poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, dengan Lignin. Butiran lignin tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi polimerisasi. Selain itu, terjadi
pengikatan antara permukaan butiran lignin dengan poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, Lignin. Hal ini menjadi bukti terjadi pencangkokan lignin
dengan poliuretan yang belum tercampur secara merata akibat terlalu cepat mengeras karena bereaksi dengan oksigen. Dan analisa kuantitatif permukaan
poliuretan yang paling optimum TDI : PEG 1000 : LIGNIN 20:0:10 terdapat lima elemen dalam komposisinya, kandungan utamanya adalah C
sebanyak 50,02, N sebanyak 38,88, O sebanyak 10,50, Al sebanyak 0,57, dan Si sebanyak 0,03. Hal ini mengindikasi terjadinya perubahan
kimia yang signifikan. 4.
Hasil termogram Differential Scanning Calorimeter DSC menunjukkan bahwa temperatur transisi gelas Tg pada poliuretan optimum dan minimum
dalam
o
C 50,99 dan 50,22 dihasilkan temperatur yang hampir sama hal ini membuktikan bahwa poliuretan yang dihasilkan adalah sama. Sedangkan
untuk titik lelehnya Tm diperoleh temperatur yang menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini membuktikan bahwa poliuretan dengan titik leleh
85,78
o
C merupakan poliuretan yang paling optimum dibandingkan dengan titik leleh 80,53
o
C yang merupakan poliuretan yang minimum, karena semakin tinggi titik leleh maka ketahanan panas yang dihasilkan semakin
baik.
5.2 SARAN
1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya pada pembuatan poliuretan
menggunakan poliol alam dari serbuk kayu jati menggunakan katalisator serta surfaktan untuk mempercepat reaksi pembentukan poliuretannya sehinga
menghasilkan sifat-sifat yang baik. 2.
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya pada pembuatan poliuretan sebaiknya menghindari kontak dengan udara karena isosianat dapat bereaksi
dengan oksigen di udara.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Indonesia
Kehutanan dan hasil hutan di Indonesia telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Kehutanan No. 5 tahun 1967 tanang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan
tidak berubah dalam Undang-Undang Kehutanan yang baru.
Jika rumusan hutan dalam undang-undang dicermati untuk disoroti dari sudut sumber daya ekonomi, ternyata dalam rumusan itu terdapat tiga macam
sumber daya alam, yaitu lahan, vegetasi bersama semua komponen hayatinya, serta lingkungan itu sendiri sebagai sumber daya ekonomi yang pada akhir-akhir
ini tidak boleh diabaikan. Pengembangan peran lingkungan hidup di atas sumber daya majemuk itu, misalnya untuk kepentingan tata air, pembinaan satwa liar,
wisata, ameliorsi iklim dan lain-lain memandang massa kayu dan lahan sebagai modal Wirakusumah,S.,2003.
Pulau-pulau yang tersebar luas di Indonesia ini menjadi tempat bentangan hutan hujan tropis terbesar nomor dua di dunia, yang menckup kurang lebih 109
juta hektar atau 56 persen tanah daratannya. Dari 19 jenis hutan yang telah diidentifikasi sejauh ini, hutan hijau abadi dataran rendah adalah yang paling luas,
mencakup sekitar 55 persen jumlah keseluruhan di pulau-pulau luar jawa Barber,C.V.,1999.
2.1.1 Pengelolaan Hutan
Pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara maksimal. Pada waktu masyarakat manusia belum mengenal
Universitas Sumatera Utara
hubungan komersial secara luas, hutan hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengambil bahan makanan, nabati maupun hewani, atau tempat untuk mengambil
kayu untuk membuat rumah tempat tinggal dan untuk sumber energi.
Pengelolaan hutan untuk menghasilkan kayu berkembang pesat di Negara- negara maju, khususnya Eropa Barat, Skandinavia, dan Amerika Serikat,
sepanjang abad ke-18 dan 19 sampai paruh pertama abad ke-20. System pengelolaan kebun kayu itu yang menempatkan kelestarian hasil sebagai landasan
utamanya, dikenal sebagai sistem pengelolaan hutan modern. Di jawa, sistem tersebut juga dapat terlaksana dengan sukses untuk membuat hutan tanaman jati
Simon,H.,2008.
2.1.2 Hasil Hutan Kayu
Hasil hutan kayu oleh FAO 1993 digolongkan dalam kayu industri dan kayu bakar sebagai satu-satunya hasil hutan bukan kayu industri. Di Indonesia
konsumsi hasil-hasil kayu masih sangat terbatas. Hal itu disebabkan permintaan yang tinggi terhadap kayu bulat disusul permintaan kayu gergajian dan kayu lapis
yang sangat merangsang. Tiga hasil hutan kayu di sini adalah kayu bulat, kayu gergajian, dan kayu lapis Wirakusumah,S.,2003.
2.1.3 Kayu Jati
Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi.
Di indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah fancy wood dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan ganggu rayap serta jamur dan awet mampu bertahan
hingga 500 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kayu Jati sumber : kebun-jati.blogspot.com
Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn. f. Sumarna,Y.2001.
Serbuk gergaji kayu jati mengandung komponen utama selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif kayu. Komponen kimia didalam kayu
mempunyai arti penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu juga dengan mengetahuinya kita dapat membedakan jenis kayu. Komponen kimia kayu
jati dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Komponen-komponen Kimia Kayu Jati Komponen Kimia
Kandungan
Selulosa Lignin
Pentosa Abu
Silika 45,5
29,9 14,4
1,4 0,4
Universitas Sumatera Utara
2.2 Polimer
Polimer merupakan suatu makromolekul dengan rantai panjang yang terdiri dari unit-unit yang lebih kecil yang bergabung bersama. Unit-unit yang lebih kecil ini
disebut monomer.
Polimer merupakan obyek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu dibuat pengelompokan-pengelompokan polimer menurut struktur, keadaan fisik, reaksi
terhadap lingkungan, kimiawi serta penggunaan produk akhirnya. Secara struktur pembagian polimer adalah polimer yang merupakan molekul individual, polimer
bercabang, polimer jaringan raksasa makroskopik. Secara tradisional polimerisasi telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu polimerisasi adisi dan
polimerisasi kondensasi Stevens,M.P.,2007.
Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi. Polimerisasi kondensasi melibatkan penggabungan molekul kecil-kecil, menghasilkan molekul
besar-besar melalui reaksi kondensasi atau adisi penyingkiran dalam kimia organik. Misalnya, jika campuran etanol etil alkohol dan asam etanoat asam
asetat dihasilkan, disertai penyingkiran air.
CH
3
COOH + C
2
H
5
OH CH
3
COOC
2
H
5
+ H
2
O Asam Asetat Etanol
Etiletanoat Air
Polimerisasi kondensasi umumnya melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya. Namun hal ini tidak selalu terjadi contohnya pembentukan
poliuretan dari diol glikol dan diisosianat tidak melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya.
OCN – R – NCO + HO – R’ – OH
Isosianat Diol
– CO – NH – R – NH – CO – O – R’ – O – reaksi selanjutnya
Poliuretan OCN
– R – NH – CO – O – R’ – OH
Universitas Sumatera Utara
Pada reaksi diatas, reaksi antara gugus-gugus fungsi melibatkan pengalihan hydrogen dari gugus hidroksi keatom nitrogen pada gugus
–NCO. Oleh karena rantai polimer yang dihasilkan mengandung gugus uretan,
–NH – CO – O–, polimer disebut suatu poliuretan Cowd,M.A.,1991.
Sintesa polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan
karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu
bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi. Lebih lanjut, molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer
baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah wirjosentono,B.,1995.
2.3 Lignin