Dari hasil isolasi lignin tersebut akan diperoleh kadar lignin murni sebesar 86. Hasil isolasi ini dipengaruhi oleh adanya lignin yang terlarut oleh H
2
SO
4
72 selama proses isolasi berlangsung. Sekitar 10-20 lignin kayu jati akan terlarut karena terjadinya perubahan struktur akibat kondensasi lignin dengan
asam. Dengan demikian sukar untuk memperoleh kadar kemurnian lignin dalam jumlah yang tinggi dari isolasi serbuk kayu jati.
4.1.3 Analisa Bilangan Hidroksi Pada Lignin
Analisa lain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisa bilangan hidroksi pada lignin. Analisa ini dilakukan untuk menghitung jumlah OH dari suatu resin
poliol dalam sampel lignin isolat yang telah diisolasi sebelumnya. Adapun hasil dari analisa bilangan hidroksi yang didapat tersebut adalah sebesar 560 mmolgr.
4.1.4 Analisa Gugus
Fungsi dengan
Fourier Transform
Infrared Spectroscopy
Analisa dengan menggunakan spektrum infra merah ini dilakukan untuk menentukan perubahan gugus fungsi yang dialami oleh lignin isolat yang
dihasilkan. Terjadinya perubahan gugus fungsi yang dialami lignin isolat yang direaksikan dengan TDI menandakan bahwasanya telah terjadi interaksi kimia
antara lignin isolat dengan TDI dan juga dengan penambahan Polietilen Glikol sehingga memiliki sifat termal yang baik pada pembuatan poliuretan sebagai
perekat alam.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4.1 Analisa FT-IR Pada Lignin Isolat Dari Serbuk Kayu Jati
Gambar 4.1 Spektrum FTIR Lignin Isolat dari Serbuk Kayu Jati
Analisa dengan spektrum infra merah ini dilakukan dengan cara mengamati frekuensi-frekuensi yang khas dari gugus fungsi spektra FTIR pada
sampel lignin isolat. Hasil spektra FTIR yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1. Bilangan gelombang FTIR lignin isolat dapat dilihat pada table 4.1.
Tabel 4.1 Pita Serapan FTIR Lignin Isolat dari Kayu Serbuk Kayu Jati Sampel
Kedudukan cm
-1
Pita serapan asal
Lignin Isolat dari Serbuk Kayu Jati
3450-3400 Rentangan OH
2940-2820 Rentangan metil dan metilen
1715-1710 Rentangan C=O tak
terkonjugasi 1675-1660
Rentangan C=O terkonjugasi 1605-1600
Vibrasi cincin aromatik 1515-1505
Vibrasi cincin aromatik 1470-1460
Deformasi C-H asimetri 1430-1425
Vibrasi cincin aromatik 1330-1325
Vibrasi cincin siringil 1270-1275
Vibrasi cincin quaiasil 1085-1030
Deformasi C-H
2
C-O
Universitas Sumatera Utara
Pita serapan infra merah lignin isolat menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm
-1
yang merupakan serapan khas dari rentangan OH, pada bilangan gelombang 2931,8 cm
-1
merupakan serapan khas rentangan metil dan metilen, pada daerah bilangan gelombang 1620,21 cm
-1
dan 1512,19 cm
-1
menunjukkan vibrasi cincin aromatic, dan pada daerah bilangan gelombang 1211,30 cm
-1
dan 1111,00 cm
-1
menunjukkan vibrasi cincin quaiasil.
Berdasarkan analisa FTIR diatas, dapat menunjukkan bahwa lignin isolat yang dihasilkan pada ekstraksi dan isolasi serbuk kayu jati menggunakan metoda
klason merupakan suatu poliol. Sehingga poliol yang berupa lignin isolat dari serbuk kayu jati ini telah dapat direaksikan dengan isosianat untuk meningkatkan
sifat pengikat.
4.1.4.2 Analisa FTIR Pembuatan Poliuretan
Gambar 4.2 Spektrum FTIR Poliuretan Pada Perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20:0:10
Hasil spektra FTIR yang dihasilkan pada pembuatan poliuretan pada perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20:0:10 dapat dilihat pada gambar 4.2
dan bilangan gelombang FTIR lignin isolat dapat dilihat pada table 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Pita Serapan FTIR Poliuretan Sampel
Kedudukan cm
-1
Pita serapan asal
Poliuretan 3295-3280
Gugus N-H terikat 2940-2820
Rentangan metil dan metilen 1715-1710
Rentangan C=O tak terkonjugasi 1675-1660
Rentangan C=O terkonjugasi 1605-1600
Vibrasi cincin aromatik 1515-1505
Gugus amida CO-NR 1470-1460
Deformasi C-H asimetri 1430-1425
Vibrasi cincin aromatik 1330-1325
Vibrasi cincin siringil 1270-1275
Vibrasi cincin quaiasil 1085-1030
Deformasi C-H
2
C-O Identifikasi terhadap FTIR tersebut menunjukkan pita serapan pada
3309,85 cm
-1
yang merupakan daerah ulur gugus N-H terikat, 1651,07 cm
-1
dan 1597,06 cm
-1
merupakan vibrasi cincin aromatik, 2924,09 cm
-1
merupakan rentangan metil dan metilen, 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan deformasi dari gugus C-O, 2276,00 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, Puncak serapan OH yang lemah masih tampak pada bilangan gelombang 3749,62 cm
-1
menunjukkan masih adanya poliol yang belum habis bereaksi dengan isosianat. Hal ini dapat disebabkan karena
reaksi antara TDI dan poliol terlalu cepat dihentikan pada suhu kamar atau dapat dimungkinkan karena jumlah poliol yang tersedia jauh lebih banyak gugusnya
dibandingkan gugus isosianat yang tersedia.
Penelitian sebelumnya pembuatan poliuretan dengan mereaksikan MDI dengan PEG 1000 dan Poliol dari Minyak Jarak juga menghasilkan spektrum
yang tidak jauh berbeda. Dimana, pada bilangan gelombang 3419,78 cm
-1
merupakan gugus N-H dan pada bilangan gelombang 2277,90 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, 1307,62 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1167,71 cm
-1
merupakan puncak serapan gugus C-O, membuktikan bahwa telah terbentuknya gugus uretan Lase, E. 2009.
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis dari reaksi polimerisasi TDI : PEG 1000 : LIGNIN dalam lampiran B.2-B.7 pada semua
Universitas Sumatera Utara
perbandingan menunjukkan pita serapan pada daerah yang hampir sama terutama pada daerah pita serapan karakteristik. Spektrum polimerisasi poliuretan pada
perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20 : 0 : 10 menunjukkan spektrum yang paling optimum dibanding spektrum yang lainnya. Pada spektrum ini puncak
gugus OH hampir tidak tampak lagi dibandingkan pada spektrum poliuretan yang lainnya berarti telah hampir habis bereaksi dengan isosianat, Dari penampilan
spektrum FTIR pada bilangan gelombang 3309,85 cm
-1
merupakan serapan puncak gugus N-H yang lebih tajam dibandingkan spektrum yang lainnya dan
pada gelombang 2276,00 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan deformasi dari gugus C-O. membuktikan bahwa telah terbentuknya poliuretan.
Gambar 4.3 Spektrum FTIR Poliuretan Pada Perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20:4,0:6,0
Sedangkan Spektrum polimerisasi poliuretan pada perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20 : 4,0 : 6,0 gambar 4.3 menunjukkan spektrum yang
paling minimum dibanding spektrum yang lainnya. Pada spektrum ini serapan puncak gugus N-H tidak tampak sama sekali hal ini menunjukkan bahwa pada
reaksi polimerisasi poliuretan hampir tidak terbentuk, bilangan gelombang 2276,00 cm
-1
yang merupakan puncak C=O dari NCO juga terlihat tidak begitu tajam dibandingkan yang lainnya, pada bilangan gelombang 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan
Universitas Sumatera Utara
deformasi dari gugus C-O yang membuktikan bahwa terbentuknya poliuretan juga terlihat sangat lemah bahkan hampir tidak terlihat puncak serapannya. Hal ini
dapat disebabkan karena reaksi antara TDI dan poliol terlalu cepat dihentikan pada suhu kamar dan juga akibat bereaksinya isosianat dengan oksigen.
4.1.5 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive Spectroscopy SEM-EDS
Hasil dari analisa SEM-EDS dapat memberikan informasi tentang bentuk dan perubahan permukaan dari suatu bahan yang diuji. SEM adalah sebuah
instrumen berkekuatan besar dan sangat handal yang dipadukan dengan EDS sehingga dapat digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasi struktur
terkecil benda-benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen, sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat
fisis, kimia maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk.
EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah
ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak
tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping pemetaan elemen dengan memberikan warna
berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan. Pada
prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan
energi. Energi yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan, dan diserap serta diubah menjadi gelombang elektron yang dapat di tangkap dan dibaca
hasilnya pada foto SEM-EDS.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan Perbandingan 20:0:10 Dengan Perbesaran 1500 kali
Gambar 4.4 adalah Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan hasil reaksi Toluena Diisosianat TDI, Polietilen Glikol, dan lignin isolat sebagai sumber
poliol Perbandingan 20:0:10 dengan perbesaran 1500 kali menunjukkan bahwa permukaan dari poliuretan tersebut yang tidak rata akibat adanya butiran lignin
isolat serbuk kayu jati yang terdispersi dalam poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, dengan Lignin. Butiran lignin tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi
polimerisasi. Selain itu, terjadi pengikatan antara permukaan butiran lignin dengan poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, Lignin. Hal ini menjadi bukti
terjadi pencangkokan lignin dengan poliuretan yang belum tercampur secara merata akibat terlalu cepat mengeras karena bereaksi dengan oksigen.
Hasil penelitian sebelumnya menurut Rohaeti, E 2005 juga menghasilkan foto SEM yang hampir sama, dimana pati yang berperan sebagai
sumber –OH yang direaksikan dengan MDI menunjukkan adanya butiran pati
yang terdispersi dalam poliuretan dan butiran pati tersebut tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi polimerisasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Dari foto SEM-EDS dapat dianalisa mikrostruktur dan analisa kuantitatif permukaan spesimen. Mikrostruktur poliuretan bersama komposisi kimia
permukaan diperoleh dengan serentak, selanjutnya dibaca dalam bentuk grafik. Terdapat dua elemen yang mendominasi dalam komposisi poliuretan hal ini
terlihat pada gambar 4.5 dimana banyak mengandung elemen C, dan N. Elemen- elemen ini adalah elemen utama dan berkonsentrasi tinggi selain elemen O, Al,
dan Si, yang turut hadir. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat dengan lengkap pada tabel 4.3
Dari tabel 4.3 dan gambar 4.5, kandungan utama poliuretan adalah C sebanyak 50,02, N sebanyak 38,88, O sebanyak 10,50, Al sebanyak 0,57,
dan Si sebanyak 0,03.
Tabel 4.3 Analisa Kuantitatif Poliuretan Perbandingan 20 : 0 : 10
dengan Uji SEM-EDS Perbesaran 1500 kali Element
keV Mass
Error Atom
K C K
0.277 45.18
0.07 50.02
52.0669 N K
0.392 40.96
1.63 38.88
41.4980 O K
0.525 12.64
1.31 10.50
4.8174 Al K
1.486 1.16
0.18 0.57
1.5355 Si K
1.739 0.05
0.18 0.03
0.0823
Gambar 4.5 Grafik Analisa Kuantitatif Kandungan Utama Poliuretan Perbandingan 20 : 0 : 10 Terhadap Range Energi dengan Uji
SEM-EDS Perbesaran 1500 kali
Acquisition Parameter Instrument : 6510LA
Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA
PHA mode : T3 Real Time : 34.73 sec
Live Time : 30.00 sec Dead Time : 13
Counting Rate: 3301 cps Energy Range : 0 - 20 keV
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan Perbandingan 20:4:6 Dengan Perbesaran 1500 kali
Gambar 4.6 adalah Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan hasil reaksi Toluena Diisosianat TDI, Polietilen Glikol, dan lignin isolat sebagai sumber
poliol Perbandingan 20:4:6 dengan perbesaran 1500 kali menunjukkan bahwa permukaan dari poliuretan tersebut yang kurang merata akibat masih adanya
butiran lignin isolat serbuk kayu jati yang terdispersi dalam poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, dengan Lignin. Butiran lignin tidak mengalami destrukturisasi
selama reaksi polimerisasi. Selain itu, terjadi pengikatan antara permukaan butiran lignin dengan poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, Lignin. Hal ini menjadi
bukti terjadi pencangkokan lignin dengan poliuretan yang belum tercampur secara merata akibat terlalu cepat mengeras dan karena bereaksi dengan oksigen.
Hasil penelitian sebelumnya menurut Rohaeti, E 2005 juga menghasilkan foto SEM yang hampir sama, dimana pati yang berperan sebagai
sumber –OH yang direaksikan dengan MDI menunjukkan adanya butiran pati
yang terdispersi dalam poliuretan dan butiran pati tersebut tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi polimerisasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Dari foto SEM-EDS dapat dianalisa mikrostruktur dan analisa kuantitatif permukaan spesimen. Mikrostruktur poliuretan bersama komposisi kimia
permukaan diperoleh dengan serentak, selanjutnya dibaca dalam bentuk grafik. Terdapat dua elemen yang mendominasi dalam komposisi poliuretan hal ini
terlihat pada gambar 4.7 dimana banyak mengandung elemen C, dan N. Elemen- elemen ini adalah elemen utama dan berkonsentrasi tinggi selain elemen O, Al,
dan Si, yang turut hadir. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat dengan lengkap pada tabel 4.4
Dari tabel 4.4 dan gambar 4.7, kandungan utama poliuretan adalah C sebanyak 48,43, N sebanyak 39,20, dan O sebanyak 12,37.
Tabel 4.4 Analisa Kuantitatif Poliuretan Perbandingan 20 : 4 : 6
dengan Uji SEM-EDS Perbesaran 1500 kali Element
keV Mass
Error Atom
K C K
0.277 43.78
0.07 48.43
51.7420 N K
0.392 41.32
1.53 39.20
42.6745 O K
0.525 14.90
1.28 12.37
5.5835
Gambar 4.7 Grafik Analisa Kuantitatif Kandungan Utama Poliuretan Perbandingan 20 : 4 : 6 Terhadap Range Energi dengan Uji
SEM-EDS Perbesaran 1500 kali
Acquisition Parameter Instrument : 6510LA
Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA
PHA mode : T3 Real Time : 30.60 sec
Live Time : 28.89 sec Dead Time : 5
Counting Rate: 1321 cps Energy Range : 0 - 20 keV
Universitas Sumatera Utara
4.1.6 Analisa Sifat Termal dengan Uji Diffrential Scanning Calorimeter DSC
Differential Scanning Calorimeter DSC merupakan peralatan karakterisasi
thermal material. Pada karakterisasi thermal dilihat perubahan fisik material terhadap pengaruh temperatur. Alat ini adalah salah satu metoda spektrofotometri
termal, yang merupakan metoda analisis berdasarkan perubahan temperatur yang terjadi selama proses pemanasan yang dilakukan terhadap zat. Hasil ploting kurva
yang diperoleh berupa hubungan perubahan temperatur terhadap temperatur.
Analisa termal menggunakan DSC memberikan data temperatur transisi gelas Tg, perubahan entalpi ∆H, temperatur pelelehan Tm, dan kapasitas
kalor Cp. Peralatan DSC yang digunakan menggunakan pendingin gas Nitrogen. Adanya temperatur transisi gelas Tg dapat dideteksi dengan adanya lereng
slope pada kurva, sedangkan adanya puncak endotermik menunjukkan temperatur pelelehan Tm.
Analisa menggunakan DSC menghasilkan termogram dengan puncak- puncak yang menggambarkan transisi endotermik dan eksotermik serta
menunjukkan perubahan kapasitas panas. Tetapi pada metode DSC juga diperoleh informasi kuantitatif mengenai perubahan entalpi dalam polimer.
Termogram sebagai Output dari DSC merupakan suatu plot dari energi yang dipasok terhadap temperatur rata-rata. Dengan metode ini, area dibawah
puncak dapat secara langsung dihubungkan dengan perubahan entalpi secara kuantitatif. Dalam teknik DSC terdapat dua variabel eksperimental yang akan
mempengaruhi Output DSC Polimer, yaitu berat sampel dan laju pemanasan. Kedua variabel ini tidak akan memiliki pengaruh yang besar terhadap bentuk
kurva DSC, tetapi jika jumlah sampel yang digunakan terlalu banyak akan mengakibatkan gradien temperatur dalam sampel. Sementara itu, laju pemindaian
Scanning yang tinggi akan mengakibatkan efek Thermal-lag Yulindo, Y. 2008.
Universitas Sumatera Utara
Karena poliuretan merupakan suatu polimer yang dibentuk dari tiga jenis komponen Isosianat, senyawa poliol alam, dan poliol sintetik, maka generalisasi
sifat termalnya menjadi suatu pekerjaan yang tidak mudah. Tetapi secara umum akan ditemui tiga puncak endotermik pada kurva DSC yaitu temperatur transisi
gelas untuk segmen lunak dan dua puncak untuk disosiasi segmen keras Short range
dan long range. Namun rendahnya endoterm temperatur yang terikat dalam susunan segmen keras sering kali dilaporkan untuk poliuretan dengan
bahan dasar TDI Yulindo, Y. 2008.
Gambar 4.8 Kurva Sifat Termal Poliuretan Optimum Perbandingan 20:0:10 dengan menggunakan DSC Dengan Kecepatan
10
o
Cmenit
Gambar 4.8 merupakan termogram sampel poliuretan optimum dengan perbandingan 20 : 0 : 10, dari termogram di atas diperoleh informasi temperatur
transisi gelas Tg, titik lelehnya Tm, dan perubahan entalpi ∆H.
Transisi gelas Tg merupakan indikator amorfisitas dari suatu struktur polimer. Pengukuran Tg dapat menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi tingkat
ikat silang, komposisi campuran, degradasi, dan penuaan komponen-komponen polimer. Sementara itu Titik leleh Tm merupakan indikator tingkat kristalinitas
dari suatu polimer.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Kurva Sifat Termal Poliuretan minimum Perbandingan 20:4:6 dengan menggunakan DSC Dengan Kecepatan
10
o
Cmenit
Gambar 4.9 merupakan termogram sampel poliuretan minimum dengan perbandingan 20 : 4 : 6, dari termogram di atas diperoleh informasi temperatur
transisi gelas Tg, titik lelehnya Tm, dan perubahan entalpi ∆H.
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Sifat Termal Poliuretan Optimum dan
Minimum menggunakan DSC Kurva
Poliuretan Tg
o
C Tm
o
C ∆H
Jg
o
C Optimum
50,99 85,78
129,8031 Minimum
50,22 80,53
39,6366
Dari tabel 4.5 dapat dilihat temperatur transisi gelas Tg pada poliuretan optimum dan minimum dalam
o
C 50,99 dan 50,22 dihasilkan temperatur yang hampir sama hal ini membuktikan bahwa poliuretan yang dihasilkan adalah sama.
Sedangkan untuk titik lelehnya Tm diperoleh temperatur yang menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini membuktikan bahwa poliuretan dengan titik
leleh 85,78
o
C merupakan poliuretan yang paling optimum dibandingkan dengan titik leleh 80,53
o
C yang merupakan poliuretan yang minimum, karena semakin tinggi titik leleh maka ketahanan panas yang dihasilkan semakin baik. Hal ini
dapat dibuktikan dari ∆H yang dihasilkan pada poliuretan optimum lebih tinggi
dibanding yang minimum.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Reaksi Penelitian
R’NHCO – O – CH
2
CH
2
– O – CO – NHR’NHCO
m y
OCH
3
R’ – NHCO – O – C
3
O
OCH
3 n
R’ – NHCO – O
Gambar 4.10 Struktur Kimia Poliuretan Dengan Poliol Dari Lignin
Universitas Sumatera Utara