BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Alat – alat yang digunakan disusun dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Alat – alat penelitian
Nama Alat Spesifikasi
Merek Gelas beaker
5000 mL Pyrex
Gelas beaker 500 mL
Pyrex Gelas beaker
250 mL Pyrex
Gelas ukur 25 mL
Pyrex
Erlenmeyer 250 mL
Pyrex Buret
25 mL Pyrex
Labu takar 250 mL
Pyrex Corong kaca
- Pyrex
Pipet tetes -
- Spatula
- -
Batang pengaduk -
- Botol aquades
- -
Kondensor -
Pyrex Kertas saring
- Whatman No. 42
Mixer -
Fisher Dyna Mix
Neraca analitis presisi ± 0.0001 g
Mettler Toledo Hot plate
30 – 600
o
C Corning PC 400 D
Oven 30
– 200
o
C Gallenkamp Plus II
Ayakan 80 mesh
- Stirer fisher scientific
- Made in USA
Universitas Sumatera Utara
Labu alas leher tiga 500 mL
Pyrex Termometer
100
o
C Fisher
Statif dan klem -
-
Fourier Transform Infrared Spectroscopy
- Shimadzu
Seperangkat alat Scanning Electron Microscopy
- Jeol Type JSM-6360 LA
Seperangkat alat Differential Scanning
Calorimeter
- -
3.2 Bahan
Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan disusun dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2 Bahan – bahan penelitian
Bahan Spesifikasi
Merek
Kayu jati
- -
Aquades
- -
Difenilmetana 4,4’-
diisosianat
p.a E. Merck
Benzena p.a
E. Merck Asam sulfat
p.a E. Merck
Etanol p.a
E. Merck Natrium hidroksida
p.a E. Merck
Asam asetat anhidrat p.a
E. Merck Piridin
p.a E. Merck
Asam klorida p.a
E. Merck Indikator universal
- Macherey-Nagel
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Reagen dan Standarisasi 3.3.1.1 Pembuatan H
2
SO
4
72
Sebanyak 185,6 mL H
2
SO
4
97 dimasukkan kedalam labu takar 250 mL kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
Universitas Sumatera Utara
3.3.1.2 Pembuatan NaOH 2 N
Ditimbang NaOH sebanyak 20 gram kemudian dilarutkan dalam aquades hingga 250 mL.
3.3.1.3 Pembuatan Indikator Fenolftalein PP 0,5
Ditimbang bubuk PP sebanyak 0,25 gram kemudian dilarutkan dalam 30 mL etanol dan 20 mL aquades.
3.3.1.4 Pembuatan HCl 2 N
Diukur sebanyak 16,7 mL HCl 37 dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
3.3.1.5 Standarisasi Larutan NaOH 2 N dengan Larutan HCl 2 N
Dipipet sebanyak 5 mL larutan NaOH 2N dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan HCl
2N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah jambu.
3.3.2 Preparasi Lignin Isolat dari Serbuk Kayu Jati Tectona Grandis L.f.
Serbuk kayu jati dikeringkan dan digiling, hasil gilingan dalam bentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh. Ekstraksi dan isolasi dilakukan dengan menggunakan
metoda Klason. Prosedur metoda Klason adalah : 1.
Menimbang 1 ± 0,1 gram contoh kayu. 2.
Mengekstraksi contoh kayu dengan etanol : benzena dengan perbandingan 1:2 selama 8 jam. Kemudian dicuci dengan etanol dan air panas lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 105ºC. 3.
Memindahkan contoh kayu kedalam gelas piala 100 ml dan menambahkan asam sulfat 72 sebanyak 15 ml. Penambahan dilakukan secara perlahan-
lahan di dalam bak perendaman sambil dilakukan pengadukan dengan batang pengaduk selama 2-3 menit.
Universitas Sumatera Utara
4. Setelah terdispersi sempurna, menutup gelas piala dengan kaca arloji dan
dibiarkan pada bak perendaman selama 45 menit dan sekali-kali dilakukan pengadukan.
5. Aqudest sebanyak 300-400 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 ml dan
contoh dipindahkan dari gelas piala secara kuantitatif. Kemudian larutan diencerkan dengan aquadest samapai volume 575 ml sehingga konsentrasi
H
2
SO
4
3. 6.
Larutan dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan selama 1 jam dengan pemanasan tetap dan dapat digunakan pendingin balik.
7. Kemudian membiarkanya sampai endapan lignin mengendap sempurna.
8. Larutan didekantasi dan endapan lignin dipindahkan secara kuantitatif
kecawan atau kertas saring yang telah diketahui beratnya. 9.
Endapan lignin dicuci sampai bebas asam dengan aquadest panas, kemudian diuji dengan kertas pH universal.
10. Cawan masir atau kertas saring beserta endapan lignin dikeringkan dalam
oven dengan suhu 105ºC. 11.
Untuk cara ini rendemen lignin dihitung dengan persamaan 3.1 dibawah ini, Rendemen Lignin =
Berat Lignin Berat kayu kering
× 100 .................................... 3.1
3.3.3 Kadar Kemurnian Lignin Metoda Klason
Ke dalam gelas piala ukuran 100 ml dimasukkan sebanyak 0,5 gram lignin yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 4 jam. Kemudian
dilarutkan dengan 15 ml H
2
SO
4
72 dengan perlahan-lahan dan sambil diaduk dengan batang pengaduk selama 2-3 menit. Menutup dengan kaca arloji dan
biarkan selama 2 jam. Hasil reaksi dipindahkan dalam labu erlenmeyer ukuran 500 ml. Diencerkan dengan aquadest sampai 400 ml, lalu direfluks selama 4 jam.
Endapan lignin yang terbentuk disaring dengan kaca masir yang terlebih dahulu ditentukan beratnya dan dicuci dengan aquadest sampai bebas asam. Sampel
dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC dan ditimbang sampai berat konstan, kadar kemurnian lignin dapat dihitung dengan persamaan 3.2 dibawah ini ;
Universitas Sumatera Utara
Kadar Lignin =
Berat Sampel Berat kering lignin
× 100 ................................................... 3.2
3.3.4 Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin
Analisis ini dilakukan terhadap isolat lignin yang diisolasi dari kayu jati. Adapun cara kerja penentuan bilangan hidroksi adalah sebagai berikut.
1. Botol tahan tekanan dan panas disiapkan seperlunya untuk penentuan blanko
dan sampel. 2.
Dipipet 20 ml reagent asetilasi yang dibuat dengan mencampurkan 127 ml asam asetat anhidrat dengan 1000 ml piridin.
3. Dua buah botol disiapkan untuk penentuan blanko dan kedalam botol lain
dimasukkan sejumlah sampel sebanyak 1 gram. 4.
Botol-botol tersebut ditutup dan dikocok hingga sampel tersebut larut. 5.
Masing-masing botol diletakkan pada posisi yang sesuai dalam penangas minyak pada suhu 98ºC selama 1 jam diusahakan minyak yang ditambahkan
dalam bath sesuai dengan tinggi permukaan larutan dalam botol. 6.
Botol – botol tersebut dikeluarkan dari bath dan dibiarkan hingga botol-botol itu dingin pada temperatur kamar.
7. Bilas dengan hati-hati larutan pada penutup botol, dibilas pada dinding flask,
sekitas 10-15ml aquadest. 8.
Pada masing-masing botol ditambahkan potongan es yang bersih hingga sekitar setengahnya.
9. Setelah selesai didinginkan, tambahkan 2-3 tetes larutan indikator PP dan
dititrasi segera dengan larutan NaOH yang terlebih dahulu distandarisasi hingga titik akhir titrasi yang ditandai oleh larutan berwarna pink.
10. Mencatat volume NaOH yang digunakan pada titrasi.
Untuk menghitung jumlah OH dari suatu resin poliol dalam sampel mengikuti persamaan 3.3 dibawah ini;
Kandungan OH =
B – A N W
× 40 ...................................................... 3.3
Universitas Sumatera Utara
dimana : A : ml NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi sampel
B : ml NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi blanko N : Normalitas NaOH
W : gram sampel yang digunakan
3.3.5 Pembuatan Poliuretan Dengan menggunakan Lignin Isolat Dari Serbuk Kayu Jati Tectona Grandis L.f.
Sebanyak 10 gram Lignin Isolat dari serbuk kayu jati dimasukkan kedalam gelas beaker 250 mL lalu ditambahkan Toluena diisosianat sebanyak 20 mL, campuran
diaduk selama 15 menit pada suhu 40
o
C. Campuran tersebut kemudian dimasukkan kedalam cetakan, dan ditempatkan kedalam Hot Compresor pada
suhu 40
o
C selama 20 menit. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dari cetakan tersebut dikeluarkan untuk di uji. Perlakuan yang sama
juga dilakukan pada pencampuran TDI : PEG 1000 : Lignin dengan variasi perbandingan bbb : 20:10:0 ; 20:8,0:2,0 ; 20:6,0;4,0 ; 20:4,0:6,0 ; 20:2,0:8,0 ;
20:0:10.
3.4 Karakterisasi Poliuretan
Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat termal dari poliuretan yaitu dengan Analisa gugus fungsi dengan uji Fourier
Transform Infrared Spectroscopy FT-IR, Analisa sifat morfologi permukaan
dengan uji Scanning Electron Microscopy SEM, Analisa sifat termal dengan uji Diffrential Scanning Calorimeter
DSC.
3.4.1 Analisa Gugus Fungsi dengan Uji Fourier Transform Infrared
Spectroscopy FT-IR
Bahan : Sampel Poliuretan
Alat : FT-IR, Laboratorium Kimia Organik FMIPA-UGM
Universitas Sumatera Utara
Cara kerja :
1. Sampel ditimbang ±1 gram.
2. Pengujian dilakukan dengan meletakkan sampel pada kaca transparan,
diusahakan menutupi seluruh permukaan kaca. 3.
Kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan gelombang
terhadap intensitas.
3.4.2 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy
SEM
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari film yang dihasilkan. Hasil analisa SEM dapat kita lihat rongga-rongga hasil pencampuran
antara Lignin Isolat, PEG 1000 dan TDI. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari seberapa baik Lignin Isolat, PEG 1000 dan TDI
bercampur.
3.4.3 Analisa Sifat Termal dengan Uji Diffrential Scanning Calorimeter
DSC.
Bahan : Sampel Poliuretan
Alat : DSC, LIPI Tangerang
Cara Kerja :
1. Ditimbang sampel dengan berat +30 mg.
2. Sampel dimasukkan ke dalam sel aluminium, kemudian dipress.
3. Sel yang telah dipress diletakkan pada posisi berdampingan dengan sel
referensi. 4.
Setelah alat dalam keadaan setimbang, perangkat analisis dioperasikan dengan temperatur -50
o
C sd 250
o
C dengan kecepatan kenaikan pemanasan 10
o
Cmenit dan gas yang digunakan adalah nitrogen. 5.
Hasil yang diperoleh yaitu berupa grafik aliran heat flow terhadap temperatur.
Universitas Sumatera Utara
1 g Serbuk Kayu
Lignin Isolat Diekstrasi dengan Etanol
: Benzena
1 :
2 selama
8 Jam
Serbuk Hasil Ekstraksi Dicuci dengan Etanol
Serbuk Kayu Siap Isolasi Ditambahkan
15 ml H
2
SO
4
72 secara perlahan
- lahan
Didiamkan selama 45
Menit Lignin Terdispersi
Diencerkan hingga H
2
SO
4
3 Dipanaskan selama
1 Jam
Didekentasi larutan Endapan Lignin
Dicuci sampai bebas asam Dikeringkan dalam oven
T =
105
o
C ;
t =
4 jam
Dibilas dengan Air Panas Dikeringkan dalam oven
T =
105 C
3.5 Bagan Penelitian
3.5.1 Proses Isolasi Lignin Isolat dari Serbuk Kayu Jati Tectona Grandis L.f
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Proses Penentuan Kadar Kemurnian Lignin
, 5
g Lignin Isolat Dilarutkan dengan
15 ml H
2
SO
4
72 Diaduk selama
2 -
3 Menit
Didiamkan selama 2
Jam Hasil Reaksi
Diencerkan dengan 400
ml Aquadest Direfluks selama
4 Jam
Endapan Lignin Disaring
Dicuci dengan aquadest hingga bebas asam Dikeringkan dalam Oven
T =
105
o
C ,
t =
4 jam
Lignin Murni
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Proses Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin
Ditambahkan 1 gram Lignin Isolat
Dikocok hingga sampel larut Diletakkan
dalam penangas
minyak T = 98°C, t = 1 jam Dikeluarkan dari penangas dan
didinginkan hingga suhu kamar Dibilas pada dinding flask
dengan 10-15 mL aquadest Ditambahkan 2-3 tetes larutan
indikator PP Dititrasi dengan NaOH 2N
Dicatat volume NaOH yang terpakai
Diletakkan dalam penangas minyak T = 98°C, t = 1 jam
Dikeluarkan dari penangas dan didinginkan hingga suhu
kamar Dibilas pada dinding flask
dengan 10-15 mL aquadest Ditambahkan 2-3 tetes larutan
indikator PP Dititrasi dengan NaOH 2N
Dicatat volume NaOH yang terpakai
Dimasukkan ke dalam botol 20 mL Reagen Asetilasi
Botol 1 Botol 2
Hasil Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.5.4 Proses Pembuatan Poliuretan Dengan Menggunakan Lignin Isolat Dari Serbuk Kayu Jati Tectona Grandis L.f.
Dimasukkan kedalam gelas beaker Ditambahkan 8 gram PEG 1000
Ditambahkan Toluena Diisosianat sebanyak 20 gram Diaduk selama 15 menit pada suhu 40
o
C
Dimasukkan kedalam cetakan Dipress dan dipanaskan T = 40
o
C, t = 20 menit
Dikarakterisasi
Catatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran TDI : PEG 1000 : Lignin
dengan variasi perbandingan bbb : 20:10:0 ; 20:8,0:2,0 ; 20:6,0;4,0 ; 20:4,0:6,0 ; 20:2,0:8,0 ; 20:0:10.
2 gram Lignin Isolat
Poliuretan
Hasil
Uji SEM Uji DSC
Uji FT-IR
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Isolasi Lignin dari Serbuk Kayu Jati
Kayu Jati yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ciri umum yaitu : kayu dengan serat dan tekstur paling indah, karakteristiknya yang stabil, kuat dan tahan
lama membuat kayu ini menjadi pilihan utama sebagai material bahan bangunan. Kayu jati memiliki serat yang halus dengan warna kayu mula-mula sawo kelabu
dan memiliki asah yang lurus. Kayu Jati tersebut sebelum dilakukan isolasi dengan menggunakan metoda klason SII.0528-81 dan 1293-58 terlebih dahulu
dibubukkan dengan ukuran 80 mesh.
4.1.2 Rendemen Lignin Isolat dan Kadar Lignin Murni
Dalam penelitian ini, serbuk Kayu Jati diekstraksi dan diisolasi menggunakan metoda klason sehingga diperoleh rendemen lignin isolat sebagai sumber poliol
sebanyak 23,84 sedangkan berdasarkan analisa komponen kayu jati yang dilaporkan memiliki rendemen sekitar 29,9 . Menurut Wijaya,M. 2009
Perbedaan rendemen lignin isolat ini dapat disebabkan oleh perbedaan penggunaan bahan baku, jenis larutan dan proses pemisahan. Selain itu dapat juga
disebabkan adanya sebagian lignin terlarut dalam pelarut H
2
SO
4
72 . Pemisahan lignin dari komponen selulosa, hemiselulosa, serta senyawa organik lainnya
berlangsung selama 45 menit, karena pemisahan yang lama akan mengakibatkan lignin menjadi hitam teroksidasi, sehingga tidak dapat dibedakan antara lignin
dan komponen yang terkandung dalam serbuk kayu jati selama proses isolasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil isolasi lignin tersebut akan diperoleh kadar lignin murni sebesar 86. Hasil isolasi ini dipengaruhi oleh adanya lignin yang terlarut oleh H
2
SO
4
72 selama proses isolasi berlangsung. Sekitar 10-20 lignin kayu jati akan terlarut karena terjadinya perubahan struktur akibat kondensasi lignin dengan
asam. Dengan demikian sukar untuk memperoleh kadar kemurnian lignin dalam jumlah yang tinggi dari isolasi serbuk kayu jati.
4.1.3 Analisa Bilangan Hidroksi Pada Lignin
Analisa lain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisa bilangan hidroksi pada lignin. Analisa ini dilakukan untuk menghitung jumlah OH dari suatu resin
poliol dalam sampel lignin isolat yang telah diisolasi sebelumnya. Adapun hasil dari analisa bilangan hidroksi yang didapat tersebut adalah sebesar 560 mmolgr.
4.1.4 Analisa Gugus
Fungsi dengan
Fourier Transform
Infrared Spectroscopy
Analisa dengan menggunakan spektrum infra merah ini dilakukan untuk menentukan perubahan gugus fungsi yang dialami oleh lignin isolat yang
dihasilkan. Terjadinya perubahan gugus fungsi yang dialami lignin isolat yang direaksikan dengan TDI menandakan bahwasanya telah terjadi interaksi kimia
antara lignin isolat dengan TDI dan juga dengan penambahan Polietilen Glikol sehingga memiliki sifat termal yang baik pada pembuatan poliuretan sebagai
perekat alam.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4.1 Analisa FT-IR Pada Lignin Isolat Dari Serbuk Kayu Jati
Gambar 4.1 Spektrum FTIR Lignin Isolat dari Serbuk Kayu Jati
Analisa dengan spektrum infra merah ini dilakukan dengan cara mengamati frekuensi-frekuensi yang khas dari gugus fungsi spektra FTIR pada
sampel lignin isolat. Hasil spektra FTIR yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1. Bilangan gelombang FTIR lignin isolat dapat dilihat pada table 4.1.
Tabel 4.1 Pita Serapan FTIR Lignin Isolat dari Kayu Serbuk Kayu Jati Sampel
Kedudukan cm
-1
Pita serapan asal
Lignin Isolat dari Serbuk Kayu Jati
3450-3400 Rentangan OH
2940-2820 Rentangan metil dan metilen
1715-1710 Rentangan C=O tak
terkonjugasi 1675-1660
Rentangan C=O terkonjugasi 1605-1600
Vibrasi cincin aromatik 1515-1505
Vibrasi cincin aromatik 1470-1460
Deformasi C-H asimetri 1430-1425
Vibrasi cincin aromatik 1330-1325
Vibrasi cincin siringil 1270-1275
Vibrasi cincin quaiasil 1085-1030
Deformasi C-H
2
C-O
Universitas Sumatera Utara
Pita serapan infra merah lignin isolat menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm
-1
yang merupakan serapan khas dari rentangan OH, pada bilangan gelombang 2931,8 cm
-1
merupakan serapan khas rentangan metil dan metilen, pada daerah bilangan gelombang 1620,21 cm
-1
dan 1512,19 cm
-1
menunjukkan vibrasi cincin aromatic, dan pada daerah bilangan gelombang 1211,30 cm
-1
dan 1111,00 cm
-1
menunjukkan vibrasi cincin quaiasil.
Berdasarkan analisa FTIR diatas, dapat menunjukkan bahwa lignin isolat yang dihasilkan pada ekstraksi dan isolasi serbuk kayu jati menggunakan metoda
klason merupakan suatu poliol. Sehingga poliol yang berupa lignin isolat dari serbuk kayu jati ini telah dapat direaksikan dengan isosianat untuk meningkatkan
sifat pengikat.
4.1.4.2 Analisa FTIR Pembuatan Poliuretan
Gambar 4.2 Spektrum FTIR Poliuretan Pada Perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20:0:10
Hasil spektra FTIR yang dihasilkan pada pembuatan poliuretan pada perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20:0:10 dapat dilihat pada gambar 4.2
dan bilangan gelombang FTIR lignin isolat dapat dilihat pada table 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Pita Serapan FTIR Poliuretan Sampel
Kedudukan cm
-1
Pita serapan asal
Poliuretan 3295-3280
Gugus N-H terikat 2940-2820
Rentangan metil dan metilen 1715-1710
Rentangan C=O tak terkonjugasi 1675-1660
Rentangan C=O terkonjugasi 1605-1600
Vibrasi cincin aromatik 1515-1505
Gugus amida CO-NR 1470-1460
Deformasi C-H asimetri 1430-1425
Vibrasi cincin aromatik 1330-1325
Vibrasi cincin siringil 1270-1275
Vibrasi cincin quaiasil 1085-1030
Deformasi C-H
2
C-O Identifikasi terhadap FTIR tersebut menunjukkan pita serapan pada
3309,85 cm
-1
yang merupakan daerah ulur gugus N-H terikat, 1651,07 cm
-1
dan 1597,06 cm
-1
merupakan vibrasi cincin aromatik, 2924,09 cm
-1
merupakan rentangan metil dan metilen, 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan deformasi dari gugus C-O, 2276,00 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, Puncak serapan OH yang lemah masih tampak pada bilangan gelombang 3749,62 cm
-1
menunjukkan masih adanya poliol yang belum habis bereaksi dengan isosianat. Hal ini dapat disebabkan karena
reaksi antara TDI dan poliol terlalu cepat dihentikan pada suhu kamar atau dapat dimungkinkan karena jumlah poliol yang tersedia jauh lebih banyak gugusnya
dibandingkan gugus isosianat yang tersedia.
Penelitian sebelumnya pembuatan poliuretan dengan mereaksikan MDI dengan PEG 1000 dan Poliol dari Minyak Jarak juga menghasilkan spektrum
yang tidak jauh berbeda. Dimana, pada bilangan gelombang 3419,78 cm
-1
merupakan gugus N-H dan pada bilangan gelombang 2277,90 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, 1307,62 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1167,71 cm
-1
merupakan puncak serapan gugus C-O, membuktikan bahwa telah terbentuknya gugus uretan Lase, E. 2009.
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis dari reaksi polimerisasi TDI : PEG 1000 : LIGNIN dalam lampiran B.2-B.7 pada semua
Universitas Sumatera Utara
perbandingan menunjukkan pita serapan pada daerah yang hampir sama terutama pada daerah pita serapan karakteristik. Spektrum polimerisasi poliuretan pada
perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20 : 0 : 10 menunjukkan spektrum yang paling optimum dibanding spektrum yang lainnya. Pada spektrum ini puncak
gugus OH hampir tidak tampak lagi dibandingkan pada spektrum poliuretan yang lainnya berarti telah hampir habis bereaksi dengan isosianat, Dari penampilan
spektrum FTIR pada bilangan gelombang 3309,85 cm
-1
merupakan serapan puncak gugus N-H yang lebih tajam dibandingkan spektrum yang lainnya dan
pada gelombang 2276,00 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan deformasi dari gugus C-O. membuktikan bahwa telah terbentuknya poliuretan.
Gambar 4.3 Spektrum FTIR Poliuretan Pada Perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20:4,0:6,0
Sedangkan Spektrum polimerisasi poliuretan pada perbandingan TDI : PEG 1000 : LIGNIN = 20 : 4,0 : 6,0 gambar 4.3 menunjukkan spektrum yang
paling minimum dibanding spektrum yang lainnya. Pada spektrum ini serapan puncak gugus N-H tidak tampak sama sekali hal ini menunjukkan bahwa pada
reaksi polimerisasi poliuretan hampir tidak terbentuk, bilangan gelombang 2276,00 cm
-1
yang merupakan puncak C=O dari NCO juga terlihat tidak begitu tajam dibandingkan yang lainnya, pada bilangan gelombang 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan
Universitas Sumatera Utara
deformasi dari gugus C-O yang membuktikan bahwa terbentuknya poliuretan juga terlihat sangat lemah bahkan hampir tidak terlihat puncak serapannya. Hal ini
dapat disebabkan karena reaksi antara TDI dan poliol terlalu cepat dihentikan pada suhu kamar dan juga akibat bereaksinya isosianat dengan oksigen.
4.1.5 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive Spectroscopy SEM-EDS
Hasil dari analisa SEM-EDS dapat memberikan informasi tentang bentuk dan perubahan permukaan dari suatu bahan yang diuji. SEM adalah sebuah
instrumen berkekuatan besar dan sangat handal yang dipadukan dengan EDS sehingga dapat digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasi struktur
terkecil benda-benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen, sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat
fisis, kimia maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk.
EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah
ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak
tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping pemetaan elemen dengan memberikan warna
berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan. Pada
prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan
energi. Energi yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan, dan diserap serta diubah menjadi gelombang elektron yang dapat di tangkap dan dibaca
hasilnya pada foto SEM-EDS.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan Perbandingan 20:0:10 Dengan Perbesaran 1500 kali
Gambar 4.4 adalah Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan hasil reaksi Toluena Diisosianat TDI, Polietilen Glikol, dan lignin isolat sebagai sumber
poliol Perbandingan 20:0:10 dengan perbesaran 1500 kali menunjukkan bahwa permukaan dari poliuretan tersebut yang tidak rata akibat adanya butiran lignin
isolat serbuk kayu jati yang terdispersi dalam poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, dengan Lignin. Butiran lignin tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi
polimerisasi. Selain itu, terjadi pengikatan antara permukaan butiran lignin dengan poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, Lignin. Hal ini menjadi bukti
terjadi pencangkokan lignin dengan poliuretan yang belum tercampur secara merata akibat terlalu cepat mengeras karena bereaksi dengan oksigen.
Hasil penelitian sebelumnya menurut Rohaeti, E 2005 juga menghasilkan foto SEM yang hampir sama, dimana pati yang berperan sebagai
sumber –OH yang direaksikan dengan MDI menunjukkan adanya butiran pati
yang terdispersi dalam poliuretan dan butiran pati tersebut tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi polimerisasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Dari foto SEM-EDS dapat dianalisa mikrostruktur dan analisa kuantitatif permukaan spesimen. Mikrostruktur poliuretan bersama komposisi kimia
permukaan diperoleh dengan serentak, selanjutnya dibaca dalam bentuk grafik. Terdapat dua elemen yang mendominasi dalam komposisi poliuretan hal ini
terlihat pada gambar 4.5 dimana banyak mengandung elemen C, dan N. Elemen- elemen ini adalah elemen utama dan berkonsentrasi tinggi selain elemen O, Al,
dan Si, yang turut hadir. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat dengan lengkap pada tabel 4.3
Dari tabel 4.3 dan gambar 4.5, kandungan utama poliuretan adalah C sebanyak 50,02, N sebanyak 38,88, O sebanyak 10,50, Al sebanyak 0,57,
dan Si sebanyak 0,03.
Tabel 4.3 Analisa Kuantitatif Poliuretan Perbandingan 20 : 0 : 10
dengan Uji SEM-EDS Perbesaran 1500 kali Element
keV Mass
Error Atom
K C K
0.277 45.18
0.07 50.02
52.0669 N K
0.392 40.96
1.63 38.88
41.4980 O K
0.525 12.64
1.31 10.50
4.8174 Al K
1.486 1.16
0.18 0.57
1.5355 Si K
1.739 0.05
0.18 0.03
0.0823
Gambar 4.5 Grafik Analisa Kuantitatif Kandungan Utama Poliuretan Perbandingan 20 : 0 : 10 Terhadap Range Energi dengan Uji
SEM-EDS Perbesaran 1500 kali
Acquisition Parameter Instrument : 6510LA
Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA
PHA mode : T3 Real Time : 34.73 sec
Live Time : 30.00 sec Dead Time : 13
Counting Rate: 3301 cps Energy Range : 0 - 20 keV
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan Perbandingan 20:4:6 Dengan Perbesaran 1500 kali
Gambar 4.6 adalah Hasil Foto SEM-EDS Dari Poliuretan hasil reaksi Toluena Diisosianat TDI, Polietilen Glikol, dan lignin isolat sebagai sumber
poliol Perbandingan 20:4:6 dengan perbesaran 1500 kali menunjukkan bahwa permukaan dari poliuretan tersebut yang kurang merata akibat masih adanya
butiran lignin isolat serbuk kayu jati yang terdispersi dalam poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, dengan Lignin. Butiran lignin tidak mengalami destrukturisasi
selama reaksi polimerisasi. Selain itu, terjadi pengikatan antara permukaan butiran lignin dengan poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, Lignin. Hal ini menjadi
bukti terjadi pencangkokan lignin dengan poliuretan yang belum tercampur secara merata akibat terlalu cepat mengeras dan karena bereaksi dengan oksigen.
Hasil penelitian sebelumnya menurut Rohaeti, E 2005 juga menghasilkan foto SEM yang hampir sama, dimana pati yang berperan sebagai
sumber –OH yang direaksikan dengan MDI menunjukkan adanya butiran pati
yang terdispersi dalam poliuretan dan butiran pati tersebut tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi polimerisasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Dari foto SEM-EDS dapat dianalisa mikrostruktur dan analisa kuantitatif permukaan spesimen. Mikrostruktur poliuretan bersama komposisi kimia
permukaan diperoleh dengan serentak, selanjutnya dibaca dalam bentuk grafik. Terdapat dua elemen yang mendominasi dalam komposisi poliuretan hal ini
terlihat pada gambar 4.7 dimana banyak mengandung elemen C, dan N. Elemen- elemen ini adalah elemen utama dan berkonsentrasi tinggi selain elemen O, Al,
dan Si, yang turut hadir. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat dengan lengkap pada tabel 4.4
Dari tabel 4.4 dan gambar 4.7, kandungan utama poliuretan adalah C sebanyak 48,43, N sebanyak 39,20, dan O sebanyak 12,37.
Tabel 4.4 Analisa Kuantitatif Poliuretan Perbandingan 20 : 4 : 6
dengan Uji SEM-EDS Perbesaran 1500 kali Element
keV Mass
Error Atom
K C K
0.277 43.78
0.07 48.43
51.7420 N K
0.392 41.32
1.53 39.20
42.6745 O K
0.525 14.90
1.28 12.37
5.5835
Gambar 4.7 Grafik Analisa Kuantitatif Kandungan Utama Poliuretan Perbandingan 20 : 4 : 6 Terhadap Range Energi dengan Uji
SEM-EDS Perbesaran 1500 kali
Acquisition Parameter Instrument : 6510LA
Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA
PHA mode : T3 Real Time : 30.60 sec
Live Time : 28.89 sec Dead Time : 5
Counting Rate: 1321 cps Energy Range : 0 - 20 keV
Universitas Sumatera Utara
4.1.6 Analisa Sifat Termal dengan Uji Diffrential Scanning Calorimeter DSC
Differential Scanning Calorimeter DSC merupakan peralatan karakterisasi
thermal material. Pada karakterisasi thermal dilihat perubahan fisik material terhadap pengaruh temperatur. Alat ini adalah salah satu metoda spektrofotometri
termal, yang merupakan metoda analisis berdasarkan perubahan temperatur yang terjadi selama proses pemanasan yang dilakukan terhadap zat. Hasil ploting kurva
yang diperoleh berupa hubungan perubahan temperatur terhadap temperatur.
Analisa termal menggunakan DSC memberikan data temperatur transisi gelas Tg, perubahan entalpi ∆H, temperatur pelelehan Tm, dan kapasitas
kalor Cp. Peralatan DSC yang digunakan menggunakan pendingin gas Nitrogen. Adanya temperatur transisi gelas Tg dapat dideteksi dengan adanya lereng
slope pada kurva, sedangkan adanya puncak endotermik menunjukkan temperatur pelelehan Tm.
Analisa menggunakan DSC menghasilkan termogram dengan puncak- puncak yang menggambarkan transisi endotermik dan eksotermik serta
menunjukkan perubahan kapasitas panas. Tetapi pada metode DSC juga diperoleh informasi kuantitatif mengenai perubahan entalpi dalam polimer.
Termogram sebagai Output dari DSC merupakan suatu plot dari energi yang dipasok terhadap temperatur rata-rata. Dengan metode ini, area dibawah
puncak dapat secara langsung dihubungkan dengan perubahan entalpi secara kuantitatif. Dalam teknik DSC terdapat dua variabel eksperimental yang akan
mempengaruhi Output DSC Polimer, yaitu berat sampel dan laju pemanasan. Kedua variabel ini tidak akan memiliki pengaruh yang besar terhadap bentuk
kurva DSC, tetapi jika jumlah sampel yang digunakan terlalu banyak akan mengakibatkan gradien temperatur dalam sampel. Sementara itu, laju pemindaian
Scanning yang tinggi akan mengakibatkan efek Thermal-lag Yulindo, Y. 2008.
Universitas Sumatera Utara
Karena poliuretan merupakan suatu polimer yang dibentuk dari tiga jenis komponen Isosianat, senyawa poliol alam, dan poliol sintetik, maka generalisasi
sifat termalnya menjadi suatu pekerjaan yang tidak mudah. Tetapi secara umum akan ditemui tiga puncak endotermik pada kurva DSC yaitu temperatur transisi
gelas untuk segmen lunak dan dua puncak untuk disosiasi segmen keras Short range
dan long range. Namun rendahnya endoterm temperatur yang terikat dalam susunan segmen keras sering kali dilaporkan untuk poliuretan dengan
bahan dasar TDI Yulindo, Y. 2008.
Gambar 4.8 Kurva Sifat Termal Poliuretan Optimum Perbandingan 20:0:10 dengan menggunakan DSC Dengan Kecepatan
10
o
Cmenit
Gambar 4.8 merupakan termogram sampel poliuretan optimum dengan perbandingan 20 : 0 : 10, dari termogram di atas diperoleh informasi temperatur
transisi gelas Tg, titik lelehnya Tm, dan perubahan entalpi ∆H.
Transisi gelas Tg merupakan indikator amorfisitas dari suatu struktur polimer. Pengukuran Tg dapat menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi tingkat
ikat silang, komposisi campuran, degradasi, dan penuaan komponen-komponen polimer. Sementara itu Titik leleh Tm merupakan indikator tingkat kristalinitas
dari suatu polimer.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Kurva Sifat Termal Poliuretan minimum Perbandingan 20:4:6 dengan menggunakan DSC Dengan Kecepatan
10
o
Cmenit
Gambar 4.9 merupakan termogram sampel poliuretan minimum dengan perbandingan 20 : 4 : 6, dari termogram di atas diperoleh informasi temperatur
transisi gelas Tg, titik lelehnya Tm, dan perubahan entalpi ∆H.
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Sifat Termal Poliuretan Optimum dan
Minimum menggunakan DSC Kurva
Poliuretan Tg
o
C Tm
o
C ∆H
Jg
o
C Optimum
50,99 85,78
129,8031 Minimum
50,22 80,53
39,6366
Dari tabel 4.5 dapat dilihat temperatur transisi gelas Tg pada poliuretan optimum dan minimum dalam
o
C 50,99 dan 50,22 dihasilkan temperatur yang hampir sama hal ini membuktikan bahwa poliuretan yang dihasilkan adalah sama.
Sedangkan untuk titik lelehnya Tm diperoleh temperatur yang menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini membuktikan bahwa poliuretan dengan titik
leleh 85,78
o
C merupakan poliuretan yang paling optimum dibandingkan dengan titik leleh 80,53
o
C yang merupakan poliuretan yang minimum, karena semakin tinggi titik leleh maka ketahanan panas yang dihasilkan semakin baik. Hal ini
dapat dibuktikan dari ∆H yang dihasilkan pada poliuretan optimum lebih tinggi
dibanding yang minimum.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Reaksi Penelitian
R’NHCO – O – CH
2
CH
2
– O – CO – NHR’NHCO
m y
OCH
3
R’ – NHCO – O – C
3
O
OCH
3 n
R’ – NHCO – O
Gambar 4.10 Struktur Kimia Poliuretan Dengan Poliol Dari Lignin
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan poliuretan alam melalui polimerisasi Toluena diisosianat TDI dengan Lignin Isolat dari serbuk
kayu jati Tectona Grandis L.f dan Polietilen glikol, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Lignin isolat hasil isolasi dari serbuk kayu jati Tectona Grandis L.f
memiliki rendemen 23,84, kemurnian lignin sebesar 86 dan memiliki bilangan hidroksi 560 mmolgr.
2. Hasil analisa hasil FTIR pada pembuatan poliuretan pada seluruh
perbandingan menunjukan pita serapan pada daerah yang hampir sama terutama pada daerah pita serapan karakteristik. interaksi kimia yang baik
dimana ditemukan spektrum serapan yang khas yaitu spektrum poliuretan menunjukkan bahwa ciri khas terbentuknya poliuretan dapat dilihat pada
spektrum FTIR pada bilangan gelombang 3309,85 cm
-1
merupakan serapan puncak gugus N-H yang lebih tajam dibandingkan spektrum yang lainnya dan
pada gelombang 2276,00 cm
-1
merupakan puncak C=O dari NCO, 1381,03 cm
-1
dan 1296,16 cm
-1
merupakan puncak serapan C-N, 1219,01 cm
-1
merupakan deformasi dari gugus C-O. membuktikan bahwa telah terbentuknya poliuretan.
3. Hasil analisa morfologi permukaan diperoleh hasil foto SEM-EDS dari
Poliuretan hasil reaksi Toluena Diisosianat TDI, Poli Etilen glikol, dan lignin isolat sebagai sumber poliol dengan perbesaran 1500 kali
menunjukkan bahwa permukaan dari poliuretan tersebut yang tidak rata akibat adanya butiran lignin isolat serbuk kayu jati yang terdispersi dalam
Universitas Sumatera Utara
poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, dengan Lignin. Butiran lignin tidak mengalami destrukturisasi selama reaksi polimerisasi. Selain itu, terjadi
pengikatan antara permukaan butiran lignin dengan poliuretan hasil reaksi antara TDI, PEG, Lignin. Hal ini menjadi bukti terjadi pencangkokan lignin
dengan poliuretan yang belum tercampur secara merata akibat terlalu cepat mengeras karena bereaksi dengan oksigen. Dan analisa kuantitatif permukaan
poliuretan yang paling optimum TDI : PEG 1000 : LIGNIN 20:0:10 terdapat lima elemen dalam komposisinya, kandungan utamanya adalah C
sebanyak 50,02, N sebanyak 38,88, O sebanyak 10,50, Al sebanyak 0,57, dan Si sebanyak 0,03. Hal ini mengindikasi terjadinya perubahan
kimia yang signifikan. 4.
Hasil termogram Differential Scanning Calorimeter DSC menunjukkan bahwa temperatur transisi gelas Tg pada poliuretan optimum dan minimum
dalam
o
C 50,99 dan 50,22 dihasilkan temperatur yang hampir sama hal ini membuktikan bahwa poliuretan yang dihasilkan adalah sama. Sedangkan
untuk titik lelehnya Tm diperoleh temperatur yang menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini membuktikan bahwa poliuretan dengan titik leleh
85,78
o
C merupakan poliuretan yang paling optimum dibandingkan dengan titik leleh 80,53
o
C yang merupakan poliuretan yang minimum, karena semakin tinggi titik leleh maka ketahanan panas yang dihasilkan semakin
baik.
5.2 SARAN