Patogenesis Gambaran Kasus Abses Leher Dalam Departemen THT-KL di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2014

sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Lokasi abses lebih dari satu ruang potensial 29. Abses submandibula 35, parafaring 20, mastikator 13, peritonsil 9, sublingual 7, parotis 3, infra hyoid 26, retrofaring 13, ruang karotis 11. Menurut Suebara A.B et al 2008 di Brazil, pada 80 penderita abses leher dalam yang ditatalaksana di unit gawat darurat dari tahun 1997 sampai 2003, didapatkan penderita abses leher dalam pria lebih banyak dari pada wanita dengan rincian 55 pria dan 25 wanita.Selain itu, letak abses leher dalam terbanyak di submandibula sebanyak 36 orang, parafaring dan submandibula 13 orang, hanya parafaring sebanyak 15 orang, bagian posterior leher sebanyak 5 orang. Sedangkan pada parafaring, mediastinal dan ruang pleural sebanyak 5 orang, retrofaring sebanyak 1 orang, retrofaring dan mediastinal sebanyak 1 orang, parafaring dan mediastinal sebanyak 1 orang, dan daerah mastoid dan submandibula sebanyak 1 orang .

2.4 Patogenesis

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik secara perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob Chuang YC, Wang HW, 2008; Yang S.W et al., 2008 Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak dibanding dengan kuman aerob dan fakultatif, dengan perbandingan mulai 10:1 sampai 10000:1. Bakteriologi dari daerah gigi, oro-fasial, dan abses leher, kuman yang paling dominan adalah kuman anaerob yaitu, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus spp. Bakteri aerob dan fakultatif adalah Streptococcus pyogenic dan Stapylococcus aureus. Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari Universitas Sumatera Utara infeksi tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila Yang S.W, 2008, Rosen EJ, 2002. Odontogenik merupakan penyebab abses leher dalam tersering 27,5, diikuti oleh penyakit tonsilar 22,5, infeksi kulit 8,75 dan infeksi parotid 6,25. Penyebab yang tidak jelas sebanyak 25 pada 20 pasien. Penyebab lainnya 10 adalah tuberkulosis ganglionar dengan abses sebanyak 3 orang, trauma lokal sebanyak 2 0rang, otitis media sebanyak 1 orang, infeksi kista thyroglossal sebanyak 1 orang {Suebara A.B et al., 2008. Tabel 2.1 Tabel 2.1 Penyebab abses leher dalam Suebara A.B et al., 2008. Penyebab Jumlah Odontogenic Tonsillar Skin infection Parotid Ganglionar TB Trauma Otitis media Infected thyroglossal Unknown 22 18 7 5 3 2 1 1 20 27,5 22,5 8,7 6,2 3,7 2,5 1,2 1,2 25 Pola kuman penyebab abses leher dalam berbeda sesuai dengan sumber infeksinya. Infeksi yang berasal dari orofaring lebih banyak disebabkan kuman flora normal di saluran nafas atas seperti streptokokus dan Universitas Sumatera Utara stafilokokus. Infeksi yang berasal dari gigi biasanya lebih dominan kuman anaerob seperti, Prevotella, Fusobacterium sppPenyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu hematogen, limfogen, dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnyaBrook I, 2002; Parchiscar A, 2001. 2.5 Jenis-jenis Abses Leher Dalam 2.5.1 Abses peritonsil