Interaksi Sosial Anak Tunarungu di Kelas III SLB Wiyata

79 sekolah namun tidak begitu halnya dengan ketika berada di asrama, NPS akan berinteraksi dengan ibu IW apabila ibu IW memulai interaksinya terlebih dahulu. Terakhir adalah subyek TRA, TRA adalah siswa yang agak ketinggalan di dalam hal akademik di sekolah dan pemalu pada guru kelasnya, namun tidak begitu ketika ia berhadapan dengan ibu IW, TRA akan lebih terbuka dan berani bertanya. Dari berbagai temuan tentang kedekatan siswa kelas III dengan ibu IW tersebut dapat disesuaikan dengan pendapat Van Uden Edja Sadjaah 2005: 113-114 bahwa anak tunarungu senang bergaul dengan orang yang dekat saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial siswa MU dengan ibu IW berlangsung baik dengan adanya keberanian dari MU untuk melakukan hubungan timbal balik, lalu ASS yang juga mau mengkomunikasikan apasaja kepada ibu IW namun agak lebih baik dibandingkan dengan MU yaitu menggunakan komunikasi total yang menggabungkan bahasa oral denganbahasa isyarat, lalu ada subjek NPS yang mengkomunikasikan apasaja dengan ibu IW menggunakan bahasa isyarat dan tidak malu-malu seperti di sekolah, dan terakhir adalah subyek TRA yang ketika di sekolah cenderung tertutup dan tidak mau memberikan hubungan timbal balik pada guru di asrama dengan ibu IW ia mampu memulai interaksi terlebih dahulu dan lebih terbuka. 80

5. Interaksi Sosial Anak Tunarungu Dengan Lingkungan Sekitarnya

Anak tunarungu di kelah III SLB Wiyata Dharma 1 Tempel menunjukkan interaksi dengan lingkungan yang berbeda masing- masing individu. Perbedaan sifat dalam diri masing-masing menjadi salah satu faktor perbedaan interaksi sosial mereka. Sebagai anak laki- laki MU dan ASS memiliki keberanian untuk memulai interaksi terlebih dahulu dengan lingkungannya, mereka lebih percaya diri dan supel. Temuan ini tentu tidak sejalan dengan pendapat Van Uden dalam Edja Sadjaah 2005: 113-114 bahwa anak tunarungu memiliki perasaan takut akan hidup lebih luas selain lingkungan keluarganya, memiliki sifat ketergamtungan pada orang lain, kurang mandiri, dan senang bergaul dengan orang yang dekat saja. ASS dan MU sering jajan di tempat ibu KS mereka anak selalu pergi jajan bersama ke tempat ibu KS di tempat ibu KS mereka tidak akan malu-malu karena sudah terbiasa mereka akan mengatakan keinginannya dengan menunjuk, jika tidak melihatnya maka ia akan mengatakannya dengan isyarat jika ibu KS belum memahaminya mereka akan mengatakannya dengan bahasa oral yang di barengi dengan bahsa oral. Ini menunjukkan proses asosiatif sesuai dengan pendapat Burhan Bungin 2006: 58 proses asisiatif adalah sebuah proses yang terjadi saling pengertian dan kerjasama timbal balik antar