Faktor-Faktor yang Memperlambat Penyembuhan

b Perdarahan Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku dalam garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing seperti drain. Hipovolemi mungkin tidak cepat ada tanda. c Dehiscense dan eviscerasi Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang benar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

2.12. Faktor-Faktor yang Memperlambat Penyembuhan

2.13.1. Faktor-faktor lokal yang merugikan pada tempat luka Morison, 2012. a Kurangnya suplai darah dan pengaruh hipoksia Luka dengan suplai darah yang buruk sembuh dengan lambat. Jika faktor- faktor yang esensial untuk penyembuhan, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral, sangat lambat mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi, maka penyembuhan luka tersebut akan terhambat, meskipun pada pasien-pasien yang nutrisinya baik. Beberapa area tubuh, seperti wajah, mempunyai suplai darah yang baik, yang sangat sulit untuk terganggu, sementara daerah-daerah yang lain, Universitas Sumatera Utara seperti kulit diatas tibia, merupakan daerah yang buruk suplai darahnya, sehingga trauma yang minimal sekalipun, dapat menyebabkan ulkus tungkai yang sulit ditangani pada beberapa pasien. Tepian luka yang sedang tumbuh merupakan suatu daerah yang aktivitas metaboliknya sangat tinggi. Dalam hal ini, hipoksia menghalangi mitosis dalam sel-sel epitel dan fibrolast yang bermigrasi, sintesa kolagen, dan kemampuan makrofag untuk menghancurkan bakteri yang tercerna. Meskipun demikian, bilamana tekanan parsial oksigen pada tempat luka rendah, maka makrofag memproduksi suatu faktor yang dapat merangsang angiogenesis. Dengan merasangsang pertumbuhan kapilr-kapiler darah yang baru, maka masalah lokal hipoksia dapat diatasi. b Dehidrasi Jika luka terbuka dibiarkan terkena udara, maka lapisan permukaannya akan mengering. Sel-sel epitel pada tepi luka bergerak ke bawah, di bawah lapisan tersebut, sampai sel-sel tersebut mencapai kondisi lembab yang memungkinkan mitosis dan migrasi sel-sel untuk menembus permukaan yang rusak. Waktu yang panjang akibat membiarkan luka itu mengering mengakibatkan lebih banyak jaringan yang hilang dan menimbulkan jaringan parut, yang akhirnya dapat menghambat penyembuhan. Jika sebuah luka dipertahankan tetap lembab di bawah pembalut semipermeabel atau pembalut oklusif, maka penyembuhan dapat terjadi jauh lebih cepat. Tetapi pada beberapa kasus, pemajanan lika pada udara menjadi satu-satunya cara penyembuhan luka bakar fasialis. Universitas Sumatera Utara c Eksudat berlebihan. Terdapat suatu keseimbangan yang sangat halus antara kebutuhan akan lingkungan luka yang lembab, dan kebutuhan untuk mengeluarkan eksudat berlebihan yang dapat mengakibatkan terlepasnya jaringan. Eksotoksin dan sel-sel debris yang berada di dalam eksudat dapat memperlambat penyembuhan dengan cara mengabadikan respons inflamasi. d Turunnya temperatur Aktivitas fagositik dan aktivitas mitosis secara khusus mudah terpengaruh terhadap penurunan temperatur pada tempat luka. Kira-kira dibawah 28 C, aktivitas leukosit dapat turun sampai nol. Apabila luka basah dibiarkan terbuka lama pada saat mengganti balutan, atau saat menunggu pemeriksaan dokter, maka temperatur permukaan dapat menurun sampai paling rendah 12 C. Pemulihan jaringan ke suhu tubuh dan aktivitas mitos sempurna, dapat memakan waktu sampai 3 jam. e Jaringan nekrotik, krusta yaang berlebihan, dan benda asing Adanya jaringan nekrotik dan krusta yang berlebihan di tempat luka dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi klinis. Demikian juga, adanya segala bentuk benda asing, termasuk bahan-bahan jahitan dan drain luka. Oleh karena itulah maka sangat penting untuk mengeluarkan kontaminan organik maupun anorganik secepat mungkin tetapi dengan trauma yang minimum terhadap jaringan yang utuh. Universitas Sumatera Utara f Hematoma Dimana sebuah luka telah ditutup secara bedah, baik dengan jahitan primer, graft kulit, ataupun dengan pemindahan flap jaringan, maka penyebab penting dari terlambatnya penyembuhan adalah terjadinya hematoma. g Trauma dapat berulang Pada sebuah luka terbuka, trauma mekanis dengan mudah merusak jaringan granulasi yang penuh dengan pembuluh darah dan mudah pecah, epitelium yang baru saja terbentuk dan dapat menyebabkan luka sehingga kembali ke keadaan fese penyembuhan tertentu yaitu fase respons inflamasi akut. Trauma berulang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Jika seorang pasien penderita dekubitus ditempatkan dengan bagian yang sakit diatas tempat tidur atau di sebuah kursi, maka kemudian tenaga tekanan yang terjadi, robekan, dan gesekan, dapat meyebabkan kerusakan lapisan kulit diatasnya, yang tak dapat dihindarkan sehingga dapat merusak penyembuhan jaringan yang masih sangat lunak, sehingga luka justru akan bertambah besar. Trauma juga dapat disebabkan oleh pelepasan balutan yang kurang hati-hati. Bahkan pada saat dilakukan perawatan yang baik sekalipun, beberapa trauma terhadap luka luka masih sangat mungkin terjadi jika digunakan kasa yang ditempelkan langung pada permukaan luka, sehingga lengkung kapiler darah tumbuh melalui rajutan serat kapas yang ada pada kapas dan dapat terobek pada saat balutan itu dilepaskan. Banyak balutan yang seharusnya hanya memiliki daya rendah, dapat merekat erat pada luka jika dibiarkan terpasang terlalu lama, terutama jika terjadi pengeluaran Universitas Sumatera Utara eksudat dan luka itu mengering. Perdarahan luka saat pelepasan balutan adalah tanda trauma yang jelas. 2.13.2. Faktor-faktor patofisiologi umum a Penurunan suplai oksigen Oksigen memaainkan peranan penting di dalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru, dan perbaikan epitel, serta pengendalian infeksi. Jumlah oksigen yang dikirimkan untuk sebuah luka tergantung pada tekanan parsial oksigen di dalam darah, tingkat perfusi jaringan, dan volume darah total. Penurunan pasokan oksigen terhadap luka dapat disebabkan oleh: b Gangguan respirasi. Penurunan efisiensi pertukaran gas dalam paru-paru, karena penyebab apapun, dapat menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen pO 2 di dalam darah dan akhirnya terjadi penurunan ketersediaan oksigen untuk jaringan. c Gangguan kardiovaskuler. Hal ini dapat mengurangi tingkat perfusi jaringan. Hal tersebut secara khusus bermakna pada saat sirkulasi perifer terganggu, seperti pada diabetes melitus dimana terdapat mikroangiopati serta pada artitis reumatoid dimana terdapat artritis, atau dimana terdapat kerusakan katup pada vena-vena profunda dan vena yang mengalami perforasi sehingga menyebabkan hipertensi vena kronik serta edema lokal. Universitas Sumatera Utara d Anemia. Apapun penyebabnya, di dalam anemia terdapat penurunan kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Secara khusus, hal tersebut sangat penting apabila dihubungkan dengan hipovolemia akibat perdarahan. e Hemoragi. Untuk mempertahan tekanan darah dan suplai darah yang adekuat ke jantung, otak, dan organ-organ vital lainnya, maka vasokonstriksi perifer dapat mengiringi perdarahan besar. Tingkat penutupan perifer akan bergantung pada beratnya kehilangan darah. Turunnya suplai darah perifer dapat menyebabkan terlambatnya penyembuhan sampai volume darah dipulihkan kembali. Secara normal, hal tersebut merupakan suatu fenomena sesaat saja, tetapi nekrosis jaringan sudah dapat terjadi selama waktu itu. f Malnutrisi Baik luka tersebut merupakan luka traumatis, luka akibat tindakan salah satu dari penyebab terbanyak terlambatnya penyembuhan adalah malnutrisi. Beberapa studi mengenai insidens malnutrisi pada pasien-pasien lansia yang dirawat di rumah sakit, orang-orang dengan kecacatan mental, dan mereka dengan penyakit mental menunjukkan bahwa defisiensi vitamin dan mineral bukanlah hal yang tidak mungkin pada kelompok yang rentan ini, tetapi masalah status nutrisi yang buruk tidak saja terjadi pada pasien-pasien dengan perawatan di rumah sakit yang lama.Kebutuhan protein dan kalori pasien hampir pasti menjadi lebih tinggi daripada orang normal ketika terdapat luka yang besar. Universitas Sumatera Utara Asam amino diperlukan untuk sintesis protein yang berperan di dalam respons imun. Pada stadium awal setelah luka yang besar, berbagai sistem endokrin dan sistem saraf mengadakan reaksi terhadap cedera yang kemudian memicu proses-proses katabolik yang merusak jaringa tubuhnya sendiri untuk menyediakan bahan-bahan yang diperlukan bagi proses perbaikan yang sifatnya segera. Pasien-pasien dengan luka bakar atau trauma berat, dapat menderita pelisutan otot yang dramatis dan kehilangan berat badan yang cepat, hanya dalam bebrapa hari saja. Penggantian protein, kalori, elektrolit, dan cairan merupakan komponen pengobatan awal yang sangat vital. Bahkan pada luka terbuka yang kronik, seperti dekubitus, protein dalam jumlah yang signifikan dapat juga hilang dalam eksudat. Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan, tetapi juga mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan kekuatan regangan yang menyusun. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya dehiscnce pada pasien gemuk dengan luka laparotomi atau menyebabkan cepat hancurnya dekubitus yang baru saja sembuh hanya akibat trauma kecil saja. Masukan dan absorpsi yang cukup vitamin dan mineral tertentu yang cukup juga diperlukan untuk penyembuhan yang optimal. Vitamin C diperlukan untuk sintesa kolagen. Radang urat saraf Scurvy diaggap sebagai suatu fenomena yang tidak bisa saat ini, tetapi kebanyakan lansia memperlihatkan tanda-tanda dini defisiensi vitamin C, baik karena kemiskinan, kesulitan untuk pergi berbelanja atau kesulitan di dalam makan buah-buahan dan sayuran segar karena pemasangan gigi palsu yang tidak pas. Universitas Sumatera Utara g Penurunan daya tahan terhadap infeksi Penurunan daya tahan terhadap infeksi, seperti pada pasien-pasien dengan gangguan imun, diabetes, atau infeksi kronis, akan memperlambat penyembuhan karena berkurangnya efisiensi sistem imun. Infeksi kronis juga mengakibatkan katabolisme dan habisnya timbunan protein, yang merupakan sumber-sumber endogen infeksi luka yang pernah ada. h Pengaruh fisiologis dari proses penuaan Terdapat perbedaan yang signifikan di dalam struktur dan karakteristik kulit sepanjang rentang kehidupan yang disertai dengan perubahan fisiologis normal berkaitan dengan usia yang terjadi pada sistem tubuh lainnya, yang dapat mempengaruhi predisposisi terhadap cedera dan efisiensi mekanisme penyembuhan luka. Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan suatu barrier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitu juga dengan efisiensi imun, sistem kardiovaskular, dan sistem respirasi, yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Sistem tubuh yang berbeda “tumbuh” dengan kecepatan yang berbeda pula, tetapi lebih dari usia 30 tahun mulai terjadi penurunan yang signifikan dalam beberapa fungsinya, seperti penurunan efisiensi jantung, kapasitas vital, dan juga penurunan efisiensi sistem imun, yang masing-masing masalah tersebut ikut mendukung terjadinya kelambatan penyembuhan seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat juga perubahan-perubahan signifikan dan normal, yang berhubungan dengan usia, terjadi pada kulit dan cenderung menyebabkan cedera seperti dekubitus dan buruknya penyembuhan luka. Perubahan-perubahan yang memburuk sejalan Universitas Sumatera Utara dengan bertambahnya usia meliputi penurunan dalan frekuensi penggantian sel epidermis, respons inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barrier kulit. 2.13.3. Faktor-faktor psikososial Pasien dalam keadaan cemas, efisiensi sistem imun pesien tersebut jauh menurun dan secara fisiologis paien kurang mampu menghadapi setiap gangguan patologis. a Pengaruh yang merugikan dari terapi lain Obat-obat sitotoksik, radioterapi, dan terapi steroid dalam beberapa keadaan, dapat memperlambat penyembuhan luka. Obat-obat sitotoksik seperti vinkristin mempunyai pengaruh yang sangat kentara pada penyembuhan luka karena obat tersebut menggangu proliferasi sel. Terapi steroid jangka panjang juga dapat memperlambat penyembuhan, tetatpi hanya selama fase inflamasi dan fase proliferatif, yaitu dengan cara menekan multiplikasi fibroblas dan sistem kolagen. Obat-obaat anti inflamasi non-steroid tampaknya mempunyai pengaruh yang tidak begitu penting terhadap penyembuhan luka dalam dosis terapeutik normal. b Penatalaksanaan luka yang tidak tepat Gagal mengidentifikasi penyebab yang mendasari sebuah luka atau gagl untuk melakukan identifikasi masalah lokal di tempat luka, penggunaan antiseptik yang tidak bijaksana, penggunaan antibiotik topikal yang kurang tepat, dan ramuan obat perawatan luka lainnya, serta teknik pembalutan luka yang kurang hati-hati adala penyebab terlambatnya penyembuhannya yang dapat dihindarkan. Universitas Sumatera Utara Menurut Moya J. Morison 2012 banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi ke dalam faktor yang ada hubungan dengan pasien intrinsik seperti kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan pada tempat luka, dan faktor dari luar ekstrinsik, seperti pengolahan luka yang kurang tepat dan efek-efek terapi lainnya yang tidak menguntungkan. faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan meliputi : 2.13.4. Faktor-faktor Intrinsik : Faktor-faktor lokal yang merugikan pada tempat luka, faktor-faktor lokal merugikan di tempat luka yang dapat memperlambat penyembuhan miliputi hipoksia, dehidrasi, eksudat yang berlebihan, turunnya temperatur, jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan adanya benda asing dan trauma yang berulanf. a Faktor-faktor Patofisiologi Umum: Sejumlah kondisi medis berhubungan dengan buruknya penyembuhan luka. Mekanisme pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap penyembuhan luka, sering kali kompleks, tetapi beberapa kelambatan penyembuhan luka terjadi akibat kurang tersedianya subtansi-subtansi yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral 2.13.5. Faktor ekstrinsik a Obat-obat Sitotoksik, sepert vinkristin mempunyai pengaruh yang sangat kentara pada penyembuhan luka karena obat tersebut mengganggu proliferasi sel. b Terapi Steroid Jangka Panjang, dapat memperlambat penyembuhan tetapi hanya selama fase inflamasi dan fase proliferansi, yaitu dengan cara menekan multiplikasi fibroblas dan sistem kolagen. Obat-obat anti inflamasi non-steroid Universitas Sumatera Utara tampaknya mempunyai pengaruh yang tidak begitu penting terhadap penyembuhan luka dalam dosis terapeutik normal. c Radioterapi, apabila digunakan dalam pengobatan penyakit keganasan dapat menghasilkn kerusakan lokal, dapat memperlambat penyembuhan, dan juga dapat menyebabkankelemahan yang berkepanjangan di dalam jaringan, khususnya pada jaringan kulit. d Penatalaksanaan luka yang tidak tepat. e Gagal mengkaji secara akurat dan gagal untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat menyebabkan terlambatnya penyembuhan. f Teknik pembalutan luka yang kurang hati-hati. g Pemilihan produk-produk perawatan luka yang kurang sesuai atau justru berbahaya. h Mengganti tatacara pembalutan sebelum mempunyai cukup waktu untuk menjadi balutan tersebut efektif. i Gagal membuat gambaran penyembuhan dan gagal mengevaluasi efektifitas program pengobatan. j Perilaku negatif terhadap penyembuhan.

2.14. Riset Fenomenologi.