Kadiri dan Janggala Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Indonesia
48
Berdasarkan pembagian kerajaan tersebut, selanjutnya Boechari 1968 menyebut bahwa raja pertama Pangjalu yang berkedudukan di Daha adalah
Sanggramawijaya yang kemudian diambil alih oleh Samarawijaya. Sedangkan kerajaan Janggala yang berkedudukan di Kahuripan rajanya bernama Mapanji
Garasakan, yang tidak lain adalah anak Airlangga, adik Sanggramawijaya. Garasakan kemudian digantikan oleh Alanjung Ahyes, selanjutnya digantikan
oleh Samarotsaha. Tampaknya setelah 3 orang raja Janggala tersebut di atas dan setelah ada
masa gelap selama kira-kira 60 tahun, yang muncul dalam sejarah adalah kerajaan Kadiri dengan ibukotanya di Daha. Hal ini dapat dibuktikan dari
beberapa temuan prasasti batu yang sebagian besar ada di daerah Kediri. Prasasti yang pertama adalah Prasasti Pandlegan tahun 1038 S 1117 M yang
dikeluarkan oleh raja Sri Bameswara. Prasasti ini berisi tentang anugerah raja Bameswara kepada penduduk desa Pandlegan Boechari, 1968. Prasasti lain
yang dikeluarkan Bameswara adalah prasasti Panumbangan 1042 S, Geneng 1050 S, Candi 1051 S, Besole 1051 S, Tangkilan 1052 S, dan Pagilitan
1056 S. Berdasarkan data prasasti yang ada dapat diketahui bahwa raja Bameswara memerintah antara tahun 1038-1056 S.
Setelah pemerintahan raja Bameswara, muncul raja lain bernama Jayabaya. Hanya 3 prasasti yang telah ditemukan dari raja ini yaitu prasasti
Hantang 1057 S, Talang 1058 S, dan Jepun 1066 S yang berisi tentang penetapan Sima. Cap kerajaannya berupa Narasingha. Pada masa
pemerintahan Jayabaya telah digubah kakawin Bhatarayuddha pada tahun 1079 S 1157 M oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Raja berikutnya adalah Sri Sarweswara. Dua prasastinya adalah prasasti Pandlegan II 1081 S dan Kahyunan 1082 S. pada tahun 1169 M muncul raja
Sri Aryyswara. Hanya dua prasasti yang ditemukan dari raja ini yaitu prasasti Waleri 1091 S dan prasasti Angin 1093 S. cap kerajaannya berupa Ganesa.
Raja selanjutnya adalah Sri Kroncaryyadipa. Satu-satunya prasasti yang ditemukan adalah prasasti Jaring atau Gurit 1103 S. raja ini hanya memerintah
kerajaan Kadiri selama 4 tahun 1181-1184 M. kemudian dijumpai nama raja Kameswara yang memerintah Kadiri antara tahun 1184-1194 M. Ada dua
prasasti dari raja ini yaitu prasasti Semanding 1104 S dan Ceker 1107 S.
49
Pada masa pemerintahan Kameswara, seorang pujangga bernama Mpu Darmaja berhasil menggubah kitab Smaradhahana.
Raja Kadiri yang terakhir adalah Srengga atau Krtajaya. Raja ini memerintah antara tahun 1194-1222 M. Ada 6 prasasti dari raja ini, yaitu prasasti
Kemulan 1116 S, Palah 1119 S, Galunggung 1122 S, Biri 1124 S, Sumber Ringin Kidul 1126 S, dan Lwadan 1127 S. Lencana kerajaan Kadiri yang
dipakai Krtajaya adalah Srenggalanchana15. Masa akhir kerajaan Kadiri dapat diketahui dari beberapa sumber tertulis.
Kerajaan Kadiri runtuh pada tahun 1144 S 1222 M. Menurut Nagarakretagama XL:3-4 Sri Ranggah Rajasa yang bertahta di Kutaraja, ibukota kerajaan
Tumapel pada tahun 1144 S menyerang raja Kadiri yaitu raja Sri Krtajaya. Krtajaya kalah, kerajaan dihancurkan, dan ia melarikan diri ke gunung yang
sunyi. Sedangkan menurut Pararaton, raja Kadiri bernama Dandang Gendis minta kepada para bhujangga Siwa dan Buddha supaya menyembah kepadanya.
Para bhujangga menolak lalu melarikan diri ke Tumapel berlindung pada Ken Angrok. Para bhujangga merestui Ken Angrok sebagai raja di Tumapel,
kerajaannya bernama Singhasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Lalu ia menyerang Daha Kadiri, dan raja Dandang Gendis
dapat dikalahkan. Dalam Nagarakretagama XLIV:2 disebutkan pula dengan ditaklukkannya
Daha tahun 1222 M oleh Ken Angrok dari Tumapel, maka bersatulah Janggala dan Kadiri sama-sama beraja di Tumapel Singhasari. Kadiri tidak dihancurkan,
tetapi tetap diperintah oleh keturunan raja Krtajaya dengan mengakui kepemimpinan Singhasari. Sejak tahun 1271 M Jayakatwang salah seorang
keturunan Krtajaya memerintah di Glang-Glang.