Pengalaman Pasien Fraktur Terhadap Penyembuhan Luka Di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat 2014

(1)

PENGALAMAN

 

PASIEN

 

FRAKTUR

 

TERBUKA

 

TERHADAP

 

PENYEMBUHAN

 

LUKA

 

DI

 

KECAMATAN

 

KUALA

  

KABUPATEN

 

LANGKAT

 

TAHUN

 

2014

 

 

         

   

  SKRIPSI 

Oleh   

EDY

 

PRATAMA

 

PUTRA

 

BANGUN

  131121049 

   

 

 

FAKULTAS

 

KEPERAWATAN

  

UNIVERSITAS

 

SUMATERA

 

UTARA

  


(2)

(3)

Judul : Pengalaman Pasien Fraktur Terbuka Terhadap Penyembuhan Luka Di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat

Nama : Edy Pratama Putra Nim : 131121049

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2013/2014

Abstrak

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal mengenai organ tertentu. Perawatan luka yang buruk pada luka fraktur terbuka akan mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, diantaranya infeksi pada luka. Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam tentang pengalaman pasien fraktur terbuka dalam merawat luka. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi, pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak lima partisipan yang sudah memenuhi kriteria, dengan harapan terjadi saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti ikut terjun langsung dan aktif dengan partisipan untuk mendapatkan informasi, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan peneliti berinteraksi langsung terhadap partisipan. Hasil analisa data teridentifikasi tiga tema, yaitu: upaya penyembuhan luka, faktor pendorong penyembuhan luka, faktor penghambat penyembuhan luka. Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan cara merawat luka yang baik.


(4)

Title : THE EXPERIENCE OF THE OPEN FRACTURE CLIENT IN CURING WOUND IN KEC. KUALA KAB. LANGKAT

Nama : Edy Pratama Putra Bangun Nim : 131121049

Major : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year :2015

ABSTRACT

Wound is the broken of structure and normal anatomic function because of pathologic process of the internal and external certain organs. Bad wound nursing in open fracture wound will cause serious health problems, such as infection. The purpose of this research was to identify deeply about the experience of the open fracture client in overcoming wound. This was a qualitative research with phenomenology method, and the sample was 5 participants who had fulfilled the criterion conditioned with the hope that the saturation data with the amount samples.

In this research, the researcher directly involved and be active with the participants to get information, to collect data by interviewing and interacting directly to the participants. From the data analysis it was identified 3 themes, was that: the effort of curing the wound, the supporting factors in curing wound, and the barriers factors in curing wound. This research result is then hoped to be an input in improving a good nursing of wound.


(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkah, rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengalama Pasien Fraktur Terhadap Penyembuhan Luka Di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat 2014”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian proposal ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU. 2. Ibu Rosina Tarigan, S.kp, M.kep, Sp. KMB selaku dosen pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta memberikan dorongan dan masukan-masukan yang bermanfaat bagi proposal ini.

3. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS selaku penguji pertama yang telah memberi arahan dan masukan-masukan bagi proposal ini

4. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ners, M.kep selaku penguji kedua yang telah member masukan yang bermanfaat bagi proposal ini.

5. Para dosen dan staff Fakultas Keperawatan atas matari-materi yang telah diberikan kepada penulis.

6. Ayahanda M. Bangun dan Ibunda H. Br Ginting, terima kasih atas semua dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini.

7. Buat kakakku (Dewi br Bangun dan Devi br Bangun), abangku (Deka Bangun), dan adikku (Agi Arapenta Bangun dan Mikha T. br Bangun) terimakasih buat dukungan dan doa kalian, aku bangga punya saudara seperti kalian.

8. Terimakasih buat some one special kelengku sang sumber inspirasiku Veronica Vichie Erina Gultom / Eyooo, yang telah memberi dukungan, perhatian, dan kasih sayang selama 3 tahun ini. Kam nomor sadana.

9. Rekan-rekan mahasiswa jalur B stambuk 2013 di Fakultas Keperawatan USU, terima kasih untuk kebersamaannya, juga support serta semangat yang selalu kalian berikan, terutama buat teman sepembimbing Megawati Sianturi, Niko W.K, Ester br Bangun. Terimakasih atas kerja samanya yang apik selama bimbingan dan tidak terlupakan teman satu kost Abdulah Husein Parinduri, Juhendro Anas Ritonga, Dedi As’ari Siregar. Terimakasih atas bantuan dan supportnya.


(7)

Akhir kata penulis sekali lagi mengucapkan terimakasih bagi semua pihak yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan proposal ini semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Tuhan.

Medan, Februari 2014 Penulis


(8)

DAFTAR ISI Halam an HALAMAN JUDUL ABSTRAK ………..i

LEMBAR PERSETUJUAN………. ii

KATA PENGANTAR………..iii

DAFTAR ISI………. iv

DAFTAR BAGAN……….v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Definisi Fraktur ... 7

2.2 Etiologi ... 7

2.3 Manifestasi Klinis ... 8

2.4 Komplikasi ... 9

2.5 Penatalaksanaan ………. 11

2.6 Definisi Luka ………..12

2.7 Perawatan Luka ………..14

2.8 Nutrisi dalam Perawatan Luka……….21

2.9 Fisiologi Penyembuhan Luka………..22

2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka………….26

2.11 Faktor-faktor yang Memperlambat Penyembuhan ……… 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain ……….49

3.2 Lokasi Dan Waktu……….. 49

3.3 Sampel Penelitian ……….. 49

3.4. Etika Penelitian ………..50

3.5 Instrumen Penelitian ………...51

3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data………..51

3.7 Pengambilan Data dan Teknik Pengumpulan Data ………52

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data……….54


(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Partisioan..….………45

4.2 Analisis Tematik…………..………...….48 4.2.1 Upaya Penyembuhan Luka Yang Dilakukan Pasien Fraktur

Terbuka………...………49 4.2.2 Faktor Pendorong Terhadap Penyembuhan Luka…...………51 4.2.3 Faktor Penghambat Terhadap Penyembuhan Luka……..…..52

4.3 Pembahasan……….54 4.4 Interpretasi Hasil………..56

4.4.1 Upaya Penyembuhan Luka Yang Dilakukan Pasien Fraktur Terbuka………...………56 4.4.2 Faktor Pendorong Terhadap Penyembuhan Luka…………...60 4.4.3 Faktor Penghambat Terhadap Penyembuhan Luka…….…...61 4.5 Keterbatasan Peneliti………...63 4.5.1 Kemampuan Peneliti……….……..63 4.6 Implikasi Bagi Keperawatan………..……..63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………..………..64 5.2 Saran………..……65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Informed Consent

Data Demografi Panduan Wawancara Hasil Wawancara Taksaksi Dana


(10)

DAFTAR BAGAN

Halaman


(11)

Judul : Pengalaman Pasien Fraktur Terbuka Terhadap Penyembuhan Luka Di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat

Nama : Edy Pratama Putra Nim : 131121049

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2013/2014

Abstrak

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal mengenai organ tertentu. Perawatan luka yang buruk pada luka fraktur terbuka akan mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, diantaranya infeksi pada luka. Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam tentang pengalaman pasien fraktur terbuka dalam merawat luka. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi, pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak lima partisipan yang sudah memenuhi kriteria, dengan harapan terjadi saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti ikut terjun langsung dan aktif dengan partisipan untuk mendapatkan informasi, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan peneliti berinteraksi langsung terhadap partisipan. Hasil analisa data teridentifikasi tiga tema, yaitu: upaya penyembuhan luka, faktor pendorong penyembuhan luka, faktor penghambat penyembuhan luka. Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan cara merawat luka yang baik.


(12)

Title : THE EXPERIENCE OF THE OPEN FRACTURE CLIENT IN CURING WOUND IN KEC. KUALA KAB. LANGKAT

Nama : Edy Pratama Putra Bangun Nim : 131121049

Major : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year :2015

ABSTRACT

Wound is the broken of structure and normal anatomic function because of pathologic process of the internal and external certain organs. Bad wound nursing in open fracture wound will cause serious health problems, such as infection. The purpose of this research was to identify deeply about the experience of the open fracture client in overcoming wound. This was a qualitative research with phenomenology method, and the sample was 5 participants who had fulfilled the criterion conditioned with the hope that the saturation data with the amount samples.

In this research, the researcher directly involved and be active with the participants to get information, to collect data by interviewing and interacting directly to the participants. From the data analysis it was identified 3 themes, was that: the effort of curing the wound, the supporting factors in curing wound, and the barriers factors in curing wound. This research result is then hoped to be an input in improving a good nursing of wound.


(13)

BAB1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang

Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia angka kejadian fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat, kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan tinggi sering menyebabkan trauma. Pada umumnya dampak yang ditimbulkan pada penyakit fraktur adalah terjadinya kerusakan neuromuskuler akibat kerusakan jaringan atau terputusnya tulang, adanya perubahan tanda-tanda vital dan gangguan pergerakan lainnya, tindakan darurat secara cepat dan tepat pada fraktur adalah melakukan imobilisasi di daerah yang fraktur (Ridha, 2009).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal karena insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami kecacatan fisik (Depkes RI, 2011). Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada 10.000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2008) dan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda, hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Rizqiyah, 2012).

berdasarkan data dari dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 didapatkan sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita


(14)

mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur (Profil Dinkes Sumsel, 2008).

Prilaku dan cara hidup manusia merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Kencendrungan masyarakat masa kini untuk tidak mau menggunakan obat-obatan produk kimia dan kembali ke obat-obatan tradisional. Membuat semakin dirasa penting usaha untuk mengungkapkan produk-produk masa lampau sebagai warisan leluhur mereka, yang dalam bidang kesehatan khususnya menyediakan tentang obat-obatan, proses pembuatannya dan pengonsumsiannya. Sehubung dengan aspek kesehatan dan obat-obatan untuk kepentingan merawat kesehatan pada akhir-akhir ini dipergunakan bahan-bahan dari hasil bumi dan pengolahannya secara tradisional. Pengetahuan tentang cara dan bentuk pengobatan tradisional pada masyarakat diproleh dengan mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh leluhur mereka, yang telah berlangsung secara turun menurun. Pada umumnya mereka hafal dalam membuat obat-obatan dan diperaktekkan secara berulang-ulang setiap dibutuhkan untuk pengobatan (Syahrun, 2012).

Pemahaman masyarakat di bidang pengobatan terkadang dipengaruhi oleh kepercayaan yang sulit diterima secara logika. Apabila pemahaman masyarakat mengenai pengobatan tradisional ini tidak diimbangi dengan pengetahuan modern, dikhawatirkan akan membawa pengaruh negatif tehadap penderita. Karena maasyarakat semata-mata hanya dilandasi pengetahuan tradisional dan


(15)

kepercayaan. Terdapat kecendrungan yang berlebihan terhadap cara pengobatan tradisional karena faktor pemikiran lama yang mengabaikan penemuan baru dibidang kedokteran. Hal ini dilandasi suatu prinsip yang berorientasi pada sebuah ungkapan bahwa seribu penyakit, seribu obatnya. Tidak ada penyakit yang tidak bisa diobati, sehingga setiap penyakit terutama luka selalu diusahakan untuk diobati sendiri menurut cara pengobatan tradisional (Syahrun, 2013).

Infeksi merupakan salah satu komplikasi penyembuhan luka, terutama infeksi pada luka kronik juga dapat mengabiskan biaya. (Hibbs, 1988) memperkirakan bahwa seorang pasien dengan fraktur pinggul, yang mengalami dekubitus berat derajat IV yang terinfeksi berat, sebuah lembaga kesehatan mengeluarkan biaya sebesar £25.905 selama 180 hari perawatan. Cara lain untuk mengukur biaya tersebut adalah dalam hal berapa banyak kehilangan kesempatan untuk memberikan asuhan atau menangani pasien yang lain. Dengan anggapan bahwa tidak ada komplikasi, biaya 17 orang untuk penggantian pinggul atau lutut akan sama dengan biaya satu orang pasien dengan luka yang terinfeksi (Morison, 2012).

Infeksi luka dapat memperlambat dan sangat membebani biaya perawatan di rumah sakit, terutama jika infeksi tersebut melibatkan protesis ortopedik. Setidaknya, pasien disulitkan oleh masa hospitalisasi yang berkepanjangan, yang dapat menimbulkan kesulitan ekonomi dan social bagi seluruh keluarga dan yang terburuk adalah pasien dapat meninggal dunia karena septicemia (Morison, 2012).

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada seorang bapak yang berpengalaman dan pernah mengalami fraktur terbuka, peneliti dapat mengetahui


(16)

bahwa masyarakat di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat percepatan penyembuhan luka yang saat ini banyak dilakukan dengan cara mempertemukan kedua sisi, pemberian obat-obatan seperti minyak, dibalut dengan tenik tertentu menggunakan daun-daunan. Selain itu masyarakat juga meminum jamu yang dianggap mereka dapat mempercepat penyembuhan luka. Masyarakat juga memantangkan makanan yang dianggap mereka dapat memeperlambat penyembuhan luka, seperti telur karena mereka mempercayai dengan mengonsumsi telur dapat membuat gatal disekitar luka. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui ada beberapa nilai kepercayaan yang berhubunagn dengan penyembuhan luka.

Berdasarkaan latar belakang diatas, penulis tertarik dan berminat untuk melakukan penelitian di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat yang berkaitan tentang upaya penderita fraktur terbuka terhadap penyembuhan luka.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi perumusan masalah adalah “Bagaimana pengalaman pasien fraktur terbuka tehadap penyembuhan luka di Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat Tahun 2014”


(17)

Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman pasien fraktur terbuka terhadap peyembuhan luka di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat Tahun 2014

4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat antara lain bagi : 4.1. Peneliti

Sebagai pengalaman dalam melaksanakan penelitian dan menambah wawasan peneliti untuk mengetahui pengalaman masyarakat penderita fraktur terbuka dalam penyembuhan luka.

4.2. Penelitian Selanjutnya

Memeberikan pengetahuan tentang prinsip-prinsip yang mempengaruhi pola fikir masyarakat, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperole untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga menyediakan informasi awal untuk penelitian keperawatan sejenis di Indonesia khususnya untuk populasi pasien fraktur terbuka di Medan, Sumatera Utara.

4.3. Pendidikan Keperawatan.

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan khususnya bagi keperawatan KMB dalam merawat luka tanpa mengesampingkan prinsp-prinsip masyarakat yang berkaitan dengan perawatan luka.


(18)

Memampukan responden dalam upaya merawat luka dengan benar secara mandiri, sehingga penyembuhan luka dapat dicapai pada waktunya. Sehingga terhindar dari factor-faktor resiko yang dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi dari luka.


(19)

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Tinjauan Pustaka

a) Definisi Fraktur

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012).

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser (Apley & Solomon, 2012).

Fraktur cruris adalah terputusnya hubungan tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Helmi, 2013).


(20)

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2) Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:

a) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. b) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. c)Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defesiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defesiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. d) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus-menerus (Suriadi, 2012).


(21)

a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). d)Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. e)Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Priyanta, 2010).

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-X pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut (Priyanta, 2010).


(22)

a) Delayed union, Non-union atau mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan. Non-union, disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehinngga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi yang disebut sebagai infected pseudoartrosis. Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan atau menyilang, misalnya pada fraktur radius-ulna. b) Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang dissebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restiksi volume yang ketat seperti lengan. Resiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau


(23)

terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas,dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut ini dievaluasi sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia, dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak. c) Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelsh patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas (Helmi, 2013).

2.5. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan pada pasien dengan fraktur tibia secara umum, yaitu:

a)Profilaksis antibiotik. b) Debridemen dan fasiotomi. Pada kondisi akut dengan pembengkakan hebat dilakukan fasiotomi untuk menghindari sindrom kompartemen. c)Stabilisasi. Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi eksterna.d) Penundaan penutupan. e) Penundaan rehabilitasi.

Antibiotik dimulai dengan segera. Dilakukan debridemen pada luka dan luka dibersihkan seluruhnya. Cedera tingkat I Gustilo dapat ditutup dengan sangat baikdan kemudian diterapi seperti pada cedera tertutup. Luka yang lebih berat dibiarkan terbuka dan diperiksa setelah 3 hari. Jika perlu, selanjutnya dilakukan debridemen.


(24)

Intervensi pada pasien fraktur tertutup secara ringkas, meliputi hal-hal sebagai berikut:

a).Prioritas yang pertama adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak. Meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kontusio jaringan lunak yang luas dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada ancaman sindrom kompartemen,fasiotomi perlu segera dilakukan. b) Pemasangan gips sirkuler, c) Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi interna, d) Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi eksterna (Helmi, 2013).

2.6. Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 2011). luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozie, 2010). Ketika luka timbul, beberapa akan muncul :

a)Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, b) Respon stres simpatis, c) Perdarahan dan pembekuan darah, d) Kontaminasi bakteri, e)Kematian sel.

2.7. Perawatan Luka

Perawatan luka adalah pengkajian luka yang konfrehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk penunjang perawatan luka yang berkualitas (Agustina, 2009).


(25)

Perawatan luka akan tergantung pada jenis luka, berat ringannya luka,ada tidaknya perdarahan dan risiko yang dapat menimbulkan infeksi. Prinsip perawatan umum pada luka tipe umum, yaitu:

a) Mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau larutan antiseptik, b) Segera pantau luka kemungkinan ada benda asing dalam luka, c) Bersihkan luka dengan antiseptik atau sabun antiseptik, bila lukanya dalam, bersihkan dengan normal salin dari pusat luka ke arah keluar, setelah luka dibersihkan kemudian lakukan irigasi luka dengan normal salin, d) Keringkan luka dengan kasa steril yang lembut, e) Berikan antibiotik atau obat antiseptik yang sesuai, f)Tutup luka dengan kasa steril dan paten, g) Tinggikan posisi area luka bila ada perdarahan dan immobilisasi (Suriadi, 2012).

1. Fase penyembuhan luka a) Fase inflamatory

Fase inflamatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir pada hari ke 3-4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah hemostasis dan pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasinoleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris.lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit (makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkn faktor angiogenesis yang merangsang pembentukkan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.


(26)

b)Proliferative

Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke 21. Fibroblast secara cepat mensintesis kolagen subtansi dasar. Dua subtansi ini membentuk lapis-lapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh).jaringan baru ini disebut granurasi jaringan,adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah

c) Fase maturasi

Fase akhir penyembuhan, dimulai dari hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1-2 tahun setelah luka. Kolagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih jaringan. Kolagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih (Taylor, 2011).

Fase penyembuahan luka menurut Suriadi (2012) dibagi menjadi 4 (empat) fase, yaitu :

a) Fase koagulasi

Pada fase koagulasi merupakan awal proses penyembuhan luka dengan melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi dan terjadi koagulasi. Proses ini adalah sebagai hemostasis dan mencegah perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini terjadi adhesi, agregasi, dan degranulasi, pada sirkulasi platelet di dalam pembentukan gumpalan fibrin. Kemudian suatu plethora mediator dan cytokin dilepaskan seperti transforming growth factor beta (TGFB), platelet derived growth factor (PDGF), vascular


(27)

endothelial growth factor (VEGF), platelet-activating factor (PAF), dan insulinike

growth factor-1 (IGF-1), yang akan mempengaruhi edema jaringan dan awal

inflamasi. VEGF, suatu faktor permeabilitas vaskuler, akan mempengaruhi extravasasi protein plasma untuk menciptakan suatu struktur sebagai penyokong yang tidak hanya mengaktifkan sel enditelial tetapi juga leukosit dan sel epitelial. b) Fase inflamasi

Fase inflamasi mulainya dalam bebrapa menit setelah luka dan kemudian dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini, sel-sel inflammatory

terkait dalam luka dan aktif melakukan pergerakan dengan lekosites (polymorphonuclear leukocytes atau neutrophil). Yang pertama kali muncul dalam luka adalah neutrophil, karena densitasnya lebih tinggi dalam bloodstrem.

Kemudian neutrophil akan mempagosit bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan untuk jaringan baru. Kemudian dalam waktu yang singkat mensekresi mediator vasodilatasi dan cytokin yang mengaktifkan fibroblast dan keratinocytes

dan mengikat macrophag ke dalam luka. Kemudian macrophag menpagosit

pathogen, dan sekresi cytokin, dan growth factor seperti fibroblast growth factors

(FGF), epidermal growth factors (EGF), vascular endothelial growth factors

(VEGF), tumor necrosis factors (TNF-alpa), interferon gamma (IFN-gamma), dan

interleukin-1 (IL-1), kimia ini juga akan merangsang infiltrasi, proliferasi dan migrasi fibroblast dan sel endotelial (dalam hal ini, angiogenesis). Angiogenesis

adalah suatu proses dimana pembuluh-pembuluh kapiler darah yang baru mulai tumbuh dalam luka setelah injury dan sangat penting perannya dalam fase proliferasi. Fibroblast dan sel endotelial mengubah oksigen molecular dan larut


(28)

dengan superoxide yang merupakan senyawa penting dalam retensi terhadap infeksi maupun pemberian isyarat oxidative dalam menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut. Dalam proses inflammatory adalah suatu perlawanan terhadap infeksi dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan untuk pertumbuhan sel-sel baru.

c. Fase proliferasi

Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka akan cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi proses granulasi dan kontraksi. Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam luka, pada fase ini macrophag dan lymphocytes masih ikut berperan, tipe sel predominan mengalami proliferasi dan migrasi termasuk sel epitelial, fibroblast, dan sel endotelial. Proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen dan faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi epitelialisasi dimana epidermal yang mencakup sebagian besar keratinocytes mulai bermigrasi dan mengalami stratifikasi dan deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi

barrier epidermis. Pada proses ini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi extraseluler matrik (promotes-extracelluler matrix atau disingkat ECM), growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor pertumbuhan seperti keratinocyte growth factor (KGF). Pada fase proliferasi

fibroblast adalah merupakan elemen sintetik utama dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein yang digunakan selama rekonstruksi jaringan. Secara khusus fibroblast menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak.


(29)

angiogenesis yaitu suatu proses dimana kapiler-kapiler pembuluh darah yang baru tumbuh atau pembentukan jaringan baru (granulation tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka.

Kemudian pada fase kontraksi luka, kontrkasi disini adalah berfungsi dalam memfasilitasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy (1969) kontraksi adalah merupakan peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya penutupan luka pada luka terbuka. Kontaksi terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.

d. Fase remodeling atau maturasi

Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik. Komponen

hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama pada matrik. Sebarut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Remodeling kolagen selama pembentukan skar tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus-menerus.


(30)

2.8. Nutrisi dalam Perawatan Luka

Nutrisi sangat berperan dalam proses penyembuhan luka. Kita ketahui bahwa status nutrisi pada seseorang adalah faktor utama yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh agar tetap sehat.

Seseorang yang mengalami injury atau luka berarti terjadi gangguan kontinuitas dan struktur pada jaringan tubuh. Dengan demikian diperlukan perbaikan untuk menjaga agar struktur dan fungsi jaringan tubuh yang mengalami gangguan dapat kembali seimbang atau tidak mengalami komplikasi lain.

Pada proses perbaikan jaringan akibat luka akan mengalami beberapa proses yaitu inflamasi, fibroblast dan maturasi atau remodeling. Pada proses ini sangat dibutuhkan nutrisi yang adekuat. Kebutuhan nutrisi yang bibutuhkan, yaitu: a).Protein, Hasil penelitian membuktikan bahwa gangguan proliferasi fibroblast,

neoangiogenesis, sintesis kolagen dan remodeling pada luka dikarenakan adanya kekurangan protein. Selain itu, juga mempengaruhi mekanisme kekebalan, fungsi leukosit seperti pagositosis. b) Karbohidrat, Karbohidrat dibutuhkan untuk suplai energi seluler. c)Vitamin A, Vitamin A diperlukan untuk sintesis kolagen dan epitelialisasi. d) Vitamin C, Vitamin C berguna untuk sintesis kolagen dan meningkatkan retensi terhadap infeksi. e) Vitamin K, Vitamin K untuk sintesis protrombin dan beberapa faktor pembekuan darah yang diperlukan untuk mencegah perdarahan yang berlebihan pada luka. f) Zat besi, Zat besi berguna dalam sintesis kolagen, sintesis hemoglobin dan mencegah iskemik pada jaringan. g) B-Complek, Berfungsi dalam produksi energi dan imunitas selule serta sintesis


(31)

sel-sel darah merah. h) Zinc, Pada jaringan membantu sintesis protein dan pada luka berperan dalam sintesis kolagen (Hartono, 2011).

2.9. Fisiologis Penyembuhan Luka

2.10.1.Proses penyembuhan luka menurut Alimul ada 4 tahap, yaitu: 1. Inflamasi Akut Terhadap Cedera (0-3)

a) Hemostasis

Vasokonstriksi sementara dari pembuluh darah yang rusak terjadi pada saat sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga oleh serabut fibrin untuk membentuk sebuah bekukan.

b) Respons jaringan yang rusak

Jaringan yang rusak dan melepaskan histamin dan mediator lain, sehingga menyebabkan vasodilitasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh sehingga meningkatnya penyediaan darah dari daerah tersebut, sehingga menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein akan mengalir ke dalam spasium interstisial, menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi diatas sendi tersebut. Leukosit polimorfonuklear (polimorf) dan makrofag mengadakan migrasi ke luar dari kapiler dan masuk kedalam daerah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens kemotaktik yang akan dipacu oleh adanya cedera.

Fase ini merupakan bagian yang esensial dari proses penyembuhan dan tidak ada upaya yang dapat menghentikan proses ini, kecuali jika proses ini terjadi pada kompartmen tertutup di mana struktur-struktur penting mungkin tertekan


(32)

(misalnya luka bakar pada leher). Meski demikian, jika hal tersebut diperpanjang oleh adanya jaringan yang mengalami devitalisasi secara teru menerus,adanya benda asin, pengelupasan jaringan yang luas, trauma kambuhan, atau oleh penggunaan yang tidak bijaksana preparat tropikal untuk luka, seperti antiseptik, antibiotik, atau krim asam, sehingga penyembuhan di perlambat dan kekuatan regangan luka menjadi tetap rendah. Sejumlah besar sel tertarik ketempat tersebut untuk bersaing mendapatkan gizi yang tersedia. Inflamasi yang terlalu banyak dapat menyebabkan granulasi berlebihan pada fase III dan dapat menyebabkan jaringan parut hipertofik. Ketidaknyamanan karena edema dan denyutan pada tempat luka juga jadi berkepanjangan.

c) Fase Destruktif (1-6 hari)

Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaab sel tersebut. Meski demikian, penyembuhan berhenti bila mikrofag megalami deaktivasi. Sel-sel tersebut tidak hanya mampu menghancurkan bakteri dan mengeluarkan jaringan yang mengalami devitalisasi serta fibrin yang berlebihan, tetapi juga mampu merangsang pembentukan fibroplas, yang melakukan sintesa struktur protein kolagen dan menghasilkan sebuah faktor yang dapat merangsang angiogenesis.

Polimorf dan makrofag mudah dipengaruhi oleh turunnya suhu pada tempat luka, sebagaimana yang dapat terjadi bilamana sebuah luka yang basah dibiarkan tetap terbuka, pada saat aktivitas mereka dapat turun sampai nol.


(33)

Aktivitas mereka dapat juga dihambat oleh agens kimia, hipoksia, dan juga perluasan limbah metabolik yang disebabkan karena buruknya perfusi jaringan. d) Fase Proliferatif (3-24 hari)

Fibrolas meletakkan sustansi dasar dan serabut-serabutkolagen serta pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka terjadi peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka. Kapiler-kapiler dibentuk oleh tunas endotelial suatu proses yang disebut angiogenesis. Bekuan fibrin yang dihasilkan pada fase I dikeluarkan begitu kapiler baru menyediakan enzim yang diperlukan. Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang. Jaringan yang dibentuk dari gedung kapiler baru, yang menopang kolagen dan substansi dasar, disebut jaringan granulasi karena penampakannya granuler. Warnanya merah terang.

Gelung kapiler baru jumlahnya sangat banyak dan rapuh serta mudah sekali rusak karena penanganan yang kasar,misalnya menarik balutan yang melekat. Vitamin C penting untuk sintesis kolagen. Tanpa vitamin C, sintesis kolagen berhenti, kapiler darah baru rusak dan mengalami perdarahan, serta penyembuhan luka terhenti. Faktor sistemik lain yang dapat memperlambat penyembuhan pada stadium ini termasuk defisiensi besi, hipoproteinemia, serta hipoksia. Fase proliferatif terus berlangsung secara lebih lambat seiring dengan bertambahnya usia.

e) Fase Maturasi (24-365 hari)

Epitelialisasi, kontraksi, dan reorganisasi jaringan ikat: Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan dari


(34)

sisa-sisa folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorifera, membelah dan memulai bermigrasi diatas jaringan granula baru. Karena jaringan tersebut hanya dapat bergerak diatas jaringan yang hidup, maka mereka lewat dibawah eskar atau dermis yang mengering. Apabila jaringan tersebut bertemu dengan sel-sel epitel lain yang juga mengalami migrasi, maka mitosis berhenti, akibat inhibibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena miofibrolas kontraktil yang membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan progresif dalam vaskularitas jaringan parut, yang berubah dalam penampilanya dari merah kehitaman menjadi putih. Serabut-serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan luka meningkat.

Luka masih sangat rentan terhadap luka trauma mekanis (hanya 50%kekuatan regangan normal dari kulit diperoleh kembali dalam tiga bulan pertama). Epitelialisasi terjadi sampai tiga kali lebih cepat di lingkungan yang lembab (dibawah balutan oklusif atau balutan semipermeabel) daripada dilingkungan yang kering. Kontraksi luka biasanya merupakan suatu fenomena yang sangat membantu, yakni menurunkan daerah permukaan luka dan meninggalkan jaringan parut yang relatif kecil, tetapi kontraksi berlanjut dengan buruk pada daerah tertentu, seperti diatas tibia, dan dapat menyebabkan distorsi penampilan pada cedera wajah. Kadang, jaringan fibrosa pada dermis menjadi sangat hipertofi, kemerahan,dan menonjol, yang pada kasus ekstrim menyebabkan jaringan parut keloid tidak sedap dipandang (Alimul, 2009).


(35)

2.10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

a). Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel. b) Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan yang lebih lama. c) Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka. d) Penyakit lain, mempengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti diabetes militus dan ginjal dapat memperlambat proses penyembuhan luka (Alimul,2009).

2.11. Komplikasi penyembuhan luka

1. Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehischense dan eviscerasi (Taylor,2010).

a) Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat terauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan, dan bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan sel darah putih.


(36)

b) Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku dalam garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemi mungkin tidak cepat ada tanda.

c) Dehiscense dan eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang benar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

2.12. Faktor-Faktor yang Memperlambat Penyembuhan

2.13.1. Faktor-faktor lokal yang merugikan pada tempat luka (Morison, 2012). a) Kurangnya suplai darah dan pengaruh hipoksia

Luka dengan suplai darah yang buruk sembuh dengan lambat. Jika faktor-faktor yang esensial untuk penyembuhan, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral, sangat lambat mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi, maka penyembuhan luka tersebut akan terhambat, meskipun pada pasien-pasien yang nutrisinya baik. Beberapa area tubuh, seperti wajah, mempunyai suplai darah yang baik, yang sangat sulit untuk terganggu, sementara daerah-daerah yang lain,


(37)

seperti kulit diatas tibia, merupakan daerah yang buruk suplai darahnya, sehingga trauma yang minimal sekalipun, dapat menyebabkan ulkus tungkai yang sulit ditangani pada beberapa pasien. Tepian luka yang sedang tumbuh merupakan suatu daerah yang aktivitas metaboliknya sangat tinggi. Dalam hal ini, hipoksia menghalangi mitosis dalam sel-sel epitel dan fibrolast yang bermigrasi, sintesa kolagen, dan kemampuan makrofag untuk menghancurkan bakteri yang tercerna. Meskipun demikian, bilamana tekanan parsial oksigen pada tempat luka rendah, maka makrofag memproduksi suatu faktor yang dapat merangsang angiogenesis. Dengan merasangsang pertumbuhan kapilr-kapiler darah yang baru, maka masalah lokal hipoksia dapat diatasi.

b) Dehidrasi

Jika luka terbuka dibiarkan terkena udara, maka lapisan permukaannya akan mengering. Sel-sel epitel pada tepi luka bergerak ke bawah, di bawah lapisan tersebut, sampai sel-sel tersebut mencapai kondisi lembab yang memungkinkan mitosis dan migrasi sel-sel untuk menembus permukaan yang rusak. Waktu yang panjang akibat membiarkan luka itu mengering mengakibatkan lebih banyak jaringan yang hilang dan menimbulkan jaringan parut, yang akhirnya dapat menghambat penyembuhan. Jika sebuah luka dipertahankan tetap lembab di bawah pembalut semipermeabel atau pembalut oklusif, maka penyembuhan dapat terjadi jauh lebih cepat. Tetapi pada beberapa kasus, pemajanan lika pada udara menjadi satu-satunya cara penyembuhan luka bakar fasialis.


(38)

c) Eksudat berlebihan.

Terdapat suatu keseimbangan yang sangat halus antara kebutuhan akan lingkungan luka yang lembab, dan kebutuhan untuk mengeluarkan eksudat berlebihan yang dapat mengakibatkan terlepasnya jaringan. Eksotoksin dan sel-sel debris yang berada di dalam eksudat dapat memperlambat penyembuhan dengan cara mengabadikan respons inflamasi.

d) Turunnya temperatur

Aktivitas fagositik dan aktivitas mitosis secara khusus mudah terpengaruh terhadap penurunan temperatur pada tempat luka. Kira-kira dibawah 280C, aktivitas leukosit dapat turun sampai nol. Apabila luka basah dibiarkan terbuka lama pada saat mengganti balutan, atau saat menunggu pemeriksaan dokter, maka temperatur permukaan dapat menurun sampai paling rendah 120C. Pemulihan jaringan ke suhu tubuh dan aktivitas mitos sempurna, dapat memakan waktu sampai 3 jam.

e) Jaringan nekrotik, krusta yaang berlebihan, dan benda asing

Adanya jaringan nekrotik dan krusta yang berlebihan di tempat luka dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi klinis. Demikian juga, adanya segala bentuk benda asing, termasuk bahan-bahan jahitan dan drain luka. Oleh karena itulah maka sangat penting untuk mengeluarkan kontaminan organik maupun anorganik secepat mungkin tetapi dengan trauma yang minimum terhadap jaringan yang utuh.


(39)

f) Hematoma

Dimana sebuah luka telah ditutup secara bedah, baik dengan jahitan primer, graft kulit, ataupun dengan pemindahan flap jaringan, maka penyebab penting dari terlambatnya penyembuhan adalah terjadinya hematoma.

g) Trauma dapat berulang

Pada sebuah luka terbuka, trauma mekanis dengan mudah merusak jaringan granulasi yang penuh dengan pembuluh darah dan mudah pecah, epitelium yang baru saja terbentuk dan dapat menyebabkan luka sehingga kembali ke keadaan fese penyembuhan tertentu yaitu fase respons inflamasi akut.

Trauma berulang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Jika seorang pasien penderita dekubitus ditempatkan dengan bagian yang sakit diatas tempat tidur atau di sebuah kursi, maka kemudian tenaga tekanan yang terjadi, robekan, dan gesekan, dapat meyebabkan kerusakan lapisan kulit diatasnya, yang tak dapat dihindarkan sehingga dapat merusak penyembuhan jaringan yang masih sangat lunak, sehingga luka justru akan bertambah besar. Trauma juga dapat disebabkan oleh pelepasan balutan yang kurang hati-hati. Bahkan pada saat dilakukan perawatan yang baik sekalipun, beberapa trauma terhadap luka luka masih sangat mungkin terjadi jika digunakan kasa yang ditempelkan langung pada permukaan luka, sehingga lengkung kapiler darah tumbuh melalui rajutan serat kapas yang ada pada kapas dan dapat terobek pada saat balutan itu dilepaskan. Banyak balutan yang seharusnya hanya memiliki daya rendah, dapat merekat erat pada luka jika dibiarkan terpasang terlalu lama, terutama jika terjadi pengeluaran


(40)

eksudat dan luka itu mengering. Perdarahan luka saat pelepasan balutan adalah tanda trauma yang jelas.

2.13.2.Faktor-faktor patofisiologi umum a) Penurunan suplai oksigen

Oksigen memaainkan peranan penting di dalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru, dan perbaikan epitel, serta pengendalian infeksi. Jumlah oksigen yang dikirimkan untuk sebuah luka tergantung pada tekanan parsial oksigen di dalam darah, tingkat perfusi jaringan, dan volume darah total. Penurunan pasokan oksigen terhadap luka dapat disebabkan oleh:

b) Gangguan respirasi.

Penurunan efisiensi pertukaran gas dalam paru-paru, karena penyebab apapun, dapat menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen (pO2) di dalam

darah dan akhirnya terjadi penurunan ketersediaan oksigen untuk jaringan. c) Gangguan kardiovaskuler.

Hal ini dapat mengurangi tingkat perfusi jaringan. Hal tersebut secara khusus bermakna pada saat sirkulasi perifer terganggu, seperti pada diabetes melitus dimana terdapat mikroangiopati serta pada artitis reumatoid dimana terdapat artritis, atau dimana terdapat kerusakan katup pada vena-vena profunda dan vena yang mengalami perforasi sehingga menyebabkan hipertensi vena kronik serta edema lokal.


(41)

d) Anemia.

Apapun penyebabnya, di dalam anemia terdapat penurunan kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Secara khusus, hal tersebut sangat penting apabila dihubungkan dengan hipovolemia akibat perdarahan.

e) Hemoragi.

Untuk mempertahan tekanan darah dan suplai darah yang adekuat ke jantung, otak, dan organ-organ vital lainnya, maka vasokonstriksi perifer dapat mengiringi perdarahan besar. Tingkat penutupan perifer akan bergantung pada beratnya kehilangan darah. Turunnya suplai darah perifer dapat menyebabkan terlambatnya penyembuhan sampai volume darah dipulihkan kembali. Secara normal, hal tersebut merupakan suatu fenomena sesaat saja, tetapi nekrosis jaringan sudah dapat terjadi selama waktu itu.

f) Malnutrisi

Baik luka tersebut merupakan luka traumatis, luka akibat tindakan salah satu dari penyebab terbanyak terlambatnya penyembuhan adalah malnutrisi. Beberapa studi mengenai insidens malnutrisi pada pasien-pasien lansia yang dirawat di rumah sakit, orang-orang dengan kecacatan mental, dan mereka dengan penyakit mental menunjukkan bahwa defisiensi vitamin dan mineral bukanlah hal yang tidak mungkin pada kelompok yang rentan ini, tetapi masalah status nutrisi yang buruk tidak saja terjadi pada pasien-pasien dengan perawatan di rumah sakit yang lama.Kebutuhan protein dan kalori pasien hampir pasti menjadi lebih tinggi daripada orang normal ketika terdapat luka yang besar.


(42)

Asam amino diperlukan untuk sintesis protein yang berperan di dalam respons imun. Pada stadium awal setelah luka yang besar, berbagai sistem endokrin dan sistem saraf mengadakan reaksi terhadap cedera yang kemudian memicu proses-proses katabolik yang merusak jaringa tubuhnya sendiri untuk menyediakan bahan-bahan yang diperlukan bagi proses perbaikan yang sifatnya segera. Pasien-pasien dengan luka bakar atau trauma berat, dapat menderita pelisutan otot yang dramatis dan kehilangan berat badan yang cepat, hanya dalam bebrapa hari saja. Penggantian protein, kalori, elektrolit, dan cairan merupakan komponen pengobatan awal yang sangat vital. Bahkan pada luka terbuka yang kronik, seperti dekubitus, protein dalam jumlah yang signifikan dapat juga hilang dalam eksudat. Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan, tetapi juga mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan kekuatan regangan yang menyusun.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya dehiscnce pada pasien gemuk dengan luka laparotomi atau menyebabkan cepat hancurnya dekubitus yang baru saja sembuh hanya akibat trauma kecil saja. Masukan dan absorpsi yang cukup vitamin dan mineral tertentu yang cukup juga diperlukan untuk penyembuhan yang optimal. Vitamin C diperlukan untuk sintesa kolagen. Radang urat saraf (Scurvy) diaggap sebagai suatu fenomena yang tidak bisa saat ini, tetapi kebanyakan lansia memperlihatkan tanda-tanda dini defisiensi vitamin C, baik karena kemiskinan, kesulitan untuk pergi berbelanja atau kesulitan di dalam makan buah-buahan dan sayuran segar karena pemasangan gigi palsu yang tidak pas.


(43)

g) Penurunan daya tahan terhadap infeksi

Penurunan daya tahan terhadap infeksi, seperti pada pasien-pasien dengan gangguan imun, diabetes, atau infeksi kronis, akan memperlambat penyembuhan karena berkurangnya efisiensi sistem imun. Infeksi kronis juga mengakibatkan katabolisme dan habisnya timbunan protein, yang merupakan sumber-sumber endogen infeksi luka yang pernah ada.

h) Pengaruh fisiologis dari proses penuaan

Terdapat perbedaan yang signifikan di dalam struktur dan karakteristik kulit sepanjang rentang kehidupan yang disertai dengan perubahan fisiologis normal berkaitan dengan usia yang terjadi pada sistem tubuh lainnya, yang dapat mempengaruhi predisposisi terhadap cedera dan efisiensi mekanisme penyembuhan luka. Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan suatu barrier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitu juga dengan efisiensi imun, sistem kardiovaskular, dan sistem respirasi, yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Sistem tubuh yang berbeda “tumbuh” dengan kecepatan yang berbeda pula, tetapi lebih dari usia 30 tahun mulai terjadi penurunan yang signifikan dalam beberapa fungsinya, seperti penurunan efisiensi jantung, kapasitas vital, dan juga penurunan efisiensi sistem imun, yang masing-masing masalah tersebut ikut mendukung terjadinya kelambatan penyembuhan seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat juga perubahan-perubahan signifikan dan normal, yang berhubungan dengan usia, terjadi pada kulit dan cenderung menyebabkan cedera seperti dekubitus dan buruknya penyembuhan luka. Perubahan-perubahan yang memburuk sejalan


(44)

dengan bertambahnya usia meliputi penurunan dalan frekuensi penggantian sel epidermis, respons inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barrier kulit.

2.13.3.Faktor-faktor psikososial

Pasien dalam keadaan cemas, efisiensi sistem imun pesien tersebut jauh menurun dan secara fisiologis paien kurang mampu menghadapi setiap gangguan patologis.

a) Pengaruh yang merugikan dari terapi lain

Obat-obat sitotoksik, radioterapi, dan terapi steroid dalam beberapa keadaan, dapat memperlambat penyembuhan luka. Obat-obat sitotoksik seperti vinkristin mempunyai pengaruh yang sangat kentara pada penyembuhan luka karena obat tersebut menggangu proliferasi sel. Terapi steroid jangka panjang juga dapat memperlambat penyembuhan, tetatpi hanya selama fase inflamasi dan fase proliferatif, yaitu dengan cara menekan multiplikasi fibroblas dan sistem kolagen. Obat-obaat anti inflamasi non-steroid tampaknya mempunyai pengaruh yang tidak begitu penting terhadap penyembuhan luka dalam dosis terapeutik normal.

b) Penatalaksanaan luka yang tidak tepat

Gagal mengidentifikasi penyebab yang mendasari sebuah luka atau gagl untuk melakukan identifikasi masalah lokal di tempat luka, penggunaan antiseptik yang tidak bijaksana, penggunaan antibiotik topikal yang kurang tepat, dan ramuan obat perawatan luka lainnya, serta teknik pembalutan luka yang kurang hati-hati adala penyebab terlambatnya penyembuhannya yang dapat dihindarkan.


(45)

Menurut Moya J. Morison (2012) banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi ke dalam faktor yang ada hubungan dengan pasien (intrinsik) seperti kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan pada tempat luka, dan faktor dari luar (ekstrinsik), seperti pengolahan luka yang kurang tepat dan efek-efek terapi lainnya yang tidak menguntungkan. faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan meliputi : 2.13.4.Faktor-faktor Intrinsik :

Faktor-faktor lokal yang merugikan pada tempat luka, faktor-faktor lokal merugikan di tempat luka yang dapat memperlambat penyembuhan miliputi hipoksia, dehidrasi, eksudat yang berlebihan, turunnya temperatur, jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan adanya benda asing dan trauma yang berulanf. a) Faktor-faktor Patofisiologi Umum:

Sejumlah kondisi medis berhubungan dengan buruknya penyembuhan luka. Mekanisme pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap penyembuhan luka, sering kali kompleks, tetapi beberapa kelambatan penyembuhan luka terjadi akibat kurang tersedianya subtansi-subtansi yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral

2.13.5.Faktor ekstrinsik

a) Obat-obat Sitotoksik, sepert vinkristin mempunyai pengaruh yang sangat kentara pada penyembuhan luka karena obat tersebut mengganggu proliferasi sel. b) Terapi Steroid Jangka Panjang, dapat memperlambat penyembuhan tetapi hanya selama fase inflamasi dan fase proliferansi, yaitu dengan cara menekan multiplikasi fibroblas dan sistem kolagen. Obat-obat anti inflamasi non-steroid


(46)

tampaknya mempunyai pengaruh yang tidak begitu penting terhadap penyembuhan luka dalam dosis terapeutik normal. c) Radioterapi, apabila digunakan dalam pengobatan penyakit keganasan dapat menghasilkn kerusakan lokal, dapat memperlambat penyembuhan, dan juga dapat menyebabkankelemahan yang berkepanjangan di dalam jaringan, khususnya pada jaringan kulit. d) Penatalaksanaan luka yang tidak tepat. e) Gagal mengkaji secara akurat dan gagal untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat menyebabkan terlambatnya penyembuhan. f) Teknik pembalutan luka yang kurang hati-hati. g) Pemilihan produk-produk perawatan luka yang kurang sesuai atau justru berbahaya. h) Mengganti tatacara pembalutan sebelum mempunyai cukup waktu untuk menjadi balutan tersebut efektif. i) Gagal membuat gambaran penyembuhan dan gagal mengevaluasi efektifitas program pengobatan. j) Perilaku negatif terhadap penyembuhan.

2.14. Riset Fenomenologi.

Menurut Davis (1979), Riset fenomenologi mengamanatkan peneliti untuk akrab dengan peserta riset dan lingkungan nya. Maka akan ada beberapa harapan tentang apa yang akan ditemukan dalam mempelajari serta dan pengalamannya. Peserta menghasilkan realita pengalaman tanpa hipotesa atau firasat sebelumnya yang ditetapkan untuk mengarahkan apa yang harus ditemukan.

Menurut Omery (1983), dalam riset fenomenologi ini peneliti bertindak sebagai papan tulis yang bersih, bersedia untuk menulis suatu bab baru tentang pengetahuan yang dicari


(47)

Fenomenologi adalah cabang filosofi yang menkankansubyektivitas pengalaman manusia. Sewaktu digunakan sebagai dasar filosofis dalam riset, fenomenologi mengamanatkan bahwa data ilmiah dihasilkan dengan mempelajari informasi yang diharapkan dari perspektif peserta riset (Brockopp dan Tolsma, 1999).

Pendekatan.

Peneliti yang menggunakan pendekatan riset fenomenologi menaruh perhatian terhadap totalitas pengalaman manusia. Hal ini meliputi semua nuansa pengalaman yang diberikan.

Langkah-langkah dalam proses riset fenomenologi.

Riset fenomenologi didasakan pada filsafat fenomenologi yang mencoba untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah situasi. Jika situasi ini dijadikan lingkungan riset, beberapa lankah-langkah dalam proses riset jenis ini harus dilakukan.

Peserta riset harus menyampaikan suatu atau serangkaian pengalamannya kepada peneliti.

a) Peneliti tersebut berupaya menterjemahkan pengalaman yang disampaikan tersebut kedalam pemahaman pengalaman peserta. b) Peneliti kemudian memecah pengalaman ini menjadi konsep mendasar yang menjadi tema pengalaman tersebut. c) Peneliti kemudian menyampaikan pemahannya kepada khalayak dalam bentuk tulisan sehingga khalayak ini dapat menghubungkan pengalaman yang lalau atau yang akan datang.


(48)

Karena secara potensial sejumlah besar data yang akan dikumpulkan dan dianalisa, risetfenomenologi biasanya berdasarkan pada sejumlah kecil individu. Perhatikan bahwa riset jenis inididasarkan pada pengalaman orang lain dan biasanya membutuhkan pelatihan khusus sebelum penelitian dapat membuat analis yang valid (Dempsey, P dan Dempsey, A, 2002).


(49)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Sesuai tujuan penelitian maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yaitu berfokus pada pengalaman seseorang yang bersifat universal, yang mengeksplorasi secara langsung, menganalisis, dan menggambarkan pengalaman seseorang yang diteliti melelui pengunkapan instuisi peneliti secara maksimal (Polit & Beck 2012) dalam Afiyanti & Rachmawati (2014).

Penelitian ini berfokus untuk mengindifikasi pengalaman perawatan luka yang dilakukan pada pasien fraktur terbuka di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat. Dengan penelitian kualitatif, peneliti diharapkan mampu melakukan pendekatan diri dengan responden dan lingkungannya agar mampu mengungkapkan bahasa tutur, bahasa prilaku, maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam diri dan lingkungan responden (moleong, 2002).

3.2. Lokasi dan Waktu Peneliti

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan tersebut Insidensi fraktur terbuka pada Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. Selain itu karakteristik pasien frakrur di daerah tersebut juga beragam sehingga diharapkan penelitian ini dapat mewakili pengalaman pasien fraktur dalam merawat luka dengan latar belakang budaya, suku, dan tingkat


(50)

kehidupan sosial yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Desember 2014.

3.3. Sampel

Jika dalam penelitin kuantitatif memiliki istilah responden pada sampel penelitian, maka dalam penelitian kualitatif digunakan istilah partisipan atau informan (Afiyanti & Rachmat), yang menggambarkan adanya kolaborasi peneliti dengan yang diteliti.

Pada penelitian ini jumlah sampel tidak diharuskan banyank dan tidak ditentukan banyaknya sampel asalkan sudah memenuhi kriteria, jumlah partisipan pada penelitian ini yaitu sebanyak 5 partisipan (Dukes, 1984). Dengan harapan terjadi saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Saturasi data maksudnya, kekhususan makna dari informasi yang diberikan oleh responden telah ditemukan. Peneliti melakukan kontak yang informasi dengan responden, berbincang-bincang dan menggunakan teknik purposive sampling yaitu peneliti memilih responden yang memenuhi kriteria sampel dan sesuai dengan kebutuhan penelitiakan dilibatkan sebagai subjek dalam penelitian, (Creswel, 2013).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Masyarakat yang menderita fraktur terbuka.

2) Responden yang sudah sembuh maupun belum sembuh pada lukanya. 3) Bersedia menjadi partisipan.


(51)

3.4. Pertimbangan Etik.

Dalam melakukan penelitian, peneliti menunjukkan surat permohonan kepada Dekan Falkutas Keperawatan untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelaah mendapat persetujuan, peneliti memulai penelitian dengan menekankan masalah etik yang meliputi :

a) Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian maka responden harus menandatangani lembar persetujuan. Jika reponden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. b)Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden pada lembar pengumpulan

data demogrfi hanya nama inisial yang digunakan sehingga kerahasiaan identitas semua informasi yang diberikan tetap terjaga.

3.5. Instrumen Penelitian.

a) Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti langsung sebagai instrumen, dikarenakan peneliti yang langsung terjun dan langsung berhubungan kepada partisipan, khusus dalam melakukan wawancara untuk mengetahui bagaimana pengalaman seseorang sesuai dengan topik penelitian. b) Data demografi berisi pernyataan mengenai data umum responden pada

lembar pengumpulan data demografi berupa jenis kelamin, usia, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan


(52)

c) Panduan wawancara berisi pertanyaan yang akan diajukan meliputi perawatan yang dilakukan penderita fraktur terbuka selama penyembuhan luka dan tujuan dari perawatan serta hal-hal yang berkaitan dengan perawatan luka pada penderita fraktur terbuka.

d) Transleter ( bahasa Jawa dan Batak Toba), Tape recorder, kamera, alat tulis.

3.6. Pemeriksaan Keabsahan Data

Lincoln & Guba dalam Trochim (2008) mengusulkan 4 kriteria untuk menilai kualitas penelitian kualitatif dan sebagai alternative dari kriteria yang telah terorientasi, yaitu credibility, transferability, dependability, confirmability.

3.6.1. Credibility

Credibility atau kredibilitas data dibuktikan melalui proses klarifikasi kepada partisipan. Data yang telah dihimpun oleh peneliti ditunjukkan kepada partisipan untuk dibaca ulang dan dilakukan verifikasi terhadap keakuratan data. Partisipan berhak melakukan perubahan. Data dinilai telah sesuai kemudian diparaf oleh partisipan pada naskah verbatim dan kemudian menandatangani persetujuan keakuratan data. Dalam penelitian ini terdapat perubahan.

3.6.2. Transferability

Transferability atau keteralihan merupakan validitas eksternal yang dinilai dari dapat atau tidaknya hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau waktu yang lain dengan konteks situasi yang sama dengan saat penelitian dilakukan.


(53)

Untuk mencapai hal ini, peneliti menggali data-data subjektif melalui pendekatan yang mengutakan objektifitas.

3.6.3. Dependability

Dependability atau kebergantungan, bermakna sebagai realibilitas atau kestabilan data dari masa ke masa dan kondisi ke kondisi. Salah satu teknik mencapai dependability adalah inquiry audit, melibatkan suatu penelaahan data dan dokumen-dokumen yang mendukung secara menyeluruh dan detail oleh seorang penelaah eksternal (Polit & Beck, 2012). Penelaah yang dilibatkan ialah pembimbing penelitian dan dua orang rekan sejawat yang menggunakan metode kualitatif dalam penelitiannya. Dari proses inquiry audit ini dicapai kesepakatan akan adanya satu sub tema baru yang teridentifikasi yakni faktor spiritual sebagai kontrol glukosa darah.

3.6.4. Confirmability

Confirmability hampir sama dengan dependability test yaitu menguji hasil proses penelitian. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability. Oleh karena itu, dua pengujian ini seringkali dilakukan secara bersamaan.

Hasil dari penelitian dapat dipercaya dari berbagai pendapat partisipan dalam penelitian tersebut. Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasa bagaiman pengalaman partisipan, sehingga partisipan yang dapat menilai secara sah bagaiman kreabilitas dari hasil penelitian.


(54)

3.7. Prosedur Pengambilan Data dan Pengumpulan Data.

Dalam penelitian ini, peneliti ikut terjun langsung dan aktif dengan subjek dan objek penelitian untuk mendapatkan informasi,pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan peneliti berinteraksi langsung terhadap partisipan (patton, 2002).

Melakukan pilot study, sebelum melakukan wawancara terhadap partisipan pertama, peneliti melakukan pilot study pada 1 partisipan yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik wawancara. Setelah itu, hasil wawancara dari

pilot study dibuat dalambentuk transkrip. Selanjutnya dikansulkan kepada

pembimbing.

Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 3.7.1. Setelah mendapatkan izin dari Dekan Falkutas Keperawatan USU dan Camat Kecamatan Kuala, peneliti mengadakan persetujuannya sebagai sampel peneliti.

3.7.2. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : a) Menggunakan kuesioner dan demografi sebagai data darsar.

b) Depth interview yaitu wawancara mendalam dengan menggunakan tape recorder.

3.7.3. Sebelum memulai wawancara, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan penelitian .

3.7.4. Partisipan menjawab pertanyaan yang terdapat pada lembar data demografi sesuai dengan petunjuk pada masing-masing bagian


(55)

3.7.6. Peneliti menulis dan memebaca transkrip, jika ada hal-hal yang kurang jelas akan dilakukan wawancara ulang.

3.7.7. Peneliti menganalisa data yang ditemukan dan mengelompokkan data lalu menguraikan data ke dalam bentuk narasi semua tema, kelompok tema, kategori tema.

3.7.8. Peneliti membahas hasil peneliti sesuai dengan analisa data yang telah dilakukan.

3.7.9. Pengumpulan data telah selesai jika saturasi data tercapai.

3.8. Pengolahan Data dan Analisa Data.

Analisa data dilakukan bersamaan pada saat transkripsi data pertama dilakukan. Data diseleks kata perkata. Metode Collaizi dimodifikasi untuk menganalisa data. Metode Collaizi digunakan karena cocok dengan pendekatan interpretive (menafsirkan) pada penelitian kualitatif. Ini adalah salah satu metode yang umum untuk analisa data yang direkomendasikan untuk studi fenomenologi (Talbot, 1995). Proses analisanya meliputi:

3.8.1. Membaca semua deskripsi untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam langkah pertama ini, peneliti memebaca semua daskripsi juga mendengar kan tape recorder beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna ekspresi partisipan dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan berbicara.

3.8.2. Mengutip frase atau kalimat yang secara langsung menyinggung fenomena. Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang


(56)

menyinggung tentang perawatan luka pada pasien fraktur terbuka dikutip. Pernyataan signifikan diformulasikan kedalam bentuk yang lebih umum atau dinyatakan kembali untuk mentransformasikan bahasa konkret partisipan kedalam bahasa ilmiah.

3.8.3. Formulasi arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam langkah ini peryataan dan pernyataan kembali yang signifikan dipelajari untuk diambil dan direkam pengertiannya. Setiap formulasi makna dikembangkam dengan konsiderasi dari pernyataan terdahulu dan mengikutinya supaya konteks dipertahankan.

3.8.4. Mengorganisasikan kumpulan makna formulasi tersebut kedalam kelompok. Tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidenfikasi tema dari makna yang diformulasikan ke dalam kelompok dan kategori untuk mendapatkan tema yang umum pada deskripsi semua partisipan.

3.8.5. Menghilangkan hasil deskripsi yang lengkap. Dalam langkah analisis ini, deskripsi mendalam tentang perawatan luka pada pasienfraktur terbuka diproleh, yaitu integrasi naratif dari semua tema, kelompok tema dan kategori tema.

3.8.6. Formula deskripsi mendalam dengan pernyataan tegas dari struktur penting fenomena tersebut. Dalam langkah ini peneliti mengembangkan deskripsi mendalam untuk memperoleh pengetahuan dalam struktur pengalamaan hidup. Peneliti memformasikan struktur essensial dari perawatan luka menurut perfektif persepsi masyarakat dari deskripsi mendalam.


(57)

Bagan 3.8. Analisa Data dalam Pendekatan Fenomenologi (Creswell, 2013)

3.9. Tingkat Kepercayaan Data

Tingkat kepercayaan data dipertahankan dengan cara member checking. Dalam hal ini member checking diartikan sebagai partisipan memveryfikasikan data dan menguraikan. Peneliti bertemu, memeberi fotokopi trankrip, lalu mendiskusikan kembali dengan partisipan, selanjutnya mendiskusikan kembali member chiking yang telah dilakukan dengan dosen pembimbing.

Esensi

fenomena 

Interpretasi  data  Deskripsi

Teks/ 

wawancara 

Bracketing  pribadi 

Pernyataan  signifikan 

Unit 

Makna 


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam tentang pengalaman pasien fraktur terbuka dalam merawat luka. Peneliti menemukan tiga tema utama dalam penelitian ini, ketiga tema tersebut yaitu: upaya dalam penyembuhan luka, faktor pendorong dalam penyenbuhan luka, faktor penghambat penyembuhan luka.

Bab ini terdiri dari empat bagian utama, yaitu: pertama memberikan uraian tentang karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian. Kedua membahas interpretasi hasil penelitian dan melakukan komparasi dengan penelitian sebelumnya. Bagian ketiga membahas berbagai keterbatasan yang ditemui selama melakukan penelitian, dan pada bagian ketiga membahas implikasi hasil penelitian terhadap pengembangan praktik dan keilmuan keperawatan.


(59)

4.1. Karakteristik Partisipan

Penelitian ini melibatkan lima partisipan pasien fraktur terbuka yang memiliki pengalaman dalam merawat luka terhadap penyembuhan luka, berikut adalah karakteristik partisipan penelitian ini :

Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan Inisial

partisipan

Jenis kelamin

umur Agama Suku Pekerjaan Lama menderit a fraktur Status pernikahan Pendidikan terakhir Tn.D(P1) Laki-laki 40

tahun

Islam Karo Karyawan pabrik

kayu

1 tahun Menikah SD

Tn.S(P2) Laki-laki 20 tahun

Kristen Karo Belum bekerja

5 bulan Belum menikah

SMA Ny.T(P3) Perempuan 48

tahun

Islam Jawa Petani Sudah sembuh

Menikah SD Tn.R(P4) Laki-laki 32

tahun

Kristen Karo Buruh pabrik

batu

1 tahun, 2 bulan

Menikah SD

Tn.S (P5) Laki-laki 56 tahun

Islam Karo Buruh pabrik kelapa sawit Sudah sembuh Menikah SMP

4.2. Analisis Tematik

Bagian ini menjelaskan secara mendetail dan terperinci berbagai tema yang teridentifikasi dari hasil pengumpulan data tiga tema telah teridentifikasi setelah melalui proses analisa data. Ketiga tema ini merepresentasikan makna inti dari pengalaman pasien fraktur terbuka dalam merawat luka. Ketiga tema tersebut yaitu, upaya yang dilakukan pasien fraktur terbuka dalam penyembuhan luka, faktor pendorong penyembuhan luka , dan faktor penghambat penyembuhan luka.

Dari hasil wawancara terungkap dinamika pengalaman pasien fraktur terbuka dalam merawat luka. Data yang diperoleh tidak hanya sebatas “apa yang


(60)

terjadi” akan tetapi secara lebih mendalam menggali perasaan, pemikiran, dan interpretasi partisipan atas pengalaman yang dijalaninya. Prinsip naturalistik memberikan kesempatan bagi peneliti untuk memperoleh data secara mendalam dan personal sampai ke tingkat makna inti dari suatu pengalaman partisipan. Pengalaman pasien fraktur tebuka dalam merawat luka mencakup suatu lingkup fenomena yang luas dari kehidupan individu. Oleh karenanya tema yang teridentifikasi mencakup serangkaian sub tema dan kategori yang luas dan heterogen dari kata kunci yang diperoleh. Luasnya cakupan pengalaman ini memunculkan berbagai perspektif dan sudut pandang yang berbeda antara partisipan satu sama lain dalam memaknai suatu fenomena. Uraian terperinci dari pengalaman pasien fraktur terbuka dalam merawat luka diwakili oleh tema-tema sebagai berikut:

4.2.1. Upaya Penyembuhan luka Yang Dilakukan Pasien Fraktur

Tema ini merupakan fokus awal dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti sebelum masuk lebih mendalam kepada tema-tema selanjutnya. Hal ini dilakukan karena peneliti menilai kemungkinan jawaban partisipan atas pertanyaan ini akan mencakup aspek yang cukup luas dan menyeluruh, semisal upaya penyembuhan luka dalam hal pengobatan yaitu, obat yang dikonsumsi, cara merawat luka, dan pembatasan diet.

Dari hasil wawancara terungkap bahwa mayoritas partisipan menyatakan bahwa setiap harinya mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan sebagai berikut:


(61)

“Ya makek obat-obat yang dulu-dulu makan obat, minum obat. Gitu-gituaja terus” (P1, L:25)

“Ya ngikuti pengobatan dari sini (dukun patah Ginting) lah tiap hari di suruh makan obat, tergantung parahnya si” (P2, L:21).

“kalok dulu itu, wawak dikasih obat, nama obatnya itu cepcepen, diminum, rasanya kayak ada lendir-lendirnya,waktu itu diminum dua kali sehari ” (P3, L:23).

“ kalok disini (dukun patah Majoh) tiap hari dikasih obat, kadang minuman kadang obat oles, katanya si biar cepat kering lukanya.” (P4, L:24).

“pakek obat, udah banyak yang bapak lupa. Tapi yang paling biasa dipakek iya cepcepen, semua orang tau kok obat cepcepen” (P5, L:29).

Subtema upaya penyembuhan luka pada kata kunci yang signifikan dari seluruh partisipan yaitu bahwa pasien menyatakan makan obat atau meminum obat setiap harinya, agar penyembuhan luka dapat tercapai, memakai obat oles setiap harinya agar luka dapat cepat kering.

Berikut ini dapat ditemukan bahwa partisipan melakukan perawatan luka, partisipan menyatakan bahwa dengan cara merawat luka setiap hari dan diberi obat oles untuk membuat luka akan lebih cepat kering dan menghindari bengkak pada luka. Berikut adalah pernyataan-pernyataan partisipan terkait hal ini:

dikasih minyak biar cepat kering tiap pagi sama malam” (P1, L:28).

“lukanya itu di tarok daun bakong, tapi di panggang dulu biar layu abis itu di oles minyak. Kalok nggak tarok itu iya gak baek-baek lukanya” (P2, L:25).


(62)

“waktu itu memang banyak di tarok obatnya, kayak minyak. Itu bagus kali cepat dibuatnya baek luka wawak waktu itu” (P3, L:31).

“Ya kalau untuk lukanya iya cuman minyak aja yang di tarok, cepet baek di buatnya.” (P4, L:17).

“kalau abis mandi, waktu itu bapak sering makek minyak, tiap abis mandi pakek itu terus. Cepet kok buatnya baek.:(P5, L:37).

Subtema upaya dalam penyembuhan luka pada kata kunci yang signifikan dari seluruh partisipan bahwa partisipan memakai minyak setiap hari dan daun bakong sebagai obat penghilang rasa nyeri pada luka.

4.2.2. Faktor Pendorong Terhadap Penyembuhan Luka

Tema “faktor pendorong terhadap penyembuhan luka” teridentifikasi setelah peneliti melakukan clustering (menentukan kata kunci) dan kategori-kategori yang mengindikasikan pendorong untuk partisipan yang mengarah pada merawat luka yang adekuat. Tercatat lima partisipan yang mendapat dorongan dalam merawat luka dari keluarga pasien. Dalam tema ini terdapat dua sub tema utama yakni dukungan keluarga dan faktor spritual mendorong dalam merawat luka. Hal ini secara jelas dapat dilihat pada pernyataan-pernyataan berikut:

Berikut pada faktor pendorong dalam merawat luka memiliki subtema diantaranya yaitu dukungan yang mendorong dalam merawat luka, hal ini secara jelas dapat dilihat pada pernyataan-pernyataan berikut :

keluarga bapak sering datang ke mari liat bapak’’ (P1, L:26)

“mamak aku sering bilang aku pasti bias baek nanti”(P2, L:42)


(63)

“istri bapak sering bertanya kepada keluarga obat apa yang bias buat cepat sembuh luka.” (P4, L:24).

“istri bapak kadang nggak tidur-tidur liatin luka bapak apa lagi kalok bapak kesakitan terus narokin obat lukanya” (P5, L:39).

Subtema dukungan yang mendorong terdapat pada kata kunci yang signifikan yaitu “Anak sering memperhatikan kalau sakit, istri sering bertanya kepada keluarga obat apa yang biasa buat cepat sembuh luka, dan istri kadang nggak tidur-tidur liatin luka bapak apa lagi kalok kesakitan dan narokin obat lukanya”.

Berikut Faktor spiritual pada sebagian kecil dapat membantu dalam merawat luka partisipan dengan percaya kepada yang maha kuasa bahwa kalau sudah naasnya pasti tidak bisa dihindarkan. Berikut pernyataan-pernyataan terkait hal ini :

“Kalau udah takdir, iya mau kayak mana lagi, sapa cobak yang mau sakit, harus di terima banyak-banyak berdoalah biar bisa cepet sembuh” (P1, L:50).

“nngak tau lagi apa yang mau dibuat, cuman doa yang bias ku buat. Biar cepat baek”(P2, L:36)

nggak bias ngapain-ngapain, sesali pun nggak ada lagi gunanya, sabar-sabar aja”(P3, L: 43)

banyak-banyak doa sama Allah,biar dikasih kesembuhan” (P4, L: 48)

“Kadang saya sering merenung sambil berdoa sama Tuhan, apa salah bapak, iya mudah-mudahan la dek biar bias sembuh, gitu dulu doa bapak”


(64)

Subtema faktor spiritual terdapat pada kata kunci yang signifikan yaitu, “berdoa agar bisa sembuh, dan berdoa supaya ada mukjijat agar bisa sembuh”.

4.2.3. Faktor Penghambat Dalam Penyembuhan luka

Dari hasil proses pengumpulan data, peneliti mendapatkan gambaran pengalaman yang luas dan kompleks. Hal ini tercermin dari tingginya heterogenitas kategori yang dihasilkan berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh partisipan. Peneliti berhasil mengidentifikasi kategori-kategori yang memiliki kesamaan karakteristik, yakni elemen pengalaman yang berkaitan dalam merawaat luka. Berdasarkan temuan ini maka peneliti berhasil mengidentifikasi satu tema yakni “faktor penghambat penyembuhan luka”.

Tema “faktor penghambat dalam penyembuhan luka” telah teridentifikasi setelah peneliti melakukan clustering kata kunci dan kategori-kategori yang mengidentifikasi perilaku partisipan yang tidak mengarah pada pencapaian perawatan luka yang adekuat. Terdapat subtema dalam tema ini, yaitu faktor pembatasan makan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing sub tema:

Faktor diet merupakan faktor penghambat dominan bagi beberapa partisipan dalam merawat luka. Beberapa partisipan mengatakan bahwa mereka memantangkan sebahagian makanan yang dapat memperlambat penyembuhan luka. Tercatat tiga partisipan yang membatasi diet, hal ini secara jelas dapat dilihat dari pernyataan partisipan sebagai berikut:

“ikan laut nggak boleh di makan, soalnya bisa buat luka gatal, kalok nanti di garok-garok terus luka nanti biasa berdarah jadi lukanya nggak baek-baek” (P1, L:46).


(1)

20.Jadi, dimana bapak tinggal?

21. Bapak tinggal di rumah, yang ngobatin nya datang ke rumah bapak

22.Berapa lama waktu itu bapak mengalami patah tulang?

23. Hamper 2 tahun juga bapak baru bisa jalan, itu pun jalannya pelan-pelan 24.jadi bagaimana dengan luka bapak?

25. di obtain, sama-sam juga sama obtain patahnya

26.Coba bapak jelaskan perawatan luka seperti apa yang bapak lakukan? 27. Pakek obat.

28.Coba bapak jelaskan obat seperti apa itu pak?

29. Udh banyak yang bapak lupa. Tapi yang biasa dipakek iya cepcepen, semua orang tau kalok obat cepcepen.

30.Siapa yang memberi obat cepcepen itu pak?

31. Dukun patahnya, tapi kalok cepcepen itu bapak pun tau.. 32.Bagaimana cara bapak melakukan perawatan lukanya ? 33. Diminum, 2 kali satu hari pagi sama malam

34.Coba bapak jelaskan apa kegunaan dari perawatan luka yang bapak lakukan?

35. Biar luka dalam nya bisa cepet baek, terus bersihkan luka dalamnya. 36.Selain itu adakah perawatan luka lain yang bapak lakukan?

37. Kalok abis mandi, waktu itu bapak sering makek minyak, tiap abis mandi makek itu terus.


(2)

39. Di oleskan ke lukanya, Kadang istri sayan yang narokin obatnya, sampek istri bapak nggak bisa tidur apa lagi kalok saya kesakitan.

40. Apa tujuan bapak menggunakan perawatan dengan cara mengoles minyak itu ?

41. Cepet di buatnya baek luka.

42.Selain perawatan ini adakah perawatan yang khusus pak? 43. Ada

44.Seperti apa itu pak?

45. Nggak bisa makan telur, makan ikan laut. Gara-gara bapak makan telur lukanya ini gatal, sampek dikeliling lukanya ikut gatal apa lagi kalok makan ikan laut, itu lebih parah.

46.Jadi berapa lama bapak melakukan perawatan luka seperti itu?

47. Sekitar satu tahun, lama juga iya, kadang saya melamun sambil berdoa sama Tuhan, apa salah bapak, iya mudah-mudahan biar bisa cepet sembuh, gitu lah dulu doa bapak.

48.Jadi perubahan apa yang bapak rasakan dari perawatan yang bapak lakukan waktu itu?

49. Perubahan apa iya, iya lukanya baek. Paling liat la bapak jalan nya udah pincang-pincang.

50. Tapi kalok ujan masik ngilu bekas patahnya.

51.Baiklah pak sampai disini saja dulu perbincangan kita, saya ucapkan terimakasih sudah mau berbagi pengalamannya pada saya


(3)

53.Iya pak, suatu saat nanti jika saya ingin berjumpa lagi tidak apa-apa kan pak?

54. Datanga aja, bapak kalok sore dirumah, jam 3 udah dirumah bapak.

                                         


(4)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN Kegiatan Penelitian Maret

2014 April 2014 Mei 2014 Juni 2014 Juli 2014 Agust 2014 Sept 2014 Okt 2014 Nov 2014 Des 2014 Jan 201 Minggu ke - 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 engajuan judul penelitian

enyusun Bab 1

enyusun Bab 2

enyusun Bab 3

enyusun Bab 4

enyerahkan proposal jian siding proposal evisi proposal penelitian ji validitas & reliabiitas engumpulan data

sponden

nalisa data

enyusun Bab 5

enyusun Bab 6

engajuan sidang skripsi

jian sidang skripsi

evisi skripsi

engumpulkan skripsi

   


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Edy Pratama Putra Bangun Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 22 Maret 1992 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Binjai-Kuala, Pasar 2 Padang Cermin Dusun Permadi Kec. Selesai, Kab. Langkat

Nama Orang Tua

Ayah : M. Bangun

Ibu : H. Ginting, S.Pd

Riwayat Pendidikan

Tahun 1998-2004 : SD Methodisk Kuala, Kec., Kuala Kab. Langkat Tahun 2004-2007 : SMP Negeri 1 kuala, Kec., Kuala Kab. Langkat Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 1 kuala, Kec., Kuala Kab. Langkat Tahun 2010-2013 : Politeknik Kementrian Kesehatan Prodi-III

Jurusan Keperawatan Medan

Tahun 2013-2015 : Universitas Sumatera Utara Fakultas Sarjana Ilmu Keperawatan


(6)

TAKSASI DANA

NO KEGIATAN BIAYA

1 Proposal 1. Internet

2. Kertas A4 80gr 1 rim 3. Print

4. Foto Copy memperbanyak proposal 5. Sidang proposal

Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 150.000 Rp. 40.000 Rp. 150.000 2 Pengumpulan Data

1. Transportasi 2. Print

3. Pembelian Tape Recorder/Alat Perekam

Rp. 200.000 Rp. 200.000 Rp. 700.000 3 Analisa Data dan Pengumpulan Laporan

1. Foto Copy Laporan Penelitian Rp. 50.000

4 Biaya Tak Terduga Rp. 100.000