27
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
SEJARAH INDONESIA KUNA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat mengevaluasi Sejarah Indonesia Kuna I dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
1. Menganalisis perkembangan Sejarah Hindu-Buddha di India 2. Menganalisis Masuk dan berkembanganya Hindu-Buddha di Indonesia
3. Membandingkan wujud akulturasi budaya Hindu-Buddha di Indonesia 4. Merangkum Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Indonesia
C. URAIAN MATERI
Penemuan 7 buah prasasti Yupa dari Kutai di pinggir sungai Mahakam pada abad ke 4 Masehi dipandang sebagai tonggak penting dalam penulisan
sejarah Indonesia Indonesia kini. Hal ini dikarenakan untuk pertama kalinya sebuah wilayah di Indonesia terekam dalam sebuah sumber sejarah tertulis
berupa prasasti. Meskipun tidak menyebutkan angka tahun namun berdasarkan perbandingan huruf yang dipakai dalam hal ini pallawa maka dapat ditentukan
secara relatif usia prasasti tersebut, yaitu berkisar pada akhir abad ke IV M1.
1 Pertanggalan dalam prasasti dapat ditentukan baik secara absolut pasti maupun
relatif kisaran. Penentuan secara absolut didapatkan dari uraian pertanggalan yang tercantum secara eksplisit dalam teks prasasti tersebut. Beberapa prasasti hanya
menyebutkan angka tahunnya saja, namun beberapa prasasti yang lain juga menyebutkan pertanggalan detil untuk bulan, minggu, hari dan bahkan jam ketika
prasasti tersebut dikeluarkan. Ahli epigrafi memiliki kemampuan untuk dapat mengonversi pertanggalan dari saka ke masehi. Penentuan relatif dilakukan dengan dua
cara setelah tidak ditemukannya teks pertanggalannya. Cara yang pertama dengan melakukan perbandingan analogi dengan prasasti-prasasti yang sejaman dari segi
bentuk huruf, gaya pemahatan, formula prasasti maupun nama pejabat yang tertera. Cara yang lain adalah dengan melakukan uji kimia terhadap bahan dasar prasasti
tersebut, biasanya menggunakan bahan karbon C14. 7 buah prasasti
yūpa dari Kutai ini diketahui usia relatifnya setelah dilakukan perbandingan dengan beberapa prasasti
28
Penemuan ini sekaligus sebagai bukti bahwa pengaruh Hindu telah masuk ke Indonesia berdasarkan beberapa bukti terkait, yaitu terdapat beberapa nama
raja yang menggunakan gelar berbau India bukan lagi nama lokal, penyebutan Dewa A
ńsuman yang dikenal dalam agama Hindu. Selain itu diberitakan pula adanya upacara dengan menyebut tempat bernama Waprake wara yang dapat
diidentikan sebagai tempat pemujaan terhadap Trimurti Soemadio, 1994.
Pengenalan beberapa unsur Hindu ini kemudian menjadi sebuah informasi penting bahwa agama dan kebudayaan Hindu sudah dikenal oleh masyarakat
pada kisaran awal abad masehi. Bagaimana dengan agama Buddha?, Selama ini para ahli berkeyakinan
bahwa agama Buddha pertama kali dikenal di Indonesia berdasarkan informasi dari prasasti Talang Tuo 684 M
yang dikeluarkan oleh Dapunta Hyaŋ rī Jayanāsa. Prasasti ini berisi pembuatan kebun rīksetra untuk kebaikan semua
mahluk, dari doa-doa yang dituliskan dalam teks dikenali sebagai pujian dalam
agama Buddha Soemadio, 1994:56. Penemuan prasasti dari masa awal kerajaan rīwijaya ini dapat dipandang bahwa agama Buddha telah mulai
berkembang di Indonesia. Selain itu, penemuan gugusan percandian di utara
Karawang Jawa Barat telah memberikan arti penting mengenai penyebaran agama Buddha di Jawa yang dikenal sebagai situs percandian Batujaya2.
Gugusan bangunan kuil dan kemungkinan pula biara Budhis telah menambah suatu upaya baru penafsiran terhadap perkembangan agama Buddha. Gugusan
percandian yang sejaman dengan keberadaan kerajaan Tārumanāgara ini mungkin dapat menjadi landasan pemikiran bahwa agama Buddha juga telah
berkembang pada masa-masa awal abad masehi hampir bersamaan dengan agama Hindu.
Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa pengaruh Hindu- Buddha ini sangat dominan dan kuat sehingga memunculkan pula sistem-sistem
pemerintahan beserta bentuk kehidupan yang bercorak Hindu-Buddha.
berhuruf pallawa dari daerah India dan diduga kuat sejaman dengan akhir abad IV Masehi.
2 Situs ini terletak kurang lebih 30 km arah utara Karawang di tepi Ci Tarum kurang lebih
7 km dari muaranya. Gugusan ini terhampar di dua desa dengan sekitar lebih dari 10 gugus percandian. Telah dilakukan penggalian dan penelitian secara sistematis dan
berkelanjutan oleh Puslitarkenas, EFEO dan Universitas Indonesia. Hasan Djafar dari Universitas Indonesia telah mengangkat situs ini sebagai bahan disertasi doktornya.
Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa gugusan ini berusia sangat panjang sejak awal abad ke VI hingga abad ke XII Masehi.