3.3 Alternatif Solusi Pengelolaan Limbah pada Sedimen Tambak
Burford et al., 2001 dalam Jackson et al., 2003 menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan pengelolaan limbah nitrogen
di tambak, yaitu : 1. Perbaikan formulasi dan pengelolaan pakan
2. Perbaikan proses nitrogen di tambak 3. Perbaikan sistem desain dan manajemen limbah di tambak
Gambar 5. Budget posfor di tambak Smith dan Briggs, 1998.
3.4 Perbaikan Formulasi dan Pengelolaan Pakan
Formulasi pakan dibuat melalui penggunaan berbagai bahan baku guna menghasilkan nutrien dan energi yang sesuai bagi kultivan yang dipelihara. Jumlah
dan jenis bahan yang digunakan disesuaikan dengan jumlah nutrien yang dikandungnya. Namun demikian faktor berupa kecernaan bahan dan harga turut
menentukan dalam pembuatan suatu ransum atau formula pakan. Pakan udang khususnya, memerlukan protein yang cukup tinggi dalam pakannya. Hal ini berarti
bahwa kandungan N dalam pakan cukup tinggi seperti dijelaskan sebelumnya. Peningkatan kecernaan pakan dan retensiasimilasi dalam tubuh udang perlu
dilakukan. Jika tidak, sumber N tersebut akan lepas ke lingkungan dan pada
akhirnya berpegaruh terhadap mutu air tambak. Oleh karenanya, sebelum membuat suatu formulasi, faktor kandungan nutrien dan tingkat kecernaan bahan sangat
diperlukan. Pada kenyataannya, bahan hewani memiliki tingkat kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan nabati. Tidak mengherankan jika dalam
pembuatan pakan udang penggunaan bahan hewani banyak digunakan seperti tepung ikan, tepung kepala udang, tepung cumi, dsb. Disamping itu, faktor lain
adalah bahan hewani memiliki profil asam amino yang lengkap serta mengandung zat attraktan Tacon, 1993.
Ketergantungan terhadap penggunaan tepung ikan dalam suatu formulasi pakan cukup tinggi Lim, 1994, bahkan sebagai sumber protein hewani, kontribusi
protein lebih dominan yaitu sekitar 60 Goddard, 1996. Hal ini menyebabkan penggunaan tepung ikan menjadi issu penting saat ini oleh karena kelangkaan
sumberdaya serta kompetisi penggunaan dengan sektor lain seperti peternakan. Terkait dengan masalah tersebut, kajian formulasi untuk beberapa species diarahkan
pada pencarian bahan baku pengganti tepung ikan. Upaya ini tidak hanya dimaksudkan
untuk mengatasi
kelangkaan sumberdaya,
tetapi sekaligus
menciptakan pakan dengan harga murah sumber protein cukup mahal serta ramah lingkungan.
Penggunaan growth enhancer GE dalam pakan banyak diaplikasikan dengan tujuan meningkatkan asimilasi nutrien dalam tubuh ikan maupun udang.
Sebagai contoh adalah penggunaan cumi-cumi, hidrolisis udang kecil krill dan beberapa jenis ikan. Hasil percobaan Cordova-Murueta, et al., 2003 menunjukkan
bahwa penggunaan ketiga sumber GH tersebut dalam pakan udang menunjukkan respon pertumbuhan yang baik meskipun dalam jumlah relatif sedikit.
Aspek lain adalah pengelolaan pakan secara umum terutama yang terkait dengan jumlah dan frekuensi pemberian. Jumlah pakan harian yang diberikan
meningkat seiring dengan bertambahnya lama pemeliharaan. Faktor terpenting
dalam hal ini adalah estimasi biomass harian dan laju pertumbuhan SGR seperti ditunjukkan pada formula berikut ini :
W
t
= W
o
x 1 + SGR100
t
.................... 1 SGR = lnW
t
W
o
t x 100 .................... 2 JPt = W
t
x F ...................................... 3 dimana :
W
t
= Biomass pada hari ke-t g W
o
= Biomass awal hari ke-0; g SGR = Laju pertumbuhan spesifik h
JPt = Jumlah pakan pada hari ke-t g
F = Prosentase pemberian pakan
t = Lama pemeliharaan hari
Nilai SGR dapat diketahui melalui pertumbuhan udang secara normal yang diamati secara periodik. Setelah penentuan jumlah pakan harian, masalah berikut
adalah berapa kali pakan diaplikasikan. Frekuensi pemberian pakan dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan pakan bagi udang. Pakan memiliki kestabilan
yang terbatas dalam air, sehingga dalam waktu relatif singkat diharapkan dikonsumsi oleh udang. Pakan yang terlalu lama di dasar tambak, selain dapat melepaskan
nutrien tertentu leaching, juga mudah hancur sehingga sulit untuk ditangkap oleh udang. Suatu percobaan telah dilakukan oleh Smith et. al., 2002 dengan simulasi
pemeliharaan udang berat awal 5,6 gekor di bak kapasitas 2500 liter. Ada empat perlakuan frekuensi pemberian pakan, yaitu : 3; 4; 5; dan 6 kali sehari. Dari hasil
percobaan dilaporkan bahwa frekuensi pemberian pakan lebih dari 3 kali sehari tidak menguntungkan selama pakan itu memiliki kandungan nutrisi yang cukup serta
kestabilan dalam air yang tinggi. Dalam percobaan ini, lama pakan dalam air untuk
semua perlakuan adalah sama yaitu 12 jam. Kajian ini perlu verifikasi di lapangan, mengingat aplikasi pakan di tambak seringkali diberikan dengan frekuensi lebih dari
tiga kali sehari.
3.5 Perbaikan Proses- N di Tambak