risiko dan masalah penyakit yang ditemukan pada klien penyakit ginjal tahap akhir, seperti: diabetes millitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
hiperparatiroidisme sekunder dari anemia, hiperlipidemia.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, seorang perawat di unit hemodialisis mampu mengelola semua aspek klinis klien hemodialisis, sehingga seorang
perawat dialisis harus memiliki pemikiran kritis, pengetahuan yang maju dan terampil dalam memfasilitasi pelaksanaan pedoman praktek klinis, mampu
melakukan perawatan diagnostik, dapat dilatih untuk melakukan prosedur invasif tertentu, mampu mempertahankan akses vaskuler dan pencegahan infeksi
Headley Wall,2000. b. Manajer Kasus
Peran sebagai manager kasus, dimana perawat mampu berperan mengkoordinasikan anggota tim kesehatan. Pada pasien penyakit ginjal kronik
Universitas Sumatera Utara
89
yang juga mengalami penyakit penyerta lain atau akibat lanjut dari penyakit ginjal kronis, sehingga penanganan pasien dilakukan secara tim, dimana perawat adalah
sebagai manajer kasus mampu melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan lainnya serta mengatur sumber yang tersedia. Perawat mampu mengkoordinasikan
dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan juga mengawasi tenaga kesehatan lainnya Headley Wall,2000.
c. Educator
Perawat pendidik educator harus mempunyai latar belakang pengalaman klinis, keahlian klinis dan pengetahuan teoritis. Peran Perawat pendidik dalam
praktek keperawatan lanjut di unit hemodialisis mempunyai tanggung jawab terhadap staf dan pendidikan pasien. Pengetahuan terkait penyakit ginjal kronik
merupakan hal yang penting. Banyak klien tidak mendapatkan informasi tentang pemahaman akses dialisis, bagaimana mempertahankan dan perawatan akses
vaskuler, pengobatan dan perubahan pola makan. Sebagai perawat pendidik, juga dapat melakukan diskusi bersama pasien dan keluarga tentang transplantasi.
Perawat spesialis klinik juga bertanggung jawab terhadap pendidikan staf termasuk dalam mengintegrasikan hasil penelitian klinis dalam praktek klinis,
mengevaluasi kesesuaian sumber daya pendidikan yang tersedia bagi pasien dan staf merupakan aspek penting dari peran perawat spesialis sebagai pendidik
Berger et al., 1996 dalam Headley Wall, 2000. Peran perawat sebagai penyuluh pemberi pendidikan kesehatan juga
terkait dengan menjelaskan kepada pasien konsep tentang penyakit ginjal tahap akhir terkait dengan prosedur hemodialisis, diet makanan, pengaturan cairan,
Universitas Sumatera Utara
90
asupan garam dan elektrolit. Perawat menilai kebutuhan pasien dan membantu memenuhi kebutuhan pasien dengan melibatkan keluarga. Memberikan edukasi
dan dukungan psikologis terhadap pasien dan keluarga dalam mengelola pasien penyakit ginjal kronik pra dialisis, mempersiapkan terapi pengganti sebaik
mungkin. Mengevaluasi apakah klien mengerti dengan penjelasan perawat dan mengevaluasi kemampuan pembelajaran.
d. Konsultan Perawat sebagai konsultan memberikan dukungan dan bimbingan untuk
pasien, rekan kerja dan rekan subspesialisasi. Seorang ahli bedah vaskuler dapat melakukan konsultasi kepada perawat spesialis klinik tentang kemampuan pasien
dalam melakukan perawatan akses vaskuler, menentukan pematangan akses vaskuler dan kemungkinan keberhasilan kanulasi kateter Headley Wall, 2000.
e. Advokat Peran perawat sebagai advokat, dimana perawat membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi pasien dan mencegah terjadinya kecelakaan, melindungi pasien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari
suatu tindakan. Pada pasien hemodialisis peran perawat sebagai advokat, misalnya melindungi pasien agar tidak terjadi infeksi pada akses vaskuler, emboli dan
perdarahan. f. Peneliti
Di unit hemodialisis perawat spesialis klinik terlibat dalam penelitian sebagai peneliti utama. Pemanfaatan hasil penelitian menunjukkan perlunya
adanya perubahan kebijakan, prosedur atau peralatan untuk memastikan
Universitas Sumatera Utara
91
perbaikan kualitas secara terus menerus. Penelitian harus dilakukan oleh perawat spesialis terutama dalam menunjukkan efektifitas dalam praktek keperawatan
hemodialisis Headley Wall, 2000.
Berdasarkan uraian tentang peran perawat hemodialisi dapat disimpulkan bahwa peran perawat harus terintegrasi dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien hemodialisis. Dengan terintegrasinya peran tersebut, maka dapat mencegah terjadinya komplikasi, mengurangi biaya perawatan pasien dan dapat
membantu pasien dalam meningkatkan kualitas hidupnya Headley Wall, 2000.
2.5 Landasan Teori
Model yang paling komprehensif yang digunakan dalam perawatan pasien adalah dengan mengaplikasikan bio-psycho-sosial-spiritual model Dossey, 2005.
Manusia atau individu adalah satu kesatuan yang utuh dari bio fisik ragatubuh, psiko jiwa, sosio hubungan dengan orang lain dan spiritual keyakinan
religius. Manusia atau individu tidak bisa dipandang sebagai bagian atau per sistem yang dapat dipisah-pisahkan, antara bio–psiko–sosio–spiritual saling
mempengaruhi, dimana jika salah satu sistem yang terganggu akan mempengaruhi atau mengganggu sistem yang lainnya DeLoune Ladner, 2011. Teori holistic
nursing merupakan konsep yang paling lengkap dan praktis digunakan dalam praktek keperawatan profesional Dossey, 2005.
Pasien yang menjalani terapi hemodialisa akan tergantung kepada terapi tersebut selama hidupnya sebelum menemukan donor ginjal yang tepat. Konsep
holistic nursing yang memandang manusia sebagai makhluk yang utuh dan terdiri dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual adalah konsep yang paling tepat
Universitas Sumatera Utara
92
untuk mendasari perawatan pasien hemodialisa dalam meningkatkan kualitas
hidupnya. 2.5.1 Keperawatan Holistik
Model holistik mengatakan bahwa semua penyakit yang memiliki komponen psikosomatik, dan biologis, faktor psikologis, sosial, dan spiritual
selalu berkontribusi untuk gejala- gejala penyakit pasien. Dimensi spiritual dalam model bio-psycho-sosial-spiritual menggabungkan spiritual dalam konteks yang
lebih luas yaitu nilai-nilai, makna dan tujuan hidup. Setiap komponen dari model bio-psycho-sosial-spiritual saling tergantung dan saling terkait. Hal ini diperlukan
untuk mengatasi semua komponen untuk mencapai hasil terapi yang optimal. Terlepas dari penyakit yang diderita, teknologi yang dikembangkan, atau terapi
yang digunakan, model bio-psiko-sosial-spiritual menyediakan petunjuk secara keseluruhan dalam merawat pasien Dossey, 2005.
Secara biologi dan fisiologi, manusia merupakan suatu kesatuan dari unsur terkecil yakni sel, dimana sekumpulan sel akan membentuk jaringan, sekumpulan
jaringan akan membentuk organ, organ yang memiliki fungsi sama akan membentuk sistem organ, sekumpulan sistem organ akan membentuk individu.
Fokus dari dimensi ini adalah kebutuhan dasar manusia yaitu oksigen, sirkulasi, istirahat dan tidur, nutrisi dan eliminasi DeLoune Ladner, 2011.
Secara psikologi, manusia memiliki stuktur kepribadian, bertingkah laku atau berprilaku sebagai manifestasi kejiwaan, mempunyai daya pikir dan
kecerdasan dan mempunyai kebutuhan psikologik agar pribadi dapat berkembang. Fokus dari dimensi ini adalah keinginan untuk merasa nyaman, dan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
93
self-esteem DeLoune Ladner, 2011. Secara sosial, manusia perlu hidup bersama, berhubungan dan saling kerja sama dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Secara spiritual, manusia mempunyai keyakinan atau mengakui adanya Tuhan, memiliki pandangan hidup, motif atau
dorongan hidup yang sejalan dengan sifat–sifat religius yang dianutnya.
Gambar 2.1 the Bio-Psycho-Social-Spiritual Model Dossey, 2005 2.5.2 Elemen Spiritual
a. Keterhubungan dengan Sumber Suci atau Tuhan
Sumber suci mungkin dijelaskan sebagai orang, kehadiran, atau sebagai sebuah misteri yang melampaui kata-kata. Ketidakcukupan bahasa sangat jelas
ketika kita mencoba untuk mendiskusikan atau menggambarkan apa yang ada di dalam dan antara kita, namun di luar dan kekuatan yang lebih besar dari kita.
Menghubungkan dengan sumber suci bisa melibatkan hal-hal seperti doa, ritual, rekonsiliasi, dan ketenangan. Ajaran dari tradisi keagamaan menawarkan berbagai
perspektif mereka sendiri dan pedoman bagaimana cara berhubungan ddengan sumber suci. Memahami bagaimana orang mencari dan merasakan hubungan
Biologi Psikologi
Sosiologi Spiritual
Manusia
Universitas Sumatera Utara
94
dengan sumber suci dan hambatan yang mungkin mereka hadapi adalah penting dalam memberikan perawatan spiritual Dossey, 2005.
b. Keterhubungan dengan Alam Spiritualitas sering diungkapkan pada pengalaman melaui rasa
keterhubungan dengan alam, lingkungan, dan alam semesta. Hewan, burung, ikan dan makhluk lainnya dibumi yang memberikan makna dan suka cita bagi orang-
orang bagi segala usia. Banyak orang mengalami rasa hubungan dengan sumber suci melalui alam, terlepas dari latar belakang agama mereka. Orang sering
mengekspresikan perasaan tertentu kedekatan dengan spiritual diri mereka saat berjalan dipantai, duduk didekat pohon kesukaan mereka, melihat matahari
terbenam, mendengarkan air yang mengalir, melihat api, dan merawat tanaman, dan sebaliknya mengalami tatanan alam. Alam bisa menjadi sumber kekuatan,
inspirasi dan kenyamanan, yang semuanya adalah atribut dari spiritualitas Dossey, 2005.
c. Keterhubungan dengan Orang Lain Spiritualitas diketahui dan dialami dengan adanya hubungan, dengan
kenyamanan, hubungan, konflik dan perselisihan yang menandai hubungan tersebut. Ssebagian orang mengekspresikan dan mengalami spiritualitas melalui
apresiasi dan ikatan yang sama dengan seluruh umat manusia, dan hubungan khusus mereka dengan orang lain. Orang sering berbicara tentang spiritualitas
dalam hal hubungan mereka, baik harmonis maupun tidak harmonis, pembentukan, bekerja, memelihara, dan perbaikan hubungan, adalah bagian
penting bagi spiritualitas seseorang. Berada dengan orang lain dengan cara
Universitas Sumatera Utara
95
mencintai dan mendukung adalah sebuah ekspresi dari spiritualitas, seperti berjuang dengan hubungan yang menyakitkan dan sulit dengan keluarga, teman
dan kenalan. Hubungan yang memerlukan penyembuhan adalah hal yang penting untuk spiritualitas, seperti hal nya orang-orang yang memberikan dukungan dan
kenyamanan. Keterhubungan Spiritual dengan orang lain baik dalam hal memberi dan
keterbukaan untuk menerima cinta, hidup dan sumber suci adalah sikap spiritual. Spiritualitas dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari dan saat-saat khusus
bersama dengan orang lain, saat suka cita, kesedihan, ritual, seksual, doa, bermain, semnagat, kemarahan, perdamaian, dan kepedulian Dossey, 2005.
d. Keterhubungan dengan Diri Sendiri Spiritualitas menanamkan kesadaran yang terus menerus, kemampuan
untuk berada dalam kesadaran yang mengalir dari jiwa, kesadaran untuk membuka pengalaman hidup disaat ini, hadir untuk tubuhjiwapikiran mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka untuk menerima semua aspek dari diri mereka sendiri tanpa penghakiman Dossey, 2005.
Universitas Sumatera Utara
96
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan kajian teoritis seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka berikut ini dikemukakan kerangka konsep penelitian yang berfungsi sebagai
penuntun, alur pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.
Dossey, 2005 Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Penambahan Berat Badan
Interdialisis Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisis
- Gejalamasalah yang menyertai
- Efek penyakit ginjal - Beban akibat penyakit
ginjal - Status pekerjaan
- Fungsi kognitif - Kualitas interaksi sosial
- Fungsi seksual - Tidur
- Dukungan yang diperoleh - Dukungan dari staf dialisis
- Kepuasan pasien - Fungsi fisik
- Keterbatasan akibat
masalah fisik - Rasa nyeri yang dirasakan
- Persepsi kesehatan secara umum
- Kesejahteraan emosional - Keterbatasan akibat
masalah emosional - Fungsi sosial
- Energikelelahan kuisioner KDQOL 1,3
- Domain fisik - Domain
psikologis - Domain sosial
- Domain spiritualitas
Biologi Psikologi
Spiritual Sosiologi
Manusia
Hubungan dengan Tuhan, alam, orang
lain dan dengan diri sendiri wawancara
terbuka
Universitas Sumatera Utara
97
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif korelasional yaitu untuk menguji adanya hubungan antara dua
variabel atau lebih dan tidak dilakukan manipulasi pada variabel tersebut Polit Beck, 2012. Metode korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui
hubungan penambahan berat badan interdialisis terhadap kualitas hidup pasien
hemodialisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang Hemodialisa RSUP H. Adam Malik
Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Alasan memilih ruang hemodialisa dikedua Rumah Sakit ini karena kedua rumah sakit memiliki ruang hemodialisa
yang berkapasitas besar, yaitu RSUP H.Adam Malik memiliki 34 unit mesin Hemodialisa dan RSU dr. Pirngadi Medan memiliki 39 unit mesin Hemodialisa.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik adalah rumah sakit tipe A dan merupakan rujukan untuk provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan
Riau sehingga angka kunjungan pasien untuk menjalani hemodialisis cukup tinggi. RSUP H. Adam Malik juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan. RSUD
dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit tipe B, dan pada tanggal 10 April 2007 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan resmi menjadi
Universitas Sumatera Utara
98
Rumah Sakit Pendidikan. Rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit rujukan untuk kota Medan dan sekitarnya sehingga angka kunjungan pasien untuk
menjalani hemodialisis juga tinggi. 3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara bertahap dimulai dengan penyusunan proposal tesis pada bulan September 2013, seminar proposal tesis pada tanggal 26
Februari 2014 dan dilanjutkan pengambilan data di RS Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 17 Maret sampai dengan 12 April 2014, dan pengambilan data di RSUP
Haji Adam Malik Medan pada tanggal 7 April sampai dengan 3 Mei 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi
hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu 191 orang dan di RSU dr. Pirngadi Medan 184 orang, jadi jumlah total populasi adalah 375 orang.
3.3.2 Sample Sampel adalah bagian atau elemen dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili karakteristik populasi tersebut. Jumlah sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tabel power analysis dengan nilai
power 0,80 dan effect size 0,20 didapat jumlah sample 194 Polit beck, 2012. Pengambilan sampel dilakukan di dua rumah sakit, yaitu di RSUP. H
Adam Malik dan RS dr. Pirngadi Medan. Teknik pengambilan sampling pada penelitian ini adalah dengan probability sampling yaitu dengan Simple random
sampling. Teknik ini dipilih karena memberi kesempatan yang sama pada setiap
Universitas Sumatera Utara
99
anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan tanpa harus memperhatikan strata yang ada pada populasi
tersebut, pada metode ini dibuat kerangka sampling terlebih dahulu yang meliputi kode sampel yang akan dipilih Polit Beck, 2012, sehingga didapatkan 95
sampel dari RSUD dr. Pirngadi Medan dan 99 sampel dari RSUP Haji Adam Malik Medan.
Sampel yang diambil pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Berusia lebih dari 18 tahun b. Menjalani terapi hemodialisis regular 2 kali perminggu
c. Kesadaran compos mentis d. Sudah mengikuti hemodialisis lebih dari 3 bulan
Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah a. Pasien mengalami penurunan kesadaran atau komplikasi selama penelitian
berlangsung sehingga mempersulit untuk melakukan penimbangan berat badan.
b. Pasien yang selama observasi penambahan berat badan interdialisis pindah ke rumah sakit lain.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data penambahan berat badan interdialisis, data demografi, data kualitas hidup dan dilengkapi dengan
data aspek spiritualitas pasien hemodialisis. Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari prosedur administratif dan prosedur pelaksanaan.
Universitas Sumatera Utara
100
3.4.1 Prosedur Administratif Prosedur administratif pada penelitian ini dimulai dengan mengajukan
surat permohonan kepada Dekan Fakultas Keperawatan untuk mengeluarkan surat permohonan ijin pengambilan data ke Rumah Sakit tempat penelitian dilakukan.
Selanjutnya, peneliti mengajukan surat lulus uji etik ethical clearance kepada lembaga etik penelitian yaitu komisi etik penelitian kesehatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah surat permohonan ijin pengambilan data dan lulus uji etik dikeluarkan, peneliti mengajukan permohonan
ijin untuk melaksanakan penelitian kepada Direktur RS dr. Pirngadi Medan dan RSUP H. Adam Malik. Setelah surat ijin penelitian dikeluarkan, selanjutnya
peneliti meminta ijin kepada kepala ruangan unit hemodialisis di kedua rumah sakit serta menjelaskan tujuan dan membuat kontrak kerja terhadap lamanya
penelitian dilakukan. 3.4.2 Prosedur Pelaksanaan
Penelitian dimulai setelah mendapat surat ijin penelitian dari rumah sakit, karena proses administrasi di RSUD dr. Pirngadi lebih dulu selesai maka peneliti
memulai penelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan. Hal yang pertama kali dilakukan adalah membuat kerangka sampling dengan mengidentifikasi seluruh
populasi di RS dr. Pirngadi dan RSUP Haji Adam Malik Medan. Selanjutnya sampel diambil dengan teknik simple random sampling dengan cara diundi
sehingga didapat 95 sampel berasal dari RS dr. Pirngadi dan 99 sampel dari RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah itu sampel yang telah terpilih disesuaikan
dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan. Responden yang telah sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
101
kriteria inklusi diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan persetujuan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent.
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti dibantu oleh seorang asisten peneliti dalam mengobservasi penambahan berat badan responden selama delapan
kali periode hemodialisis. Pada hari pertama penelitian mengikuti jadwal hemodialisis pertama pasien dalam minggu tersebut yaitu hari Senin, Selasa,
Rabu peneliti memberikan kuesioner data demografi untuk diisi oleh responden. Selanjutnya setelah responden selesai menjalani hemodialisis HD peneliti akan
melakukan penimbangan berat badan pasien post dialisis, timbangan berat badan yang digunakan untuk menimbang berat badan pasien ada dua jenis yaitu
timbangan berat badan Weighing Machine model ZT-120 dan CAMRY BR2015 yang rutin dikalibrasi setiap bulan. Pada jadwal HD berikutnya disesuaikan
dengan jadwal pasien yaitu: Kamis, Jum’at, Sabtu peneliti melakukan penimbangan berat badan sebelum pasien menjalani hemodialisis pre dialisis,
selisih berat badan pre dialisis dengan post dialisis sebelumnya dijadikan sebagai penambahan berat badan interdialisis pada pengukuran 1, dan begitu selanjutnya
sampai 4 minggu penelitian 8 kali periode hemodialisis. Setelah data penambahan berat badan interdialisis terkumpul selama 8 kali hemodialisis,
peneliti mencari rata-rata penambahan berat badan interdialisisis dalam bentuk persentase.
Kuesioner kualitas hidup diberikan kepada responden pada saat menjalani hemodialisis yang kedelapan. Kuisioner kualitas hidup yang diisi oleh responden
dengan cara kuisioner dibacakan langsung oleh peneliti dan asisten peneliti. Hal
Universitas Sumatera Utara
102
ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam pengisian kuisioner dan kejelasan dari setiap item yang ditanyakan. Pasien yang menjalani hemodialisis
pada shift pagi pengisian kuisioner dilakukan pada saat 1 jam setelah pasien menjalani hemodialisis, dan untuk pasien yang menjalani hemodialisis di shift
sore, pengisian kuisioner dilakukan sebelum pasien menjalani hemodialisis. Sebagai data tambahan untuk melengkapi domain kualitas hidup secara
umum peneliti melakukan wawancara mengenai domain spiritualitas kepada 10 responden. Responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti,
wawancara dilakukan setelah 2 minggu dilakukan observasi penambahan berat badan sehingga sudah terjalin hubungan saling percaya antara peneliti dengan
responden. Wawancara dilakukan sebelum responden melakukan hemodialisis selama 20-30 menit berdasarkan panduan wawancara yang telah dibuat
berdasarkan teori Dossey 2005. Setelah selesai wawancara peneliti memvalidasi kembali tema-tema sementara yang telah dibuat oleh peneliti kepada responden.
Alat yang digunakan untuk merekam wawancara adalah alat perekam MP4 dan perekam dari smart phone.
3.5 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Instrumen penelitian yang baik harus mematuhi dua persyaratan yang penting yaitu pengujian validitas dan reliabilitas Polite Beck, 2012. Suatu
kuisioner dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dan stabil dari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas
dilakukan untuk mengetahui konsisten hasil sebuah jawaban tentang tanggapan responden. Pengujian reliabilitas dapat menggunakan uji statistik Cronbach
Universitas Sumatera Utara
103
Alpha. Cronbach alpha yang baik adalah yang semakin mendekati 1. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha
minimal 0,60, dan jika nilai 0,75 atau semakin tinggi akan semakin baik reliable nya PoliteBeck, 2011.
Penelitian ini menggunakan kuisioner baku yaitu Kidney Disease Quality of Life KDQOL version 1,3 oleh Hays et al. 1997 dengan nilai reliabilitas
kuisioner 0,61–0,90 sehingga kuisioner dinyatakan reliabel untuk digunakan. Tahun 2010 dilakukan penelitian untuk mengetahui reliabilitas kuisioner KDQOL
version 1,3 di Singapura, hasilnya menunjukkan semua item mempunyai reliabilitas yang baik yaitu rentang nilai 0,72–0,95 Joshi, Moopil, Lim, 2010.
Penelitian yang sama juga dilakukan di Thailand pada tahun 2013 hasilnya menunjukkan angka reliabel 0,799–0,827 Thaweethamcharoen, Srimongkol,
Naparatayaporn, Jariyayothin, Sukthinthai et al., 2013. Pada penelitian ini didapat nilai Cronbach Alpha 0,77 dengan nilai alpha setiap domain dalam
rentang 0,73-0,79. Panduan wawancara untuk mengetahui domain spiritualitas dibuat
berdasarkan teori Dossey 2005 yang telah dilakukan content validity validitas isi oleh tiga ahli dan mempunyai nilai Content Validity Index CVI 0,82
sehingga kuisioner ini dapat dan layak digunakan untuk melihat domain spiritualitas pada pasien hemodialisis.
3.6 Variabel dan Definisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
104
Variabel yang akan dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah penambahan berat badan interdialisis variabel independen dan kualitas hidup
variabel dependen. Tabel 3.1 Variabel Independen dan Defenisi Operasional
Variabel Independen
Defenisi Operasional Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur Penambahan
berat badan interdialisis
Rata-rata penambahan berat badan setelah
hemodialisis yang lalu hingga
sebelum hemodialisis berikutnya, yang
diobservasi selama 4 minggu8 periode
hemodialisis dengan satuan Kg dan
setelahnya akan dihitung dalam persentase .
Timbangan berat badan
Weighing Machine
model ZT- 120 dan
CAMRY BR2015
. Penambahan berat
badan dinyatakan dengan persentase .
Skala rasio
Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Defenisi Operasional
Variabel Dependen
Defenisi Operasional Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur Kualitas
Hidup Kemampuan individu dalam menilai
kualitas hidupnya yang terkait 19 domain yaitu gejalamasalah yang
menyertai, efek penyakit ginjal, beban akibat penyakit ginjal, status pekerjaan,
fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, tidur, dukungan yang
diperoleh, dukungan dari staf dialisis, kepuasan pasien, fungsi fisik,
keterbatasan akibat masalah fisik, rasa nyeri yang dirasakan, persepsi kesehatan
secara umum, kesejahteraan emosional, keterbatasan akibat masalah emosional,
fungsi sosial dan energikelelahan serta domain spiritualias yang meliputi
hubungan dengan Tuhan, alam, orang lain dan dengan diri sendiri sebagai data
tambahan yang didapat melalui wawancara.
Kuisioner Kidney
Disease Quality of Life
KDQOL Version 1,3
Item pertanyaan dinilai dengan
rentang 0 – 100. Skala
interval
3.7 Metode Pengukuran
Universitas Sumatera Utara
105
Metode pengukuran penambahan berat badan interdialisis diukur dengan cara menimbang berat badan pasien dengan timbangan Weighing Machine model
ZT-120 di RSUD dr. Pirngadi Medan dan timbangan berat badan CAMRY BR2015 di RSUP Haji Adam Malik Medan yang masing-masing alat telah
dikalibrasi di instalasi pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit yang bersangkutan dengan akurasi: 0~65 kg = ± 1,2 digit, 65 kg = ± 2,0 digit. Untuk
memastikan bahwa kedua timbangan mempunyai keakuratan yang sama, peneliti melakukan uji coba dengan cara peneliti menimbang berat badan dikedua
timbangan secara bersamaan, dan tidak terdapat perbedaan berat badan diantara kedua timbangan, maka dapat disimpulkan kedua timbangan mempunyai
keakuratan yang sama.
Peneliti melakukan penimbangan berat badan pasien post dialisis pada hari pertama penelitian. Pada jadwal hemodialisis berikutnya disesuaikan dengan jadwal
pasien peneliti melakukan penimbangan berat badan sebelum pasien menjalani hemodialisis pre dialisis, selisih berat badan pre dialisis dengan post dialisis sebelumnya
dijadikan sebagai penambahan berat badan interdialisis.
Selanjutnya menghitung selisih antara pengukuran pertama post dialisis dikurangi pengukuran kedua pre
dialisis pada periode hemodialisis berikutnya dibagi pengukuran pertama dan dikalikan 100. Misalnya berat badan pasien post hemodialisis adalah 54 kg,
berat badan pre dialisis pada periode hemodialisis berikutnya adalah 58 kg, persentase penambahan berat badan interdialisis adalah 58-54:54x100 = 7,4.
Selanjutnya peneliti mengobservasi penambahan berat badan interdialisis pasien selama empat minggu atau delapan kali periode hemodialisis dan mencari nilai
rata-rata nya.
Universitas Sumatera Utara
106
Data selanjutnya adalah data karakteristik demografi pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan aktivitas,
penghasilan, status tempat tinggal, asal biaya pengobatan dan lamanya klien menjalani terapi hemodialisis. Selanjutnya penilaian kualitas hidup pasien
dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner Kidney Disease Quality of Life KDQOL version 1,3. Kuisioner yang digunakan telah meminta izin kepada
RAND Health sebagai lembaga yang mempunyai hak paten atas kuisioner tersebut dan sudah melalui proses back translation. Kuisioner kualitas hidup mengukur 19
domain yaitu gejalamasalah yang menyertai, efek penyakit ginjal, beban akibat penyakit ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi
seksual, tidur, dukungan yang diperoleh, dukungan dari staf dialisis, kepuasan pasien, fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, rasa nyeri yang dirasakan,
persepsi kesehatan secara umum, kesejahteraan emosional, keterbatasan akibat masalah emosional, fungsi sosial dan energikelelahan. Instrumen yang digunakan
menggunakan skala likert. Rentang nilai dimulai dari 0-100, dimana 0 menunjukkan nilai kualitas hidup terendah, dan nilai 100 menggambarkan kualitas
hidup terbaik.
Sebagai data tambahan untuk melihat gambaran domain spiritualitas pasien hemodialisis dilakukan wawancara mengenai aspek spiritualitas dengan
panduan wawancara yang dibuat berdasarkan teori Dossey 2005 tentang holistic nursing, yang akan melihat keterhubungan pasien dengan Tuhan atau sang
pencipta, keterhubungan dengan alam, keterhubungan dengan orang lain dan diri sendiri.
Universitas Sumatera Utara
107
Tabel 3.3 Nomor Pertanyaan berdasarkan 19 aspek KDQOL version 1,3
No Domain kualitas hidup
Jumlah Pernyataan
No Pernyataan 1
Gejalamasalah yang menyertai 12
14a – k, l
2 Efek penyakit ginjal
8 15a – h
3 Beban akibat penyakit ginjal
4 12a-d
4 Status pekerjaan
2 20, 21
5 Fungsi kognitif
3 13b, d,f
6 Kualitas interaksi sosial
3 13a, c, e
7 Fungsi seksual
2 16a, b
8 Tidur
4 17, 18a-c
9 Dukungan sosial
2 19a, b
10 Dukungan dari staf dialisis
2 24a, b
11 Kepuasan pasien
1 23
12. Fungsi fisik
10 3a-j
13. Keterbatasan akibat masalah fisik
4 4a-d
14. Rasa nyeri
2 7,8
15. Persepsi kesehatan secara umum
5 1, 11a-d
16. Kesejahteraan emosional
5 9b, c, d, f, h
17. Keterbatasan akibat masalah
emosional 3
5a-c
18. Fungsi social