akan melepaskan amoniak dan senyawa sulfur organik. Bahkan pada kondisi bahan organik sangat tinggi dan tanah asam dapat berupa hidrogen sulfida. Dengan
demikian, untuk siklus pemeliharaan berikutnya terutama sistem semi intensif dan intensif, pembersihan sedimen sangat diperlukan. Jika tidak, maka sedimen ini akan
melepaskan bahan organik yang cenderung menstimulasi perkembangan fitoplankton secara pesat terutama pada bulan pertama pemeliharaan. Avnimelech
dan Ritvo 2003 menyatakan bahwa jumlah nutrien untuk setiap 1 cm lapisan dasar tambak setara dengan 10 kali lipat atau lebih untuk kedalaman tambak 1 meter
Tabel 3.
Tabel 3. Konsentrasi komponen kimia pada dasar tambak dan kolom air Avnimelech dan
Ritvo, 2003. Komponen
Unit Kisaran konsentrasi
Air tambak Dasar tambak
Berat Kering 10
-3
-10
-1
20-80 Bahan organik
Mgkg 10-100
10.000-200.000 Total N
Mgkg 1-10
1000-20.000 Total N-amonia
Ppm 0.1-10
1-1000 Total P
Ppm 0.01-1
1000-20.000
3.2 Budget Nutrien dan Padatan solid di Tambak
Sebuah contoh kasus tentang budget nutrien dan padatan di tambak melalui studi yang telah dilakukan oleh Briggs dan Smith 1994 dalam Smith dan Briggs,
1998 pada tambak dengan tekstur liat. Budget ditentukan berdasarkan bahan padatan, partikel bahan organik, nitrogen dan posfor Gambar 2. Dalam studinya,
digunakan tiga jenis tambak yaitu : tambak umur satu tahun, dua tahun dengan
kepadatan tebar berkisar 50-60ekorm2, serta tambak umur satu tahun dengan padat tebar tinggi 80-100 ekorm2.
Hal mendasar yang penting dipahami dari Gambar 2 di bawah ini adalah nilai prosentase yang ditampilkan bukan menjadi ukuran akan tetapi yang tidak kalah
pentingnya adalah proporsi jumlah dari setiap fungsi aliran air masuk, pupuk, kapur, pakan dsb. Kondisi demikian dapat menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan
budidaya udang.
Gambar 2. Budget nutrien dan total padatan di tambak Smith dan Briggs, 1998.
Pada Gambar 2 diketahui bahwa erosi tambak merupakan sumber terbesar baik bahan padatan 88-93 maupun bahan organik 40-60 di tambak. Demikian
pula halnya dengan komponen pakan memberikan kontribusi bahan organik yang cukup signifikan 31-50 meskipun kontribusi padatan relatif kecil 4-7 terhadap
lingkungan budidaya. Ini penting oleh karena pakan juga menjadi indikator tentang kontribusi kotoran yang dihasilkan oleh udang.
Pada tambak sistem ekstensif, aliran air masuk influent water merupakan sumber sedimen terbesar, namun demikian pada sistem intensif kontribusinya hanya
berkisar 2-3 . Sedangkan kontribusi bahan organik dari aliran air masuk cukup signifikan 7-13, tetapi tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan komponen
pakan dan erosi tambak. Tambak merupakan media sedimentasi yang cukup efektif sehingga
akumulasi sedimen di tambak dapat mencapai 91-94. Sekitar 58-70 dari sedimen tersebut akan mengendap sebagai bahan organik di dasar tambak.
Pergantian air secara rutin akan menghasilkan 4 bahan padatan yang terbuang dan 3 pada saat panen. Bahan padatan yang terbuang tersebut mengandung
bahan organik masing-masing 13 dan 9. Sebaliknya pada udang itu sendiri, kontribusi padatan dan bahan organik sangat sedikit yaitu masing-masing sebesar
0.7 dan 6.1. Data tersebut di atas menunjukkan bahwa faktor penting dalam budget nutrien
dan padatan pada suatu tambak adalah karakter tanah tambak. Pada tanah mangrove, kandungan organik dapat mencapai 2-3 kali lipat dari tanah liat contoh :
tanah sawah. Sebaliknya, pada tanah berpasir kandungan organiknya sangat sedikit. Tanah yang demikian, seringkali dijumpai bahwa penumbuhan awal
fitoplankton sangat sulit bahkan seringkali dijumpai adanya kematian massal. Pada tanah berpasir, kondisi terberat adalah rembesan yang tinggi menyebabkan bahan
organik akan masuk ke dalam matrix tanah dimana dekomposisi anaerob dapat terjadi. Setelah satu atau dua siklus musim tanam, gagal produksi dapat terjadi
sebagai akibat dari kemunduran mutu dasar tambak. Seperti diketahui bahwa pakan merupakan sumber organik terbesar kedua
setelah erosi dasar tambak. Pakan tersebut sangat potensial untuk menimbulkan
masalah jika tidak dikelolah dengan baik. Hal ini disebabkan oleh karena aktivitas budidaya banyak bergantung pada ketersediaan pakan tambahan. Namun ironisnya,
jumlah pakan yang diberikan untuk mendukung petumbuhan kultivan hanya sedikit yang terasimilasikan Tabel 4. Dari sejumlah pakan yang diberikan, hanya 18-27
nitrogen dan 6-11 carbon yang dapat diasimilasikan dalam tubuh udang. Artinya, terdapat sejumlah nitrogen dan carbon yang dapat menjadi limbah nutrien. Sebagian
dari padanya dapat dikonversi menjadi biomas plankton, menguap ke udara atau tertahan di sedimen.
Nitrogen tersedia dalam pakan dalam jumlah yang cukup tinggi, oleh karena kebutuhan protein bagi udang cukup tinggi yaitu sekitar 27-60 Tabel 5. Namun
demikian, sebagian besar 78 hanya terbuang ke tambak atau sedikit yang terasimilasi dalam tubuh udang Gambar 3 sehingga menjadi bahan pupuk yang
sangat mahal untuk menstimulasi pertumbuhan plankton dan berbagai komunitas mikrobial. Burford dan Williams 2001, rendahnya retensi nitrogen dalam bentuk
biomass udang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : formulasi kurang optimal dan kualitas bahan baku, kelebihan pakan, serta rendahnya stabilitas
pakan di air.
Tabel 4. Komposisi pakan, assimilasi nutrien dan jumlah yang hilang ke lingkungan Smith
dan Stewart, 1996 dalam Smith dan Briggs, 1998.
Nutrien Proksimat analisis BK
Komposisi gkg BK
Assimilasi pada FCR 1.65-2.40
a
Pakan Udang
gkg assimilasi
non- Assimilasi
Protein Lemak
Abu Serat
Karbohidrat Berat
kering Nitrogen
Posfor Carbon
45,4±2,6 6,1±0,5
12,8±0,8 3,1±0,4
23,0±2,4 90,3±1,1
7,08±0,59 1,34±0,20
43,16±1,71 54,2±2,5
4,9±0,5 19,3±0,8
2,3±0,2 19,3±1,5
24,6±1,2 11,50±0,18
1,19±0,15 41,2±1,3
454 61
128 31
23 -
70,8 13,4
43,16 61,2-89,4
5,5-8,1 21,8-31,9
2,6-3,8 21,8-31,9
- 13,0-19,0
1,3-2,0 46,5-67,9
80,3-86,5 86,7-90,9
75,1-83,0 87,8-91,6
86,2-90,5 -
73,2-81,6 85,3-90,0
84,3-89,2
a
1 kg pakan kering pada FCR 1,65-2,40 menghasilkan 113-165 g kering udang
Tabel 5. Kebutuhan protein dalam pakan pada berbagai jenis udang Lim and Akiyama, 1995,
Guillaume 1997 dalam Tacon 2002. Species
Kebutuhan protein
Penaeus japonicus P. brasiliensis
P. monodon P. aztecus
P. merguensis P. indicus
P. setiferus P. stylirostris
P. penicillatus P. cailorniensis
P. kerathurus P. vannamei
P. duorarum Metapeneus monoceros
M. macleayi 40-60
45-55 35-50
29-51 34-50
40-43 28-32
30-35 22-27
44 40
30 30
55 27
Lingkungan pemeliharaan seperti salinitas juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan pakan. Shiau 1998 melaporkan
bahwa udang windu yang dipelihara pada salinitas yang lebih rendah menunjukan eksresi amoniak yang lebih besar dari pada yang dipelihara pada salinitas yang lebih
tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya penggunaan protein sebagai sumber energi-
bukan lemak pada media pemeliharaan berkadar garam rendah. Sedangkan nitrogen yang dihasilkan dari erosi tambak konstributor bahan padatan terbesar di
tambak hanya sekitar 16. Sumber -N lainnya adalah dari aliran air masuk 4 dan pemupukan, curah hujan, post larvae sejumlah sejumlah 2. Jumlah N yang
mengendap di dasar tambak 24, udang yang dipanen 18, dan air buangan 27. Selebihnya 30 N diasumsikan lepas ke atmosfir sebagai N
2
atau amonia. Tingginya kandungan N hasil buangan akan berdampak pada badan air lainnya
receiving water. Hal ini akan berlangsung secara cepat seiring dengan meningkatnya jumlah buangan limbah ke lingkungan dan mengakibatkan terjadinya
penurunan mutu air Martin et al., 1998.
Gambar 3. Budget nitrogen N di tambak Smith dan Briggs, 1998. Pada budidaya dengan sistem terbuka open system, pergantian air tidak
menghasilkan buangan –N yang signifikan 17 Tabel 12. Artinya, unsur N tetap
tersedia dan terakumulasi seiring dengan meningkatnya jumlah pakan yang diberikan. Keterlambatan dalam pergantian air akan menimbulkan masalah seperti
blooming fitoplankton dan pada akhirnya mengakibatkan stres pada udang.
Tabel 6. Jumlah nutrien yang terbuang sebagai hasil dari pergantian air tambak Smith dan
Briggs, 1998.
Adapun bentuk –N dari suatu proses budidaya dengan pemberian pakan
buatan dapat dilihat pada Gambar 4. Pada dasarnya ada tiga sumber –N terlarut
sebagai hasil dari proses pemberian pakan, yaitu : ekskresi insang, leaching dari pakan, dan leaching dari feses. Bentuk
–N dari pakan berupa amina-amina primer terlarut dissolved primary amines, DPA, 23, sedang
–N yang dihasilkan dari proses leaching pada feces terdapat dalam bentuk urea.
Gambar 4. Model ekskresi –N mmol m
-2
d
-1
dari insang, pakan, dan feses udang dalam kolom air tambak assumsi biomass 500 gm2, pemberian pakan
4 x sehari, suhu air 28 C, dan asumsi sisa pakan 10; Burford dan Williams, 2001.
Urea ini dapat digunakan oleh komunitas mikroba tambak secara cepat, sedangkan organik
–N terlarut yang dihasilkan dari proses leaching pakan kurang efektif dimanfaatkan oleh bakteria dan hanya terakumulasi di dasar tambak.Baik
pakan maupun feses keduanya secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas air tambak khususnya dalam mengakumulasi DON Dissolved organik N dan stimulasi
pertumbuhan mikrobia. Oleh karenanya, sebagai upaya untuk mengurangi buangan limbah dari tambak perlu dihindari adanya over feeding dan berupaya meningkatkan
retensi nutrien dalam tubuh ikan dan udang. Selain kandungan –N, pakan
merupakan sumber posfor terbesar di tambak Gambar 5. Dari gambar tersebut diketahui bahwa kebanyakan posfor terakumulasi di tambak, sehingga sekali lagi
sangat penting untuk mengolah limbah dasar tambak baik selama pemeliharaan maupun setelah pemeliharaan berlangsung.
3.3 Alternatif Solusi Pengelolaan Limbah pada Sedimen Tambak