20
b. Kemampuan afektif
Menurut pendapat Anas Sudijono 2006: 54 ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Dalam berinteraksi sosial anak tunarungu memiliki
egosentrisme, lebih mudah marah dan cepat tersinggung, hal ini dapat diatasi oleh orang tua dan guru apabila ranah kognitif berupa
kemampuan belajar anak sudah dapat diperbaiki maka untuk mengatasi masalah pada afeksi anak hanya tinggal memperbaiki atau memberikan
pemahaman berupa nilai-nilai keagamaan, kedisiplinan dan rasa menghargai yang dapat diselipkan pada setiap pelajaran di sekolah
maupun dirumah. c.
Kemampuan psikomotor Menurut pendapat Anas Sudijono 2006: 57 mengatakan ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Setelah anak tunarungu matang dalam hal kognitif dan afektif
berupa anak dapat memahami sesuatu dan memiliki kecendrungan- kecendrungan yang baik dalam berprilaku. Jika anak tunarungu telah
menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan ranah kognitif dan afektif maka keberhasilan dari kedua ranah tersebut dapat
dilihat dalam interaksi sosial anak tunarungu berupa kemampuannya dalam memberikan hubungan timbal balik, melontarkan, pertanyaan
21
dan yang terpenting adalah anak dapat memberikan penjelasan mengenai suatu hal pada temannya.
3. Upaya Guru untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Anak
Tunarungu
Sekolah yang kondusif adalah sekolah yang mampu mengembangkanlingkungan pembelajaran yang dapat menjawab berbagai
keanekaragamanpotensi yang dimiliki anak didiknya Joppy Liando dan AldjoDapa2007: 128.
Sekolah terutama guru harus mampu mengembangkan keadaan kelas yang dapat mengoptimalkan kemampuan
siswa dikelasnya, lingkungan yang psikososialnya baik tentu akan membuat anak nyaman berada dikelas dan akan memperlancar interaksi
sosial anak dengan sesamanya di kelas. Berikut adalah keadaan yang dapat dikembangkan oleh guru untuk mengoptimalkan interaksi sosial anak.
a. Membuat kelompok belajar.
Berdasarkan pendapat Sunardi dan Sunaryo 2007: 265 dalam intervensi dini anak dengan hambatan perkembangan emosi dan sosial,
penting untuk dilakukan dalam setting kelompok sehingga anak dapat memiliki kesempatan untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan-
keterampilan yang diajarkan langsung dalam situasi nyata. Dalam kelompok kecil ini anak tunarungu memperoleh kesempatan untuk lebih
aktif dan dapat berinteraksi dalam pelajaran dengan sesamanya.
22
b. Menciptakan pembelajaran yang ramah.
Berdasarkan pendapat Joppy Liando dan Aldjo Dapa 2007: 131 mengatakan proses pembelajaran yang ramah itu esensinya ada pada
seorang guru yang mampu memahami setiap anaknya sebagai individu yang memiliki keunikan, kemampuan, minat, kebutuhan, dan
karakteristiknya yang berbeda-beda. Dengan pembelajaran yang ramah ini anak tunarungu akan dapat memahami setiap anak didiknya yang berbeda-
beda dan akan dapat menentukan pembelajaran yang sesuai pula bagi siswa didiknya.
c. Menekankan pentingnya kasih sayang dan kepercayaan.
Dalam pembelajaran dan belajar, mendorong anak untuk bersikap terbuka dan dilakukan melalui penciptaan iklim yang tidak otoriter dan
melalui pengembangan pengajaran dalam setting yang tidak tradisional Sunardi dan Sunaryo, 2007: 277. Dengan terbukanya anak, maka anak
akan lebih leluasa dan lebih nyaman dalam berpendapat dan berinteraksi. d.
Guru bukan sekedar melakukan penanganan langsung terhadap anak.
Guru hendaknya juga menjadikan orangtua secara konsisten dapat terlibat langsung dalam kegiatan pengasuhan, menjalin interaksi yang
berkualitas, dan mampu memberikan pengalaman yang berbeda kepada anaknya Sunardi dan Sunaryo, 2007: 264. Dengan terjalinnya
komunikasi yang baik antara guru dan siswa, ini tentu akan membuat