Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan umur dan jenis kelamin

hyoid 26, retrofaring 13, dan ruang karotis 11. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di rumah sakit Juan Canalejo di Spanyol pada 77 kasus infeksileher dalam, dijumpai abses submandibula adalah ruang yang paling banyak terlibat, 23 penderita 29 Regiero et al., 2006. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray et al tahun 2011 pada 117 penderita infeksi leher dalam, dijumpai ruang leher dalam yang paling banyak dijumpai adalah peritonsil yaitu 49 diikuti dengan abses retrofaring 22 dan yang paling sedikit adalah abses parafaring 2.

5.3.2 Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan umur dan jenis kelamin

Dari hasil penelitian ini didapatkan penderita abses leher dalam terbanyak adalah pada kelompok umur 40 tahun. Persentase terendah terdapat pada kelompok retrofaring, parafaring umur 0-20 tahun. Menurut ruang yang terlibat pada abses submandibula, angina ludwig dan peritonsilar kelompok umur yang terbanyak adalah pada kelompok umur 40 tahun. Sedangkan pada abses parafaring dan retrofaring kelompok umur terbanyak adalah pada kelompok umur 21-40 tahun. Pada penelitian ini penderita abses leher dalam banyak terjadi pada kelompok umur 40 tahun, hal ini karena faktor-faktor adanya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, gangguan sistem yang dapat menjadi etiologi terjadinya abses leher dalam. Sedangkan pada kelompok umur 21-40 tahun, banyaknya penderita abses leher dalam karena kejadian infeksi yang sering terjadi pada kelompok usia ini Raharjo SP, 2013 Berdasarkan jenis kelamin, penderita abses leher dalam pada penelitian ini terdiri dari 30 58,8 penderita laki-laki dan 21 41,2 penderita perempuan. Pada penelitian ini penderita abses leher dalam lebih banyak dijumpai pada laki- laki dibandingkan dengan perempuan karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang kemungkinan menyebabkan terjadinya abses leher dalam disini seperti banyaknya penderita laki-laki dengan riwayat merokok dan kurangnya kebersihan gigi dan mulut. Namun beberapa kasus karena adanya faktor predisposisi seperti infeksi Universitas Sumatera Utara gigi, merokok, kebersihan rongga mulut, mungkin dapat diduga sebagai bahan pertimbangan. Sedangkan kemungkinan faktor predisposisi lainnya seperti penyakit DM, HIV diduga juga memperberat kemungkinan terjadinya abses leher dalam Raharjo SP, 2013. Pada penelitian Lee et al 2007 melaporkan 158 kasus infeksi leher dalam dari tahun 1995-2004. Pada penelitian tersebut penderita abses leher dalam lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 89 penderita laki-laki dan 69 penderita perempuan. Usia penderita mulai dari 1-89 tahun dengan nilai umur rata-rata 35,4 tahun. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Shailesh et alterhadap 298 kasus abses leher dalam, dijumpai 182 penderita laki-laki dan 116 penderita wanita dengan perbandingan 1,57:1. Usia penderita abses leher dalam dari 6 bulan-78 tahun dengan usia rata-rata 36,7 tahun R. Shailesh et al.,2013. 5.3.3 Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan keluhan utama dan keluhan tambahan Dari hasil penelitian ini didapatkan keluhan utama abses leher dalam yang paling banyak adalah keluhan pembengkakan di leher, yaitu 17 33,3 penderita diikuti dengan keluhan trismus 16 31,4 penderita. Hal ini dikarenakan banyaknya abses submandibula yang dijumpai dengan keluhan pembengkakan leher. Dan pada umumnya penderita datang ke rumah sakit setelah adanya keluhan pembengkakan leher, sehingga keluhan sebelumnya sering diabaikan. Sedangkan keluhan tambahan abses leher dalam yang paling banyak adalah sulit menelan dan nyeri leher 9 17,6 penderita. Keluhan utama dan keluhan tambahan saling berkaitan , namun penderita abses leher dalam sulit untuk membedakan antara keluhan utama dan keluhan tambahan sehingga penyampaiannya terkadang terbalik. Menurut penderita , keluhan utama dan tambahan merupakan 1 keluhan yang sama yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Universitas Sumatera Utara Keluhan pembengkakan leher adalah hal yang paling sering dikeluhkan oleh penderita infeksi leher dalam. Pada pemeriksaan terlihat pembengkakan di daerah submandibula sampai ke leher. Bila pembengkakan terbatas pada bagian atas milohioid, terlihat penonjolan dibawah lidah sehingga lidah terangkat dan terdorong ke belakang. Dalam waktu 12-24 jam infeksi dapat belanjut menembus otot milohioid masuk ke ruang submaksila dan selanjutnya menyebar sampai ke daerah leher dan klavikula. Pada daerah submental teraba keras seperti papan, nyeri sentuh dan jarang disertai fruktuasi. Pada stadium lanjut penderita tampak sakit berat, suhu badan naik Raharjo SP, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Abshirini et al abses leher dalam pada 147 kasus didapatkan: bengkak pada leher 87, trismus 53, disfagia 45, dan odinofagia 29,3. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan ruang potensial yang terlibat Abshirini H et al.,2010. Hal tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Shailesh et al yang dilakukan pada 298 kasus abses leher dalam, dijumpai keluhan terbanyak adalah pembengkakan leher yaitu 289 penderita sedangkan pada 9 penderita abses retrofaring tidak dijumpai keluhan pembengkakan leher R. Shailesh et al., 2013. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Lee et al pada 158 kasus abses leher dalam, dijumpai keluhan yang paling banyak pada infeksi leher dalam adalah pembengkakan di leher yaitu sebanyak 74,7 Lee et al., 2007. Hal yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Agricio et alterhadap 65 penderita infeksi leher dalam dijumpai keluhan terbanyak adalah nyeri 89,2 Agricio et al., 2004.

5.3.4 Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan riwayat penyakit atau etiologi