dibakukan dalam perjanjian tersebut bukanlah formulir perjanjian, melainkan klausul-klausulnya.
42
Memperhatikan rumusan pengertian perjanjian baku dalam Pasal 1 angka 10 UUPK ini, tampak penekanan lebih tertuju pada prosedur pembuatannya yang
dilakukan secara sepihak oleh pelaku usaha, dan bukan isinya. Perjanjian baku dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 10 UUPK, yang
menyatakan bahwa perjanjian baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
43
Penggunaan kontrak bakuklausula baku, kebebasan berkontrak serta pemberian kesepakatan terhadap kontrak tersebut tidak dilakukan sebebas dengan
melibatkan para pihak dalam menegosiasikan klausula perjanjian. Berdasarkan
ketentuan tersebut, dapat dikaitkan dengan syarat sahnya suatu perjanjian yakni kesepakatan mereka untuk membuatnya dan mengikatkan dirinya, sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan berdasarkan asas konsensualisme.
44
2. Perkembangan Perjanjian Baku di Indonesia
Perjanjian standar baku, sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato 473-347, misalnya pernah memaparkan praktik penjualan makanan
yang harganya ditentukan secara sepihak oleh si penjual, tanpa memperhatikan
42
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993,
hal.66
43
Persoalan tentang isi klausula baku baru akan dipersoalkan di dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
44
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Op.cit., hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
mutu makanan tersebut. Dalam perkembangannya, tentu saja penentuan secara sepihak oleh produsen penyalur produk penjual, tidak lagi sekadar masalah
harga, tetapi menyangkut syarat-syarat yang lebih detail. Selain itu, bidang- bidang-bidang yang diatur dalam perjanjian standar pun makin bertambah luas.
45
Sebuah laporan dalam harvard law review pada 1971, 99 persen perjanjian yang dibuat di Amerika Serikat berbentuk perjanjian standar. Di Indonesia,
perjanjian standar bahkan merambah ke sektor properti dengan cara-cara yang secara yuridis masih kontroversial. Misalnya, diperbolehkan sistem pembelian
rumah secara inden dalam bentuk perjanjian standar.
46
Di dalam praktik, perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis, dalam bentuk formulir. Perbuatan-perbuatan yang selalu terjadi secara berulang-
ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang, menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu, dan kemudian dibakukan dan
seterusnya dicetak dalam jumlah banyak, sehingga mudah menyediakannya setiap saat jika masyarakat membutuhkan.
47
Kelahiran perjanjian baku, antara lain merupakan akibat dari perubahan susunan masyarakat. Masyarakat sekarang merupakan kumpulan dari sejumlah
ikatan kerja sama organisasi. Perjanjian baku lazimnya dibuat oleh organisasi perusahaan.
48
Tumbuh dan berkembangnya perjanjian baku khususnya di Indonesia adalah karena keadaan sosial dan ekonomi. Perjanjian baku sangat banyak
45
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,2014, hal. 138.
46
Shidarta, Op.cit, hal. 119.
47
Mariam Darus Badrulzaman, Pidato Perjanjian Baku Standard, Perkembangannya Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal. 6
48
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
dipraktikkan dalam dunia bisnis khususnya oleh pengusaha perumahan yang umumnya lebih kuat ekonominya. Tujuan digunakannya perjanjian baku ini
adalah untuk memberikan kemudahan kepraktisan bagi para pihak yang bersangkutan, biaya yang murah, efektif dan efisien karena dapat ditandatangani
seketika oleh para pihak. Perjanjian baku juga merupakan kebutuhan dalam praktik dan sudah merupakan kebiasaan sehari-hari.
C. Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha