BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi lokasi penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medanyang berlokasi di Jalan Bunga
Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan
merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335MenkesSKVIII1990. RSUP Haji Adam Malik Medan menjadi sentra
rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.
5.2 Hasil penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan cross sectionaldari data sekunder di RSUP. H. Adam Malik Medan. Data penelitian merupakan
data sekunder dari 51 penderita infeksi leher dalam yang datang dan mendapatkan pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2012-2014
, yang terdiri dari: 9 penderita 2012, 20 penderita 2013, 22 penderita 2014 dengan usia termuda 7 tahun dan usia tertua 70 tahun.
5.2.1. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan jenis abses leher dalam
Tabel 5.2.1. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan jenis abses leher dalam
Universitas Sumatera Utara
Ruang yang terlibat N
Abses retrofaring Abses parafaring
Absessubmandibula Abses peritonsilar
Angina ludwig 3
5 24
14 5
5,9 9,8
47,1 27,5
9,8 Total
51 100
Berdasarkan tabel 5.2.1 didapatkan jenis abses leher dalam yang paling banyak adalah abses submandibula yaitu 24 penderita 47,1. abses leher dalam
yang terlibat paling sedikit adalah abses retrofaring yaitu 5 penderita 8,8.
5.2.2. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan umur
Tabel 5.2.2. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan umur Kelompok umur
N 0-20
21-40 40
4 22
25 7,8
43.1 49,0
Total 51
100
Berdasarkan tabel 5.2.2 didapatkan penderita abses leher dalam terbanyak pada umur 40 tahun yaitu 25 49,0 penderita. Persentase terendah terdapat pada
kelompok umur 0-20 tahun yaitu 4 7,8 penderita.
5.2.3. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.2.3. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara
Jenis kelamin N
Laki-laki Perempuan
30 21
58,8 41,2
Total 51
100
Berdasarkan tabel 5.2.3 leher dalam terdiri dari 30 58,8 penderita laki- laki dan 21 41,2 penderita perempuan. Perbandingan penderita antara laki-laki
dan perempuan yaitu 1,42 : 1
5.2.4. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan keluhan utama
Tabel 5.2.4. Distribusi frekuensi abses leher dalamsecara umum berdasarkan keluhan utama
Keluhan utama N
Trismus Pembengkakan di leher
Nyeri leher Sulit menelan
Nyeri menelan Demam
Nyeri tenggorokan Potatoes voice
16 17
6 1
8
1 2
31,4 33,3
11,8 2,0
15,7
2,0 3,9
Total 51
100
Berdasarkan tabel 5.2.4 didapatkan 17 33,3 penderita abses leher dalam dengan keluhan utama pembengkakan di leher. Keluhan sulit menelan
nyeri tenggorokan masing-masing dikeluhkan 1 2,0 penderita. Tidak ada yang mengeluhkan demam .
Tabel 5.2.5. Distribusi frekuensi abses retrofaring berdasarkan keluhan utama
Universitas Sumatera Utara
Keluhan utama N
Trismus Pembengkakan di leher
Nyeri leher Sulit menelan
Nyeri menelan Demam
Nyeri tenggorokan Potatoes voice
1 2
33,3 66,7
Total 3
100
Berdasarkan tabel 5.2.5 didapatkan 2 66,7 penderita abses retrofaring dengan keluhan utama pembengkakan di leher. Keluhan trismus dikeluhkan 1
33,3 penderita. Tabel 5.2.6. Distribusi frekuensi abses parafaring berdasarkan keluhan utama
Keluhan utama N
Trismus Pembengkakan di leher
Nyeri leher Sulit menelan
Nyeri menelan Demam
Nyeri tenggorokan Potatoes voice
2 1
1
1 40
20 20
20
Total 5
100
Berdasarkan tabel 5.2.6 didapatkan 2 40 penderita abses parafaring dengan keluhan trismus. Keluhan pembengkakan di leher, nyeri leher dan nyeri
menelan masing-maisng dikeluhkan 1 20 penderita.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2.7. Distribusi frekuensi abses submandibula berdasarkan keluhan utama Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 6
9 5
1 1
1 25
37,5 20,8
4,2 4,2
4,2 Total
24 100
Berdasarkan tabel 5.2.7 didapatkan 9 37,5 penderita abses submandibula mengeluhkan pembengkakan di leher. Keluhan sulit menelan, nyeri
menelan dan potatoes voice masing-masing paling sedikit dikeluhkan 1 4,2 penderita.
Tabel 5.2.8. Distribusi frekuensi abses peritonsilar berdasarkan keluhan utama Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 5
2
5 1
1 35,7
14,3
35,7 7,1
7,1 Total
14 100
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.2.8 didapatkan keluhan terbanyak adalah trismus dan demam masing-masing 5 35,7 penderita yang mengeluhkan. Keluhan yang
paling sedikit dikeluhkah adalah nyeri tenggorokan dan potatoes voice maisng- maisng 1 7,1 penderita.
Tabel 5.2.9. Distribusi frekuensi angina ludwig berdasarkan keluhan utama Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 2
3 40
60
Total 5
100
Berdasarkan tabel 5.2.9 didapatkan keluhan pembengkakan di leher dikeluhkan 3 60 penderita. Keluhan trismus 2 40 penderita.
5.2.5. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan keluhan tambahan
Tabel 5.2.10. Distribusi frekuensi abses leher dalam secara umum berdasarkan keluhan tambahan
Universitas Sumatera Utara
Keluhan utama N
Trismus Pembengkakan di leher
Nyeri leher Sulit menelan
Nyeri menelan Demam
Nyeri tenggorokan Potatoes voice
4 8
9 5
9 8
2 6
7,8 15,7
17,6 9,8
17,6 15,7
3,9 11,8
Total 51
100
Berdasarkan tabel 5.2.10 didapatkan nyeri leher dan nyeri menelan masing-masing 9 17,6 adalah yang terbanyak. Nyeri tenggorokan paling
sedikit dikeluhkan 2 3,5. Tabel 5.2.11. Distribusi frekuensi abses retrofaring berdasarkan keluhan tambahan
Keluhan utama N
Trismus Pembengkakan di leher
Nyeri leher Sulit menelan
Nyeri menelan Demam
Nyeri tenggorokan Potatoes voice
1
2 33,3
66,7
Total 3
100
Berdasarkan tabel 5.2.11 didapatkan 2 66,7 penderita abses retrofaring dengan keluhan tambahan nyeri menelan. Keluhan utama nyeri leher dikeluhkan 1
33,3 penderita.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2.12. Distribusi frekuensi abses parafaring berdasarkan keluhan tambahan Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 2
1 1
1 40
20 20
20
Total 5
100
Berdasarkan tabel 5.2.12 didapatkan 2 40 penderita abses parafaring dengan keluhan pembengkakan di leher. Keluhan nyeri menelan, nyeri leher dan
demam masing-maisng dikeluhkan 1 20 penderita. Tabel 5.2.13. Distribusi frekuensi abses submandibula berdasarkan keluhan
tambahan Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 1
4 5
2 4
4 1
3 4,2
16,7 20,8
8,3 16,7
16,7 4,2
12,5 Total
24 100
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.2.13 didapatkan 5 20,8 penderita abses submandibula mengeluhkan nyeri leher. Keluhan pembengkakan di leher, nyeri
menelan dan demam masing-masing 4 16,7 penderita. Tabel 5.2.14. Distribusi frekuensi abses peritonsilar berdasarkan keluhan
tambahan Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 3
2 2
2
3 1
1 35,7
14,3 14,3
14,3
35,7 7,1
7,1 Total
14 100
Berdasarkan tabel 5.2.14 didapatkan keluhan terbanyak adalah trismus dan demam masing-masing 3 35,7 penderita yang mengeluhkan. Keluhan yang
paling sedikit dikeluhkah adalah nyeri tenggorokan dan potatoes voice maisng- maisng 1 7,1 penderita
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2.15. Distribusi frekuensi angina ludwig berdasarkan keluhan tambahan Keluhan utama
N Trismus
Pembengkakan di leher Nyeri leher
Sulit menelan Nyeri menelan
Demam Nyeri tenggorokan
Potatoes voice 1
2
2 20
40
40 Total
5 100
Berdasarkan tabel 5.2.15 didapatkan keluhan nyeri menelan dan potatoes voice masing-masing 2 40 penderita. Keluhan nyeri leher 1 20 penderita.
5.2.6. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan riwayat penyakitetiologi
Tabel 5.2.16. Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan riwayat penyakitetiologi
Riwayat penyakitetiologi N
Infeksi gigi Penyakit sistemik
Tonsilitis,faringiris Infeksi telinga
29 5
13 4
56,9 9,8
25,5 7,8
Total 51
100
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.2.16 didapatkan riwayat penyakit abses leher dalampaling banyak adalah infeksi gigi, yaitu 29 56,9 penderita. Riwayat penyakit paling
sedikit adalah infeksi telinga dijumpai 4 7,8 penderita.
5.3 Pembahasan
Penelitian yang menggunakan cross sectionalini merupakan data sekunder dari 51 penderita abses leher dalam di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2012-
2014. Distribusi penderita dijabarkan di bawah ini.
5.3.1 Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan jenis abses leher dalam
Dari hasil penelitian ini didapatkan penderita abses leher dalam berdasarkan ruang yang terlibat terbanyak adalah ruang submandibula yaitu 24
47,1 diikuti dengan ruang peritonsilar 14 27,5 penderita, ruang parafaring dan angina ludwid masing-masing 5 9,8 penderita, serta yang paling sedikit
ruang retrofaring 3 5,9 penderita. Pada penelitian ini ruang submandibula adalah ruang yang terbanyak
dijumpai. Abses submandibula lebih sering terjadi karena penyebab abses submandibula bersumber dari infeksi gigi molar dua dan tiga, rongga mulut,
wajah, faring. Kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain dapat juga menjadi penyebab terjadinya abses submandibula Raharjo, 2008; Ballenger, 1994. Pada
penelitian ini abses retrofaring adalah ruang yang paling sedikit terjadi dan dialami oleh penderita dewasa dengan riwayat faringitis. Hal ini jarang terjadi
karena pada umumnya abses retrofaring lebih sering terjadi pada anak-anak. Namun seperti kita ketahui bahwa abses retrofaring pada orang dewasa sering
terjadi akibat adanya trauma tumpul atau infeksi pada mukosa faring dan perluasan abses dari struktur yang berdekatan Fachruddin D, 2007
Pada penelitian Yang et al2008 pada 100 kasus infeksi leher dalam yang dilakukan April 2001 sampai Oktober 2006 didapatkan abses submandibula 35,
parafaring 20, mastikator 13, peritonsil 9, sublingual 7, parotis 3, infra
Universitas Sumatera Utara
hyoid 26, retrofaring 13, dan ruang karotis 11. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di rumah sakit Juan Canalejo di Spanyol pada 77 kasus
infeksileher dalam, dijumpai abses submandibula adalah ruang yang paling banyak terlibat, 23 penderita 29 Regiero et al., 2006.
Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray et al tahun 2011 pada 117 penderita infeksi leher dalam, dijumpai ruang leher dalam
yang paling banyak dijumpai adalah peritonsil yaitu 49 diikuti dengan abses retrofaring 22 dan yang paling sedikit adalah abses parafaring 2.
5.3.2 Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan umur dan jenis kelamin
Dari hasil penelitian ini didapatkan penderita abses leher dalam terbanyak adalah pada kelompok umur 40 tahun. Persentase terendah terdapat pada
kelompok retrofaring, parafaring umur 0-20 tahun. Menurut ruang yang terlibat pada abses submandibula, angina ludwig dan peritonsilar kelompok umur yang
terbanyak adalah pada kelompok umur 40 tahun. Sedangkan pada abses parafaring dan retrofaring kelompok umur terbanyak adalah pada kelompok umur
21-40 tahun. Pada penelitian ini penderita abses leher dalam banyak terjadi pada kelompok umur 40 tahun, hal ini karena faktor-faktor adanya penyakit penyerta
seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, gangguan sistem yang dapat menjadi etiologi terjadinya abses leher dalam. Sedangkan pada kelompok
umur 21-40 tahun, banyaknya penderita abses leher dalam karena kejadian infeksi yang sering terjadi pada kelompok usia ini Raharjo SP, 2013
Berdasarkan jenis kelamin, penderita abses leher dalam pada penelitian ini terdiri dari 30 58,8 penderita laki-laki dan 21 41,2 penderita perempuan.
Pada penelitian ini penderita abses leher dalam lebih banyak dijumpai pada laki- laki dibandingkan dengan perempuan karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang
kemungkinan menyebabkan terjadinya abses leher dalam disini seperti banyaknya penderita laki-laki dengan riwayat merokok dan kurangnya kebersihan gigi dan
mulut. Namun beberapa kasus karena adanya faktor predisposisi seperti infeksi
Universitas Sumatera Utara
gigi, merokok, kebersihan rongga mulut, mungkin dapat diduga sebagai bahan pertimbangan. Sedangkan kemungkinan faktor predisposisi lainnya seperti
penyakit DM, HIV diduga juga memperberat kemungkinan terjadinya abses leher dalam Raharjo SP, 2013.
Pada penelitian Lee et al 2007 melaporkan 158 kasus infeksi leher dalam dari tahun 1995-2004. Pada penelitian tersebut penderita abses leher dalam lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 89 penderita laki-laki dan 69 penderita perempuan. Usia penderita mulai dari 1-89
tahun dengan nilai umur rata-rata 35,4 tahun. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Shailesh et alterhadap 298 kasus abses leher dalam, dijumpai 182
penderita laki-laki dan 116 penderita wanita dengan perbandingan 1,57:1. Usia penderita abses leher dalam dari 6 bulan-78 tahun dengan usia rata-rata 36,7 tahun
R. Shailesh et al.,2013.
5.3.3 Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan keluhan utama dan keluhan tambahan
Dari hasil penelitian ini didapatkan keluhan utama abses leher dalam yang paling banyak adalah keluhan pembengkakan di leher, yaitu 17 33,3 penderita
diikuti dengan keluhan trismus 16 31,4 penderita. Hal ini dikarenakan banyaknya abses submandibula yang dijumpai dengan keluhan pembengkakan
leher. Dan pada umumnya penderita datang ke rumah sakit setelah adanya keluhan pembengkakan leher, sehingga keluhan sebelumnya sering diabaikan.
Sedangkan keluhan tambahan abses leher dalam yang paling banyak adalah sulit menelan dan nyeri leher 9 17,6 penderita. Keluhan utama dan keluhan
tambahan saling berkaitan , namun penderita abses leher dalam sulit untuk membedakan antara keluhan utama dan keluhan tambahan sehingga
penyampaiannya terkadang terbalik. Menurut penderita , keluhan utama dan tambahan merupakan 1 keluhan yang sama yang menyebabkan mereka datang ke
rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
Keluhan pembengkakan leher adalah hal yang paling sering dikeluhkan oleh penderita infeksi leher dalam. Pada pemeriksaan terlihat pembengkakan di
daerah submandibula sampai ke leher. Bila pembengkakan terbatas pada bagian atas milohioid, terlihat penonjolan dibawah lidah sehingga lidah terangkat dan
terdorong ke belakang. Dalam waktu 12-24 jam infeksi dapat belanjut menembus otot milohioid masuk ke ruang submaksila dan selanjutnya menyebar sampai ke
daerah leher dan klavikula. Pada daerah submental teraba keras seperti papan, nyeri sentuh dan jarang disertai fruktuasi. Pada stadium lanjut penderita tampak
sakit berat, suhu badan naik Raharjo SP, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Abshirini et al abses leher dalam pada 147
kasus didapatkan: bengkak pada leher 87, trismus 53, disfagia 45, dan odinofagia 29,3. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala
spesifik yang sesuai dengan ruang potensial yang terlibat Abshirini H et al.,2010. Hal tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Shailesh et
al yang dilakukan pada 298 kasus abses leher dalam, dijumpai keluhan terbanyak adalah pembengkakan leher yaitu 289 penderita sedangkan pada 9 penderita abses
retrofaring tidak dijumpai keluhan pembengkakan leher R. Shailesh et al., 2013. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Lee et al pada
158 kasus abses leher dalam, dijumpai keluhan yang paling banyak pada infeksi leher dalam adalah pembengkakan di leher yaitu sebanyak 74,7 Lee et al.,
2007. Hal yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Agricio et
alterhadap 65 penderita infeksi leher dalam dijumpai keluhan terbanyak adalah nyeri 89,2 Agricio et al., 2004.
5.3.4 Distribusi frekuensi abses leher dalam berdasarkan riwayat penyakit atau etiologi
hasil penelitian ini didapatkan riwayat penyakit abses leher dalam yang paling banyak adalah sakit gigi, yaitu 29 56,9 penderita.Pada penelitian ini
banyak dijumpai abses submandibula yang riwayat penyakit terbanyak adalah
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh infeksi gigi dan mulut. Perjalanan penyakit abses leher dalam dapat berasal dari riwayat penyakit yang merupakan sumber infeksi leher dalam.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suebara dan kawan- kawan di São Paulo Santa Casa, Brazil pada 80 kasus abses leher dalam dijumpai
penyebab terbanyak adalah infeksi gigi yaitu 27,5 dan tonsilitis sebanyak 22,5 Suebara et al., 2008. Hal yang sama pada penelitian lain yang dilakukan
terhadap 150 kasus abses leher dalam di Parana Brazil dari Januari 2000-Januari 2007 dijumpai 37 sumber infeksi pada infeksi leher dalam adalah infeksi gigi,
diikuti oleh penyebab yang tidak jelas 33, infeksi faring dan tonsil 20, dan sisanya infeksi lain-lain Matzelle et al., 2009.
Hal yang berbeda pada penelitian Lee dan kawan-kawan yang menemukan etiologi terbanyak penyebab infeksi leher dalam adalah tidak jelastidak diketahui
sebanyak 116 73,4 penderita Lee et al.,2007. Infeksi gigi merupakan sumber infeksi terbanyak yang dapat
mengakibatkan terjadinya abses leher dalam. Kebersihan mulut dan gigi yang kurang diperhatikan dan penyalahgunaan obat intravena bisa pula menjadi faktor
tersering pada orang dewasa. Selain itu penyakit infeksi saluran nafas atas, trauma, benda asing juga merupakan etiologi dari infeksi leher dalam Raharjo
SP, 2013.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1.
Jenis abses leher dalam yang paling banyak adalah abses submandibula yaitu sebanyak 24 penderita 47,1 dan yang paling sedikit abses
retrofaring sebanyak 3 penderita 5,9. 2.
Umur penderita untuk jenis abses leher dalam yang paling banyak dijumpai adalah 40 tahun kecuali pada abses parafaring dan retrofaring,
dimana umur penderita terbanyak adalah 21-40 tahun. 3.
Berdasarkan jenis kelamin, abses leher dalam yang terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki dengan perbandingan 1,42 : 1.
4. Keluhan utama yang paling banyak dijumpai pada penderita abses leher
dalam adalah pembengkakan di leher 33,3, sedangkan keluhan tambahan paling banyak adalah sulit menelan dan nyeri leher 17,6.
5. Berdasarkan riwayat penyakit, infeksi gigi pada 29 penderita 56,9
merupakan riwayat penyakit tersering pada abses leher dalam dan yang paling jarang adalah infeksi telinga 4 penderita 7,8.
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:
1. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan khususnya bagian rekam medik
sebaiknya dapat melengkapi dan meningkatkan kualitas data rekam medik
Universitas Sumatera Utara
pasien, sehingga dapat memberikan data yang lebih akurat bagi penelitian selanjutnya.
2. Diharapkan penelitian berikutnya menggunakan jumlah sampel yang lebih
banyak agar hasil yang di dapat lebih akurat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Leher