tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur produk tertentu, sedangkan iklan atau brosur tersebut tidak selamanya memuat informasi yang benar karena pada
umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan, sebaliknya kelemahan produk tersebut ditutupi.
54
3. Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Baku yang Mengandung Klausul Eksonerasi
Perjanjian baku banyak memberikan keuntungan dalam penggunaannya, namun dari keuntungannya ada sisi lain yang menjadi kelemahan yang
dikuatirkan. Hal yang perlu dikuatirkan dengan kehadiran perjanjian baku adalah karena dicantumkannya klausul eksonerasi exemption clause dalam perjanjian
tersebut. Klausula eksonerasi adalah suatu klausa dalam kontrak yang
membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari salah satu pihak yakni pelaku usaha jika terjadi wanprestasi, padahal menurut hukum, tanggung jawab tersbut
mestinya dibebankan kepadanya.
55
Secara yuridis-teknis, syarat klausul eksonerasi dalam suatu kontrak biasanya dilakukan melalui 3 tiga metode sebagai berikut:
Klausula eksonerasi ini mengakibatkan suatu kontrak menjadi tidak seimbang karena hanya memberatkan pada salah satu pihak
saja.
56
a. Metode pengurangan atau bahkan penghapusan kewajiban-kewajiban
hukum yang biasanya dibebankan kepada salah satu pihak. Misalnya,
54
Ibid.
55
Munir Fuady, Op.cit., hal. 98
56
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dilakukan melalui upaya perluasan pengertian force majeure keadaan darurat.
b. Metode pengurangan atau bahkan penghapusan terhadap akibat hukum
karena pelaksanaan kewajiban yang tidak benar. Misalnya, mengurangi atau menghapus ganti kerugian jika terjadi wanprestasi salah satu
pihak dalam kontrak. c.
Metode menciptakan kewajiban-kewajiban tertentu kepada salah satu pihak, tetapi dibebankan kepada pihak lain dalam hal terjadi kerugian
kepada pihak ketiga yang berada di luar kontrak. Disini terlihat, adanya ketidakseimbangan posisi tawar-menawar antara
pelaku usaha dan konsumen. Oleh karena hal itu, diperlukan adanya campur tangan melalui undang-undang dan pengadilan. Undang-Undang Perlindungan
Konsumen UUPK merupakan salah satu prinsip hukum yang berlaku dalam hubungan antara pihak pelaku usaha dan konsumen.
Pasal 18 ayat 1 huruf a UUPK menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian jika menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Di Indonesia, ketentuan yang membatasi wewenang pembuatan klausul eksonerasi ini belum diatur secara tegas dalam undang-undang. Ketentuan satu-
satunya baru ditemukan dalam UUPK. Walaupun dalam UUPK digunakan istilah “klausul baku” yang ternyata berbeda pengertiannya dengan “klausul eksonerasi”.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya pengaturan terhadap perlindungan konsumen terutama pada peraturan yang berkaitan dengan klausul baku sedikit banyak menyadarkan
masyarakat bahwa mereka sebagai pihak dalam perjanjian memiliki hak yang semestinya sejajar dengan pihak lainnya dalam perjanjian baku.
57
57
Sriwati, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Yustika, Vol III No. 2 2000, hal. 176.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia rata-rata memerlukan waktu tidur tujuh sampai delapan jam, dua sampai empat jam untuk kegiatan lain seperti makan, berpakaian, beristirahat, dan
kegiatan lain yang dilakukan di dalam rumah. Rumah merupakan sarana yang penting dalam kehidupan.
1
Pasal 28H ayat 1 Undang- Undang Dasar 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap orang, disamping kebutuhan akan pangan makanan dan sandang pakaian.
Kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Namun demikian, pemerintah daerah maupun
swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan perumahan didorong untuk dapat membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai
tempat tinggal atau hunian.
2
Rumah sebagai tempat tinggal mempunyai peran dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya Mempunyai tempat tinggal
merupakan hak bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan hidup.
1
Surowiyono, Tutu TW, Dasar Perencanaan Rumah Tinggal Pustaka Sinar Harapan,Jakarta,1981, hal.9.
2
Pasal 28H ayat 1 UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Universitas Sumatera Utara