Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Subjek Penelitian Teknik Sampling

commit to user xiv

B. Perumusan Masalah

Adakah korelasi antara kejadian leukosituria dan volume prostat penderita pembesaran prostat jinak pada pemeriksaan ultrasonografi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara kejadian leukosituria dan volume prostat penderita pembesaran prostat jinak pada pemeriksaan ultrasonografi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui korelasi antara kejadian leukosituria dan volume prostat penderita pembesaran prostat jinak pada pemeriksaan ultrasonografi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dokter dan pasien dalam pemilihan terapi umtuk pasien BPH. commit to user xv BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kelenjar Prostat

a. Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik dilapisi kapsul fibromuskuler yang terletak di inferior kandung kemih, mengelilingi bagian proksimal uretra urethra pars prostatica dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram Dwindra dan Israr, 2008. Karena berat jenis jaringan prostat 1,05 grammL maka volume dalam mL dapat disamakan dengan berat kelenjar prostat dalam gram Bapat, et al., 2006; Peterson, 2008. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus: lobus medius, 2 lobus lateralis, lobus anterior, dan lobus posterior Dwindra dan Israr, 2008. BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak terjadi pada bagian posterior lobus medius lobus posterior yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan karsinoma prostat. Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005. Prostat mendapat aliran darah dari percabangan arteri pudenda interna, arteri vesicalis inferior dan arteri rectalis media. Pembuluh ini commit to user xvi bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala- jala kapiler dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaca interna dan nodus sacralis. Persarafan prostat berasal dari plexus hypogastricus inferior dan membentuk plexus prostaticus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah Dwindar dan Israr, 2008.

b. Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan cairan vagina yang asam, suatu fungsi penting karena sperma lebih dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang sedikit basa. Prostat juga menghasilkan enzim-enzim pembekuan dan fibrinolisin. Enzim-enzim pembekuan prostat membekukan semen sehingga sperma yang diejakulasikan tetap tertahan di saluran reproduksi wanita saat penis ditarik keluar. Segera setelah itu, bekuan seminal diuraikan oleh commit to user xvii fibrinolisin sehingga sperma motil yang dikeluarkan dapat bebas bergerak di dalam saluran reproduksi wanita Sherwood, 2001.

2. Pembesaran Prostat Jinak

a. Definisi

Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hypertrophy BPH adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa Wilson dan Hillegas, 2005.

b. Faktor Risiko

Tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai korelasi antara faktor- faktor lain selain usia dalam peningkatan kejadian BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan prostatektomi, namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakit- penyakit lain serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan kejadian BPH Dwindra dan Israr, 2008.

c. Etiopatogenesis

Penyebab BPH belum jelas. Beberapa yang teori telah dikemukakan di antaranya: commit to user xviii 1 Teori DHT dihidrotestosteron: testosteron dengan bantuan enzim 5- α-reductase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. 2 Teori reawakening, yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa embriologik jaringan periuretral tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. 3 Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. 4 Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor EGF danatau fibroblast growth factor FGF danatau adanya commit to user xix penurunan ekspresi transforming growth factor- b TGF-b, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat Argie, 2008. Namun demikian, diyakini ada dua faktor penting penyebab terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron DHT dan proses penuaan. Dihidrotestosteron yang berasal dari testosteron dengan bantuan enzim 5- α-reductase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dihidrotestosteron. Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk kompleks DHT-reseptor yang kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA dan merangsang sintesis protein sehingga terjadi proliferasi sel. Dengan bertambahnya umur terdapat gangguan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen. Diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen hiperestrinisme secara relatif. Estrogen diketahui mempengaruhi prostat bagian dalam bagian tengah, lobus lateralis, dan lobus medius hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hiperplasia Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen urethra pars prostatica dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam kandung kemih. Untuk dapat mengeluarkan urine, kandung kemih harus berkontraksi lebih commit to user xx kuat guna melawan tekanan tersebut. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari kandung kemih berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel kandung kemih. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada kandung kemih dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala- gejala prostatismus Dwindra dan Israr, 2008. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Tekanan di dalam kandung kemih yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal Irga, 2010. Proses kerusakan ginjal dipercepat apabila terjadi infeksi Sjamsuhidajat, 2005. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk urolithiasis di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria Sjamsuhidajat, 2005. commit to user xxi Infeksi saluran kemih dapat timbul sebagai komplikasi ataupun mempercepat terjadinya retensi urine Muruganandham, Dubey, dan Kapoor, 2007. BPH juga mungkin berhubungan dengan disfungsi seksual Tang dan Yang, 2009.

d. Gejala dan Tanda

Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok: 1 Gejala obstruktif Terjadi karena penyempitan uretra pars prostatica karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus Sjamsuhidajat, 2005. Gejala obstruktif BPH terdiri dari pancaran melemah poor stream, harus menunggu lama pada permulaan miksi hesistency, miksi terputus-putus intermittency, harus mengejan saat buang air kecil straining, menetes pada akhir miksi terminal dribbling, dan rasa belum puas setelah miksi incomplete emptying Argie, 2008. Obstruksi saluran kemih pada BPH menyebabkan terjadinya retensi urine akut. Retensi urine akut ditemukan pada hampir sepertiga penderita BPH yang menjalani terapi bedah Muruganandham, Dubey, dan Kapoor, 2007. commit to user xxii 2 Gejala iritatif Disebabkan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi atau karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh Sjamsuhidajat, 2005. Gejala iritatif terdiri dari sering miksi frequency, miksi sulit ditahan urgency, buang air kecil malam hari lebih dari satu kali nocturia, dan nyeri saat miksi disuria Argie, 2008. Kumpulan gejala yang ditandai dengan gejala obstruktif dan iritatif pada saluran kemih disebut Lower Urinary Tract Symptoms LUTS As’ari, et al., 2008. Lebih dari 50 pria berusia di atas 50 tahun mengalami sebagai manifestasi klinis dari BPH Nickel, 2008. Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran prostat pada pemeriksaan colok duburDigital Rectal Examination DRE. Ukuran dan konsistensi prostat perlu diketahui, walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan derajat obstruksi Argie, 2008.

e. Klasifikasi

Pembesaran prostat jinak terbagi dalam empat derajat berdasarkan gambaran klinisnya. 1 Derajat I: pada colok dubur didapatkan penonjolan prostat dengan batas atas mudah diraba. Sisa volume urine 50 mL. commit to user xxiii 2 Derajat II: pada colok dubur didapatkan penonjolan prostat jelas dengan batas atas dapat dicapai. Sisa volume urine 50-100 mL. 3 Derajat III: pada colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba. Sisa volume urine 100 mL. 4 Derajat IV: terdapat retensi urine total Sjamsuhidajat, 2005.

f. Penegakan Diagnosis

Diagnosis BPH dapat ditegakkan melalui: 1 Anamnesis Dilakukan untuk menilai gejala obstruktif dan gejala iritatif. 2 Pemeriksaan fisik Colok dubur atau Digital Rectal Examination DRE merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, di samping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi kandung kemih. Dari pemeriksaan colok dubur dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda keganasan prostat Hardjowijoto dan Taher, 2003. 3 Pemeriksaan pencitraan a Ultrasonografi transabdominal Menilai saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan ini lebih akurat dibandingkan urografi intravena untuk menilai residu urine. b Ultrasonografi transrektal commit to user xxiv Pemindaian dilakukan setelah pemasangan transduser ke dalam rektum untuk menilai ukuran dan adanya massa yang terlokalisasi. Perbedaan penyakit yang jinak dan ganas dapat dengan jelas dibuat tanpa biopsi untuk analisis histologis Patel, 2007. 4 Pemeriksaan pancaran urine atau flow rate Dapat dilakukan dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung mLdetik atau dengan alat uroflowmetre yaitu pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pada pasien BPH tampak laju pancaran urine berkurang. Hasil pemeriksaan pancaran urin tidak spesifik menunjukkan penyebab kelainannya. Pancaran urine yang lemah dapat disebabkan oleh obstruksi saluran kemih atau kelemahan otot detrusor Hardjowijoto dan Taher, 2003. 5 Mengukur volume residu urine Residu urine atau Post Voiding Residual Urine PVR adalah sisa urine yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah miksi. Jumlah residu urine pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL. Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan secara invasif dengan kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non-invasif dengan mengukur sisa urine melalui USG. Pengukuran melalui kateterisasi lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak mengenakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, dan commit to user xxv menimbulkan infeksi saluran kemih. Peningkatan volume residu urine tidak selalu menunjukkan beratnya obstruksi. Namun, bagaimanapun adanya residu urine menunjukkan telah terjadi gangguan miksi Hardjowijoto dan Taher, 2003 .

g. Penatalaksanaan

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, di mana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan dapat dengan hanya dilakukan watchful waiting, yaitu observasi saja tanpa pengobatan. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar mengurangi nokturia, menghindari obat-obat parasympatholytic misalnya dekongestan, mengurangi kopi, dan melarang meminum minuman beralkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa gejala, pancaran urin, dan TRUS. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan Argie, 2008. Terapi medika mentosa terdiri dari penghambat adrenergik, fitoterapi, dan hormonal. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi. Indikasi absolut dilakukan operasi adalah retensi urine berat retensi urine yang gagal dengan pemasangan kateter urine sedikitnya satu kali, infeksi saluran kencing berulan, gross hematuria berulang, batu kandung kemih, insufisiensi ginjal, dan diverticula kandung kemih Dwindra dan Israr, 2008. commit to user xxvi

3. Ultrasonografi

a. Pengertian

Ultrasonografi USG merupakan salah satu imaging diagnostic pencitraan diagnostik untuk pemeriksaan alat-alat tubuh, di mana pemeriksa dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan sekitarnya Boer, 2005. Ultrasonografi menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi 1-10 MHz, yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada transduser Patel, 2007.

b. Cara Kerja USG

Transduser bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima gelombang suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik oleh transduser, yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh yang dipelajari. Sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat terus menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam eko pantulan gelombang ultrasonik sesuai dengan jaringan yang dilaluinya. Pantulan eko yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan membentur transduser, dan kemudian diubah menjadi pulsa listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar osiloskop. Dengan demikian, bila transduser digerakkan seolah-olah commit to user xxvii pemeriksa melakukan irisan-irisan pada bagian tubuh yang diinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat pada monitor. Masing-masing jaringan tubuh mempunyai hambatan akustik tertentu. Dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam- macam eko, jaringan tersebut dikatakan ekogenik. Sedang pada jaringan yang homogen hanya sedikit atau sama sekali tidak ada eko, disebut anekoik atau bebas eko. Dengan demikian kista dan suatu massa solid akan dapat dibedakan Boer, 2005. Tulang dan udara merupakan konduktor suara yang buruk sehingga tidak dapat divisualisasi dengan baik, sedangkan cairan memiliki kemampuan menghantarkan suara dengan sangat baik Patel, 2007.

c. Pemakaian Klinis

USG digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dalam berbagai kelainan organ tubuh. USG digunakan antara lain untuk menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis, membedakan kista dengan massa yang solid, mempelajari pergerakan organ jantung, aorta, dan vena cava maupun pergerakan janin dan jantungnya, pengukuran dan penentuan volume, pengukuran aneurisma arteri, fetal cephalometry, menentukan kedalaman dan letak suatu massa untuk biopsi, menentukan volume massa ataupun organ tubuh tertentu misalnya kandung kemih, ginjal, kandung empedu, ovarium, uterus, dan lain-lain, memonitor arah dan gerakan jarum commit to user xxviii menuju sasaran dalam biopsi jarum terpimpin, serta menentukan perencanaan dalam suatu radioterapi berdasarkan besar tumor dan posisinya Boer, 2005.

d. Kelebihan USG

USG memiliki kelebihan dibandingkan pemeriksaan radiologis yang lain, yaitu bersifat non-invasif, dapat digunakan untuk melihat pergerakan organ, sifat jaringan-jaringan yang dicitrakan dapat dibedakan, alat USG kecil dan dapat dibawa ke mana-mana, pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama, berbagai bidang organ tubuh dapat diperiksa, tenaga listrik yang diperlukan hanya sedikit, tidak memerlukan alat-alat tambahan, memungkinkan tindakan biopsi jaringan yang tepat, serta peralatan relatif lebih murah jika dibandingkan dengan alat rontgen diagnostik khusus, kedokteran nuklir, tomografi komputer, dan alat magnetic resonance Ilyas dan Budyatmoko, 2005.

e. Kekurangan USG

Kekurangan USG dibandingkan pemeriksaan radiologi yang lain yaitu tergantung pada kemampuan operator, ketidakmampuan suara untuk menembus gas atau tulang yang menyebabkan visualisasi yang kurang baik pada struktur-struktur di bawahnya, dan penyebaran commit to user xxix gelombang suara saat melewati lemak menghasilkan citra yang buruk pada pasien obesitas Patel, 2007.

f. Gambaran BPH pada Pemeriksaan USG

Pada pemeriksaan USG, BPH terlihat sebagai pembesaran kelenjar pada zona sentral, nodul hipoekoid atau campuran ekogenik, kalsifikasi di antara zona sentral, dan volume prostat lebih dari 30 mL Irga, 2010.

g. Penggunaan USG untuk Mengukur Volume Prostat

Untuk kepentingan klinis dan penelitian, volume prostat merupakan sebuah parameter penting. Berbagai teknik radiografi sering digunakan untuk menetukan volume prostat secara akurat. Namun tidak mudah untuk mendapatkan gambaran prostat yang memuaskan karena prostat terletak jauh di dalam pelvis dibelakang pubis dan prostat tidak dapat menyerap zat kontras. Volume prostat dapat diukur dengan berbagai cara menggunakan USG Bapat, et al., 2006. Pemeriksaan USG secara transrektal TRUS, digunakan untuk mengetahui besar dan volume prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residu urine, dan mencari kelainan lain pada kandung kemih. Pemeriksaan USG secara transabdominal TAUS dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama Citra, 2009. commit to user xxx Pada TAUS, visualisasi dari kelenjar prostat mungkin terganggu oleh tulang pubis atau kapasitas kandung kemih yang kecil. TRUS memberikan gambaran prostat yang lebih tepat karena jarak transduser ke prostat minimal Bapat, et al., 2006. Walaupun demikian, Chung, et al. 2004 menyebutkan secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara ultrasonografi transabdominal dan transrektal dalam penentuan volume prostat. Berbagai rumus telah digunakan untuk menetukan volume prostat, yang paling umum digunakan adalah rumus ellipsoid yaitu volume prostat = panjang A-P x panjang cranio-caudal x panjang transversal x

0.52 л6 dalam mL Bapat, et al., 2006.

4. Leukosituria

a. Definisi

Leukosituria adalah pengeluaran leukosit di dalam urine Dorland, 2002. Leukosit dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Leukosit hingga 4 atau 5 per lapang pandang kuat umumnya masih dianggap normal. Terdapatnya leukosit dalam jumlah banyak di urine disebut piuria Wirawan, Immanuel, dan Dharma, 2008.

b. Patofisiologi

Peningkatan jumlah leukosit dalam urine leukosituria atau piuria umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas commit to user xxxi atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok. Leukosit dalam urine juga dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus urethra externa pada laki-laki Ihsan, 2010. Jika terdapat leukosituria dengan biakan bakteri yang negatif maka harus dipertimbangkan kemungkinan TBC ginjal, batu saluran kencing, papiler nekrosis, atau uretritis kronik. Neutrofil dalam urine akan meningkat pada penyakit proliferatif glomerulopati dan nefritis interstisialis. Eosinofiluria terjadi pada nefritis interstisialis alergika, glomerulonefritis, prostatitis, pielonefritis kronik, dan skistosomiasis. Limfosituria dapat merupakan tanda dini rejeksi akut pada pasien transplantasi Effendi dan Markum, 2006.

c. Cara Pemeriksaan

Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya. Cara pemeriksaannya didahului dengan pengambilan spesimen urine segar kira-kira 50 mL atau lebih dengan menggunakan wadah kering dan bersih. Spesimen segera commit to user xxxii dibawa ke laboratorium dalam waktu 30 menit. Spesimen urine pagi hari sebaiknya diambil sebelum makan pagi. Spesimen tersebut harus didinginkan selama 6-8 jam. Sebaiknya urine yang digunakan adalah urine pancaran tengah Kee, 2008. Sebelum diamati dengan mikroskop, sampel urine dihomogenkan kemudian dipindahkan ke dalam tabung pemusing sebanyak 10 mL. Selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah sekitar 1500- 2000 rpm selama 5 menit. Tabung dibalik dengan cepat decanting untuk membuang supernatan sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 mL. Endapan diteteskan ke object glass dan ditutup dengan cover glass. Jika hendak dicat dengan dengan pewarna Stenheimer-Malbin, endapan ditetesi dengan 1-2 tetes cat tersebut, kemudian dikocok dan dituang ke object glass dan ditutup dengan cover glass. Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah menggunakan lensa objektif 10x, disebut Lapang Pandang Kecil LPK atau Low Power Field LPF untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa objektif 40x, disebut Lapang Pandang Besar LPB atau High Power Field HPF untuk mengidentifikasi sel eritrosit, lekosit, dan epitel, ragi, bakteri, Trichomonas, filamen lendir, serta sel sperma Ihsan, 2010. Karena jumlah elemen yang ditemukan dalam setiap bidang dapat berbeda dari satu bidang ke bidang lainnya, beberapa bidang dirata-rata. commit to user xxxiii Berbagai jenis sel yang biasanya digambarkan sebagai jumlah tiap jenis ditemukan per rata-rata lapang pandang kuat. Jumlah silinder biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiap jenis yang ditemukan per lapang pandang lemah Ihsan, 2010.

d. Interpretasi Hasil

Normal : 0-4 leukosit per LPB + : 5-20 leukosit per LPB + + : 20-50 leukosit per LPB + + + : 50-100 leukosit per LPB + + + + : 100 leukosit per LPB Ihsan, 2010

B. Kerangka Pemikiran

commit to user xxxiv Proliferasi sel prostat BPH Infeksi saluran kemih Urolithiasis Obstruksi uretra pars prostatica Retensi urine Kateterisasi Tekanan intravesical ↑ Volume prostat ↑ Leukosituria Trauma Iritasi kandung kemih Dehidrasi Stres Febris Leukimia ? Keterangan : : diteliti : tidak diteliti ? : dicari korelasinya pada penelitian ini commit to user xxxv

C. Hipotesis

Terdapat korelasi antara kejadian leukosituria dan volume prostat penderita pembesaran prostat jinak pada pemeriksaan ultrasonografi. commit to user xxxvi BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik retrospektif dengan pendekatan rancangan cross sectional menggunakan data dari rekam medik.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Radiologi dan Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta antara bulan Mei sampai September tahun 2010.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi : Pasien BPH yang dilakukan pemeriksaan USG urologi di . Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah dr. . Moewardi Surakarta dan pemeriksaan urine. 2. Sampel : Pasien BPH yang dilakukan pemeriksaan USG urologi di . Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah dr. . Moewardi Surakarta dan pemeriksaan urine antara bulan . Januari 2008 sampai Juni 2010. commit to user xxxvii

D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah total sampling dengan kriteria: 1. Inklusi : a. Pasien berusia 50 tahun atau lebih. b. Pasien yang diagnosis penyakitnya adalah BPH berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi PA. c. Pasien yang dilakukan pemeriksaan USG urologi sekaligus pemeriksaan urine antara bulan Januari 2008 sampai Juni 2010. d. Pasien yang dilakukan pemeriksaan USG urologi oleh salah seorang ahli radiologi dengan teknik TAUS. e. Pasien BPH yang telah dilakukan pemasangan kateter. 2. Eksklusi : a. Semua yang dilakukan pemeriksaan radiologi selain USG urologi atau yang dilakukan pemeriksaan USG tanpa pemeriksaan urine. b. Semua yang dilakukan pemeriksaan USG urologi dengan diagnosis selain BPH. c. Penderita leukosituria yang disebabkan antara lain: batu saluran kemih, trauma saluran kemih selain karena pemasangan kateter, febris, dehidrasi, dan leukemia.

E. Alur Penelitian

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN GAMBARAN ENDAPAN URIN DI KANDUNG KEMIH PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI

0 13 52

HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN PEMBESARAN KELENJAR PROSTAT DAN HEMATURI PADA MODALITAS PEMERIKSAAN Hubungan Antara Gambaran Pembesaran Kelenjar Prostat dan Hematuri Pada Modalitas Pemeriksaan Ultrasonografi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

0 1 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Gambaran Pembesaran Kelenjar Prostat dan Hematuri Pada Modalitas Pemeriksaan Ultrasonografi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

0 0 5

PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN URIN PADA PENDERITA PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN BAKTERIURIA RENDAH DAN TINGGI.

0 0 11

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

0 0 21

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

0 0 2

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

0 0 3

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

0 0 13

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

0 0 4

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

0 0 11